Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum

“Perkembangan Filsafat Hukum Yunani-Romawi”

DOSEN PENGAMPU:

SYAFARUDDIN PANJAITAN, S.HI,. MH

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Harry Akbar Nasution. 0204212102

Innat Adlan Adillah Harniz. 0204212109

Cut Anisah Putri 0204212145

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Allah swt atas semua limpahan rahmat dan hidayah-
Nya yang telah memberikan nikmat berupa kesehatan sehingga kita semua dapat melaksanakan
aktifitas dengan baik, semoga Allah selalu melindungi kita dari segala bencana yang ada.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, serta menambah wawasan sehingga nantinya Kami
dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sebagai penulis mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang terkandung di
dalamnya. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati kami berharap kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki makalah ini. Terima kasih.

MEDAN ,8 Maret 2023

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. II

DAFTAR ISI..............................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

A.Latar belakang ........................................................................................……...1

B.Rumusan Masalah .......................................................................…… …..…2

C.Tujuan penulisan ...................................................................................…………2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................3

A. Sejarah Filsafat
B. Sejarah Filsafat Hukum
C. Perkembangan Filsafat Hukum Yunani
D. Perkembangan Filsafat Hukum Romawi

BAB III PENUTUP ...................................................................................................10

A. Kesimpulan.....................................................................................................10

B. Saran ……………………………………………………………………….10

Daftar Pustaka ……………………………………………………………..11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Perkembangan Filsafat pada era modern ini sangat berkembang dengan pesat, perkembangan
yang terjadi dari zaman Yunani Kuno hingga Modern sangat memerlukan waktu yang lama.
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh
penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan
ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang
baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu.

Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas, sebagai “subjek Hukum”,
dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum tak lepas dari manusia selaku
subjek hukum maupun subjek filsafat, sebab manusia membutuhkan hukum, dan hanya manusia
yang mampu berfilsafat. Kepeloporan manusia ini menjadi jalan untuk mencari keadilan dan
kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil, benar,
dan sah.

A.Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
1. Apa yang di maksud dengan filsafat
2. Apa yang dimaksud filsafat hukum ?
3. Bgaimana perkembangan filsafat hukum dari zaman Yunani
4. Bagaimana perkembangan filsafat hukum dari zaman Yunani

B.Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi
tujuan penulisannya sebagai berikut: Agar dapat Memahami dan mengetahui konsep
sejarah perkembangan filsafat hukum dari zaman Yunani ke Romawi.

4
BAB II PEMBAHASAN

Pada awalnya filsafat muncul dan dikenal di Yunani pada kisaran tahun 700. Dalam bahasa Yunani,
filsafat disebut philoshopia. Kata ‘philos’ atau ‘philia’ diartikan sebagai cinta persahabatan, sedangkan
‘shopos’ atau ‘shopia’ berarti kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, dan
inteligensia. Oleh karena demikian, philoshopia dapat diartikan sebagai sebagai cinta kebijaksanaan
atau kebenaran. Menurut Amsal Bakhtiar, sebagaimana mengutip Soemardi Soerjabrata, philosophos
menghendaki adanya pendalaman pengetahuan secara sistematis, logis, dan empiris, sebagai
perwujudan dari kecintaanya akan kebenaran.

Pada mulanya kebudayaan Yunani itu berasal dari suatu kebudayaan yang telah berkembang di Ionia
(Turki) yang kemudian semakin tumbuh dan berkembang di peloponesos-peloponesos (polis-polis)
Yunani dan akhirnya ke Sicilia (Italia). Penyebaran itu sejalan atau berkaitan erat dengan
perkembangan dan aktifitas perdagangan di lautan Tengah dan Timur, yang merupakan pertemuan
pedagang-pedagang jaman kuno dari bangsa-bangsa Mesir, Persi dan sebagainya. Juga sejalan dengan
terpeliharanya stabilitas politik maka muncullah pelayaran dan perdagangan yang menandai fase kedua
dari perkembangan kebudayaan yang melintasi “lautan dalam”. 1

-Sofisme

Sejarah filsafat hukum diawali pada abad ke-4 SM dengan munculnya kaum Sofis yang menegaskan
perbedaan antara alam (physis) dan konvensi (nomos). Dalam menganalisa pendapat mereka mengenai
hukum, kaum sofis memiliki corak tersendiri di mana mereka membedakan antara alam dan konvensi.
Kaum sofis mengkategorikan hukum sebagai sebuah konvensi (nomos), yang mana hal tersebut
menandakan bahwa menurut kaum sofis hukum merupakan sebuah aturan yang lahir dari buah pikiran
manusia itu sendiri. Maka dari itu dapat dilihat bahwa kaum sofis memandang hukum sebagai suatu
hal yang kekuatannya berlaku sejauh demi kepentingan manusia.

Selain itu yang menjadi corak tersendiri bagi kaum sofis adalah hukum, agama, moralitas, kebiasaan,
dan keadilan belum dibedakan secara tegas. Namun, beberapa masalah krusial tentang filsafat hukum
telah dirumuskan, bahkan telah ada usaha penyajianya secara formal. Melihat cara pandang kaum sofis
yang tidak begitu tegas memberikan perbedaan ruang lingkup dalam masalah yang menyangkut tentang
kebutuhan manusia baik itu berupa hukum, agama, moralitas, kebiasaan dan keadilan, memberikan
kesan bahwasanya semuanya itu merupakan sesuatu yang bersifat konvensi dalam pengertian manfaat
2
yang diperoleh dari hal-hal tersebut adalah sebatas untuk kepentingan manusia.

Kaum sofis tidak hanya memberikan perbedaan antara alam dan konvensi dalam masalah hukum,
namun mereka berusaha memberikan definisi penyajian secara formal. Hal ini terlihat dengan pendapat
Xenophon yang mengatakan "Tak seorangpun pantas mendapatkan pujian kecuali ia mengetahui apa
itu hukum". Melihat ungkapan yang disampaikan Xenophon terhadap orang yang mengetahui hukum,

1
Bertens.Dr.K. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, 1975.
2
Sukarno Aburaera, et.al, Filsafat Hukum – Teori dan Praktik, Prenada Media Group, Jakarta,
2013, hlm. 25
5
memberikan gambaran bahwasanya hukum tersebut memiliki sebuah anugerah di dalamnya yang tidak
hanya memberikan perlindungan bagi para pelaku hukum, namun bagi orang yang mendalaminya.
Setelah melihat pandangan kaum sofis tentang hukum, kita dapat melihat bahwasanya mereka
memberikan penghargaan kepada hukum karena pertimbangan praktis, karena mampu memberikan
manfaat dalam relasi sosial.3

a. Zaman Yunani

1) Masa pra Socrates (sekitar 500 tahun SM)"

Masa pra Socrates ditandai dengan belum adanya pengaruh filsuf Socrates, dapat dikatakan filsafat
hukum belum berkembang. Hal ini dapat dijadikan alasan bahwa perhatian utama para filsuf pada masa
ini adalah alam semesta, yaitu bagaimana terjadinya alam ini. Mereka berusaha mencari apa yang
menjadi inti dari alam ini. Filsuf Thales yang hidup pada tahun 624-548 SM mengemukakan bahwa
alam semesta terjadi dari air.

Anaximandros mengungkapkan bahwa inti alam ini adalah suatu zat yang tidak tentu sifatnya yang
disebut to apeiron, Anaximenes berpendapat sumber dari alam semesta ini adalah udara. Pitagoras yang
hidup sekitar 532 SM yang menyebutkan bilangan sebagai dasar dari segala-galanya. Filsuf lainnya
yang mempunyai perhatian terhadap alam semesta adalah Heraklitos la mengungkapkan bahwa alam
semesta ini terbentuk dari api. la mengemukakan suatu slogan yang terkenal hingga saat ini, yaitu
Pantare yang berarti semua mengalir. Hal ini berarti segala sesuatu di dunia ini tidak henti-hentinya
berubah.

Berdasarkan pola pikir filsuf alam tersebut, Pitagoras menyinggung sepintas lalu tentang salah satu
isi alam semesta, yaitu manusia. Ia berpendapat bahwa setiap manusia memiliki jiwa yang selalu berada
dalam proses katharsis, yaitu pembersihan diri. Setiap kali jiwa memasuki tubuh manusia, manusia
harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat masuk ke dalam kebahagiaan. 4

Apabila dinilai tidak cukup melakukan katharsis, jiwa itu akan memasuki lagi tubuh manusia yang
lain. Pandangan Pitagoras itu penting dalam kaitannya dengan mulai disinggungnya manusia sebagai
objek filsafat. Sebab, telah diungkapkan bahwa hanya dengan kaitan manusia in, pembicaraan akan
sampai kepada masalah filsafat hukum.. Selain itu, perlu diungkapkan bahwa murid dari filsuf
Pitagoras yang merumuskan atau memandang manusia terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang gelap
adalah materi ataubadan dan bagian yang terang adalah roh atau jiwa. Badan berasal dari dunia dan roh
berasal dari Tuhan. Filsafat demikian, yang melahirkan tentang filsafat ketuhanan, namun tidak
dibicarakan di sini.5

2) Masa Socrates (469-399 SM)

3
Friedman, W. Teori Dan Filsafat Hukum (Judul Asli : Legal Theory).Penerjemah
Muhammad
4
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm.
5
Libut, fhid, him. 25.
6
menurut para penulis sejarah filsafat hukum yang mengungkapkan bahwa orang pertama atau
peletak dasar pemikiran tentang manusia la berfilsafat tentang manusia sampai pada segala seginya,
sehingga filsafat hukum dimulai pada masa ini, kemudian mencapai puncaknya sesudah masa Socrates.
Socrates memandang bahwa tugas utama negara adalah mendidik warga negara dalam keutamaan,
yaitu taat kepada hukum negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

3) Masa Plato (427-347)

Plato (428-347 SM) merupakan salah satu filsuf Athena yang dianggap berpengaruh dalam
perkembangan filsafat Dalam kaitannya dengan hukum, Plato mempunyai konsep keadilan
dan hukum, yakni antara hukum dan keadilan haruslah sejalan. Dalam memahami keadilan,
Plato berbeda dengan kaum sofis dimana dia beranggapan keadilan merupakan keutamaan
atau ideal yang bernilai dengan dirinya sendiri. Bertindak adil adalah perbuatan baik begitu
saja tanpa harus dikaitkan dengan untung rugi secara praktis. Keadilan merupakan nilai yang
harus dibela tanpa harus memberi manfaat bagi pembelanya atau tidak.

Dalam Perjalanannya Plato menulis dua buku mengenai filsafat hukum yang berjudul
Politea yang berisikan mengenai gagasannya tentang kenyataan yaitu dalam Negara terdapat
kelompok-kelompok dan yang dimaksud dengan keadilan adalah jika tiap-tiap kelompok
berbuat sesuai dengan tempat dan tugasnya. Itulah sebabanya Negara dimana manusia hidup
dan berkembang, juga dibutuhkan suatu pondasi keadilan. 6

Dalam kehidupan bernegara. Plato membagi masyarakat kedalam tiga kelompok di


antaranya yakni Pemimpin, Ksatria serta Petani dan Pedagang. Menurut Plato, keadilan dapat
ditegakkan apabila ketiga kelompok tersebut bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Selain itu Plato juga menulis Buku Nomos yang menjelaskan mengenai petunjuk dibentuknya
tata hukum. Menurut Plato, peraturan-peraturan yang berlaku ditulis dalam kitab perundangan.
Selanjutnya Plato mengkualifikasikan keadilan kedalam tiga hal:

a. Suatu karakteristik atau sifat yang terberi secara alami dalam diri tiap individu manusia:

b. Keadilan memungkinkan orang mengerjakan pengkoordinasian (menata) serta memberi


batasan (mengendalikan) pada tingkat "emosi" mereka dalam usaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan tempat bergaul

c. Keadilan merupakan hal yang memungkinkan masyarakat manusia menjalankan kodrat


kemanusiaannya dalam cara-cara yang utuh dan semestinya.7

4) Masa Stoa

Stoa berpendapat bahwa hukum alam ini tidak tergantung dari orang, selalu berlaku dan
tidak dapat diubah Hukum alam ini merupakan dasar dari adanya hukum positif. Selain itu, ia

6
Lihat, hil, him. 21-25
7
6) Libut, Carl Joachim Friedrick, The Philosophy of Law in Historical Perspective (Chicago:
The University Press, 1958), him 35.
7
berpendapat bahwa hukum positif dari suatu masyarakat adalah standar tentang apa yang adil,
bahkan bila hukum tersebut diterima secara adil akan mewujudkan ketenteraman,"

Masa Stoa sebenarnya sejaman dengan Socrates, Plato dan Aristoteles, Cuma pemikiran mereka
pada umumnya tidak sejalan denga ketiga filsuf besar tersebut. Jika Socrates dkk berpendapat bahwa
hukum merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia terutama kehidupan bernegara,
maka kaum sofist atau Stoa menganggap bahwa Justice is the intererst of the stronger. Bahwa hukum
merupakan hak dari penguasa.

Jika kaum Stoa menganggap bahwa manusia bersifat egois dan antisosial, maka Socrates
beranggapan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang dimotivasi oleh perhatian kepada orang lain
dan perhatian kepada diri sendiri, yang memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan sosial.

Socrates menyerang Kaum Stoa dengan menyatakan bahwa dengan mengukur apa yang baik dan
apa yang buruk, indah dan jelek, berhak dan tidak berhak, jangan diserahkan semata-mata kepada
mereka yang memiliki kekuatan atau penguasa yang zalim, tetapi hendaknya dicari ukuran-ukran yang
obyektif untuk menilainya. Soal keadilan bukan hanya untuk mereka yang kuat, tetapi keadilan itu
hendaknya berlaku bagi seluruh masyarkat.

Stoa berpendapat bahwa hukum alam ini tidak tergantung dari orang, selalu berlaku dan tidak dapat
diubah Hukum alam ini merupakan dasar dari adanya hukum positif. Selain itu, ia berpendapat bahwa
hukum positif dari suatu masyarakat adalah standar tentang apa yang adil, bahkan bila hukum tersebut
diterima secara adil akan mewujudkan ketenteraman,"8

B. Zaman Romawi

Masa Romawi (Abad III SM-Abad VSM)


Perkembangan filsafat hukum di masa Romawi tidak segemilang di masa Yunani. Sebab, para filsuf
di masa ini lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah bagaimana mempertahankan
ketertiban di seluruh wilayah kekuasaan kaisar Romawi yang sangat luas itu. Para filsuf dituntut untuk
memikirkan bagaimana cara Kaisar Romawi untuk melaksanakan pemerintahan sebagai kerajaan
dunia. Namun demikian, Cicero dan ahli pikir lainnya banyak memberikan sumbangan pemikiran
hukum yang pengaruhnya masih tampak hingga zaman ini. Masa Romaw.i Pada masa Romawi,
perkembangan filsafat hukum tidak segemilang pada masa Yunani. Sebabnya, pada masa ini para akhli
pikir lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah bagaimana mempertahankan ketertiban
di seluruh kawasan kekaisaran Romawi yang sangat luas itu.
Filsafat yang paling mempengaruhi pandangan orang Romawi yang menjadi dasar dari pandangan
hukumnya adalah aliran
StoayangmendapatkandasarnyadaripemikiranPlatotentangkeberadaanBudiIlahi(Nous),Hidupkemasya
rakatanjugamemilikihubungandenganLogosmelaluihukumuniversalyangdijelmakandalamaturanalams
emesta.Hukumalamtidaktergantungorang.selaluberlakudanmerupakandasardarihukumpositif.
Keutamaanmanusiatidakterletakpadamematuhihukumpositiftetapipadahukumalamyangmerupakan
pernyataankehendakIlahi.Undangundangnegaraditaatisepanjangsesuaidenganhukumalamitu.Citacita

8
Libat, hid, him. 32.
8
manusiadanmasyarakatadalahmenjadimanusiayangadildanmerealisasikanhukumyangdicita-
citakan,yaituhukumsebagaiius.
DalamaliranStoasuatuidebarutentangNegaradikembangkan.MenurutfilsafatYunaniklasikne
garamembawamanusiakearahkesempurnaan.Karenanyanegaraberhakdanberkewajibanmendi
dikorangdalamsegalabidangkehidupan.IdeinitidakditerimaCicero.MenurutCiceroNegarameru
pakanperkumpulanorangbanyakyangbersatumelaluisuatuaturanhukumberdasarkankepentinga
nbersama.DengandemikianpengertianNegarasebagaimasyarakatmoralsudahdilepaskan.Negar
aharusberpedomanpadahukumdanmemajukankepentinganumum.LagipuladalamaliranStoada
sarpemisahanhakikiantarabangsatelahhilang.Jikasemuamanusiamempunyaihubungandenganj
iwadunia,makabaikbangsaYunanidanRomawimaupunbangsa-
bangsabarbarmengambilbagiandalamkesatuansemestaalam.Akibatpandanganinipenganut-
penganutStoamenciptakanidekosmopolis.Ideinimendasarkanbahwasebenarnyasemuabangsa
merupakansatumasyarakatbesardimanasemuaoranghidupsesuaidenganmartabatnya.
1) Masa Cicero (106-43 SM)
Filsfat hukum Cicero dalam esensinya adalah Stoa. Ia menolak bahwa hukum positif dari suatu
masyarakat (tertulis atau kebiasaan) adalah standar tentang apa yang adil. Ia juga tidak menerima
utilitas semata-mata adalah standar: Keadilan itu 1 (satu), mengikat semua masyarakat manusia dan
bertumpu di atas 1 (satu) hukum, yaitu akal budi yang benar diterapkan untuk memerintah dan
melarang.
Hukum terwujud dalam suatu hukum alamiah yang mengatur, baik alam maupun hidup manusia.
Oleh karena itu, filsafat hukum Cicero dalam esensinya mengemukakan konsepsi tentang persamaan
(equality) semua manusia di bawah hukum alam"
Menurut Cicero secara kekuasaan dalam Negara tidak di batasi oleh salah satu kekuasaan di luar
Negara itu. Kepala Negara memerintah secara mutlak. Ia adalah sumber hukum positif sebagai wakil
budi ilahi dalam masyarakat romawi. Salah satu hal penting bagi perkembangan hukum ialah timbulnya
hukum bangsabangsa (ius gentium).
Dalam menentukan arti hukum bangsa-bangsa itu sarjana hukum Romawi mengikuti jalan pikiran
sebagai berikut: Budi Ilahi menyatakan diri dalam hidup bersama manusia melalui hukum alam. Oleh
sebab itu hukum alam ini merupakan pernyataan budi ilahi, maka hukum alam bersifat menentukan
tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil di antara manusia dan di antara semua mahluk dunia.
Karena alasan yang sama hukum alam itu bersifat abadi, yakni harus berlaku dimana-mana bagi semua
orang. Inilah halnya dengan hak-hak yang berarti dengan kecenderungan-kecenderungan alamiah
seperti kecenderungan untuk menikah, untuk mendidik anak-anak dan sebagainya. Hak-hak yang
berakar dalam kecenderungan-kecenderungan itu bersifat abadi dan termasuk dalam hukum alam.
Hukum alam sudah menjadi umum di antara segala bangsa sehingga disamping dalam hukum positif
Negara. Hukum alam semacam itu yang sudah menjadi hukum positif pada semua bangsa di sebut
hukum bangsa-bangsa maka hukum bangsa-bangsa tidak lain dari pada hukum alam yang sudah
menjadi hukum positif pada segala bangsa.
Hukum bangsa-bangsa ini adalah hukum privat yang bersifat universal dan dijalankan serta diakui
oleh semua bangsa, bukan hukum antar bangsa yang muncul pada zaman modern. Hukum bangsa
bangsa yang dikembangkan pada zaman Romawi ini kemudian dipelihara dalam kekaisaran Roma
Timur atau kekaisaran Byzantium dan diwariskan kepada generasi selanjutnya dalam bentuk undang-
undang. Pada tahun-tahun 528 - 534 seluruh perundangan kekaisaran Romawi dikodifikasi dalam satu

9
Kodeks atas perintah Kaisar Yustinianus, yang dinamakan Codex Iuris Romawi atau Codex Justinianus
atau Corpus Iuris Civilis.
2) Masa St Agustine
Filsafathukum yang dikembangkan oleh St. Agustineadalahdoktrinhukum dan konsephukum yang
bersumberdariajarankristenkatolik la berpendapatbahwahukumadalahberasaskandarikemauan-
kemauanpenciptamanusia yang berlakusecaraalimi dan bersifat universal.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Filsafat hukum merupakan suatu ilmu yang timbul melalui pemikiran yang kompleks serta
adanya kebingungan. Perjalanan serta perkembangan filsafat hukum tidak dapat terlepas dari
faktor-faktor historis. Sejarah adalah suatu hal yang menjadi alasan dapat berkembang luasnya
sebuah ilmu. Dalam mempelajari filsafat hukum, terdapat dua zaman yang cukup memberikan
pengaruh besar yakni Zaman Yunani Kuno dan Zaman Romawi. Pada kedua zaman tersebut
banyak ahli-ahli dengan pemikiran yang hebat seperti Aristoteles dan Socrates pada zaman
Yunani Kuno. Selain itu terdapat pula aliran Stoa dan tokoh terkenal seperti Cicero.

Salah satu pemikiran yang terkenal milik Aristoteles dan Socrates adalah konsep menjunjung
tinggi adanya hukum dan keadilan. Sedangkan pada zaman Yunani Kuno juga terdapat salah satu
aliran Sofis yang memiliki ciri khas yakni pada saat itu hukum, agama, moralitas, kebiasaan, dan
keadilan belum dibedakan secara tegas. Selanjutnya terkait dengan zaman Romawi terdapat dua
aliran yakni aliran Stoa yang menganggap bahwa semua yang ada merupakan satu kesatuan yang
teratur karena adanya suatu prinsip yang menjamin kesatuan itu yakni jiwa dunia. Sayangnya hal
tersebut tidak diamini oleh pemikiran milik Cicero yang beranggapan bahwa Negara merupakan
perkumpulan orang banyak yang bersatu melalui suatu aturan hukum berdasarkan kepentingan
bersama.

B. Saran

1. Adanya pendapat dari para ahli bukan lah berarti pemikiran-pemikiran tersebut adalah salah,
bagi seluruh umat manusia yang hidup pada masa kini pemikiran-pemikaran para ahli merupakan
sejarah yang dapat menjadi pelajaran dan berguna dalam pengembangan ilmu Filsafat Hukum;
dan

2. Bagi seluruh umat manusia yang hidup pada masa sekarang, keilmuan Filsafat Hukum dapat
menjadi suatu pedoman yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat menjadi
sebuah metode pendekatan dalam menganalisis sebuah kasus hukum.

10
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin, 2006 . FILSAFAT HUKUM. Jakarta. Sinar Grafika.

Soetiksno, 1978 . Filsafat Hukum Bagian II. Jakarta. Prednya Paramita.

Aburaera, Sukarno, et.al, 2013 . Filsafat Hukum – Teori dan Praktik. Jakarta. Prenada Media
Group.

Roscoe pound, 1972 . Pengantar Filsafat Hukum.Penerjemah. Muhammad Rajab. Jakarta.


Bhratara.

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004 . Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta. Gramedia Pustaka.

11

Anda mungkin juga menyukai