Anda di halaman 1dari 30

SUBYEK DAN OBYEK BASRI MULYANI, SH.

,
SENGKETA TUN MH
SUBJEK YANG
BERSENGKETA
Rumusan pengertian sengketa TUN pada Pasal 1 angka 10 pada perubahan kedua
Undang-undang Peradilan TUN (UU No. 51 Tahun 2009) dapat disimpulkan
bahwa unsur-unsur sengketa TUN terdiri dari:
a. subjek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum privat di satu
pihak dan badan atau pejabat TUN di lain pihak.
b. Objek sengketa adalah putusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat
TUN.
Untuk lebih mudah kita memahami masalah subjek dan objek sengketa TUN, ada
baiknya kita membahas terlebih dahulu siapa yang dapat menjadi subjek sengketa
TUN, karena dalam UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN jo UU No. 9 Tahun
2004 jo UU No. 51 Tahun 2009 yang tidak mengenal prinsip actio popularis, yaitu
suatu prinsip yang memberikan hak menggugat kepada setiap orang atau setiap
penduduk.
PENJELASAN TENTANG SUBJEK TUN LEBIH JELAS
DAPAT KITA LIHAT PADA PENJELASAN PASAL 53
AYAT 1

1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 10, maka hanya orang atau badan
hukum perdata yang berkedudukan sebagai subjek hukum saja yang dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan TUN untuk menggugat Keputusan
TUN;
2. Badan atau Pejabat TUN tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan
TUN untuk menggugat Keputusan TUN;
3. Hanya orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya terkena oleh
akibat hokum Keputusan TUN segera dikeluarkan dan karenanya yang
bersangkutan merasa dirugikan diperbolehkan menggugat Keputusan
TUN;
LANJUTAN…
Sedangkan untuk Badan hukum perdata yang dimaksud dalam UU PTUN adalah: “Badan atau
perkumpulan atau organisasi atau korporasi dan sebagainya yang didirikan menurut ketentuan
hokum perdata yang merupakan badan hokum (rechtsperson) murni dan tidak memiliki dual
function. Kepada badan hukum ini bisa diakui dalam Peradilan TUN dan bisa sebagai subjek
hukum dengan memenuhi syarat dalam jurisprudensi AROB.
Menurut jurisprudensi AROB untuk adanya suatu perkumpulan yang dianggap sebagai badan
hukum perdata dan berhak menggugat diperlukan tiga macam syarat:
 Adanya lapisan anggota-anggota; hal ini dapat dilihat pada pengadministrasian anggota-
anggotanya;
 Merupakan suatu organisasi dengan suatu tujuan tertentu; sering diadakan rapat anggota,
diadakan pemilihan pengurus, adanya kerja sama antara para anggota dengan tujuan
fungsionalnya secara kontinyu;
 Ikut dalam pergaulan lalu lintas hukum sebagai suatu egaruan; umpama rundingan-rundingan
dengan instansi pemerintah selalu sebagai suatu kesatuan, mengajukan gugatan atau
keberatan sebagai suatu kesatuan;
KASUS LSM (ORNOP)
MENGGUGAT PEMERINTAH
Putusan PTUN Jakarta, tanggal 12 Desember 1994 menyatakan: “sebuah organisasi
lingkungan hidup, bisa mengajukan gugatan terhadap kasus yang tidak bersifat pribadi atau
kelompok. Organisasi lingkungan bisa mewakili kepentingan umum terhadap rusaknya
lingkungan”. Namun, untuk melakukan itu organisasi lingkungan hidup itu harus memenuhi
empat kriteria, yaitu:
1. Tujuan organisasi itu memang melindungi lingkungan hidup atau menjaga kelestarian;
2. Organisasi harus berbentuk badan hukum atau yayasan;
3. Organisasi harus berkesinambungan menunjukkan adanya kepedulian terhadap lingkungan
hidup yang secara nyata kepada masyarakat;
4. Organisasi itu harus representatif
SUBYEK - TERGUGAT
 Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan TUN
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan
kepadanya (Pasal 1 Ayat 8).
 Siapa yang dimaksud dengan Bandan atau atau pejabat TUN,
dapat dilihat dari pasal 1 Ayat 8 yang berbunyi “ Badan atau
Pejabat TUN adalah badan atau Pejabat yang melaksanakan
urusan pemerintah berdasarkan peraturan perundan-undangan
yang berlaku
SEBAGAI JABATAN TUN YANG
MEMILIKI KEWENANGAN
PEMERINTAH, SEHINGGA DAPAT
MENJADI TERGUGAT DALAM
SENGETA TUN DAPAT
1.DIKELOMPOKAN:
Instansi resmi pemerintahan yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala
Eksekutif;
2. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan
eksekutif yang berdasrkan peraturan perundang-undangan, melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan;
3. Badan-badan hukum Privat yang didirikan dengan maksud untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan;
4. Instansi-instansi yang merupakan kerjasama antara pemerintahan dan pihak
swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan;
5. Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan (A. Siti Soetami:2005;5).
LANJUTAN…
Dalam Proses di Pengadilan TUN para pihak dapat didampingi oleh
kuasanya masing-masing yang disertai dengan suatu surat kuasa
khusus atau lisan yang diberikan dimuka persidangan. Kuasa demikian
dapat juga dibut diluar negri asal sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan dari negara yang bersangkutan, kemudian diketahui oleh
perwakilan RI setempat dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Dalam UU Pokok Kejaksaan Nomor 2 Tahun 2002 pada Pasal 27 Ayat
2 menyebutkan bahwa ” Di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara,
Kejaksaan dengan surat kuasa khusus dapat bertindak didalam maupun
diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
OBJEK SENGKETA TUN
Objek sengketa TUN adalah Keputusan yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN. Keputusan
TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan
hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
kongkrit, individual, dan final, yang menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
(Pasal 1 ayat 9).
LANJUTAN…
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yang
berbunyi “Keputusan Administrasi Pemerintahan yang
juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau
Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya
disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan”.
UNSUR-UNSUR PENGERTIAN ISTILAH
KTUN SEBAGAI OBJEK SENGKETA TUN
MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1986 JO UU NO.
9 TAHUN 2004 JO UU NO. 51 TAHUN 2009:
1. Penetapan tertulis, terutama menunjukkan pada isi, bukan bentuk keputusan
yang dikeluarkan. Persyaratan ini untuk memudahkan dalam pembuktian.
Jadi nota atau memo dapat disamakan dengan penetapan tertulis dengan
syarat:1) Badan atau Pejabat TUN mana yang mengeluarkannya; 2) Maksud
serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut; 3) Kepada siapa tulisan tersebut
ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya;
2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN;
3. Berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang-undangan;
4. Bersifat kongkrit, individual, dan final;
5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
PASAL ANGKA 3 DAN PASAL 53 UU NO. 5 TAHUN 1986 JO
UU NO.9 TAHUN 2004 JO UU NO.51 TAHUN 2009 MENCOBA
MENGINTERPRETASIKAN KONSEPSI HANS KELSEN
DENGAN MENYEBUTKAN OBJEK SENGKETA TUN ADALAH
KTUN YANG MEMILIKI KRITERIA (UNTUK DAPAT DIADILI
MELALUI PTUN) ADALAH:
1. Secara Substansial: merupakan penetapan tertulis yang harus jelas:
a. Badan atau Pejabat TUN mana yang mengeluarkannya
b. Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut
c. Kepada siap tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan
didalamnya.
2. Dari segi pembuatannya: dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN
dalam rangka melaksanakan kegiatan yang bersifat eksekutif (urusan
pemerintahan);
LANJUTAN…
3. Wujud materialnya:berisi tindakan hukum TUN yaitu
tindakan melanggar hukum administrasi negara yang
melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan baik di pusat maupun di daerah;
4. Dari segi sifatnya: konkrit,individual, dan final;
5. Dari segi akibatnya: menimbulkan akibat hokum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
KTUN yang dimaksud dalam Undang-undang Peradilan TUN yaitu suatu penetapan
tertulis, dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, berisi tindakan hukum TUN
berdasarkan peraturan perundang-undangan, bersifat kongkrit, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. KTUN
sebagai manifestasi tindakan pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
TUN dalam skema Philipus M. Hadjon akan tampak sebagai berikut:

TINDAKAN PEMERINTAH (bestuurshandeling)


Tindakan materiil Tindakan hukum
(feitelijke handeling) (rechtshandeling)

Tindakan hukum privat Tindakan hukum publik

Sepihak Berbagai pihak

individual Umum

Abstrak Kongkrit
LANJUTAN…
Satu hal lagi yang mesti dipahami adalah, selain
ketentuan pada Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009
tentang perubahan kedua UU Peradilan TUN, perlu
juga dipahami bahwa KTUN tidak hanya tertulis,
tetapi sikap diamnya badan atau pejabat TUN juga
bisa dijadikan objek dalam sengketa TUN, hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 5
Tahun 1986.
LANJUTAN…
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan, yang berbunyi “Dengan berlakunya
Undang-Undang ini, Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 harus
dimaknai sebagai: a. penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan
faktual; b. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di
lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara
lainnya; c. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB; d.
bersifat final dalam arti lebih luas; e. Keputusan yang berpotensi
menimbulkan akibat hukum; dan/atau f. Keputusan yang berlaku bagi
Warga Masyarakat”.
KEPUTUSAN TUN YANG TIDAK
TERMASUK PENGERTIAN KEPUTUSAN
MENURUT PASAL 2 UU PTUN
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikuluarkan berdasrkan ketentuan Kitab
Undang undang Hukum pidana dan Kitab undang undang Hukum acara Pidana atau
peraturan perundang-undangan lain yang bersifat perdata;
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di Pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
PASAL 49 UU PTUN TIDAK BERWENANG
MEMERIKSA DAN MEMUTUSKAN
KEPUTUSAN-KEPUTUSAN TUN YANG
DIKELUARKAN:

a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana


alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan,
berdarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum


berdasrkan peraturan perundangan yang berlaku.
DALAM PASAL 49 UU NO 1986
PENGADILAN TUN TIDAK BERWENANG
MEMERIKSA DAN MEMUTUSKAN
KEPUTUSAN-KEPUTUSAN TUN YANG
DIKELUARKAN:
a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan
bencana alam, atau keadaan luar biasa yang
membahayakan, berdarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum


berdasrkan peraturan perundangan yang berlaku;
Untuk lebih memahami apa itu KTUN
yang bisa menjadi sengketa dalam
peradilan TUN dapat dijabarkan dalam
rumus sebagai berikut:
KTUN = (PASAL 1 ANGKA 9 +
PASAL 3) –
(PASAL 2 + PASAL 49)
KOMPOTENSI ABSOLUT
PTUN:
Pasal 47: sengketa TUN

Psl 1(10): timbul dari KTUN

KTUN ialah:- Ps.1 (9)


- Pengecualian (-) ps.2
- Pengecualian (+)ps.3
KESIMPULAN
 Keputusan-keputusan Hukum Tata Usaha Negara adalah merupakan
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan-badan atau pejabat tata
usaha negara berdasarkan atas (peraturan perundangundangan yang
berlaku, bersifat konkret, individual dan final). Objek dari Peradilan
TUN adalah perbuatan-perbuatan yang merupakan manifestasi dari
fungsi eksekutif, jadi kegiatan yang bersifat penyelenggaraan
pemerintahan yang dilakukan oleh siapa saja.
 membahas Objek dan Subjek juga berhubungan dengan kompetensi
dan bisa dibahas sekaligus dalam modul ini agar menghemat materi
penyampaian sehingga bisa langsung beracara dan mahasiswa akan
lebih mudah memahaminya.
ASAS FIKTIF POSITIF DAN
FIKTIF NEGATIF DALAM
KTUN
PUTUSAN FIKTIF NEGATIF-POSITIF
(SIKAP DIAM)
 Semenjak berlakunya UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP)
juga memiliki kewenangan untuk memutus permohonan yang diajukan untuk
memperoleh putusan penerimaan.
 Kewenangan PTUN berdasarkan Pasal 53 ayat (4) UUAP, pada pokoknya
permohonan ini merupakan konsekuensi dari sikap diamnya Badan atau Pejabat
Pemerintahan, atas permohonan yang diajukan oleh Orang atau Badan Hukum
Perdata.
 Apabila dalam jangka waktu tertentu Badan/Pejabat Pemerintahan tersebut
berdasarkan kewajiban yang melekat padanya, ternyata tidak menetapkan dan/atau
melaksanakan suatu Keputusan/Tindakan Administrasi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka secara hukum permohonan tersebut
dinyatakan dikabulkan dan dapat diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan
putusan.
CONTOHNYA KEPUTUSAN FIKTIF NEGATIF-
POSITIF
 Apabila ada permohonan mengajukan (perizinan) kepada pejabat pemerintahan untuk
mengeluarkan sebuah keputusan atau tindakan, tetapi pejabat pemerintah yang bersangkutan
hanya diam saja, maka dianggap permohonan itu ditolak.
 Asas fiktif negatif yang dianut UU PTUN (vide pasal 3 UU PTUN). Apabila ada pemohon
mengajukan permohonan (perizinan) untuk melakukan tindakan atau keputusan kepada
pejabat pemerintah. Selanjutnya pejabat pemerintah yang bersangkutan hanya diam tidak
melakukan tindakan apapun. Maka, permohonan itu dianggap diterima atau dikabulkan.
 Namun pemohon harus mendapatkan penetapan dari PTUN terlebih dahulu. Pemohon harus
membuktikan apa yang dimohonkannya itu di PTUN.
 Sikap diam Pemerintah, tentunya setelah lewat jangka waktu yang ditetapkan, dalam konteks
UU PERATUN diartikan sebagai penolakan atau disebut sebagai KTUN Fiktif Negatif.
 Sedangkan, dalam konteks UU Administrasi Negara, sikap diam pemerintah dianggap sebagai
mengabulkan permohonan tersebut, sehingga kerap disebut sebagai KTUN Fiktif Positif.
DASAR HUKUM PENGAJUAN
PERMOHONAN
 Perihal pengajuan permohonan KTUN Fiktif Positif, Mahkamah Agung
melalui Perma No.5/ 2015 yang selanjutnya dicabut oleh Perma No.8/2017
tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan
Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan
Badan/Pejabat Pemerintah, telah mengatur mengenai prosedur permohonan
dimaksud.
 Dalam Perma 8/2017, permohonan dapat tidak diterima dalam hal :
permohonan tidak memenuhi syarat formal; pemohon tidak mempunyai
kedudukan hukum (legal standing); atau pengadilan tidak berwenang.
 Serta permohonan ditolak apabila alasan permohonan tidak berdasarkan
hukum.
KRITERIA PERMOHONAN
DAPAT DITERIMA
Adapun kriteria permohonan guna mendapatkan keputusan dan/atau
tindakan badan/pejabat pemerintahan, yaitu:
1. Permohonan dalam lingkup kewenangan badan dan/atau pejabat
pemerintahan; Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan untuk
menyelenggarakan fungsi pemerintahan;
2. Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan yang belum pernah
ditetapkan dan/atau dilakukan badan dan/atau pejabat pemerintahan; dan
3. Permohonan untuk kepentingan pemohon secara langsung.
PERMOHONAN GUGUR
APABILA:
Permohonan dianggap gugur apabila Pemohon tidak hadir
dalam persidangan dua kali berturut-turut pada sidang
pertama dan kedua tanpa alasan yang sah atau Pemohon
tidak serius.
KESIMPULAN
KTUN Fiktif Positif tidak berlaku secara otomatis, namun
perlu dilakukan upaya berupa pengajuan permohonan
kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di tempat
kedudukan Termohon.
Permohonan pun dapat ditolak atau tidak diterima dengan
berdasarkan alasan-alasan sebagaimana telah diuraikan.

Anda mungkin juga menyukai