HASIL EKSAMINASI
PERKARA PUTUSAN KASUS KORUPSI
dr. H.L Sekarningrat
Oleh : BASRI MULYANI, SH
Pendahuluan
Proses pemberantasan korupsi akan efektif jika ditopang oleh proses
penegakan hukum yang adil, berpihak kepada kebenaran dan tidak memihak
koruptor. Selama institusi peradilan masih dilanda oleh mafia peradilan, maka
pemberantasan korupsi hanya akan melahirkan korupsi baru dalam proses
peradilan (judicial corruption).
Di Nusa Tenggara Barat pada Tahun 2004 mulai terkuak dibeberapa
media massa lokal maupun nasional soal telah terjadi Tindak Pidana Korupsi
pada pengadaan alat-alat Kesehatan dan obat-obat serta Penunjukkan Langung
(PL) pada tender proyek rehap puskesmas dan sejumlah Puskesmas Pembantu
di Dinas Kesehatan Kab. Lombok Barat. Rp 7,5 milyar total jumlah proyek
tersebut pada tahun 2003. Kasus ini berindikasi melibatkan Ketua Bappeda
Lombok Barat H.L Srinata, Bupati Lombok Barat Drs Iskandar dan Seketaris
Daerah Drs, HL Kusnandar Anggrat, akan tetapi akhirnya kasus ini hanya
menyeret seorang tersangka saja yakni dr. H.L Sekarningrat yang juga selaku
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat1.
Kasus dugaan korupsi markup pengadaan alat-alat kesehatan dan obat-
obatan, pada saat kasus ini masuk ke meja Kejaksaan dan dilakukan penyidikan
yang ditemukan hanya soal fee proyek yang diberikan rekanan kepada Kepala
Dikes Lobar Sekarningrat. Sayangnya juga Kepala Kejari Mataram Soetomo, SH,
tidak membeberkan lebih jauh keterlibatan putra Kakadis Lobar “Darmawan”
pada beberapa pengadaan obat yang berindikasi keterlibatannya dalam bentuk
PL. Padahal dalam siaran pers yang pernah disampaikan Kepala Kejari
Mataram “bahwa Kejaksaan menemukan berbagai kejanggalan-kejanggalan
terhadap proyek kesehatan tersebut sehingga merugikan Negara sekitar Rp 7,5
milyar”2. Sehingga kesimpulannya jika dugaan korupsi kesehatan itu pada
manipulasi harga peralatan dan obat-obatan maka berakibatnya mark up harga
ini daerah dirugikan karena harus mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar
ketimbang harga barang tersebut. Seharusnya Jaksa bukan hanya menyeret dr.
1
Tabloit Rakyat, edisi 32
2
Koran Tempo, 7 September 2004
3
H.L Sekarningrat pada Penerimaan Fee Proyek dari rekanan yang mengerjakan
perbaikan Pustu, Puskemesmas dan Meubelier yang totalnya kerugian negara
mencapai Rp 210,8 juta. Tetapi lebih pada apa yang sudah dijelaskan Kepala
Kejari Mataram yang harus ditelusuri. Jika hanya pada soal fee proyek saja yang
didakwaan seharusnya Kejari Mataram juga menyeret beberapa tersangka yakni
Ketua Bapedda Lobar H.L Srinata, Bupati Lombok Barat Drs Iskandar, Seketaris
Daerah Drs, HL Kusnandar Anggrat dan salah seorang anggota DPRD Lobar
yaitu R. Nune Abriadi yang juga menerima jumlah uang dari hasil fee proyek
tersebut (penggakuan dr. Sekarningrat)3.
Kasus korupsi dr. H.L Sekarningrat yang ditandatangani oleh Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Fora Noenoehitoe, SH, Sarwoto, SH dan Agus Prasetya,
SH mulai menahan Sekarningrat sejak tanggal 22 September 2004 hingga di
limpahkan ke PN Mataram 30 Desember 2004. Dalam surat dakwaannya JPU
mendakwa Sekarningrat telah menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan
atau kesewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya, yang dilakukan dengan cara yaitu pada waktu itu dr. H.L
Sekarningrat selaku Kakadikes Lobar berdasarkan SK Gubernur NTB No. 821.2-
8/183/PEG tanggal 20 Pebruari 1998 dan berdasarkan SK Bupati KDH Tk. II
Lobar No. 824.4/10.Peg/2000 tanggal 20 Desember 2000 sebagai penanggung
jawab kegiatan/pengadaan Meubelair serta 2 Puskesmas dan 12 Puskesmas
Pembantu (Pustu) dimana dr. H.L Sekarningrat telah memberikan perintah
kepada :
1. Amnan, S.Pd. SKM selaku Ketua Panitia Penunjukan langsung
pengadaan barang dan jasa sekaligus sebagai tim supervisor bangunan
fisik yang diangkat berdasarkan SK Kakadikesmas Kab. Lobar No.
TU/296/IV/2003 tgl 10 April 2003 untuk menerima uang dari rekanan
yang akan mengerjakan proyek/kegiatan pengadaan Meubelair dan
rehabilitasi Puskesmas serta Pustu di Kab. Lobar.
2. Nur Astoyuwono selaku ketua panitia pemeriksaan dan penerimaan
barang yang diangkat berdasarkan SK Kakadikesmas Lobar No.
TU/296/IV/2003 tgl 10 April dengan kata-kata “Nanti kalau ada rekanan
yang menyerahkan uang terima saja”.
3
Lombok Post, 25 Januari 2005
4
Atas dasar inilah 3 orang tersebut kemudian menerima sejumlah fee dari
beberapa rekanan diantaranya adalah yang diterima Amanan S.Pd. MM sebesar
Rp 106.224.500,- yang berasal dari Robinzandhi, AH. MM an. CV Pembangunan
Nusantara sebesar Rp 19.756.300,- yang pada bulan Oktober 2003 digunakan
untuk rehap Puskesmas Pemenang, H.M Swandi an. CV Mulya sebesar Rp
7.400.000,- bulan September 2003 untuk Rehap Puskesmas Pembantu Selengan,
Wildan, Se an. CV Karya Emas sebesar Rp 6.500.000,- bulan Oktober 2003 untuk
rehap Pustu Kopang., L. Mulyadi, SH an. CV. Delima Jaya sebesar Rp.
12.600.000 bulan Oktober 2003 untuk rehap Pustu Selelos serta an. CV.
Prameswari Jaya sebesar Rp 18.875.000,- bulan Oktober 2003 untuk pengadaan
meubelair Pustu Selelos, L. Ikbal, SH an. CV serimpi sebesar Rp 11.000.000
bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Menggale, I Gde Januarsa an. CV. Anra
Wijaya sebeasar Rp 12.400.000,- bulan Januari 2004 untuk rehap Puskesmas
Pembantu Gili Air. Ilham Wijaya an. CV. Bumi Subur sebesar Rp 10.500.000,-
bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Ancak., L. Moh. Husaini an. CV.Prima
Jaya sebesar Rp 7.193.200 bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Sukadana.
Sedangkan dari Nur Astoyuwono sejumlah uang yang diberikan rekanan
diserahkan seluruhnya kepada dr. H.L Sekarningrat sebesar Rp 93.800.000,-
dimana-mana secara berturut-turut telah menerima uang dari rekanan yaitu
Puji Raharjo an. CV. Jaya Raharja sebesar Rp 11.600.000,- pada bulan Oktober
2003 untuk rehap Pustu Gangga, Nanang Ekobudiono an. Trasna Jaya sebesar
Rp 11.200.000,- bulan Desember 2003 untuk rehap Pustu Sesait, Mandra Wijaya
an. CV. Haropah Jaya sebesar Rp 59.500.00,- bulan November 2003 untuk rehap
Puskesmas Tanjung dan Mei Imam Subagyo an. CV. Lancar Dinata jaya sebesar
Rp 11.500.000,- bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Bentek
IB. Karang telah menerima uang pula dari rekanan Supriyadi an. CV.
Mahkota Indah sebesar Rp 10.800.000,- bulan Oktober 2003 untuk rehap Pustu
Loloan. Jadi Jumlah uang keseluruhan yang diterima dr. H.L Sekarningrat dari
mereka bertiga adalah Rp 210.824.500,-
Atas perintah dr. H.L Sekarningrat, Amnan mencatatnya dalam buku
penerimaan dan penggunaan atas uang pemberian para rekanan tersebut. Dari
5
4
Tertuang dalam BAP, Surat Dakwaan dan Berita Acara Persidangan
6
I. Umum
a. Judul Eksaminasi :
Tindak Pidana Korupsi dr. H. L. Sekarningrat (Kepala Dinas Kesehatan
Kab. Lombok Barat-Nusa Tenggara Barat)
e. Tujuan Eksaminasi
f. Majelis Eksaminasi
a. Posisi Kasus
Korupsi yang diawali dari dugaan mark up pengadaan alat-alat
kesehatan dan obat-obatan dilingkungan instansi yang dipimpinnya senilai Rp
7,5 milyar pada tahun 2003, pada perkembangannya hasil penyidikan kasus ini
berubah menjadi penerimaan fee proyek atas nama Kepala Kadikes Lombok
Barat dr H.L Sekarningrat
Lewat sebuah surat perintah penyidikan No. PRINT-
03/P.2.10/Fd.1/09/2004, Kejaksaan Negeri Mataram mulai melakukan
penyidikan atas tersangka H.L Sekarningrat berkaitan dengan Tindak Pidana
Korupsi yang dilakukan dalam kasus menerima hadiah yang ada kaitannya
dengan pekerjaan Rehabilitasi Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan
Pengadaan Meubelair T.A 2003.
Tindakan KKN yang dilakukan Sekarningrat berupa menerima sejumlah
uang dari beberapa rekanan dalam proyek itu, yang totalnya mencapai Rp 210,8
juta. Ihwal saling memberi itu berawal dari proyek kesehatan senilai Rp 7,5
miliar di Dinas Kesehatan Lombok Barat tahun 2003. Dari delapan paket yang
harus dikerjakan, ternyata ada satu paket yakni peningkatan sarana kesehatan
puskesmas dan puskesmas pembantu yang terpaksa dilakukan dengan proses
penunjukan langsung (PL). Proses itulah yang kemudian disoroti beraroma
KKN.
9
Atas dasar hal inilah yang melatarbelakangi kasus dr. H.L. Sekanrningrat
dieksamanisai guna memunculkkan anotasi yang tepat atas putusan hakim PN
Mataram terhadap vonis yang diberkan kepada dr. H.L Sekarningrat, yang
dirasa masyarakat sangat jauh dari rasa keadilan.
dr. H.L Sekarningrat yang didakwa oleh JPU dengan pasal 11 UU No. 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 atas jabatannya
yang diemban telah menerima sejumlah hadiah sebesar Rp 210.824.500,- yang
dilakukan dengan cara memerintahkan saksi Amnan, Spd. SKM, Nur
Astoyuwono, Sip dan Saksi I.B Karang dari rekanan seperti penjelasan diatas.
Surat perintah penyidikan No. PRINT-03/P.2.10/Fd.1/09/2004, Kejaksaan
Negeri Mataram mulai melakukan penyidikan hanya pada H.L Sekarningrat
yang dijadikan tersangka sedangkan yang lainnya tidak dikenakan status
tersangka, padahal jaksa bisa memberikan rekanan itu dengan pasal 5 dalam
bentuk turut melakukan.
Kasus yang muasalnya adalah korupsi yang terjadi pada proyek kesehatan
senilai Rp 7,5 milyar tetapi dalam perjalanan penyidikannya hanya difokuskan
pada fee proyek senilai Rp 210,8 juta. Saat kasus ini muncul ke publik pada
awalnya penyelidikan yang dilakukan adalah pada korupsi Rencana Anggaran
Bangunan 7,5 milyar. Sehingga hal ini dapat dikatakan penyidik tidak serius
untuk melakukan penyidikan yang hanya memfokuskan penyidikan pada
penerimaan sejumlah uang (fee) dari beberapa rekanan dalam proyek itu,
walaupun semua saksi yang dihadirkan dalam penyidikan jaksa fokus pada fee
proyek tetapi mestinya jaksa bisa mengembangkan kasus tersebut. Contohnya
Jaksa bisa meminta data audit pelaksanaan proyek dari BPKP atau dari
Bawasda dan mestinya juga Jaksa meninjau langsung hasil dari proyek tersebut
dengan konsultan ahli yang kejaksaan miliki.
Dalam Berkas Acara Pemeriksaan jaksa Fathur Rahman, SH yang memeriksa
saksi Mandra Wijaya yang juga selaku pemborong. Pada saat mengerjakan
rehab Puskesmas Tanjung yang tidak melalui Panitia Proyek di Dikes Lobar.
Proyek tersebut dikerjakan hanya 15 hari dari jadwalnya yang sudah molor
dengan total kontrak Rp 674.735.000,-. Andendum proyekpun tidak dibuat,
padahal proyek tersebut adalah proyek bencana alam. Tetapi atas dasar bencana
11
alam itu akhirnya kelengkapan administrasi yang dibuat oleh Dikes Lobar
adalah telah selesai 100 %. Kalau dilihat dari sini mestinya jaksa penyidik bisa
menelusuri layak atau tidak layaknya bangunan Puskesmas Tanjung dari
jumlah proyek. Terungkap pula di BAP bahwa saksi tidak memberikan
fee/hadiah tetapi uang toleransi sebesar Rp 59.500.000,- dan pengerjaan
Puskesmas maupun Puskesmas Pembantu di 4 lainnya kondisinya hampir sama
tetapi jaksa hanya tetap fokus pada fee proyek saja. Semua CV yang
mendapatkan proyek rehap Puskesmas di Lombok Barat tanpa tender
pengadaan barang dan jasa serta penyelesaian proyek kurang dari waktu yang
diperhitungankan secara akal sehat, pemberian fee dilakukan karena proses
dari hasil loby yang dilakukan masing-masing CV langsung ke dr. H.L.
Sekarningrat karena hal ini dianggap sebagai balas jasa atas telah memberi
proyek. Mestinya apa yang telah diterangkan diatas dilakukan oleh jaksa
penyidik untuk mengukur seberapa besar kerugian negara atas proyek itu
semuanya.
Keterangan yang paling mengejutkan adalah keterangan tersangka yang
menyatakan bahwa Bupati Lobar Drs. L. Iskadar menerima uang dari hasil fee
proyek sebesar Rp 100 juta dan Sekda Lobar sebesar Rp 20 juta yang tertuang
dalam Berita Acara Pemeriksaan. Hal ini tidak ditelusuri juga kebenarannya
oleh Jaksa, padahal saat memeriksa Bupati Iskandar jaksa tidak melakukan
prosedur hukum yaitu meminta ijin kepada Gubernur untuk memeriksanya
tetapi terobos langsung dan Iskadar mengelak dikatakan menerma uang dan
dia anggap ini sebagai fitnah atau pencemaran nama baik. Akan tetapi apa yang
diakui tersangka dalam BAPnya tidak jaksa jadikan acuan untuk memeriksa
lebih jauh apa yang terungkap dalam penyidikan sampai pada persidangan
Bupati Lobar tidak dipanggil untuk dijadikan saksi hanya dengan alasan keluar
daerah.
Dari keterangan diatas sebenarnya banyak kejanggalan yang kita jumpai
saat penyidikkan dilakukan, akan tetapi karena ketidak seriusan jaksa dalam
penyidikkannya maka tidak ada kerugian negara yang bisa diselidiki maupun
ditemukan dari korupsi tersebut. Korupsi yang ditemukan hanya pada kisaran
terjadi pemberian fee yang diberikan beberapa rekanan kepada tersangka
setelah itupun pengakuan tersangka membagi fee tersebut kepada bupati
Iskandar dan Sekda Drs HL. Kusnandar Anggarat, sedangkan sisanya
dikembalikan kepada bagian keuangan Dikes Lobar.
12
1. Surat Dakwaan
dr. H.L Sekarningratdidakwa JPU melakukan tindak pidana korupsi dengan
menerima sejumlah fee proyek dari rekanan yang dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
Bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kesewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya, yang dilakukan dengan cara yaitu pada waktu itu dr. H.L
Sekarningrat selaku Kakadikes Lobar berdasarkan SK Gubernur NTB No. 821.2-
8/183/PEG tanggal 20 Pebruari 1998 dan berdasarkan SK Bupati KDH Tk. II
Lobar No. 824.4/10.Peg/2000 tanggal 20 Desember 2000 sebagai penanggung
jawab kegiatan/pengadaan Meubelair serta 2 Puskesmas dan 12 Puskesmas
Pembantu (Pustu) dimana dr. H.L Sekarningrat telah memberikan perintah
kepada :
4. Amnan, S.Pd. SKM selaku Ketua Panitia Penunjukan langsung
pengadaan barang dan jasa sekaligus sebagai tim supervisor bangunan
fisik yang diangkat berdasarkan SK Kakadikesmas Kab. Lobar No.
TU/296/IV/2003 tgl 10 April 2003 untuk menerima uang dari rekanan
yang akan mengerjakan proyek/kegiatan pengadaan Meubelair dan
rehabilitasi Puskesmas serta Pustu di Kab. Lobar.
5. Nur Astoyuwono selaku ketua panitia pemeriksaan dan penerimaan
barang yang diangkat berdasarkan SK Kakadikesmas Lobar No.
TU/296/IV/2003 tgl 10 April dengan kata-kata “Nanti kalau ada rekanan
yang menyerahkan uang terima saja”.
6. Drs. IB Karang sebagai Kasubag Umum pada Dikes Lobar untuk
menerima uang fee/hadiah dari rekanan yang mengerjakan proyek milik
Dikes Lobar.
13
Atas dasar inilah 3 orang tersebut kemudian menerima sejumlah fee dari
beberapa rekanan diantaranya adalah yang diterima Amanan S.Pd. MM sebesar
Rp 106.224.500,- yang berasal dari Robinzandhi, AH. MM an. CV Pembangunan
Nusantara sebesar Rp 19.756.300,- yang pada bulan Oktober 2003 digunakan
untuk rehap Puskesmas Pemenang, H.M Swandi an. CV Mulya sebesar Rp
7.400.000,- bulan September 2003 untuk Rehap Puskesmas Pembantu Selengan,
Wildan, Se an. CV Karya Emas sebesar Rp 6.500.000,- bulan Oktober 2003 untuk
rehap Pustu Kopang., L. Mulyadi, SH an. CV. Delima Jaya sebesar Rp.
12.600.000 bulan Oktober 2003 untuk rehap Pustu Selelos serta an. CV.
Prameswari Jaya sebesar Rp 18.875.000,- bulan Oktober 2003 untuk pengadaan
meubelair Pustu Selelos, L. Ikbal, SH an. CV serimpi sebesar Rp 11.000.000
bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Menggale, I Gde Januarsa an. CV. Anra
Wijaya sebeasar Rp 12.400.000,- bulan Januari 2004 untuk rehap Puskesmas
Pembantu Gili Air. Ilham Wijaya an. CV. Bumi Subur sebesar Rp 10.500.000,-
bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Ancak., L. Moh. Husaini an. CV.Prima
Jaya sebesar Rp 7.193.200 bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Sukadana.
Sedangkan dari Nur Astoyuwono sejumlah uang yang diberikan rekanan
diserahkan seluruhnya kepada dr. H.L Sekarningrat sebesar Rp 93.800.000,-
dimana-mana secara berturut-turut telah menerima uang dari rekanan yaitu
Puji Raharjo an. CV. Jaya Raharja sebesar Rp 11.600.000,- pada bulan Oktober
2003 untuk rehap Pustu Gangga, Nanang Ekobudiono an. Trasna Jaya sebesar
Rp 11.200.000,- bulan Desember 2003 untuk rehap Pustu Sesait, Mandra Wijaya
an. CV. Haropah Jaya sebesar Rp 59.500.00,- bulan November 2003 untuk rehap
Puskesmas Tanjung dan Mei Imam Subagyo an. CV. Lancar Dinata jaya sebesar
Rp 11.500.000,- bulan Januari 2004 untuk rehap Pustu Bentek
IB. Karang telah menerima uang pula dari rekanan Supriyadi an. CV.
Mahkota Indah sebesar Rp 10.800.000,- bulan Oktober 2003 untuk rehap Pustu
Loloan. Jadi Jumlah uang keseluruhan yang diterima dr. H.L Sekarningrat dari
mereka bertiga adalah Rp 210.824.500,-
Atas perintah dr. H.L Sekarningrat, Amnan mencatatnya dalam buku
penerimaan dan penggunaan atas uang pemberian para rekanan tersebut. Dari
uang tersebut dr. H.L Sekarningrat menggunakan uang tersebut untuk
bebeberapa hal antara lain :
1. Biaya perjalanan dr. H.L Sekarningrat ke Jakarta sebesar Rp 12.000.000,-
2. Biaya reparasi mobil dinas Kadikes Lobar sebesar Rp 17.400.000,-
14
Nengah Sutama, SH dan I Dewa Made Alit Darma, SH., menyatakan dr. H.L
Sekarningrat dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima fee dari para rekanan dan
menyatakan bahwa dr. H.L Sekarningrat selaku pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Dan majelis hakim dalam amar putusannya menjatuhkan vonis kepada
dr.H.L Sekarningrat yang berbunyi yaitu
1. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5
bulan dan denda sebesar Rp 10 juta subsidair 3 bulan kurungan.
2. menetapkan lama masa tahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya terhadap hukuman yang dijatuhkan.
3. memerintahkan agar tahanan segera keluar dari tahanan.
4. menetapkan barang bukti berupa :
Buku catatan penerimaan dan penggunaan fee
Kwitansi pengembalian fee dari saksi Amnan kepada tersangka
dr. H.L Sekarningrat tanggal 8 Meret 2004
15 Dokumen Penunjukkan Langsung ke sejumlah kontraktor
rekanan proyek.
5. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 5000,-
Jika dilihat surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
kasus dr. H.L Sekarningrat, dapat dikatakan kabur (obscuur libel), karena tidak
sesuai dengan pasal 143 ayat 2 (b) KUHAP yang menyebutkan “Bahwa surat
dakwaan harus diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak
pidana yang didakwakan”. Atas dasar kaburnya/tidak jelasnya surat dakwaan,
maka dapat dikatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak memberikan
konstruksi dakwaan lengkap dan jelas. Jaksa Penuntut Umum perlu menyadari
bahwa surat dakwaan merupakan mahkota baginya, bukan sebaliknya
16
telah dijelaskan diatas. Pada pasal 142 KUHAP jika Penuntut Umum menerima
beberapa orang tersangka yang telah terurai oleh terdakwa didalam melakukan
atau perbuatan termasuk dalam hal menerima hadiah berupa uang adalah tidak
sendiri melainkan ada pihak yang membantunya.yakni 3 (tiga) orang.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka sudah seharusnya dakwaan
alternatif yang dapat diterapkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Karena dakwaan
alternatif merupakan pengecualian dari dakwaan yang lainnya. Dalam artian,
jika salah satu dakwaan sudah terbukti maka dakwaan yang lain tidak perlu
dibuktikan lagi.
Dakwaan alternatif yang harus digunakan Jaksa Penuntut Umum adalah pada
dakwaan ke 1 (satu) atau Primair dengan pasal 2 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi: “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20
tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 milyar”. Pasal ini
digunakan karena ada perbuatan “melawan hukum” Yang dimaksud dengan
“secara melawan hukum” dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum
dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan
atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan
tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa
“merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa
tindak pidana korupsi merupakan delik formal, yaitu adanya tindak pidana
korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah
dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Sedangkan pada dakwaan ke 2 (dua) atau Subsidairnya Jaksa Penuntut
Umum dapat menerapkan pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan
atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yaitu dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp
250 juta, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
20
B. Surat Tuntutan
Sebelum masuk ke isi Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ada baiknya
dilihat bersama-sama fakta-fakta di persidangan dahulu. Dimana ada keganjilan
dalam hal ini yaitu keterangan saksi yang hanya dibacakan disidang pengadilan
hasil dari penyidikan tanpa menghadirkan saksi tersebut di muka meja
persidangan. Dalam hukum pidana Indonesia keterangan seorang saksi baru
dianggap mempunyai kekuatan hukum apabila disampaikan didepan
persidangan dan dilakukan dibawah sumpah. Akan tetapi justru pada
keterangan saksi kasus korupsi dr. Sekarningrat didepan persidangan hakim
hanya menawarkan kepada Jaksa Penuntut Umum maupun Penasehat Hukum
terdakwa untuk membaca keterangan saksi yang telah dibuat Jaksa Penyidik
karena sebelumnya telah disumpah pada saat penyidikan.
Dimana saksi Bupati Lombok Barat Iskandar, Ketua Bappeda Lobar H.L
Srinata dan Sekda Lobar Kusnandar Anggrat yang diajukan oleh Jaksa
21
Penuntut Umum dalam dakwaannya juga tidak dihadirkan oleh jaksa penuntut
umum di depan persidangan dengan alasan telah dipanggil dengan patut, akan
tetapi alasan keluar daerahlah yang diutamakan jaksa sebelum melaksanakan
upaya paksa terlebih dahulu. Jaksa menyatakan keterangan ketiga saksi tersebut
”telah disumpah pada proses BAP di kejaksaan”, juga sangat meragukan dan
terkesan kurang memiliki dasar hukum yang kuat, karena dalam kasus korupsi
yang demikian seharusnya ketiga saksi wajib memenuhi panggilan demi
penegakan hukum, artinya jaksa sangat lemah melaksanakan wewenangnya
atau memang tidak melaksanakan kewenangannnya sebagai penuntut umum.
Karena dengan tidak kuatnya pembuktian yang dilakukan Hakim untuk
mendengarkan keterangan saksi dari terdakwa yang mengetahui kemana
larinya uang yang Rp 120 juta yang diterima ketiga saksi tersebut, tentu
berdampak pada hasil tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan putusan Hakim
B. 1 Pertimbangan Tuntutan
Dasar tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus korupsi dr. H.L
Sekarningrat ini sangat meragukan sekali, karena dari isi surat dakwaan
maupun proses persidangan sudah sangat jelas menggatakan bahwa terdakwa
bersalah karena dibantu oleh 3 orang yakni saksi Amnan, Nur Astoyuwono dan
I.B Karang serta atas pemberian 13 rekanan sehingga modus korupsi ini terjadi.
Fakta-fakta yang terungkap di persidangan atau dari keterangan-
keterangan baik itu keterangan terdakwa maupun keterangan saksi-saksi yang
ada sudah sangat menyakinkan bahwa dr. H.L Sekarningrat bersalah. Dan
dalam tuntuntan pidana, Jaksa mengatakan bahwa yang memberatkan
terdakwa adalah “mengetahui stafnya melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan Undang-Undang tapi tidak menegurnya”. Hal ini yang
menjadi pertanyaan, karena sebelumnya sudah sangat jelas diterangkan.
Sedangkan yang meringatkan terdakwa yaitu sikap sopan dalam persidangan
terdakwa, dan terdakwa merasa bersalah dalam perbuatannya serta terdakwa
belum pernah dihukum merupakan pertimbangan yang keliru dan tidak
beralasan dari jaksa. Karena dalam fakta persidangan dapat dilihat dengan jelas
bahwa jaksa selalu mengajukan pertanyaan yang mejerat terdakwa saja tanpa
mengajukan pertanyaan yang menjerat ke saksi yang lain. Tentunya hal inilah
yang harus menjadi pertimbangan bersama tentang ketidakseriusan jaksa dalam
menjerat pelaku yang lain.
22
dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya adalah
melawan hukum.
Berdasarkan profesional seorang Jaksa dalam surat tuntutannya yang
harus menggunakan istilah yuridis disertai pertimbangan yang jelas dan
rasional maka, dengan secara rinci menyebutkan pidana, berdasarkan alat-alat
bukti yang mendukung dengan memperhatikan prinsip-prinsip hukum
pembuktian. Maka sudah seharusnya hakim dalam memberikan pembuktian
berprinsip pada jalannya persidangan yang berlangsung dalam memberikan
pertimbangan hukum dan pembuktian yang diberikan. Bukan sebaliknya pada
pertimbangan hukum yang timpang.
Pertimbangan majelis hakim disini tidak cermat dan tidak sesuai dengan
fakta-fakta yang telah terungkap kebenarannya dalam proses persidangan
bahwa telah terjadi pemberian fee oleh rekanan kepada tiga orang yang telah
membantu dr. H.L Sekarningrat. Akibat dari ketimpangan hakim selama proses
pembuktian, putusan yang diberikan pun jauh dari nilai keadilan, kepastian
dan kepatutan sebuah hukum. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara
selama 5 bulan dan denda sebesar Rp 10 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Sangat ngawur dari isi pasal 11 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI No. 20 Tahun
2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yaitu
1. Pidana penjara selama 5 bulan dan denda sebesar Rp 10 juta subsidair 3
bulan kurungan untuk dr. Sekarningrat adalah hukuman yang
dijatuhkan majelis hakim bukan untuk Tindak Pidana Khusus seperti
korupsi tetapi cocoknya diterapkan pada Tindak Pidana Ringan. Karena
batas tindak pidana ringan hukumannya adalah 5 bulan. Seharusnya
hakim menerapkan standar persen pula dalam memberikan putusannya
ke terpidana.
2. Dipidananya dr. H.L Sekarningrat yang telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi hanya 5 bulan dan
24
A. Kesimpulan
A. 1 Surat Dakwaan
1. Pada saat berkas perkara diterima dari tim jaksa penyidik, Jaksa
Penuntut Umum seharusnya sudah bisa menjadikan saksi yang lain
yakni Amnan, SPd, SKM, Nur Astoyuwono dan Drs. I.B Karang sebagai
terdakwa dalam surat dakwaannya. Karena kasus korupsi ini lebih
bersifat kasus kolektif yang dilakukan secara bersama-sama karena niat
dari dr. H.L Sekarningrat dan ketiga saksi tersebut.
2. Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur (obscuur libel), karena tidak
sesuai dengan pasal 143 ayat 2 (b) KUHAP yang menyebutkan “bahwa
25
A.2 Tuntutan
1. Dalam menanggani kasus ini Jaksa Penuntut Umum maupun Hakim
tidak serius dan sungguh-sungguh untuk menuntaskan kasus korupsi.
Sehingga terjadi beberapa kesepakatan-kesepakatan dalam persidangan.
2. Dampak atas ketidak seriusan Jaksa Penutut Umum adalah terdapat
permainan-permainan tertentu, sehingga perkara ini harus displit,
akhirnya beresiko pada lolosnya sejumlah saksi yang seharusnya sudah
dapat dijadikan tersangka sesuai dengan Fakta dalam persidangan.
3. Surat Tuntutan yang dibuat Jaksa Penutut Umum tidak
mempertimbangkan fakta-fakta yann terungkap dalam persidangan.
A.3 Putusan
1. Semakin menegaskan kepada publik bahwa putusan yang dijatuhkan
kepada dr. H.L. Sekarningrat tidak mempertimbangankan nilai-nilai
keadilan pada masyarakat.
2. Majelis Hakim menjatuhkan vonis yang tidak sesuai dengan isi dari
Undang-Undang yang digunakan atau majelis hakim ragu dalam
memberikan putusan.
B. Rekomendasi
yang menjadi kesulitan kami, ketika mencoba melakukan eksaminasi perkara yang telah
diputus di PN, di Kejaksaan ketika coba ditanya selalu tertutup sama seperti di
Pengadilan. Apalagi sudah data hasil persidangan yang coba kita Tanya jawabnya di
boleh dipublikasikan”.
Pada kesempatan tersebut pembicara Dr. Anang Husni, SH yang lebih
banyak mengupas soal kajian sosiologis dan filosofis terhadap kasus fee proyek
yang bergerak sama dengan kasus korupsi melihat pada sisi “detik perdetik , hari
ke hari sampai di bawah mimpi kita harus berantas korupsi. Kenapa?, karena ada dari
sisi yang paling menyedihkan adalah di media massa bisa kita lihat semua. Yang
seharusnya lembaga dan oknum pada lembaga itu yang berada pada garda paling depan
malahan terkoyak pada kasus korupsi. Korupsi ini sudah merambah sampai pada yang
namanya musuh bebuyutannya. Dulu kita dengar korupsi ada di eksekutif dan
kemudian pada sisi hukum dikatakan harus menata eksekutif tetapi saat ini lembaga
legislatif diseluruh Indonesia tertimpa pula dan akhirnya santer tendengar badan
peradilan pula. Hal ini yang agak aneh, negeri ini sudah seperti apa kalau semua lapisan
Tris Politicanya sudah dimasuki seperti itu, maka habislah negara ini”. Ujarnya pada
kesempatan pertama memamparkan hasil yang didapatnya pada saat
melakukan eksaminasi ini.
Sedangkan pembicara ke-dua Lewis Grindulu menilai dari hukum acara
pidana yang diterapkan dalam kasus ini sangat tidak relevan dengan hasil
penyidikan yang dilakukan jaksa, Lewis pun menambahkan soal Undang-
Undang yang digunakan dalam menjerat terdakwa dimana “Seorang penegak
hukum harus berpikir kebelakang kenapa peraturan peruandang-undangan di buat
semacam ini. Sejarah UU harus diteliti karena orang sulit merumuskan kata-kata yang
panjang dalam kalimat yang pendek. Pertayaanya adalah komitemen apa yang ingin
dicapai oleh jaksa ketika menjerat terdakwa dengan UU tersebut dan mengakibatkan
terdakwa itu lolos atau hukumnya ringan seperti pada dr. H.L. Sekarningrat”.
Yanis Maladi, SH. M.Hum dari Fakutas Hukum Unram menilai, ” dalam
kasus ini, secara substansi belum bisa kita bahas karena masih dalam proses ke
Mahkamah Agung. Namun untuk tidak menguragi eksaminasi ini, memang saya lihat
akhir-akhir ini bekerjanya hukum ini tergangu karena beberapa hal, seperti banyak yang
mengaku membawa suara dari arah bawah. Itu kamulfase saja dan ini banyak rekayasa
saja. Sebaiknya semua persoalan kita lihat dengan nurani, dalam hasil eksaminasi ini
sebenarnya adalah bagaimana kita membumikan aturan ini. Saat ini asas legalitas bisa
digunakan. Jadi jangan kita melihat keberaran formal saja, memproses kasus dr.
Sekarningrat hanya ada satu tersangka itu kan jadi pertayaan buat kita. Mengundang
29
pertayaan semua orang. padahal diketahui yang menerima fee itu beberapa orang, itu
yang namanya diskriminasi hukum”.
Soetomo, SH selaku Kepala Kejaksaan Negeri Mataram yang
berkesempatan hadir mengutarakan beberapa hal klarifikasi terhadap adanya
eksaminasi ini, walaupun dia datang atas perintah Ketua Kejaksaan Tinggi
NTB. Dalam klarifikasinya dia mengatakan bahwa ada sedikit pemahaman
yang tidak sejalan dengan apa yang dia ketahui antara lain “Kasus Sekarningrat
ini sebenarnya tidak ada pelapornya. Hanya 3 sampai 4 kalimat yang pada intel kami,
kemudian saya melakukan pendalaman, dari pendalaman ada anonim tersebut yang
mengatakan Rp 7,5 milyar korupsinya. Setelah kami dalami bahwa rekanan obat-obatan
itu ada di Jakarta. Saya bukan bermaksud membela diri, memang keadaanya, walaupun
ada bupati dan yang lain disebut pejabat yang menerima uang. Kalau dari hasil
penyelidikan dan meningkatkan penyelidikan pada seseorang maka kita harus ada alat
bukti yang cukup, kita tidak bisa menuduh tanpa alat bukti sesuai dengan pasal 184
KUHP, satu mengatakan menikmati yang lain mengatakan tidak menikmati, maka
harus ada alat bukti yang lain, kalau tidak ada alat bukti yang lain kita susah
menjadikan alat bukti. Kemudian persoalan melawan hukum itu bisa dengan delik
formil maupun materiil, asalkan tidak patut tercela yurisprudensi Mahkamah Agung”.
Setelah memberikan tanggapan Soetomo, SH meninggalkan ruangan. Padahal
beberapa peserta diskusi public membutuhkan dia didalam ruangan untuk
mendengarkan kenyataan dilapangan seperti apa yang terjadi dalam kasus
penegakkan hukumnya.
Pada kesempatan itu ada beberapa rekomendasi yang sudah tertabulasi
dari peserta diskusi publik diantaranya yaitu harus ada gelar perkara baru
kembali terhadap kasus fee proyek ini karena ada beberapa saksi yang pada
tingkat penyidikan sudah bisa dijadikan tersangka dan mengupayakan mereka
menjadi terdakwa. Tetapi dalam gelar perkara baru ini diharapkan Kejaksaan
harus transparan dalam tahap penyidikannya
Umar Ahmad Seth menutup diskusi public ini dengan mengatakan
“Bahwa masih banyak kasus yang akan akan kita eksaminasi, karena ini menjadi
pembelajaran dan penegakkan hukum di NTB”.
30
Pembukaan :
Moderator :
Salam sejahtera. Pada kesempatan pagi ini kita semua akan mencoba melihat
beberapa hal yang berkenaan dengan hukum tentu dari proses sampai
putusan hakim yang dilakukan oleh dr. H.L. Sekarnigrat. Pagi ini kita akan
diwacanai oleh bapak Anang Husni dan bapak Lewis Grindulu. Untuk itu
saya mengundang kedua pembicara untuk tampil di depan.
Sekilas tentang
Bapak anang husni…….(Curriculum Vitae)
Bapak Lewis Grindulu, SH…….(Curriculum Vitae )
Kedua pembicara , pembicara pertama akan melihat proses sampai lakhir
lahirnya putusan ini dilihat dari dimensi filosofis dan sosiologis. Kemudian
pembicara kedua akan melihat dari hukum acara.
Bapak/ibu sekalian, Kita semua sudah memegang bahan-bahan yang
akan menjadi bahan kita untuk mengkaji dan membuat penilaian. Adapun
bahan yang bapak/ibu pegang adalah tuntutan dan cuplikan langsung dari
surat dakwaan jaksa dan cuplikan langsung dari surat tuntutan dan putusan
hakim tentu bukan interprestasi. Tiga bahan tadi yang akan menjadi alat kita
dalam melihat alat putasan hakim tadi.
Termasuk beberapa hal yang menjadi masukan dan jika memungkinkan
bantahan-bantahan yang membuat kita lebh progresif untuk tindak pindan
korupsi. Bapak/ibu sekalian, kalau saya akan membaca ulang kasus korupsi ini
maka membutuhkan waktu yang sangat panjang, tapi kira –kira postur ini
adalah sbb :
Beberapa hal yang menjadi kejangggalan itu akan dapat dilihat pada bahan
eksaminasi yang disampaikan. Dugaan kejanggalan yang kita tangkap disini
yaitu kasus dugaan korupsi tidak di kembangkan pada dugaan markup alat-
alat kesehatan, pembangunan pustu. kedua pada kasus ini hanya ada satu
terdakwa. ketiga pasal dakwaan menggunakan pasal tunggal tanpa ada pasal
arternatif yang coba dikembangkan dan ada juga pengembangan kasus khanya
di kembangkan pada pemberian fee, dugaaan lain jaksa tidak optimal untuk
melihat siapa-siapa lagi yang menjadi tersangka dalam kasus ini yang layaknya
diminta pertanggungjawaban. Kemudian Putusan hakim tidak mencerminkan
keadilan bagi rakyat.
Dan ini adalah sekilas tentang kedudukan masalah yang kita bicarakan
dalam diskusi ini dan beberapa dimensi akan disampaikan oleh kedua
pembicara kita
Soge welung:
Terima kasih sebelumnya. Saya setuju dengan seminar ini. kasus korupsi bukan
kasus rahasia dan bisa kita diskusikan. Akan tetapi ada yang mengganjal saya,
termasuk di dalamnya termasuk hukum harus ditegakkan, dimana seseorang
yang di sangka atau di tangkap tapi masih dalam proses pengadilan harus
dilihat tidak bersalah, sampai pada putusan pengadilan , sehingga usulan saya
judulnya harus diubah yaitu hasil eksaminasi perkara kasus korupsi dr. H.L.
Sekarningrat dan sekarang masih dalam kasasi. Kasus masih mentah kita
eksaminasi secara keseluruhan. Terima kasih
Moderator ;
Terima kash, setiap orang yang belum memperoleh putusan tetap dari
pengadilan, Wajib diangap tidak bersalah, dan tawaran pak soge bahwa
eksaminasi ini masih pada batas dalam kasusnya saja dan kita semua bisa
memberi pertimbangan yang arahnya kita mengeksaminasi kasus korusi dr.
H.L. Sekarningrat yang akan memberi warna baru dalam proses hukum
berikutnya di Mahkamag Agung
33
Pembicara 1.
Yang mau saya katakan bahwa Eksaminasi ini memang pada kasusnya
adalah tahap peradilan saja. Dan ini adalah hajat yang punya kerja. Dan hanya
prosesnya saja.
Moderator :
Kita sudah punya kata penyambungnya dimana ini hanya pada proses
peradilannya saja. Kasus dalam sisi koteks yang mau kita lihat. Silahkan bapak
Anang Husni untuk melanjutkan pembicaraan ini.
Pembicara 1.
Salam sejahtera. Alhamdulillah kita sebagai anak bangsa ini. saya melihat
beberapa kasus korupsi perlu kita cermati sebagai upaya yang kita upayakan.
Detik perdetik , hari ke hari sampai di bawah mimpi kita harus berantas
korupsi. Kenapa karena ada dari sisi yang paling menyedihkan adalah di media
massa bisa kita lihat. Yang seharusnya lembaga dan oknum pada lembaga itu
yang berada pada lini paling depan malahan terkoyak pada kasus korupsi.
Korupsi ini sudah merambah sampai pada yang namanya musuh
bebuyutannya. Dulu kita dengar korupsi ada di eksekutif dan kemudian pada
sisi hukum dikatakan harus menata eksekutif kemudian lembaga legislatif
kemudian badan peradilan ini agak aneh, negeri ini sudah seperti apa kalau
semua lapisannya sudah dimasuki seperti itu, maka habislah negara ini
Saya dalam konteks ini ingin melihat dalam eksaminasi ini kesiapan
hukum mengugah anda bagaimana kesiapan hukum dalam rangka
penangangan kasus korupsi. Peraturan perundangan sudah di buat bahan di
ganti dan sebagainya. Tapi tetap saja. Lembaga peradilan belum bisa, seperti
kita dengar dalam media massa ada KPK, tetapi semakin banyak KPK semakin
banyak juga korupsinya seperti arah air. Jadi sudah masuk dalam masyarakat
dalam kehidupan masyarakat paling kecil.
Ketiga kita harus membina kesadaran tehadap koruptor ini seperti apa.
Kalau iklan tentang narkoba banyak tentang korupsi tidak ada. dulu jaman
orba yang agak sinis tentang korupsi akan ditayangkan di TV dan itupun di
anggap tidak manusiawi. Tapi sekarang tetap saja korupsi merebak semakin
banyak.
Saya melihat Hukum kita belum siap dan beum ditata secara baik
34
1. Aturan sudah, substansi sudah tapi masih ada keraguan untuk menafsirkan
isi peraturan. Ada norma tapi orang masih pening melihat norma itu seperti
apa. Anda bisa lihat jaksa agung (saya baca di koran ) untuk peraturan PP
110 di pending ini agak aneh. Artiya bapak jaksa agung kita belum melihat
bahwa belum ada aturannya baru kita gelar ini. Saya baca di kompas akhir
bulan juli. Semua kasus yang berkenaan dengan PP 110 UU 22 harus di
pending. Kok di pending ? maksud saya ada semacam persepsi yang agak
aneh yang belum di sepakati tentang asas legalitas. Memang betul kasus
pidana harus ada aturannya terlebih dahulu tapi satu untuk kasus korupsi
ini harus kita melihat lebih dalam. Negara kita ini bukan negara Undang-
undang atau peraturan pemerintah, negara ini adalah negara hukum.
Hukum ini belum siap secara substansif karena menimbulkan penafsiran
baru tetang korupsi. Orang memang punya kecendrungan menggunaan
hukum kalau di untung, kalau rugi tidak digunakannya. Ada yang saya lihat
dalam kasus korupsi dr. H. L. Sekarningrat ini dimana hanya orang
melakukannya berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Itu sudah
terjadi korupsi, ada proyek ada sudah korupsi, kenapa, karena ada satu SK
Gubernur yang agak aneh. Saya tidak atau apakah ini sistem keuangan
daerah atau sistem keuangan negara kita, mengeluarkan daftar harga
pembelian barang yang jauh harganya lebih tinggi daripada harga riil di
lapangan. Apa mark up ini sudah termark up dengan sendirinya dan ini
berubah setiap tahun dan ini menjadi pedoman teman-teman di eksekutif.
Dalam daftar harga tersebut harga satu rim kertas 50.000, padahal kita tau
sendiri berapa harga satu rim kertas di pasaran. Kita liat ada sebuah sistem
yang melegalkan pemborosan uang negara dan ini apakah di bolehka oleh
sistem keuangan negara. Menetapkan harga tertinggi oleh eksekutif.
2. Seringkali juga untuk masyarakat di tentukan patokan harga ketika
dibebaskan suatu tanah harganya bisa rendah/kurang sesuai selera mereka
dan dulu ada harga dasar tanah yang ditetapkan oleh DPR yang namanya
NJOP dan ini juga perlu dicermati padahal harusnya harga tanah itu harus
sesuai menurut NJOP (nilai jual obyek pajak). Belum lagi pelayanan publik
banyak sekali. Dalam banyak instansi kita banyak menafsirkan asas legalitas
itu menjadi agak beda, dan bagaimana penerapannya. Dan memang sudah
ada aturan yang membuat orang memang harus korupsi. Kita ubah sistem
pembelanjaan kita. Seperti harga komputer saya tau harganya bisa sampai
35
45 juta. Padahal kalau kita beli sendiri paling banyak 14,5 juta. Hal-hal ini
harus kita ubah dan harus riil sistem jangan pakai patokan harga seperti itu.
3. Aturan belum ditata secara pasti, bagaimana konsep juga belum dan
kesiapan struktul juga lemah, karena memang ada aturan yang membuat itu
menjadi lemah. Tentang legal culture yang ketiga. Saya lihat belum ada
komitmen bersama tetang korupsi dan kita belum sadar bahwa prilaku
merugikan itu adalah uang mereka dan ini belum ada. Itu dalam anggaan
mereka adalah uang pemerintah ambil-ambil saja kata mereka, masyarakat
belum paham koruptor mengambil uang mereka. lagi-lagi tentang
penafsiran korupsi ini adalah hak milik negara maka korupsi ini terhadap
hak milik ini tidak ada kadulwarsa. hak milik pribadi kita saja tidak ada
kadulwarsa. Jadi kasus korupsi hak milik tidak boleh di tutup. Artinya kasus
korupsi dan tersangkanya itu di tutup itu tidak ada, karena uang itu milik
negara yang tidak bisa ditutup ini yang perlu disadari, terhadap mengambil
hak-hak negara tidak ada kadaluarsa atau dengan kata lain. Jika kasus
korupsi sudah ada putusan kasasinya itu bukan berarti selesai, karena bila
ada tersangka baru maka itu bisa diajukan kembali. Kita sama – sama punya
komitmen untuk membela negara ini. dalam pasal 33 ayat 3 kita bisa baca,
tetapi ada orang yang tidak mau melakukannya, dan itu membuat tidak ada
kata kadaluarsa, tapi anehnya saya baru baca dalam gravitasi itu hanya 30
hari batasnya, begitu lewat 30 hari tuntutan bisa tidak diterima. bagaimana
ada batasan waktu dengan masa tuntutannya dan peraturannya agak aneh.
Jadi ada tiga hal yang akan kita diskuskan. Dan saya rekomendir terhadap
semua perlindungan hak milik negara (korupsi) tidak ada kadulwasa
apapun namanya. Semoga diskusi ini ada manfaatnya. Terima kasih
Pembicara 2 :
Kita akan membicarakan sesuatu yang sangat jahat. Saya menegaskan korupsi
merupakan perbuatan yang sangat jahat. Kalau dibayangkan atau kalau kita
bisa membayangkan saya katakan ini sebagai manusia tanpa muka, karena sakit
jahatnya akhirnya coba di dirumuskan bagaimana menghadapi pejahat ini.
Didalam peraturan peundang-undangan kita sepakat untuk memberantas
korupsi ini dengan cara yang sudah ditetapkan bersama. Dalam upaya
memberantas ini yang dipercaya untuk melakukan pemberantasan adalah
pihak penyelidik.
36
Pihak jaksa penuntut umum dan pihak hakim, pada prinsipnya mereka
dipercaya oleh TUHAN, oleh masyarakat dan oleh negara untuk memberantas
yang dinamakan penjahat besar ini, sebagai rumusan kenapa saya katakan
manusia tanpa muka. Itu kalau pencuri yang dirugikan berapa orang. Kalau
korupsi yang dirugikan sangat luas, mulai anak kecil sampai tua mulai orang
miskin sampai orang kaya. Dari yang sehat sampai yang cacat. Kalau pencuri
masih melihat, sehingga menjadi penegak hukum secara sungguh-sungguh
dengan suatu perhatian dan pesan UU. Kalau mau memberantas penjahat bok
yang cermat, yang teliti, yang sungguh-sungguh. Jangan kelemahan suatu pasal
djadikan untuk sembunyi.
Seorang penegak hukum harus berpikir kebelakang kenapa peraturan
peruandang-undangan di buat semacam ini. Sejarah UU harus diteliti karena
orang sulit merumuskan kata-kata yang panjang dalam kalimat yang pendek.
Terus siapa yang merumuskan itu, terus manusia-masusia yang dipercayakan
itu mewakili pembuat UU yang terdahulu yang telah kita percaya bersama.
Pertayaanya adalah sudahkan yang menjadi jaksa penuntut umum adalah
manusianya adalah jaksa penuntut umum, penyelidik atau sebagai pejabat atau
petugas saja, tetap manusianya tidak punya komitmen kesana.
Kalau sudah melakukan sebuah penyelidikan ada dilihat kualitas kejahatan.
Khusus mengenai kasus dr. H.L. Sekarnigrat ada yang sudah di pilah pada
peran kerugian terhadap negara
1. ada posisi dr. H. L. Sekarningrat diposisikan apa untuk menunjukkan
kualitas kasus
2. posisikan 3 orang, sebagai saksi yang mengakibatkan perbuatan pidana atau
korupsi itu terjadi
3. posisi para rekanan dan para pemborong tersebut perlu juga dilihat
penyelidik sudah bisa membayangkan apa yang menjadi obyek untuk dijadikan
pada kasus korupsi itu. Ternyata adalah suatu kondisi yang sangat vital karena
suatu gedung yang dipergunakan oleh orang banyak yaitu gedung kesehatan
sudah dikotak katik dan ini kejahatan kemanusian yang sudah masuk dalam
piagam PBB
kalau sudah bisa di pilah penyelidik harus melihat hukum meterial dan
apa yang akan bekerja untuk menghubungkan pada pelaku tersebut dan
dipertanggungajwaban pada hukum formil. Dalam dakwaan penuntut umum
37
sudah berusaha mengadopsi apa yang di peroleh penyidik dan dijabarkan dan
kita bisa memiliki dugaan dan bisa dijabarkan peran masing-masing .
Karena ini sudah dijelaskan pada surat dakwaan dan bisa tau siapa yang
dinamakan CV dan siapa yang dinamakan 3 orang dan siapa yang dinamakan
dr. H. L. Sekarnigrat. Untuk mencapai sebuah proyek maka para rekanan yang
terdiri dari CV-CV ini mencoba mempengaruhi dengan uang kalau dalam pasal
209….yang diberi dinamakan….. kedua ini punya peran untuk merugikan
keuangan negara, tapi teryata jaksa penuntut umum tidak memasukkan peran
ini tidak dimasukan hanya memposisikan rekanan (CV) dan 3 orang tersebut
sebagai saksi, sapa saja yang menerima uang secara langsung sudah jelas itu
adalah 3 orang tersebut. Dia mau menerima fee karena di suruh oleh dr.
Sekarningrat dan kemudan terjadilah penyertaan. Kenapa didiamkan, jadi
dalam keadaan ini kejahatan dilakukan bersama-sama antara 3 orang dan
rekanan. Karena tdak ada satu pasal pun yang mengatur maka tidak
dimasukkan. Tapi kalau dalam tindak pidana biasa, dalam KUHP, ini jelas ada
larangan. Swasta pun kalau melakukan disebut mark up untuk kepentingan
korporasinya
Lantas dengan sebuah keyakinan dari skenario kejahatan itu yang
dijadikan penjahat hanya dr. Sekarningrat. Benarkah demikian, benarkah
hukum kita membolehkan kita membantu orang jahat, benarkah hukum
mengatakan orang yang tidak menjadi pelaku langsung adalah penjahat asli.
Yang langsung menerima unag itu bukan dr Sekar tapi orang tersebut. Kalau
orang mengatakan ini berdasarkan perintah, perintah dalam hukum pidana
berbeda dengan hukum tata administrasi negara.
Terus kemudian karena semua ini tidak dimasukkan dalam dakwaan, dakwaan
menggunakan pasal tunggal tapi ada subsider, kok aneh. Terus dalam tuntutan,
ada tuntutan pertama, tuntutannya 1,6 bulan, dalam etika dalam tuntutan
apabila petuntut umum bisa mengungakap dakwaan minimal maka tuntutan
setengah dari ancaman terberat dan subsider 5 bulan. Maksimal tindak pidana
itu maksimal 5 bulan. Dan ini ancamannya hanya segitu. Padahal kalau
tuntutan tidak pakai helm, itu ancamannya juga 5 bulan, lantas ini ancamnnya
hanya segitu, lantas ada ancaman subsider tapi tidak ada alasannya. Kalau ada
tuntutan subsider, itu tujuannya agar setiap tuntutan merunjuk pada sebuah
pasal. Ini yang tidak bisa sesuai dalam pasal KUHP. Lantas ini juga diikuti oleh
hakim yaitu 5 bulan penjara, sama dengan orang tidak pakai helm. Ini aneh
38
Moderator :
Saya kira ada satu hal yang akan menjadikan bahwa kasus koruspsi
adalah kejahatan luar biasa yan membutuhan masukan dari bapak/ibu
sekalian. berkaca dari kedua pembicara tadi oleh karena itu pada kesempatan
ini kita semua befungsi membantah argumentasi kedua pembicara dan kita bisa
menjadi penilai kasus yang sedang diperiksa ini dan dalam kasus ini kita bisa
menilai dalam dimensi hukum dan kemasyarakatan.
Dan saya mengundang bapak/ibu sekalian untuk merespon kedua
pembicara dan ada 4 orang dulu yang mencba memberi tanggapan dari
paparan tadi.
masih pas. dan putusannya ditentukan kurang itu karena ketentuan UU,
mau tidak mau hakim terpaksa menentukan minimal. Saya secara pribadi
menilai hakimnya menganggap orangnya tdak bersalah, maunya
dibebaskan, tapi harus berhadapan dengan massa, opini publik tapi juga
tidak berani memutuskan tinggi-tinggi dan ini menjadi putusan yang banci.
Kalau dalam hal putusan jaksa tidak ada persoaalan dan dalam dakwaan
yang harus kita bedakan ada 4 permasalahan. Penyelidikan, penuntutan dan
putusan. Jadi kalau mengenai penyelidikan sudahlah
bagi masyarakat yang sudah trasparansi, semua orang mau tau dan ternyata
yang telah diuangkapkan tadi kok tidak diikut sertakan, yang ikut serta tidak di
dakwa. Padahal itu ada pasalnya juga. Saya memahami sistem hukum kita
masih jauh dari sempurna. Tiap penuntut umum bagian dari eksekutif, kejari
mungkin bisa mengatakan bahwa selaku bagian dari eksekutif, perasaan juga
bisa menjadi sebab yang kita pilah-pilah dulu. Seperti dalam tulisan ini
dikatakan bahwa bupati ada juga menerima bagian, hal-hal seperti itu bisa kita
minta penjelasan kejati, tapi yang pasti hukum kita masih memberi peluang
seperti itu. Karena jika kejaksaan bebas dan independen maka mungkin dia
tidak akan memperhitungkan hal-hal itu.
Kemudian dalam waktu persidangan, hakim yang melihat satu kasus
dalam persidangkan dalam hal ini yng menerima saja yang diajukan. Kemudian
hakim mengatakan bahwa kami tidak berwenang untuk menjadikannya
tersangka, karena kami tidak bisa menyuruh jaksa untuk melanjutkannya ke
penyelidikan. Dalam era KUHP tidak ada untuk itu. itu saja dulu, terima kasih
Tadi sudah disampaikan pak Anang kesiapan hukum dalam arti sistemik
yang belum siap betul, karena rumor jadi hakim, jaksa harus menyogok. Jadi
bagaimana mungkin siap dari segi struktur. Kalau dari segi sistem, sudah lama
kita punya UU anti korupsi sejak tahun 1956 dan di ubah berkali-kali dan
terakhir UU No 20/2001, untuk menggantikan UU 31 1999. dalam kajian ini
sudah dijelaskan secara jelas, dalam halaman 20 sudah jelas apa yang ada dalam
40
penjelasan UU 31 tahun 1999 itu dimana dalam tindak tindak pidana kita
mengandung 4 melawan hukum dalam arti materiil. Jadi tidak perlu melihat
asas legalitas.
Apakah berani petugas hukum hukum memakai ini. ini dasarnya. Jadi
kalau ada tindak pidanan korupsi yang tidak memenuhi rasa tidak patut pada
rasa keadilan masyarakat, walaupun belum ada rumusan formal kenapa tidak
berani menindak. Karena kita menganut sifat melawan hukum dalam arti
formal asas legalitas dalam pasal 1 ayat 1 KUHP memang tidak diterapkan
murni seperti itu. Tadi juga sudah diuraikan berkaitan dengan hukum ini,
pertayaannya, apakah kita menegakan hukum masih pandang bulu. Jadi kasus-
kasus korupsi dinegara kita ini banyak yang aneh. Saya melihat apakah ini
pengaruh pendidikan hukum kita yang dari dulu itu, memang dicecoki dari
jaman hindia belanda itu. Jadi kita di ajar formal, sehingga penerapan hukum
dalam arti material ini masih perlu dipertayakan. Secara idealnya kita
mengharapkan dengan sangat apalagi presiden kita sudah punya komitmen,
ketua KPU nasional saja bisa ditindak bersama rekan-rekannya. Di daerah ini
bupati saja tidak berani.
Jadi penegakan hukum negara ini memerlukan perbaikan di semua
sistem yang terkait hukum ini. Terkadang juga penasehat hukum bisa main-
main dengan hakim, karena saya juga pernah mengalaminya. Karena peran
penasehat hukum tidak kecil sekarang ini, dalam KUHP, penasehat hukum
diharapkan bisa membantu hakim, penuntut umum untuk menemukan
kebenaran materiil.
Yang lain-lain saya sependapat dengan analisis ini yang sudah begitu
cermat, karena kebetulan yang mengeksaminasi ini adalah rekan-rekan kami
sendiri. Seharusnya ini dilakukan di fakultas hukum jadi kami sedikit malu.
Terima kasih
Yanis Maladi :
Selamat pagi. Saya hadir lewat saja dan saya tertarik dengan tema ini dan
masyarakat NTB sedang dihadapkan dengan permasalahan ini. saya melihat
ada keinginan membangunkan hukum ini kembali, selama ini stagnan dan
tertatih-tatih oleh aparat dan masyarakat. Secara obyektif saya katakan NTB ini
belum terlalu baik buat para penegak hukum, karena seperti di belenggu.
Dalam kasus tema ini saya menghormati, padahal secara substansi kasus ini
41
belum bisa kita bahas karena masih dalam proses ke Mahkamah Agung.
Namun untuk tidak mengurangi acara ini, memang saya lihat akhir-akhir ini
bekerjanya hukum ini tergangu karena beberapa hal, sepeti banyak yang
mengaku membawa suara dari arah bawah. Itu kamulfase saja dan ini banyak
rekayasa saja. Sebaiknya semua persoalan kita lihat dengan nurani, dalam acara
ini sebenarnya adalah bagaimana kita membumikan aturan ini . saat ini asas
lehalitas iya, tetapi yang dikatakan pak kus tadi memang terjadi, jadi jangan
kita melihat keberaran formal saja, memproses kasus dr. Sekarningrat hanya
ada satu tersangka itu kan jadi pertayaan buat kita. Mengundang pertayaan
semua orang. padahal ditau yang menerima fee itu bebrapa orang itu kan
namanya diskriminasi.
Bisa jadi bubar lembaga pak kus, tidak ada yang mau bersekolah hukum,
karena hukum sendiri tidak dijalani sebagai mana mestinya. Itu yang perlu kita
garis bawahi oleh penegak hukum. Mengutif kata jaksa angung, hukum itu
ibarat api, siapa saja yang akan mendekatkan tangan pada api itu maka akan
terbakar, dan kalau tangan pejabat maka api itu menjadi dingin, tidak ada itu.
sehingga saya salut dengan statetmen-statetmen seperti itu. kita usul kalau
lembaga kejaksaan harus independen agar bisa bekerja lebih baik. Keberadaan
sama dengan kehakiman sehingga lebih leluasa bergerak. Saya rasa pada
intinya kalau semua yang dikatakan sebelum tadi, maka mari kita sama-sama
membumikan aturan hukum ini tanpa pandang bulu. Kalau terus ada kasus-ini
kasus itu maka penegakan hukum di daerah ini tidak akan pernah ada. Saya liat
kita sangat stagnan.
Sekarang secara moral kita dukung penegakan hukum, dalam
penanganan kasus korupsi NTB yang sudah menasional, kita liat hanya seperti
itu penanganannya, posisi-posisi kedudukan kasus masyarakat harus
dijelaskan. Jadi saya bangga dengan somasi dengan memberi wahana baru
untuk penegakan hukum di daerah kita. Dan Kejari di beri suntikan moril
untuk penegakan hukum. Mungkin ini saran yang bisa saya berikan terima
kasih.
kita adalah kelanjutan dari kasus tersebut. Dan rentetan yang menjadi
pertayaan kita semua. Begitu juga dengan kasus korupsi dr. Sekarningrat ini
akan membawa rentetan pertayaan dari masyarakat dan mesti kita kawal
dengan ketat, heran jika tidak kita kawal dengan ketat maka kasusnya tetap
akan sama. Begitu juga peran Fakultas hukum sangat kita harapkan sebagai
lembaga akedemis dan LSM dan semua kita harapkan, kami dari aktivis itu
siap apakah dari gerakan massa dan hasil investigasi maka kami siap untuk itu.
karena itu ide berpikir kita.
Yang menjadi pertayaan kami adalah ketika mendengar putusan 5 bulan
dr. Sekarningrat yang putusannya sama dengan yang tidak menggunakan helm.
Sama dengan yang maling ayam. Kenapa jadi dikotomi dalam hukum, apakah
ini akan jadi perbedaan bagi kita semua di bidang hukum, kami mewakili
elemen mahasiswa mungkin ada tekanan dari luar, tulisan di media perlu di
lakukan, karena kita tidak bisa menerima 1 – 2 bulan saja tapi harus terus
menerus, jadi tugas jaksa itulah posisi jaksa.
Ada lagi penasehat hukum yang juga masih saya pertanyakan, dan kita
semua harus membumikan hukum secara hukum. Dan kami akan melakukan
aksi untuk itu semua, dan kita juga semua perlu turun ke jalan semua.
Perjuangan kita tidak di dalam ruangan kita ini saja.
seseorang maka kita harus ada alat bukti yang cukup, kita tidak bisa menuduh
tanpa alat bukti sesuai dengan pasal 184 KUHP, satu mengatakan menikmati
yang lain mengatakan tidak menikmati, maka harus ada alat bukti yang lain,
kalau tidak ada alat bukti yang lain kita susah menjadikan tersangka.
Kasus ini tadi disebutkan kenapa saksi (Bupati, Sekda, Ketua Bappeda)
tidak dihadirkan dalam persidangan, karena kita sudah pangil beberapa kali
dan beada di luar daerah, dan menurut UU tidak hadir tapi bisa di bacakan jika
sudah disumpah, mungkin bapak bisa membaca pasal 162 KUHP. Kalau tadi di
bilang aneh maka saya lebih aneh lagi. kemudian saya bingung pak dekan
saraswati bilang tidak perlu asas legalitas, kalau kami di tangkap semua. Asas
legalitas itu harus ada , hanya yang di sampaikan tadi hanya satu unsur saja
tindak pidana korupsi, dan asas legalitas itu tetap diperlukan dan itu menjadi
dasar. Melawan hukum itu bisa dengan delik formil maupun materiil. Memang
tidak patut tercela yurisprudensi mahkamah agung, kemudian tadi juga
dijelaskan dakwaan tunggal tapi kok tuntutan dan subsider, kami juga bingung
lagi. dakwaan tunggal disini ini kita dakwakan pasal 11 UU pidana korupsi.
Yang disitu ancamannya minimal 1 tahun maksimal 5 tahun dan atau denda,
jadi subsider itu dalam tuntutan yang termuat dalam pasal.
Seperti bapak dengar dalam media tuntutan 1,6 bulan dengan segera
dikeluarkan tahanan, dan itu tidak saya lakukan dan keluar di media massa
kami melanggar HAM, komit saya tidak mengeluarkan. Dikatakan di sana pas
tahanan dan saya banding kok. Apa saya harus keluarkan. Dan dikeluarkan
oleh LP sebagai orang merasa melakukan penahanan, dan saya merasa tidak
menyuruh anak buah saya karena saya merasa banding. Tuntutan 1 tahun di
putus 5 bulan. Saya perintahkan anak buah saya banding, dan putusan banding
menguatkan putusan PN 5 bulan juga. Oleh karena itu saya setuju dengan pak
Yanis, jangan segala kekurangan ditimpakan kepada kami, kami setiap manusia
itu ada salah dan lupa.
Saya juga merasa kenapa di putus 5 bulan sehingga saya banding,
sampai penasehat hukum melapor, dan saya katakan silahkan melapor. Saya
akan lebih senang kalau teman-teman LSM mendukung kami dengan
memberikan data. Jangan kalau sudah selesai baru ramai-rama ngomong. Ini
yang saya minta untuk di bangun.
Seperti bapak tadi bilang tentang mutasi, saya sudah 10 kali mutasi kalau
mutasi jangan diartikan kendala. Itu masalah biasa, ini yang menjadi pemikiran.
44
Seperti ini juga dalam pemikiran kami menuntut 1 tahun di putus 5 bulan dan
itu tidak harus berhenti, itu hanya strategi penyidikan. Itu tehnik penyidikan
dan masyarakat tidak paham itu tehnik penyidikan itu, hanya yang tampak
lahir saja yang diajukan oleh penyidik
Moderator :
Kalau menuntut sampai 1.6 bulan apa ada pertimbangan dalam melakukan
penuntutan itu. kenapa tidak setengah dari itu
Yanis maladi :
45
Ada satu kesenjangan dalam hukum hukum ini, bayangkan hukum 1,5
bulan di putus menjadi 5 bulan, tetapi mengapa pengadilan memutuskan yang
kontraversi dalam pandangannya. Sekarang realitasnya tidak kita jawab, karena
menurut rakyat sebenarnya dimana rasa keadilan bagi rakyat dan kita sekarang
korupsi sudah menasional, berjamaah dan yang tersentuh hanya satu. Kita
khawatir putusan pengadilan ini akan kembar, sehubungan dengan itu kita
sebagai akademisi harus membuat suatu sistem yang bagus dimana antar
penegak hukum tidak bolah ada kesenjangan yang akut.
Dalam forum ini kedepan supaya di undang lembaga-lembaga terkait,
supaya satu sama lain bisa menjawab. Hanya saja kita akan memberi jawaban
pada rakyat dengan kongnitifnya apa adanya. Sehubungan dengan hubungan
dengan LSM dan masyarakat untuk mensuport. Barangkali memicu kita untuk
menghubungkan masalah lain kedepan bisa sharing. Dan bisa untuk somasi
mencatat kasus-kasus yang sedang berjalan. Mungkin itu yang bisa saya
tambahkan.
Moderator :
Beberapa hal yang di bicarakan kita tadi mesti di beri respon, bisik-bisik kami di
depan sebenarnya beberapa persoalan memang butuh tanggapan balik dari
Kejari. Tapi apa pun yang bisa kita hasilkan akan kita tulis dan kemudian bisa
kami sampaikan di kejari. Dengan demikian beberapa respon tadi bisa di
tanggapi oleh pak Anang dan pak Lewis
Pembicara 1 :
Kurang lengkap tidak menghadirkan pak Anwar , karena pak Anwar ini
yang belum dilantik menjadi hakim Tipikor. Jadi punya gaya berpikir sendiri
dan dia yang akan jadi pemutus. Dia salah satu dari NTB dan mau lihat
bagimana pak Anwar memegang palu diatas meja. Saya hanya melihat dari sisi
hak sesungguhnya tentang kadarwarsa bahwa negara ini memiliki hak yang
tidak pernah selesai harus di pelihara dan kaitannya dengan ganguan terhadap
hak milik negara tidak ada kadualwarsa kalau cas nya itu hak milik negara
tidak mungkin kadarwarsa.
Untuk kita diskuskan bahwa harus ada idependensi kejaksaan, saya
berharap seperti yang dia katakan harus ada diskusi publik, masukan publik,
sebelum membuat kata akhir dalam penuntutan supaya enak. Sehingga saat dia
46
maju tidak ada persoalan kasak kusuk, dan sebagainya. Dan ini tidak mau
dilakukan oleh jaksa karena mereka menganggap bisa dan mereka tidak
mungkin mengatakan dirinya lemah untuk ini. tapi tadi ada katanya anonim-
anonim, kenapa anonim kita memang salut mereka telah bekerja sebaik
mungkin. Tapi ada 3 anonim yang belum jelas sekali. Saya pastikan kalau ini di
tuntut mereka akan buat paduan suara. Suara akan mengarah ke lain.
Yang manarik bagi saya hanya itu saja. Sifat melawan hukum materiil
secara materiil itu persoalan-persoalan karena kita ini adalah negara hukum,
jadi tidak mungkin, apalagi ini tindak pidana khusus itu ajaran sunat. Itu saja
komentar saya, hanya saya berharap ini sedang kasus berjalan, karena
eksamininasi ini diharapkan pasca peradilan. Tapi ternyata lebih bagus saat di
tingkat kasasi, namun kita berharap sebelum ada eksaminasi ada shearing
kepada jaksa dan sebagainya. Justru sistem yang dikataan pak Yanis itu
terwujud. Apa keputusan hakim ini keputusan rakyat Indonesia tentang
korupsi.
Pembicara 2 :
Kalau kita berakhir dengan yuridis empiris kita berusaha untuk tidak
mengingat-ingat kodifikasi. Kalau kita berbiara putusan itu benar dalam
koridor maksimal dan minimal sedangkan pengamatan kita padahal ini
menurut keadilan, lantas kalau kita berlindung dalam hal yang normatif dalam
lingkungan yang kodifikatif maka kita akan terjerembab pada kondisi ini tidak
akan baik, malah kita akan luntur karena kodifikatif. Apalagi kita kembangkan
dalam empiris logika, kalau kita mengacu pada pikiran empiris logika maka
terwakilkan diri kita pada kepentingan rakyat, karena keputusan itu
berdasarkan TUHAN YME. Jadi kondisi ini yang menjebak kita pada
lingkungan kebenaran yang normatif.
Melaksanakan aktivitas berdasarkan kebiasaan, banyak pengacara juga
mengikuti pengadilan karena biasanya membat surat dakwaan seperti ini. dan
buat peraturan seperti ini. orang di bilang besar karena bisa menegakan
keadilan tidak lemah. Toh peraturan sudah sesuai batas peraturan dan kita
tidak buat tambahan. Oleh sebab itulah yang menjadikan acuan kita ini paham
apa. Kalau itu cara berpikirnya maka hukum tidak akan maju, dinamikanya
terlalu lambat. Terima kasih.
47
Moderator :
Karena sekali lagi maksud eksaminasi ini kita mencoba ada masukan
untuk institusi hukum ini akan dapat bekerja banyak memujudkan keadilan
buat masyarakat. Tanpa kejari pun kita tetap bisa berdinamika baik proses
maupun hasil putusan hakim. Pada kita semua bisa menyampaikan beberapa
hal lagi.
Soge Welung :
Saya berbeda pendapat dengan pak Kejari dengan dipilah-pilahnya
karena tehnis penyelidikan karena tidak cukup bukti. Kalau pasal 184 KUHP,
bukti-bukti itu bukan saja surat ada 5 alat bukti yang bisa kita baca dalam surat
tuntutan. Saksi-saksi sudah banyak 3 orang juga saksi, kenapa kekurangan
bukti, kayaknya ini hanya mencari pembenar saja, lalu yang berikutnya tentang
48
setiap penyidikan perlu ada gelar perkara seperti yang kita lakukan ini.
memang sistem hukum kita tidak bisa lakukan itu. sayang sekali kita tidak
punya peraturan cukup, seperti untuk mengajukan hasil eksaminasi ini dan
dalam rekomendasi mesti dikatakan semua permainan duit dalam kasus
penuntutan ini di hilangkan dan di hapus. Tadi di singung advokat bukan jadi
perantara untuk memenangkan hukum. Jadi kita dalam menjalankan hukum
harus gigih dan tangguh dalam mempertahankan argumentasi. Saya juga bilang
pada hakim kalau kasus saya kalah jangan minta uang pada saya untuk
dimenangkan, karena kita berusaha akan di pecat pernah saya katakan begitu,
dan kalau kasus saya menang jangan dikalahkan karena tidak punya uang.
Saya juga sering nasehatkan klien saya, kalau memang perkaranya kalah,
maka saya bilang, kalah dan kita cari cara lain tidak dengan menyuap. Itu dari
saya tentang apa yang mesti kita rekomendasikan.
Maryadi :
Jaksa agung satu lini ke bawah. PP 110 ditangguhkan maka kasus 11
orang yang korupsi akan juga ditangguhkan. Pak Kejari bilang tadi. Yang saya
katakan bukan asas legalitas itu tidak laku, justru tidak murni dilakukan seperti
sifat melawan hukum formal khusus tindak pidana korupsi. Tadi dikatakan
semua orang rugi karena korupsi itu, bahkan kalau secara awam berpikir,
sudah ada komisi yang memantau kekayaan penyelenggaraan negara, ada
komisi pemantauan pencucian uang. Masyarakat secara fisik bisa melihat,
misalkan dosen fakultas hukum Unram baru gol 3 d. rumahnya hanrganya 20
M dari mana dapat uang, tanya apakah ada warisan, maka bisa kita tau jangan-
jangan ini di sogok oleh mahasiswanya. Kalau di pejabat lain sama saja
masyarakat bisa menilai. Kalau kita melihat PNS kaya maka itu pasti korupsi.
Cuma pembuktian itu yang butuh kepastian hukum. Jadi jangan kita ragu-ragu,
jangan pakai alasan strategi jaksa atau ada yang di tunggu-tunggu.
Soge Welung :
Kalau ada tersangkanya yang ada di jakarta ini kan alasan yang tidak
bisa kita terima di akal sehat karena bisa saja di telp untuk di bawa kesini,
masalah duit hanya cari alasan saja. Kembali pada masalah pokok untuk kasus
yang sedang berjalan mudahan dengan diskusi kita hari ini bisa memberi
pendangan yang berbeda pada institusi yang pertama kali menanggani
49
Ibu Sri :
Saya sama dengan rekan lain kecewa dengan melarikannya kejari tadi
karena kami belum puas dengan respon dan wejangan beliau. Saya pribadi
sangat kontradiktif dalam mekanisme kerja mereka dengan korps sebagai kejari,
beliau mengatakan kualitas sebagai sebuah korps sebagai penyidik, tetapi
sudah nyata hasil kualitasnya seperti ini, dan ini saya ingin mengajak rekan
mengklarifikasi masalah ini sehingga kita membedah cas ini. Majelis eksaminasi
bisa merekomendir dan upaya hak untuk bisa diajukan ke hakim dalam
mengintrerpestasikan. Sehingga suara publik bisa dijadian suara yang sakti
sehingga menjadi power kekuasaan menekan hukum.
Sebenarnya seorang penyelidik , penuntut umum dan hakim yang
pertama memberantas korupsi. Bukan pada pihak yang dirugikan saja sehingga
kejati harus membuktikan dan berdasarkan harmonisasi dan dimensi sosial
yang dijadikan acuan dalam kejati memberikan putusan. Intinya saya pribadi
meminta meminta mejelis eksaminasi ini agar suara bedah kasus ini akan ada
artinya, tidak berlalu begitu saja. Itu masukan dari saya.
Moderator :
Jika masih ada yang bisa di respon lagi maka kita bisa menambah waktu
lagi. dan saya persilahkan kepada bapak/ibu dan kawan sekalian. Dan saya
persilahkan para pembicara juga menambahkan. Silahkan pak Lewis
50
Pembicara 2 :
Berkaita dengan penyidikan yang tidak ada di tempat. Dalam kejaksaan
ada yang dinamakan sistem koordinasi, tidak di singgung pak soge welung.
Semua jaksa di seluruh Indonesia itu hanya Jaksa, sebetulnya jaksa tinggi dan
jaksa agung itu hanya istilah, dia memiliki kedudukan yang sama. Sehingga
kewajibannya koordinatif, sehingga kalau dilakukan bersama-sama. Ada
penyimpangan saat melakukan penyidikan tadi dikenal dengan nama gelar
pendapat, karena saya pikir aneh gelar pendapat bisa mengundang pihak lain,
ternyata gelar pendapat ini bias. Bukan hanya gelar pendapat kasus saja tetapi
efek dari kasus itu juga di gelar, sehingga polda di panggil , ini ada peryataan
dari polda apabila terjadi gejolak besar saya tidak bertanggung jawab, itu kan
aneh. Terima kasih itu saja
Moderator :
Selain yang sudah ditabulasi oleh kawan-kawan saya mencoba
merangkum :
Kami meminta banyak pihak untuk menyempurnakan penilaian kasus-kasus
yang sedang terjadi di NTB ini sehingga penegakan hukum memungkinkan
bisa kita nikmati secara bersama-sama dan berkeadilan bagi masyarakat tampak
dalam penegakan hukum. Beberapa yang bisa kita tangkap :
1. kita berharap orang yang sudah di sebut dalam berkas acara tersebut bisa
diupayakan di tuntut kembali, gelar perkara kembali dan mengupayakan
mereka menjadi tersangka kasus korupsi dalam kasus yang sama dengan dr.
Sekarningrat di dinas kesehatan Lobar
2. di harapkan juga ada trasparansi bahwa dalam penyelidikan ada gelar
perkara supaya publik bisa mengetahui sejauh mana perkembangan perkara
itu dan apa yang telah dilakukan oleh penegak hukum
3. ada harapan praktek-praktek uang untuk mempengaruhi bisa di eliminasi
dan diperkecil secara bersama-sama. Dan banyak cara yang bisa kita
lakukan untuk memperkecil praktek uang di pengadilan.
Saya kira ini terima kasih untuk pak Anang dan pak Lewis dan untuk kita
semua . Terima kasih untuk kita semua.
51
I. UMUM
a. Judul Eksaminasi :
publik atas Perkara Tindak Pidana Korupsi Abel syamsul Hatuina, Spi. MM ini
1. Kontroversial
Putusan majelis hakim ini jelas sangat kontroversial dan melukai rasa
keuangan negara.
2
surat dakwaan yang telah dibuatnya. Persoalan korupsi yang harus dilihat
yang bersumber dari APBD Prop. NTB tahun 2002 merupakan perkara
e. Tujuan Eksaminasi
dengan substansi atau materi dari putusan yang dihasilkan dan apakah
tataran hukum materiil maupun hukum formil dan juga dengan legal
peradilan sesuatu perkara dan putusan atas perkara ini yang dinilai
publik, agar publik mengetahui hasil yang didapat dari analisis hukum
kasus tersebut dan sebagai kontrol pada lembaga peradilan agar dapat
f. Majelis Eksaminasi
posisi obyektif, tidak memihak dengan kasus yang akan dieksaminasi dan tidak
mantan jaksa maupun mantan hakim yang terlibat dalam eksaminasi ini, karena
kami melihat kapasitas tersebut belum ada di NTB yang berdiri secara
BAGIAN PERTAMA
Pengantar
A. Pendahuluan
dari sekian banyak tumpukan masalah yang dihadapi oleh bangsa ini. Masalah
yang tak kalah penting adalah kualitas aparat penegak hukum itu sendiri. Hal ini
mendapat sorotan tajam dari masyarakat sebagai pihak yang sering tidak
persoalan yang sampai saat ini tidak pernah terselesaikan. Karena berbagai
modus telah diciptakan, dari modus konvensional sampai modus yang paling
canggih.
berkekuatan hukum tetap (inkracht), adalah salah satu lembaga penegak hukum
yang sedikit banyak juga terkena pandangan negatif dari publik tersebut.
berada diarea hukum sebagaimana dinyatakan oleh UU No. 16 Tahun 2004 dan
Akan tetapi sudah cukup banyak catatan hitam atau pun putih tentang
deraan hukum. Entah apa yang membuat itu harus terjadi, sehingga reaksi itu
korupsi?. Pertanyaan publik ini harus segera di jawab pihak kejaksaan, jika tidak
melahirkan efek jera bagi para koruptor yang melakukan penggeragahan uang
tugasnya dan malah “main mata” dengan koruptor, rasa keadilan masyarakat
tergadai dan para koruptor pun seperti mendapat amunisi untuk menjalankan
hal yang sama dan sudah semestinya harus segera diperbaiki sistem yang
sudah rusak ini. Kita masih ingat beberapa media nasional menulis soal
Berangkat dari hal inilah SOMASI NTB sebagai sebuah lembaga yang
eksis dan konsisten berdiri selama hampir 6 tahun (1998) di Nusa Tenggara
Barat dalam bidang anti korupsi dan penegakan hukum mencoba melakukan
Proyek dan juga sekaligus sebagai PNS di Bappeda NTB yaitu Abel Syamsul
Hatuina, Spi. MM
Istilah eksaminasi berasal dari bahasa Inggris examination yang berarti ujian
catatan hukum terhadap produk yang dihasilkan oleh lembaga peradilan seperti
1
Wasingatu Zakiah, Emerson Tuntho, Aris Purnomo, Panduan eksaminasi Publik, Edisi Revisi (Jakarta :
Indonesia Corruption Watch, 2003) Hal. 17
2
Salah saty bentuk pengawasan internal yang dilakukan dalam lembaga Kejaksaan adalah dengan melakukan eksaminasi (Keputusan
Jaksa Agung Nomor: KEP-33/JA/3/1993). Peraturan tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan eksaminasi adalah tindakan
penelitian dan pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat penanganan perkara oleh setiap jaksa/penuntut umum, yang menjadi
sasaran eksaminasi adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan proses penanganan perkara mulai dari tahap penyelidikan,
sampai dengan tahap pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penelitian dan pemeriksaan
yang dimaksud dalam peraturan ini dapat dilakukan dalam 2 jenis yaitu:
1. Eksaminasi umum yaitu penelitian dan pemeriksaan terhadap berkas perkara yang telah selesai ditangani oleh
jaksa/penuntut umum dan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Eksaminasi khusus yaitu penelitian dan pemeriksaan terhadap berkas perkara tertentu yang menarik perhatian masyarakat
atau perkara lain yang menurut penilaian pimpinan perlu dilakukan eksaminasi, baik terhadap perkara yang sedang
ditangani maupun yang telah selesai ditangani oleh jaksa/penuntut umum dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
8
tujuan untuk meningkatkan profesionalisme baik dari segi teknis yuridis maupun
formil maupun materiil dan ketentuan lain yang berlaku dalam penyelesaian dan
yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap hukum dan penegakan hukum.
C. Posisi Kasus
Awal tahun 2004 mencuat kasus korupsi bernilai ratusan juta di kantor
tractor dengan dua orang yang dijadikan tersangka oleh pihak Kejaksaan Tinggi
NTB yakni Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM selaku pimpinan proyek dalam
proyek tersebut.
dan pertanian pada proyek pengelolaan sumber daya pesisir dan laut
(MCRMP).
dia sendiri sehari-hari tercatat sebagai pegawai Bappeda NTB. Modus mark up
dari total nilai proyek sebesar Rp 400 Juta dari Rp 667 juta. Dari total itu maka
9
uang yang dipakai untuk pengadaan 40 hand traktor sebesar Rp 267 juta,
dengan hitungan satu unit traktor bernilai Rp 6,7 juta per unit harga tahun 2002.
bisa jadi, dengan hitungan seperti itu, Abel menaikkan harga dari Rp 6,7 juta
NTB) proyek ini merupakan kerjasama Bappeda NTB dengan RRC, sehingga
Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM yang mulai ditahan oleh tim penyidik sejak
penahanan lewat kuasa hukumnya, namun tidak diijinkan oleh Kepala Kejati
NTB hingga akhirnya Abel mengalami sakit didalam penjara karena kondisi
Pada tanggal 10 Maret 2004 kasus Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM mulai
Sutama, SH dan Abdul Bari A Rahim sedangkan JPU adalah Agus Prasetyo,
SH dan panitera Kemin, SH. Sidang yang dimulai dengan pembacaan Surat
Dakwaan oleh JPU, akan tetapi dakwaan yang dijatuhkan pada Abel Syamsul
tidak mengetahui tentang proyek tersebut dan yang lebih celaka lagi para saksi
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Akan
3
Tabloit Rakyat; No. 18/tahun II/2004; Hal. Hukum dan Kriminal
4
Lombok Post tanggal, 17 Pebruari 2004
5
Lombok Post tanggal, 11 Maret 2004
10
tetapi PH Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM melakukan pledoi atas tuntutan JPU
tersebut dengan mengatakan apa yang dikatakan JPU tidak terbukti sesuai
JPU akhirnya menutut Abel dengan 3 tahun penjara, pidana denda sebesar
Rp 50 juta subsidair 6 bulan kurungan. Putusan Hakim jauh dari tuntutan JPU
yakni hanya 7 bulan penjara terdakwa juga didenda Rp 3 juta subsidair 3 bulan
1. Surat Dakwaan
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (MCRMP) Prop. NTB tahun 2002
dengan terdakwa yang lain dalam kasus yang sama yakni Suryansah dan
Muhtar Abbas yang masuk dalam daftar pencarian orang. Pada hari selasa
melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
sebesar Rp 219.104.687,40 (dua ratus sembilan belas juta seratus empat ribu
6
Lombok Post, tanggal 18 Maret 2004
7
Lombok Post, tanggal 23 Mei 2005
8
Lombok Post, 18 Juli 2004
11
penawaran untuk proyek pengadaan barang berupa traktor mini (traktor China)
sejumlah 40 Unit dengan sumber dana berasal dari APBD Prop. NTB tahun
2002 dan disetujui oleh Suryansah. Akan tetapi Suryansah memberi tahu Abel
bahwa dia tidak memiliki CV sendiri, namun demikian terdakwa tetap mendesak
saudara Mukhtar Abbas pemilik CV. Arwana dengan maksud meminjam CV-nya
barang lebih kurang 5 tahun dan juga susunan CV Arnawa tidak jelas serta tidak
mendatangkan 40 unit traktor mini dari China. Setelah Daniel Halim didatangi
unit traktor mini yang terdiri dari type IZ.S-23 Paddy Land sebanyak 20 unit
171.930.000,- dan type IZ 20 Dry Land sebanyak 20 unit dengan harga per
selaku ketua panitia pengadaan barang agar memproses CV. Arnawa selaku
rekanan dan membuat HPS sesuai dengan harga patokan yang ditetapkan oleh
Kepala Biro Perlengkapan Prop. NTB atas usul Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM
penetapan HPS terlebih dahulu dilakukan survei harga dipasar dan agen
tunggal pemegang merk atau dealer lain yang menjual barang sejenis sebagai
hal tersebut tidak dilakukan oleh terdakwa justru menetapkan HPS sendiri untuk
type IZ-S 23 Paddy Land sebanyak 20 unit dengan harga perunit sebesar Rp
tersebut. Kemudian atas usul dari panitia pengadaan barang, Abel Syamsul
pengadaan 40 unit Hand Traktor mini. Dimana barang ini harus diserahkan oleh
13
buatan China merk Yung Type IZ.S-23 Paddy Land sejumlah 20 unit dan Type
IZ.S-20 Dry Land sejumlah 20 unit masih dalam keadaan belum terakit kepada
terdakwa Abel dan setelah barang diperiksa oleh team pemeriksa barang
terdakwa meskipun keadaan barang masih tetap dalam keadaan belum terakit.
Perintah Membayar Uang) kepada pemegang kas daerah yaitu PT Bank NTB
unit traktor mini sebagaimana yang dikehendaki oleh terdakwa dengan harga
digunakan.
14
Atas fakta yang tersebut diatas maka oleh JPU Agus Prasetyo, SH
yaitu
Kesatu :
ayat (1 )jo pasal 18 ayat (1) sub. a, b jo. pasal 18 ayat (2) UU No. 31 Tahun
Kedua :
pasal 18 ayat (1) sub. a, b jo. pasal 18 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang
2. Surat Tuntutan
Pada surat tuntutan JPU terdapat sedikit perbedaan atas hasil dari fakta
keterangan terdakwa dan barang bukti dapat disimpulkan fakta hukumnya pada
tanggal 10 Mei 2004 yang pada pokoknya menuntut supaya majelis Hakim
Pengadilan Negeri Mataram yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk
memutuskan :
Agustus 2002
2003
2 (dua) unit Hand Traktor merk Chen Xing type C 2175 F 4.04
Pendidikan 47 Mataram
tetap.
17
pada hari Kamis, tanggal 26 Agustus 2004 yang dipimpin langsung oleh Ketua
melakukan upaya Hukum Kasasi tetapi kabar dari salah satu sumber di
Pengadilan Negeri Mataram yang tidak mau disebut identitasnya Memori Kasasi
tersebut diduga baru 1 (satu) bulan yang lalu dikirim ke Mahkamah Agung
Mataram menjadi tolak ukur putusan akhir karena waktu lewatnya melakukan
undang No. 20 tahun 2001 yaitu Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
undang No. 20 tahun 2001 yaitu Setiap orang yang dengan tujuan
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
undang No. 20 tahun 2001 yaitu (a) perampasan barang bergerak yang
berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan
untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan
milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang
yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang
digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk
perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula
undang No. 20 tahun 2001 yaitu Jika terpidana tidak membayar uang pengganti
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu)
tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi
BAGIAN KEDUA
Analisis
disusun pada kasus korupsi Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM membahas hasil
eksaminasi yang ditinjau dari sudut pandang hukum formil dan materil.
Sehingga apa yang disajikan dalam anotasi ini seluruhnya menyentuh ranah an
formilnya.
secara berlapis oleh Jaksa Penunut Umum dari hasil penyidikannya adalah
pada lapisan lainnya. Dalam artian hanya satu dakwaan saja yang akan
Dakwaan ini akan dibuktikan dari yang mempunyai ancaman hukuman yang
terberat, jika unsur-unsur yang terberat telah terbukti yaitu terdakwa memenuhi
seluruh unsur dalam pasal tersebut, maka dakwaan yang terringan tidak perlu
dibuktikan lagi.
Kesatu :
ayat (1 )jo pasal 18 ayat (1) sub. a, b jo. pasal 18 ayat (2) UU No. 31 Tahun
21
Kedua :
pasal 18 ayat (1) sub. a, b jo. pasal 18 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang
yang berbeda) dan Muchtar Abbas (masuk dalam Daftar Pencarian Orang)
melakukan mark up harga 40 unit hand traktor mini buatan China. Dimana
diajukan ternyata tidak memiliki modal dan pengalaman selama 5 tahun dalam
“ala kadarnya” dari apa yang seharusnya ditelusuri oleh JPU dalam hal siapa-
siapa saja tersangka pelaku tindak pidananya, apa yang telah dilakukan,
tindak pidana yang terjadi dan bagaimana hubungan atau keterkaitan setiap
pelaku terhadap tindak pidana atau pelaku-pelaku yang lainnya baik sebagai
besar mengatakan tidak mengetahui tentang proyek tersebut dan yang lebih
celaka lagi tidak mengetahui asal barang tersebut. Seperti saksi Danil
mengitung apa yang disajikan penyidik dalam kasus tersebut.9 Sehingga apa
kejadian antara dakwaan Kesatu (pokok) yang dititik beratkan pada “tindakan
menggunakan wewenang itu untuk tujuan yang lain dari yang dimaksud
maka jelas apa yang telah dilakukan oleh terdakwa Abel Syamsul Hatuina, Spi.
dilakukan.
dan perekonomian negara” merupakan delik formil yaitu adanya tindak pidana
9
Pledoi Penasehat Hukum terdakwa
24
maupun barang yang dibeli tampa melakukan survei harga dan jenis barang,
fakta hukum yang tidak dapat disiasati oleh Majelis Hakim, yaitu adagium
termasuk dalam hal ini terdakwa yang berpendidikan cukup tinggi dan selaku
pejabat negara. Adagium ini dalam bentuknya berupa ketentuan yang tertulis
sebagai konsekwensi dari dianutnya teori fiksi, dengan begitu „unsur sengaja“
pencegahan, pendek kata : kesalahan pelaku. Ini tidak mencakup seluruh sikap
kurang hati-hati, juga kelalaian yang sedikit atau tidak mencoba bersikap hati-
hati, yang dapat dituntut dari setiap orang untuk perbuatan yang dapat dihukum
25
Menurut para ahli ilmu hukum pidana, kiranya dapat diambil kesimpulan,
beralasan karena adanya unsur kesengajaan karena “niat” yang dilakukan oleh
terdakwa mengakibatkan tindak pidana tersebut terjadi bukan karena hal yang
lain. Sehingga perbuatan ini sudah dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan
hukum sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 pengganti UU No.
unsur kesengajaan yang dilakukan bukan khilaf atau alpanya tindak pidana
keniscayaan akibat.
10
Soenarto Soerodibroto, SH, KUHP dan KUHAP, Yurisprodensi dan Hooge Raad, Cetakan Keempat,
1999, Hal 5
11
Prof. Moeljatno, SH; Asas-asas Hukum Pidana, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan Kelima, Hal 165
26
Jika kita sepakat bahwa unsur kesengajaan, dimana juga adalah unsur
pertimbangan yang telah dijatuhkan oleh majelis hakim pada perkara tindakan
pidana korupsi kepada terdakwa Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM yang hanya
menghukum 7 (tujuh) bulan penjara adalah tidak berasalan dan terdapat suatu
melawan hukum dengan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi adalah sama halnya menguntungkan diri sendiri atau orang
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya. Karena
kesengajaan bukan khilaf, serta bodoh dan tidak berdaya dalam sistem yang
ada, untuk itu saya mohon maaf dijadikan sebagai pertimbangan hukum oleh
hakim.14
yang sempit dapat menjadi petaka ke depan jika pelaku korupsi lainnya
12
M. Affan R. Tojeng & Emerson Yuntho, ICW, Desember 2004, hal 86
13
Mengenai perbuatan melawan hokum ada 2 pendapat yang pertama ialah : apabila perbuatan telah
mencocoki larangan UU, ini berarti telah melawan Undang-Undang, sebab hukum adalah UU. Pendirian
ini dinamakan pendirian yang formal. Pendapat kedua pendirian yang materiil dimana memformulir
perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai perbuatan yang oleh masyarakat tidak dibolehkan yaitu
korupsi.
14
Peldoi Terdawa Abel Syamsul Hatuina, Spi. MM, hal 5
15
lihat pertimbangan putusan PN dan PT pada fakta persidangan.
27
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan tidak
perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi dengan jalan
wenang atau setidak-tidaknya telah mengadili dengan cara yang tidak sesuai
BAGIAN KETIGA
A. Kesimpulan
3. Surat Dakwaan yang merupakan mahkota bagi JPU yang harus dijaga dan
bersandar pada Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia No. : SE-
004/J.A/11/1993.
ada satu fakta hukum yang tidak dapat disiasati oleh Majelis Hakim, yaitu
29
adalah tidak tepat dan tidak beralasan karena adanya unsur kesengajaan
(over simplication).
A. Rekomendasi
ini, karena kasus korupsi adalah kasus yang tidak pernah ada
jaksa.
bagi para hakim yang lain saat menanggani perkara korupsi. Karena jika
telah dikorupsi.