I. PENDAHULUAN
Dalam suatu proses beracara di pengadilan, salah satu tugas hakim adalah untuk
menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya antara pihak yang berperkara. Hubungan
hukum inilah yang harus dibutktikan kebenarannya di depan sidang pengadilan. Pada
prinsipnya, yang harus dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan
oleh salah satu pihak yang kebenarannya di bantah oleh pihak lain. Pihak penggugat
diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk membuktikan kebenaran dalil gugatannya.
Setelah itu, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran dalil
sangkalannya.
Untuk membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak yang
bersengketa diperlukan alat bukti. Alat bukti apa saja yang harus dibuktikan? Untuk
selanjutnya akan dibahas pada pembahasan di bawah ini.
II. PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis Alat Bukti
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara di kenal 5 macam alat bukti, yaitu :[1]
Surat atau tulisan
Keterangan ahli
Keterangan saksi
Pengakuan para pihak
Pengetahuan hakim
2 Isi akta
Ambtelijk Akten
Partij Akten
kutan karena
kepentingannya
jabatannya
Ditentukan oleh pejabat Ditentukan oleh para
yang bersangkutan ber- pihak
3 Ditanda
tangani oleh
dasarkan UU
Pejabat itu sendiri tanpa Para pihak dan
pihak lain
pejabat yang
bersangkutan serta
4 Kekuatan
saksi-saksi
Dapat digugat dengan
bukti
kecuali dinyatakan
pembuktian
palsu
sebaliknya
Bila mana salah satu pihak yang bersengketa membantah keaslian alat
bukti surat yang diajukan oleh pihak lawan, maka hakim dapat melakukan
pemeriksaan terhadap bantahan itu dan kemudian mempertimbangkan dalam
putusan akhir mengenai nilai pembuktiannya. Apabila dalam pemeriksaan
persidangan ternyata ada alat bukti tertulis tersebut ada pada badan atau pejabat
TUN, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejabat TUN tersebut
untuk segera menyediakan alat bukti tersebut. Masing-masing alat bukti yang
berupa surat atau tulisan itu mempunyai bobot kekuatan pembuktian sendirisendiri dan hakim yang akan menentukan bobot atau nilai pembuktian tersebut.
[5]
Pada prinsipnya, kekuatan bukti suatu alat bukti surat terletak pada akta
aslinya. Tindasan, foto copy, dan salinan akta yang aslinya masih ada, hanya
dapat dipercaya apabila tindasan, foto copy dan salinan itu sesuai dengan
aslinya. Dalam hubungan ini, hakim dapat memerintahkan kepada para pihak
agar memperlihatkan aslinya sebagai bahan perbandingan, tetapi apabila lawan
mengakui atau tidak membantahnya maka tindasan, foto copy, dan salinan akta
tersebut mempunyai kekuatan pembukti seperti yang asli.[6]
2) Keterangan ahli
Di dalam UU No.5/1986 pasal 102, dijelaskan bahwa : keterangan ahli
adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang
hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.[7]
Kehadiran seorang ahli di persidangan adalah atas permintaan kedua belah
pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya. Hakim ketua sidang dapat
menunjuk seseorang atau beberapa orang ahli untuk memberikan keterangan baik
dengan surat maupun tulisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut
kebenaran sepanjang pengetahuan dan pengalamannya (pasal 103 UPTUN).
Keterangan ahli diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu
persoalan di bidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli di
bidang yang bersangkutan, umpamanya ahli di bidang perbankan, ahli di bidang
komputer, ahl balistik dan lain-lain.[8] Dalam hal ini keterangan juru taksir dapat
digolongkan sebagai keterangan ahli. Tetapi mereka yang tidak dapat didengar
sebagai saksi (pasal 88 UPTUN) dalam perkara itu, juga tidak dapat diangkat
sebagai ahli.
3) Keterangan saksi