Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH

TERBENTUKNYA
PTUN
Disusun Oleh :
FATHIR BAKKARANG
B1115133
1. Zaman Penjajahan Belanda

Pada zaman pemerintahan Belanda tidak dikenal adanya


Peradilan TUN sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri,
yang diberi kewenangan untuk memeriksa dan
menyelesaikan sengketa di bidang Tata Usaha Negara.
Peradilan Administrasi Negara (TUN ) pada waktu itu
dilakukan baik oleh hakim administrasi Negara (TUN ), yaitu
hakim khusus yang memeriksa perkara administrasi Negara (
TUN ), maupun hakim perdata. Ketentuan yang digunakan
pada waktu itu adalah pasal 134 IS jo ( Indische
Staatsregeling ) , pasal 2 RO ( Reglement op de Rechter Iijke
Organisatie en het beleid der justitie in Indonesia ) . Inti dari
pasal 134 ayat (1) IS jo da pasal 2 RO adalah bahwa
peradilan hanya dilakukan oleh kekuasaan kehakiman
semata. Selain itu, ada pula pasal yang menyinggung
masalah itu, yakni pasal 138 ayat (1) IS dan pasal 2 ayat 2 RO
.
Kedua pasal itu bisa dikatakan merupakan konsep
dasar atau cikal bakal dari Peradilan Tata Usaha
Negara di Indonesia.ketentuan Pasal 134 ayat 1 IS
dan Pasal 2 RO :
a. Peradilan terhadap perselisihan-perselisihan
hanya dilakukan oleh badan yang diserahi
kekuasaan kehakiman.
b. Peradilan oleh badan-badan lain selain badan
yg diserahi kekuasaan kehakimanhanya
mungkin jika hal ini diatur oleh UU.
c. Persoalan yg menurut sifatnya atau berdasarkan
ketentuan UU termasuk dalamwewenang
pertimbangan kekuasaan administrasi tetap
diadili oleh kekuasaan itu.
d. Perselisihan wewenang antara kekuasaan
pengadilan dan kekuasaan administrasi
diputuskan oleh Gubernur Jenderal.
2.Zaman Penjajahan Jepang
Pada Tahun 1942, pemerintah Hindia Belanda menyerah
tanpa syarat kepada Jepang. Dengan jatuhnya pemerintah
Belanda maka berakhirlah riwayat pemerintah Hindia
Belanda dan mulailah zaman pemerintahan Jepang dengan
menerapkan pemerintahan militernya. Pada masa
pendudukan Jepang ini, pemerintahan militer yang lebih
sibuk berperang, tidak begitu banyak menaruh perhatian
terhadap kelengkapan perangkat kenegaraan. Namun,
untuk menjaga kelangsungan roda pemerintahan,
diundangkanlah UU Nomor 1 tanggal 7 Maret 1942. Pasal 3
dari UU ini, yang merupakan aturan peralihan yakni :

“Semua badan-badan pemerintahan dan


kekuasaannya, hokum dan undang-undang dari pemerintah
yang dahulu, tetap diakui sah bagi sementara waktu asal
saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer”

Dengan perkataan lain, selama pendudukan Jepang


masih tetap digunakan system IS dan RO, yakni system
banding administratif (administratief beroep)
3.Zaman Kemerdekaan
Indonesia
a. Periode Pertama UUD 1945

Konsepsi untuk membentuk Peradilan Administrasi di


Indonesia sesungguhnya telah ada sejak awal kemerdekaan.
Berdasarkan UUD 1945,dikeluarkan UU No.19 Tahun 1948
Tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman
dan Kejaksaan, yang memuat dua pasal Sejalan dengan itu
pada tahun 1949 telah dibuat Rancangan Undang-Undang
(RUU) Tentang “Acara Perdata Dalam Soal Tata
Pemerintahan” yang disusun oleh Prof.Dr. Wirjono
Prodjodikoro S.H. , atas perintah Menteri Kehakiman waktu itu,
Dr.Susanto Tirtoprodjo S.H..
Namun sebelum RUU tersebut diundangkan sudah
terjadi perubahan konstitusi dari UUD 1945 menjadi UUD
Republik Indonesia Serikat (RIS).mengenai peradilan
administrasi yaitu Pasal 66 dan Pasal 67. Menurut ketentuan
tersebut, untuk memeriksa dan memutus sengketa
administrasi diserahkan kepada Pengadilan Tinggi (Umum)
sebagai peradilan tingkat pertama dan Mahkamah Agung
sebagai peradilan tingkat kedua (Terakhir).
b. Periode UUD RIS ( 27 Desember 1949 s/d 17
Agustus 1950)

Dalam Konstitusi RIS terdapat dua pasal yang


memuat ketentuan tentang penyelesaian
sengketa administrasi (tata usaha), yakni Bab IV
Tentang Pemerintahan Bagian III Pasal 161 dan
Pasal 162. Menurut ketentuan tersebut,
pemutusan tentang sengketa tata usaha
diserahkan kepada pengadilan perdata, atau
kepada alat perlengkapan negara lain tetapi
dengan jaminan yang serupa tentang keadilan
dan kebenarannya.
c. Periode UUD Sementara 1950 ( 17 Agustus 1950 s/d 5 Juli
1959 ).

Dalam UUDS 1950, ketentuan mengenai penyelesaian


sengketa administrasi (tata usaha) dimuat dalam Bagian III
Pasal 108 dan Pasal 109, yang materi pokoknya hampir sama
dengan ketentuan Konstitusi RIS Pasal 161 dan 162.Namun
menurut Syachran Basah (1984 : 88), Pasal 108 UUDS 1950
tersebut membuka beberapa kemungkinan penyelesaian
sengketa administrasi (Tata Usaha Negara) dilakukan melalui :
1) Pengadilan Perdata secara umum,
2) Pengadilan Perdata khusus untuk sengketa tata usaha
tertentu,
3) Badan Pemutus untuk semua sengketa tata usaha,
bukan pengadilan perdata yang dibentuk secara
istimewa,
4) Badan Pemutus Khusus untuk sengketa-sengketa tata
usaha negara tertentu.
Dari alternatif tersebut mengarah pada pembentukan
Pengadilan Admisnistrasi (Tata Usaha Negara) yang berdiri
sendiri.
4.Zaman Berlakunya kembali
UUD 1945
a. Fase I (1959 s.d. 1986)
Dengan berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli1959,
upaya pembenahan Badan Kekuasaan Kehakiman pun mengacu kepada UUD 1945,
sebagaimana diatur dalam Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 (lama), Lalu lahir peraturan yang
berkaitan dengan berdirinya PTUN :
1. Pada tahun 1960, lahir TAP MPRS No.II/MPRS/1960 yang memerintahkan agar segera
diadakan peradilan administrasi. Hal mana ditindaklanjuti oleh LPHN (Lembaga
Pembinaan Hukum Nasional) dengan disusunnya konsep Naskah RUU Tentang Peradilan
Administrasi Negara pada Tahun 1960.
2. Pada tahun 1964, terbit UU No.19 Tahun 1964 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Di dalam Pasal 7 ayat (1) UU tersebut disebutkan bahwa peradilan
administrasi merupakan salah satu bagian dalam lingkungan peradilan Indonesia. Atas
dasar itu, Menteri Kehakiman RI menerbitkan Surat Keputusan No.J.S.8/12/17 tanggal 16
Februari 1965 tentang Pembentukan Panitia Kerja Penyusun RUU Peradilan Administrasi,
yang dilakukan oleh LPHN dengan disusunnya RUU Peradilan Administrasi pada tanggal 10
Januari 1966. Namun RUU tersebut tidak diajukan oleh Pemerintah kepada DPR (GR)
hingga terjadi perubahan pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru.
3. Pada masa Orde Baru, terbit UU No.14 tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, yang menggantikan UU No.19 Tahun 1964. Dengan lahirnya
UU No.14/1970 ini eksistensi peradilan administrasi (Tata Usaha Negara) dikukuhkan di
dalam Pasal 10 ayat (1) UU No.14/1970 yang menyebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman
dilakukanoleh pengadilan di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.Namun meskipun telah diamanahkan oleh
UU No.14/1970, ternyata Peradilan TUN belum dapat segera diwujudkan. Dalam masa
ini berbagai kegiatan seminar dan penelitian telah dilakukan oleh akademisi, praktisi
hukum, pejabat dan instansi resmi.
b. Fase II (1986 s.d. 2004)

Setelah melalui berbagai upaya dan proses selama bertahun-tahun,


pada tahun 1986 Presiden RI dengan surat No. R.04/PU/IV/1986 tertanggal 16 April
1986 melalui Menteri Kehakiman menyampaikan RUU PTUN kepada DPR-RI. RUU ini
merupakan penyempurnaan dari RUU Penyelenggara Negara Yang Bersih dan
Bebas dari KKN (pasal 53ayat 2 beserta penjelasannya)
Tahun 1986 yang kemudian dibahas oleh Pemerintah bersama DPR di dalam
Sidang Pleno dan Paripurna DPR-RI pada tanggal 29 April 1986 dan 20 Mei 1986,
hingga berhasil disahkan pada tanggal 29 Desember 1986 sebagai Undang-
Undang No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.Namun
demikian, meskipun UU No.5 Tahun 1986 telah diundangkan pada tanggal 29
Desember 1986, UU ini tidak serta merta diberlakukan, melainkan masih
menunggu 5 (lima) tahun kemudian, dengan alasan sebagaimana disebutkan di
dalam Penjelasan Pasal 145 sebagai berikut :

“Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara ini merupakan lingkungan peradilan


yang baru, yang pembentukannya memerlukan perencanaan dan persiapan
yang matang oleh Pemerintah mengenai prasarana dan sarananya, baik materiil
maupun personil. Oleh karena itu pembentukan Pengadilan di
lingkunganPeradilan Tata Usaha Negara tidak dapat dilakukan sekaligus tetapi
secara bertahap. Setelah undang-undang ini diundangkan, dipandang perlu
Pemerintah mengadakan persiapan seperlunya. Untuk mengakomodasikan hal
tersebut maka penerapan Undang-Undang ini secara bertahap dalam waktu
selambat-lambatnya lima tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan diatur
denganPeraturan Pemerintah”.
c. Fase III (2004 s.d. sekarang)

Pemerintah bersama DPR-RI melakukan revisi (perubahan) terhadap beberapa ketentuan (pasal-pasal) didalam
Hukum Acara UU No.5 Tahun 1986 yang hingga saat ini telah terjadi 2 ( dua ) kali,yaitu dengan UU No.9 Tahun 2004
tanggal 29 Maret 2004 dan UU No.51 Tahun 2009 tanggal 29 Oktober 2009, yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut :

1) Revisi Menurut UU No. 9 Tahun 2004


a. Diadakannya Juru Sita di PTUN (pasal 39-A s/d 39-E)
b. Perubahan rumusan tentang alasan gugatan, serta kriteria Asas-AsasUmum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)
dikaitkan dengan UU No.28/1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN
c. Perubahan tata cara eksekusi atau pelaksanaan putusan (pasal 116 ayat 3)
d. Adanya upaya paksa dan sanksi administratif terhadap Pejabat Tata UsahaNegara yang tidak melaksanakan
putusan Peratun yang telah berkekuatan hukum tetap (pasal 116 ayat 4 dan 5)
e. Dihapuskannya perlawanan pihak ketiga terhadap putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap (ex.
pasal 118 UU No.5 Tahun 1986), dsb.

2) Revisi Menurut UU No. 51 Tahun 2009


a. Dibentuknya pengadilan khusus dan Hakim Ad-Hoc (Pasal 9-A).
b. Perubahan atau penambahan tentang tata cara eksekusi dan upaya paksa terhadap Pejabat TUN yang
tidak melaksanakan putusan Peratun, diajukan kepada Presiden dan lembaga perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan ( Pasal 116 ayat 6) .
c. Pada setiap PTUN dibentuk Pos Bantuan Hukum secara cuma-cuma bagi pencari keadilan yang tidak mampu
(Pasal 144-D) . Sejalan dengan hal tersebut, berkaitan dengan adanya berbagai kendala yangdihadapi oleh
PTUN, sejak tahun 2004 Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telah menyusun
Rancangan Undang-UndangTentang Administrasi Pemerintahan (RUU-AP), yang hingga saat ini masih dalam
proses pembahasan di DPR-RI. RUU-AP ini selain dimaksudkan untuk mengatur administrasi pemerintahan itu
sendiri, juga akan berfungsi sebagai Hukum Materiil Administrasi Negara yang menjadi kompetensi absolut
PTUN.
Terima kasih……

Anda mungkin juga menyukai