Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP PINJAMAN DAN SEWA MENYEWA DALAM HADITS AHKAM


Dosen Pengampu: Dr. Fatimah Azzahra, MA

Disusun Oleh:
Kelompok 9

Juleha(0204212164)
Desiana Batu Bara (0204212153)
Harry Akbar Nasution (0204212102)
Mhd. Irfan Wahyudi Solin (0204212168)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TA. 2022/202

i
KATA PENGANTAR

Kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw yang telah membawa perubahan
besar terhadap kehidupan Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt
yang senantiasa mencurahkan rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini dengan judul ”KONSEP
PINJAMAN DAN SEWA- MENYEWA DALAM HADITS AHKAM ”. Sholawat
bertangkaikan salam kami haturkan umat sampai sekarang ini.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas “HADIST AHKAM” dalam
kuliah kami berupaya membahas tentang apa saja mengenai sarana ilmu pengetahuan.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, semoga Allah Swt senantiasa
membalas kebaikan dengan berlipat ganda.
Demikian makalah ini kami susun, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yangbersifat
membangun dari semua pihak termasuk dosen pengampu sebagai perbaikan dan
kelengkapan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu pedoman dalam menambah wawasan bagi pembaca, sehingga
nantinya kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Medan, 20 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ ii


Daftar Isi ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang ..................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
3. Tujuan Masalah ................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Ariyah..................................................................................................... 2
B. Konsep Qard Hasan ............................................................................................ 3
C. Hadits Ahkam Tentang Pinjaman......................................................................... 5
D. Konsep sewa-menyewa dalam Hadits Ahkam ...................................................... 6
a) Ijarah Mulaqah.............................................................................................. 8
b) Ijarah Munsahiyah......................................................................................... 9
E. Hadits Ahkam Tentang Sewa-menyewa ............................................................... 10

BAB III PENUTUP


1. Kesinpulan ......................................................................................................... 11
2. Daftar Pustaka ..................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Islam adalah agama rahmat yang penuh dengan petunjuk untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat islam juga agama yang penuh petunjuk untuk mengatur
persoalan manusia, oleh karena itu konsep pinjaman dalam hadits ahkam memberikan
petunjuk bagi umat manusia maupun masyarakat islami dan dalam bingkai ajaran
islam aktivitas ekonomi yang di lakukan oleh manusia untuk di kembangkan secara
etika atau moralitas dalam syariat islam.
Oleh sebab itu perbankan di indonesia dan negara-negara lain di Indonesia
khususnya bank konvesial dan lembaga keuangan lainya memberikan kemudahan
kepada masyarakat melalui pembiayaan berupa barang ataupun uang dalam bentuk
pinjaman .

2. Rumusan Masalah
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat:
1.Bagaimana Konsep Ariyah?
2.Apakah konsep Qard Hasan?

1. Tujuan Masalah
1.Agar mengehetaui pengertian konsep ariyah .
2.Untuk mengetahui isi dari konsep qard hasan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Konsep Qard Ariyah Dan Qard Hasan


1. Konsep Qard Arriyah
Pinjam meminjam itu boleh, baik dengan cara mutlak artinya tidak dibatasi dengan waktu
atau dibatasi oleh waktu. Pinjam-meminjam dalam bahasa arab diikenal dengan sebutan
ariyah,yang artinya adalah pinjaman. Sedangkan pengertian menurut istilah syriat islam.
Pinjam meminjam adalah akad atau perjanjian yang berupa pemberian manfaat dari suatu
benda yang halal dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan tidak
mengurangi ataupun mengubah barang tersebut dan nantinya akan dikembalikan lagi setelah
diambil manfaatnya.
Pinjam meminjam ialah membolehkan kepada orang lain mengambil manfaat sesuatu
yang halal untuk mengambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan dikembalikan
setelah diambil manfaatnya dalam keadaan tetap tidak rusak zatnya.
Pinjam meminjam itu boleh, baik dengan cara mutlak artinya tidak dibatasi dengan waktu
atau dibatasi oleh waktu.Pinjam meminjam menurut ahli fikih adalah transaksi antara dua
pihak. Misalnya orang menyerahkan uang kepada orang lain secara sukarela, dan uang
(barang)Itu dikembalikan lagi kepada pihak pertama dalam waktu yang berbeda dengan hal
yang serupa. Dari pengertian tersebut, maka esensi yang dapat diambil dari pengertian pinjam
meminjam adalah bertujuan untuk tolong-menolong diantara sesama manusia. Dalam hal
pinjam meminjam adalah tolong menolong dengan melalui cara meminjamkan suatu benda
yang halal untuk diambil manfaatnya.
Dalam hal ini para ulama fiqih ada sedikit perbedaan dalam menafsirkan ariyah, tetapi
maksud dan tujuannya tetap sama, yaitu tolong-menolong dalam dalam hal pinjam meminjam
untuk diambil manfaatnya.
a) Menurut Hanafiyah, ‘ariyah adalah memiliki manfaat secara cuma-cuma. Sedangkan
Menurut Malikiyah, „ariyah adalah memiliki manfaat dalam jangka waktu tertentu
tanpa imbalan apapun.1
b) Menurut Syafi‟iyah „ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat dari seseorang
yang membebaskannya, apa yang mungkin dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya
supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
c) Menurut Hanabillah, „ariyah adalah kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa
imbalan dari peminjaman atau yang lainnya.
1) Dasar Hukum Pinjam Meminjam
Sebagaimana yang diketahui bahwa 'ariyah adalah sarana tolong menolong atau saling
membantu antara orang yang mampu dan tidak mampu. Bahkan tidak menutup kemungkinan
antara orang yang sama-sama mampu pun bisa terjadi adanya 'ariyah.
Adapun landasan hukum dari nash al-Qur'an adalah

1
Yusnita Dasim, “Mekanisme Simpan Pinjam Di Koperasi Sinar Mas dalam perspektif Hukum
Islam( Studi Kasus Koperasi Simpan Pinjam Mas sinar Kelurahan, calaca)” Jurnal Ilmiah As-Syir‟ah, Vol
3 No.1 2005) h. 6

2
‫ل َءا َمنُوا الَّذِينََ يأَيُّ َها‬
َ َ ‫شعَث ََِر تُحِ لُّوا‬ ََّ ‫ل‬
َ ِ‫ّللا‬ َ َ ‫ش ْه ََر َو‬َّ ‫ام ال‬ ََ ‫ل ْال َهد‬
َ َ ‫ْي َو‬
ََ ‫ل ال َح َر‬ َ َ ‫ل ْالقَ ْلئِ َدَ َو‬
َ َ ‫عامِينََ َو‬ َ ََ‫ام ْالبَيْت‬
ََ ‫ْل يَ ْبتَغُونََ ْال َح َر‬َ ً ‫َّرحِ َْم مِن فَض‬
ً‫طاد ُوا َحلَ ْلت َُْم َوإِذَا َو ِرضْونا‬ َ ‫ص‬ َ
ْ ‫ل فأ‬ َ َ ُ َّ
َ ‫جْر َمنك َْم َو‬ ِ َ‫ن ي‬ َّ
َُ ‫شنا‬ َ َ ُ
َ َ‫صدُّوك َْم أن ق ْوم‬ َ ‫ن‬ َِ ‫ع‬ َ ‫ام ال َمس ِْج َِد‬ ْ َ ُ
َِ ‫اونوا ت َ ْعتَد ُوا أن ال َح َر‬ َ َ‫على َوتَع‬ َ َ ‫َوالت َّ ْق َوى ْالبِ َِر‬
َ َ ‫اونُوا َو‬
‫ل‬ َ ‫علَى ت َ َع‬ َ ‫اْلثْ َِم‬ َِ ‫ّللا َواتَّقُوا َو ْالعُد‬
ِ ْ ‫ْون‬ َ ‫ْال ِعقَا ِللَّ َه‬
َََّ ‫شدِي َد ُ ِإنَّا‬

“Dan tolong menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalamberbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwa lah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al- Maidah: 2)

2. Konsep Qard Hasan.


Konsep qard hasan adalah perjanjian qard (pinjaman) yang khusus untuk tujuan
sosial. Qard hasan adalah suatu interest free financing. Kata hasan adalah kata bahasa arab
ihsan yang berarti kebaikan kepada orang lain. Qard hasan atau qard hul hasan berarti
beneficial loan atau benevolent loan yaitu pinjaman yang diberikan kepada pihak yang sangat
memerlukan untuk jangka waktu tertentu tanpa harus membayar bunga garing keuntungan.
Penerima qard hasan hanya diharuskan untuk melunasi jumlah pinjaman semula tanpa
diharuskan memberikan tambahan apa pun.
Qard hul hasan adalah pinjaman tanpa adanya imbalan yang memungkinkan pinjaman
untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam
jumlah yang sama pada akhir priode yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian
bukan karena kelalaiannya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman. Qard
hul hasan merupakan fungsi sosial pada perbankan syariah dimana dananya diambil dari dana
kebiajakan. Al qard hul hasan adalah sebuah jawaban yang tepat dan untuk mengatasi sebagai
sebuah solusi alternatif dari masalah hutang yang menimpa saudara-saudara kita tersebut.
Program qard hul hasan bersumber utama dari infaq dan shadaqah yang telah diberikan oleh
anda yang telah dititipi harta yang lebih dari Allah SWT karna memang disebagian harta
yang kita miliki itu adalah terdapat hak orang lain yang membutuhkannya.Qard hul hasan
tergolong dalam akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka
berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan)
dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan
imbalan apa pun kepada pihak lainnya.
Qard hul hasan menurut Sri Nurhayati dan wasilah adalah pinjaman tanpa dikenakan
biaya (hanya wajib membayar sebesar pokok hutangnya). Pinjaman uang seperti inilah yang
sesuai dengan ketentuan syariah (tidak ada yang riba), karena kalau meminjamkan uang maka
ia tidak boleh meminta pengembalian yang besar dari pinjaman yang dikembalikan. Ada pun
rukun qard hasan, yaitu pelaku akad (muqtaridh dan muqridha), objek akad ini, dan shighat
(ijab qabul). Sedangkan syarat qard hul hasan, yaitu adanya kerelaan kedua belah pihak yang
berakad, kemudian dana mesti digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal.
Manfaat qard hul hasan yaitu memungkinkan nasabah dilembaga keuangan syariah
(LKS) yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek. Ada
pun risiko terhitung tinggi. Karena menurut Fatwa DSN-MUI dalam akad-akad, al-qard, LKS
boleh meminta jaminan kepada nasabah bila mana dipandang perlu.
Landasan hukum qardhul hasan yang pertama adalah Alquran. sebagaimana firman
Allah: "Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah. pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran

3
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
(rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan."622
Dalam ayat lain Allah berfirman: "Dan jika ia (orang yang berhutang itu) dalam
kesulitan, berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua hutang) itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.")
Dasar hukum kedua, yaitu As-Sunah, sebagaimana sabda Nabi a "Orang yang
melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya
di hari kiamat. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu. lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui."634
Dalam riwayat lain, "Dari Anas dia berkata, Rasulullah bersabda: "Pada malam
peristiwa Isra' aku melihat di pintu surga tertulis shadaqah (akan diganti) dengan 10 kali lipat,
sedangkan qardh dengan 18 kali lipat, aku berkata: "Wahai Jibril, mengapa gardh lebih utama
dari shadaqah?" la menjawab "Karena ketika meminta, peminta tersebut memiliki sesuatu,
sementara ketika berhutang. orang tersebut tidak berhutang kecuali karena kebutuhan."

Syarat-syarat orang yang memberi pinjaman (mu ir) meliputi hal-hal sebagai berikut:2
1) Balig. Ariyah tidak sah dari anak yang masih di bawah umur, tetapi ulama Hanafiyah
tidak memasukkan balig sebagai syarat ariyah, melainkan cukup mumayyiz.
2) Berakal. Ariyah tidak sah apabila dilakukan oleh orang gila.
3) Tidak mahjur 'alaih karena boros atau pailit. Maka tidak sah ariyah yang dilakukan
oleh orang yang mahjur 'alaih, yakni orang yang dihalangi tasarruf-nya.
4) Orang yang meminjamkan harus pemilik atas manfaat yang akan dipinjamkan. Dalam
hal ini tidak perlu memiliki bendanya karena objek arrah adalah manfaat, bukan
benda.
Adapun syarat-syarat orang yang meminjam (musta’ir) adalah:
a. Orang yang meminjam harus jelas. Apabila peminjam tidak jelas (majh maka anyah
hukumnya tidak sah
b. Orang yang meminjam harus memiliki hak tasarruf atau memiliki ahiyund ada. Dengan
demikian, meminjamkan barang kepada anak di bawah umur dan gila hukumnya tidak
sah Akan tetapi, apabila peminjam boros, maka menurut gaul yang rajih dalam madzab
Syafi'i, ia dibolehkan menerima sendiri arijah tanpa persetujuan wali

Adapun syarat-syarat barang yang dipinjam (muar) mesti meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Barang tersebut bisa diambil manfaatnya, baik pada waktu sekarang maupun nanti.
Dengan demikian, barang yang tidak bisa diambil manfaatnya, seperti mobil yang
mogok, tidak boleh dipinjamkan. Manfaat yang diperoleh peminjam ada dua macam,
pertama, manfaat murni yang bukan benda seperti menempati rumah, mengendarai
mobil, dan semacamnya. Kedua, manfaat yang diambil dari benda yang dipinjam,
seperti susu kambing, buah dari pohon, dan semacamnya. Apabila seseorang
meminjam seekor kambing untuk diambil susunya, atau menam pohon durian untuk
diambil buahnya, maka dalam hal ini ariyah hukumnya sah menurut pendapat yang
mutamad.

2
Ahmad Wardi Mukhlish, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010), him. 47

4
2) Barang yang dipinjamkan harus berupa barang mubah, yakni barang yang dibolehkan
untuk diambil manfaatnya menurut syara'. Apabila barang tersebut diharamkan maka
ariyah hukumnya tidak sah.yang dipinjamkan apabila diambil manfaatnya tetap utuh.
Dengan demikian, tidak sah meminjamkan makanan dan minuman, sudah pasti akan
habis.
3) Kemudian syarat terakhir dalam akad ariyah yaitu shighat, shighar adalah ungkapan
yang dapat menunjukkan adanya izin untuk memanfaatkan barang yang dipinjamkan
seperti ungkapan "aku pinjamkan kepadamu" atau ungkapan yang dapat menunjukkan
adanya permohonan untuk meminjamkan

2. Hadits Ahkam Tentang Pinjaman

Akibat hukum dari pinjaman adalah hutang, maka hadits ahkam mengenai pinjaman
ini tidak terlepas dari hadits utang piutang, Rasulullah SAW banyak menyinggung perkara
hutang piutang sebagai perkara yang sangat serius sebagai berikut.
َُ ‫ضى َحتَّى ِبدَ ْينِ َِه ُم َعلَّقَةَ ْال ُمؤْ مِن نَ ْف‬
‫س‬ َ ‫ع ْن َهُ يُ ْق‬
َ
Artinya: Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu di
lunaskannya.
Rasulullah SAW bersabda:

‫ديناوه ََُو يدين َر ُجلَ أَيُّ َما‬


َ َْ َ ‫ل أ‬
َ‫ن ُمجْ مِع‬ َ َ ُ ‫ِي إِيَّا َهُ ي َُوفَّيَ َه‬
ََ ‫ّللا لَق‬
َََّ ‫ارَفًا‬
ِ ‫س‬َ
Artinya: siapa yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan
bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.

َ‫ِين‬ َِ ‫لَ ْال َجنَّ َةََمِنَََال َكب َِْرَ َو ْالغُلُو‬


ِ ‫لَ َوالد‬ ََ ‫ِنَثَلثََدَ َخ‬ َ ‫حَ ْال َج‬
َْ ‫س َدََ َوه ََُوَبَ ِريءََم‬ َُ ‫الرو‬ َْ ‫َم‬
َ َ‫نَف‬
ُّ َََ‫ارق‬
Artinya: Barang siapa yang rohnya terpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas
dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat,
dan yang (ketiga) dari tanggungan hutang.

َ َّ ‫لَذَ ْنبََ ِإ‬


ََ‫لَالدَّيْن‬ َُّ ُ‫ش ِهي َِدَك‬
َّ ‫يُ ْغف ََُرَلِل‬

"Orang yang mati syahid maka akan diampuni dosanya kecuali orang yang memiliki
hutang."

َ ‫ياركُ َْمَأ َ ْح‬


‫سكُ َْمَقضاء‬ ََّ
َ ِ‫إنَخ‬

"Sesungguhnya yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik dalam
membayar hutang."

َ َ ‫ْسَث ُ ََّمَدِينَارََ َو‬


َ‫لَد ِْرهُ ْم‬ ََ ‫سنَا ِت َِهَلَي‬ َْ ‫يَم‬
َ ‫ِنَ َح‬ ِ ُ‫علَ ْي َِهَدِينَارََأ َ َْوَد ِْرهُ َْمَق‬
ََ ‫ض‬ َْ ‫َم‬
َ ‫نَ َماتَََ َو‬

"Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu
dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti)
karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham."

ُ ََّ‫نَفِي َماَيَ ْك َر َهَُّللا‬


َْ ُ‫يَدَ ْينَ َهَُ َماَلَ َْمَيَك‬ ِ ‫ِنَ َحتَّىَيَ ْق‬
ََ ‫ض‬ َِ ‫ّللاَ َم ََعَالنَّائ‬ ََّ ِ‫إ‬
َََّ َ‫ن‬

5
3

"Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin
melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut
bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah."

‫َعنه‬.‫منَسرهَأنَينجيهَهللاَمنَكربَيومَالقيامةَفلينفسَعنَمعسرَأوَيضع‬

"Barang siapa ingin diselamatkan oleh Allah dari kesusahan-kesusahan hari kiamat
maka hendaklah dia memberi tangguh kepada orang yang dalam kesukaran atau
menghapuskan hutangnya."

Hadis yang diriwayatkan Ibnu Mas'ud:

‫كلَقرضَصدقةَ(رواهَالطيران‬:‫َعنَالنبيَصليَهللاَعليهَوسلمَقال‬،َ‫)عنَعبدهللاَبنَمسعود‬
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi saw., beliau bersabda, "Setiap qard
(pinjaman) adalah sedekah." [HR. Al- Thabrani]423

Hadis-hadis Rasulullah tersebut menunjukkan keutamaan memberikan pinjaman kepada


orang lain. Qard memiliki keutamaan layaknya sedekah. Bahkan di salah satu hadis
dijelaskan bahwa qard lebih utama dari sedekah. Kebaikan yang ada pada qard salah
satunya adalah membantu orang yang sedang membutuhkan. Meringankan kesulitan orang
lain merupakan hal yang sangat ditekankan dalam membina hubungan antar sesama
manusia.
Sabda Rasulullah SAW
َْ ‫ع‬
‫ن‬ َ ‫ي رافع أَبي‬ ََ ‫ض‬ ََّ ُ‫ع ْن َه‬
ِ ‫ّللاُ َر‬ َ ‫ن‬ََّ َ ‫ي أ‬
َُّ ِ‫صلَّى النَّب‬ ََّ ‫علَ ْي َِه‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ ََم‬ ََ َ‫ِن است َ ْسل‬
َ ‫ف ا َو‬ َْ ‫ن إِبِلَ َمتَعَلَ ْي َِه افَقَد بَ ْك َُر َر ُجلَ م‬ َْ ‫صدَقَ َِة إِبل َِم‬ َّ ‫فَا ال‬
َْ َ ‫ض أ‬
‫ن َم َرا َب َراف َِِع‬ َ ِ ‫ل َي ْق‬ َّ ُ‫ َب ْك َر َه‬, ‫ل‬
ََ ‫الر ُج‬ ََ ‫فََقَا‬: ‫ل َلحِ دًا‬ َ َّ ‫ِي ِ خِ َي ًرا‬
َ ‫ل َر َباع‬ََ ‫ا َفقَا‬: ‫ ِإيَّا َهُ أَعْطِ ْي َِه‬. ‫ن‬
َْ ِ ‫اس ِخ َي ََر فَإ‬
َ ِ ‫سنُ ُه َْم ال َّن‬
ََ ‫ضاء ا ْح‬ َ َ‫ق‬. ُ‫﴿ر َوا َه‬ َ
‫) ُم ْس ِل َُم‬

Artinya: "dari Abu Rafi'a ra. Bahwasannya Nabi saw pernah meminjam seekor unta muda
dari seseorang. Ternyata beliau menerima seekor unta untuk zakat. Kemudian Nabi saw
menyuruh Abu Rafi'i berkata, "aku tidak menemukan kecuali yang baik dan pilihan yang
sudah berumur empat tahun. "maka Rasulullah saw bersabda: "berikanlah kepadanya,4
karena sebaik-baik manusia ialah yang paling baik melunasi hutang." (HR. Muslim
no.880)

Dalam hadits tersebut, dijelaskan bahwa setiap hutang harus dibayar sesuai dengan
nilai yang dipinjam sebelumnya. Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman
diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berhutang semata.
Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar hutang... Hutang piutang harus
disertakan dengan niat yang baik dari peminjam maupun dari yang meminjamkan.

3
HR. Muslim
HR. Bukhari No 2393
4
HR. At-Tirmidzi No. 1079, Ibnu Majah No. 2413
HR. Ibnu Majah No. 2410
Abu Qasim At- Tabhrani, Al Mu'jam Al-Awsat, jil.4, h.7.
Imam Muslim, Shahih Muslim Juz III, (Indonesia: Maktabat Dahlan, T,Th), h.1223.
Hidayat rahmat. 2022. Fiqih muamalah. Hal. 309

6
Salah satu yang sering merusak hubungan silaturahmi dan kedekatan adalah tindakan
peminjam yang menunda-nunda pelunasan utang.

Rasulullah saw. Bersabda:

َ َ‫َفَإِذَاَأ ُ ْنبِ ََعَأ َ َحدُكُ َْم‬،ََ‫لَ ْالغَنِيَظُ ْلم‬


ََ‫عل‬ ْ ‫لَهللاَصلىَهللاَعليهَوسلمَقالَََ«َ َم‬
َُ ‫ط‬ ََّ َ‫عنَأبيَهريرةََرضىَهللاَعنه‬
ََ ‫أنَ َرسُو‬
‫ملىَفليتبع‬

Artinya: Penundaan orang mampu untuk membayar utang adalah sebuah kezhaliman.
[HR. Muslim].
Salah satu hal yang terpenting dalam pinjam-meminjam adalah sikap amanah untuk
melunasi pinjaman. Orang yang sengaja tidak melunasi utangnya adalah sebuah
kezhaliman dan itu dapat memakan pahalanya di akhirat kelak. Utang hanya bisa
diselesaikan dengan pelunasan atau pembebasan utang oleh pemberi pinjaman. Bila hal itu
tidak terjadi dan dia pada dasarnya punya kemampuan untuk melunasi utangnya maka
utang tersebut akan dibawa sampai pengadilan akhirat kelak.

3. Konsep Sewa-menyewa dalam Hadits Ahkam


Sewa-menyewa dalam Islam disebut ijarah. Al-ijarah berasal dari kata al ajru yang
berarti al- 'iwadh atau berarti ganti. Dalam bahasa Arab, al-ijarah diartikan sebagai suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian sejumlah uang. 5
Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemuka kan oleh para
ulama fiqih. Pertama, ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: "transaksi terhadap
suatu manfaat dengan imbalan".6 Kedua, ulama Syafi'iyah mendefinisikannya dengan
"transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu".7 Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah
mendefinisikannya dengan: "pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu
tertentu dengan suatu imbalan".8
Pada dasarnya keempat pendapat ulama di atas memiliki pandangan yang sama
terhadap pengertian al-ijarah. Sedangkan menurut Sutan Remy mendefinisikan al-ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu
sendiri. 9
Definisi mengenai prinsip ijarah juga telah diatur dalam hukum positif Indonesia,
yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang
mengartikan prinsip al- ijarah sebagai "transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau
upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau
imbalan jasa. 10

5
Sayyid Sabigq, op. cit., him..
6
Al-Kasani, al-Bada'l'u al-Sana7, Jilid IV, (Beirut: Dar al- Fikr, t.th.), him. 174.
7
Al-Syarbaini Al-Khathib, Mugni al-Muhtaj, Jilid Ul, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), him. 233.
8
bnu Qudama, al-Mugni, Jilid V. (Riyadh al-Haditsah, t.th.), him. 398.
9
Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Indonesia,
(Jakarta: Grafiti, 1999), hlm. 28.
10
Zulfi Chairi, Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Menunut UU No. 10 Tahun 1998, e-usu
epository, 2005, him. 12.

7
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN/MUI/ IV/2000, ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan,
tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. 11
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa al-ijarah adalah pemindahan hak
guna atau manfaat terhadap suatu barang atau jasa dari sesorang kepada orang lain dalam
kurun waktu tertentu sesuai kesepakatan. Adapun landasan hukum ijarah dapat dipahami
dari nash Alquran.
Allah berfirman: "Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya".12
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan "berikanlah kepada mereka
upahnya", ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan sehingga
berkewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa
penyewaan atau leasing. Upah dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk umum, mencakup
semua jenis sewa-menyewa (ijarah).
Landasan hukum kedua, yaitu dengan al-hadits dari Aisyah bahwa "Nabi bersama
Abu Bakar menyewa seorang penunjuk jalan yang mahir dari Bani al-Dail kemudian dari
Bani 'Abdu bin 'Adi". 13
Hadits tersebut menunjukkan bahwa sewa-menyewa/ijarah hukum nya boleh. Hal itu
dipahami dari hadits filiyah Nabi yang menyewa dan memberikan upahnya kepada
penunjuk jalan yang memandu perjalanan beliau bersama Abu Bakar sebab Nabi
Muhammad merupakan suri teladan yang baik untuk diikuti.
Rukun dan syarat al-ijarah, jumhur ulama mengatakan bahwa rukun al-ijarah itu ada
empat, yaitu (a) orang yang berakad, (b) sewa/imbalan, (c) manfaat, (d) shighat (ijab dan
qabul). Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan, dan
manfaat, termasuk syarat- syarat al ijarah, bukan rukunnya. 14 Hal itu menunjukkan bahwa
jika salah satu dari beberapa rukun sewa-menyewa (al-ijarah) tersebut tidak terpenuhi,
maka akad sewa-menyewanya dikategorikan tidak sah, sebab ketentuan dalam rukun
sewa-menyewa di atas bersifat kumulatif (gabungan) dan bukan alternatif.Adapun prinsip-
prinsip pokok transaksi al-ijarah dalam hadits ahkam, yaitu setidaknya harus terpenuhi
sebagai berikut:

Jasa yang ditransaksikan adalah jasa yang halal sehingga dibolehkan melakukan transaksi
al- ijarah untuk keahlian memproduksi barang barang keperluan sehari-hari yang halal
seperti untuk memproduksi makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
Namun tidak dibolehkan transaksi al-ijarah untuk keahlian membuat minuman keras,
membuat narkoba dan obat-obat terlarang atau segala aktifitas yang terkait dengan riba.

Memenuhi syarat sahnya transaksi al-ijarah, yakni (a) orang-orang yang mengadakan
transaksi ajir dan musta jir) haruslah sudah mumayyiz, yaitu sudah mampu membedakan
baik dan buruk sehingga tidak sah melakukan transaksi al-ijarah jika salah satu atau kedua

11
Adiwarman Karim, op. cit., him. 137.
12
Lihat QS. Ath-Thalagq (65: 6).
13
Shahih Al-Bukhari IV/442, No. 2263.
14
Nasrun Haroen, op. cit., him. 231.

8
pihak belum mumayyiz seperti anak kecil; (b) transaksi atau akad harus didasarkan pada
keridaan kedua pihak, tidak boleh karena ada unsur paksaan.

Transaksi ijarah haruslah memenuhi ketentuan dan aturan yang jelas yang dapat mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua pihak yang bertransaksi. Ijarah adalah memanfaatkan
sesuatu yang dikontrak. Apa bila transaksi tersebut berhubungan dengan seorang ajir,
maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya, sehingga untuk mengontrak seorang ajir tadi
harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya. Oleh karena itu, jenis
pekerjaaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih
kabur hukumnya fasid (rusak). Waktunya juga harus ditentukan, misalkan harian, bulanan,
atau tahunan. Di samping itu upah kerjanya harus ditetapkan. Oleh karena itu dalam
transaksi ijarah ada hal-hal yang harus jelas ketentuannya yang menyangkut:
a) bentuk dan jenis pekerjaan (muddah al-amal);
b) masa kerja (muddah al-amal);
c) upah kerja (ujrah al-amal);
d) tenaga yang dicurahkan saat bekerja (al-juhd alladziy yubdzalu fii al amal).

Di Lembaga Keuangan Syariah, ijarah dibagi menjadi dua jenis, yaitu Ijarah Mutlaqah dan
Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT), adapun penje lasannya sebagai berikut:
1) Ijarah Mutlaqah
Ijarah mutlaqah/leasing adalah proses sewa-menyewa yang biasa kita temui dalam
kegiatan perekonomian sehari-hari. Ijarah berarti lease contract dan juga hire contract.
Dalam konteks perbankan Islam, ijarah adalah suatu lease contract di mana suatu
bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment), sebuah bangunan
atau barang-barang, seperti mesin-mesin, pesawat terbang, dan lain-lain kepada salah
satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti
sebelumnya (fixed charge).
Dengan demikian, perjanjian ijarah atau leasing tidak lain adalah kegiatan leasing
yang dikenal dalam sistem keuangan yang tradisonal. Dalam transaksi ijarah, lembaga
keuangan menyewakan suatu aset yang sebelumnya telah dibeli oleh lembaga kepada
nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disetujui di
muka. Para ahli hukum muslim membagi lagi ijarah mutlaqah menjadi dua bentuk:
Pertama, menyewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Kedua, menyewa untuk suatu
proyek atau usaha tertentu. Bentuk yang pertama banyak diterapkan dalam sewa-
menyewa barang/aset sedangkan yang kedua dipakai untuk menyewa pekerja/tenaga
ahli untuk usaha-usaha tertentu.
Dalam pelaksanaannya, lembaga keuangan dapat membeli barang dari pemasok
barang dengan pemberian fasilitas bai' salam kepada pemasok barang. Pada perjanjian
ijarah, seperti halnya pada leasing yang diberikan oleh lembaga pembiayaan
tradisional, pada akhir perjanjian ijarah barang yang disewa itu kembali kepada pihak
yang menyewakan barang, yaitu lembaga keuangan. Pada perjanjian ijarah sepanjang
masa perjanjian ijarah tersebut kepemilikan atas barang tetap berada pada lembaga.
Setelah barang kembali pada akhir masa ijarah, lemmbaga dapat menyewakan
kembali kepada pihak lain yang berminat atau menjual barang itu dengan memperoleh
harga atas penjualan barang bekas (second hand) tersebut.660

9
2) Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)
Transaksi yang disebut dengan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) adalah sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan
kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa. Ijarah yang juga disebut
ijarah wa iqtina merupakan konsep hire purchase, yang oleh lembaga-lembaga
keuangan Islam disebut lease-purchase financing. Ijarah wa iqtina adalah suatu
gabungan dari kegiatan leasing atas barang-barang bergerak dan barang-barang tidak
bergerak dengan memberikan kepada penyewa suatu pilihan atau opsi untuk akhirnya
membeli barang yang disewa.
Berbeda dengan ijarah, pada akhir masa perjanjian kepemilikan atas barang tersebut
dapat beralih kepada penyewa (nasabah) apabila nasabah yang bersangkutan
menggunakan hak opsinya untuk membeli barang itu. Namun, apabila nasabah tidak
menggunakan hak opsinya, kepemilikan barang itu tetap berada di tangan lembaga.
Ijarah Muntahiya Bit Tamlik ini dulunya tidak dikenal oleh ilmuwan ilmuwan muslim
tradisional, sekalipun sebenarnya tidak terdapat hal yang melanggar hukum pada
penggabungan dua konsep yang melembaga itu, yaitu lease dan option, asalkan riba
dihindari dan asalkan riba bukan merupakan tujuan dari para pihak yang membuat
perjanjian itu.

Praktik sewa-menyewa dalam transaksi umum masyarakat tidak disertai dengan


pemindahan hak milik. Apabila disertai dengan pemindahan hak milik maka transaksinya
disebut perjanjian sewa beli. Terhadap perjanjian sewa-beli umumnya pemberian jasa
pembiayaan diberikan oleh lembaga keuangan non-bank. Pada praktik perbankan syariah,
akad sewa-menyewa disebut ijarah. Akad sewa-menyewa (ijarah) pada perbankan syariah
pada perkembangannya dapat disertai dengan pemindahan hak milik yang disebut sebagai
Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT). Walaupun seperti terlihat mirip dengan Leasing
pada praktik pembiayaan konvensional, tetapi pada perbankan syariah terdapat
pembedaan, yaitu jika objek leasing hanya berlaku pada manfaat barang saja, sedangkan
pada Ijarah Muntahiya Bit Tamlik objeknya bisa berupa barang maupun jasa/tenaga kerja.

Mengenai berakhirnya akad al-ijarah, para ulama fiqih menyatakan bahwa akad al-ijarah
akan berakhir jika:
1) Objek hilang atau musnah.
2) Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir. Apabila yang
disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan ke pada pemiliknya, dan
apabila yang disewa itu adalah jasa maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal
ini disepakati oleh semua ulama fiqih.
3) Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad, karena akad al-
ijarah menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedang kan menurut jumhur ulama,
akad al-ijarah tidak batal dengan wafatnya seseorang yang berakad, karena manfaat
menurut meraka, boleh di wariskan.
4) Apabila ada uzur pada salah satu pihak yang bertransaksi ijarah.

D. Hadits Ahkam Tentang Sewa-menyewa


Hadis ahkam tentang sewa menyewa(al-ijarah) yaitu di riwayatkan oleh aisyah

10
‫ال صلى هلل عليه وسلم وأبو بكر رج من بني الديل ثم من بني عبد بن عدي هاديا خريتا الخريت الماهر بالهداية‬
‫واستأجر ّنبي‬
“Nabi saw bersama abu bakar menyewa seorang penunjuk jalan yang mahir dari bani al-
Dail kemudian dari bani Abdu bin Adi

Hadis tersebut menyebutkan bahwa sewa menyewa atau ijarah hukum nya boleh. Hal
itu di pahami oleh hadist fi’liyah nabis SAW yang menyewa dan memberikan upah nya
kepada penunjuk jalan yang memandu perjalanan beliau berasama abu bakar.sebab nabi
muhammad SAW merupakan suri tauladan yang baik untuk di ikuti.
Dari ibnu umar ,ia berkata,Rasulullah SAW bersabda:
‫عرقه يجف أن قبل أجرة األجير أعطوا‬.
Berilah upah kepada para pekerja sebelum mengering keringat nya

Dari Abu Hurairah dari nabi Muhammad SAW beliau bersabda,Allah SWT berfirman:
‫ ثم بي أعطى رجل القيامة يوم حضنته خضمه كنت ومن القيامة يوم خصمهم أنا ثالثة‬،‫فأكل خرا باع ورجل غدر‬
،‫أجره يوفه ولم منه فاستوفى أجيرا استأجر ورجل ثمنه‬
“Tiga orang yang aku akan menjadi musuhnya pada hari kiamat;(1) seseorang yang
memberikan janji kepadaku lalu ia mengkhianati, (2) seseorang yang menjual orang
merdeka lalu memakan hartanya,dan (3) seseorang yang menyewa pekerja lalu ia
menunaikan kewajiban nya lalu ia tadak diberi upah.”

Dari Abu Mas’ud al-anshari


‫الكاهن وحلوان البغي ومهر الكلب ثمن عن نهى وسلم عليه هلل صلى هلل رسول أن‬
“Bahwa Rasulullah SAW melarang mengambil uang (hasil) penjualan anjing upah upah
pelacur dan upah upah perdukunan.”

Dari Ibnu Umar ia berkata


‫الفحل عسب عن وسلم عليه هلل صلى النبي نهى‬
“Bahwa Rasulullah Saw melarang asbul fahl (yaitu menggambil upah dari menyewakan
pejantan binatang untuk mengawini.”

Begitu juga dalam hadis dijelaskan tentang akad sewa-menyewa dalam hadis qudsi, riwayat
Muslim serta riwayat Ibn Majah yang berbunyi:
“Allah SWT berfirman (dalam hadis qudsi): ‘Ada tiga orang yang Akulah musuh mereka di
hari kiamat: 1) Orang yang memberikan (sumpahnya) demi nama-Ku lalu berkhianat; 2)
Orang yang menjual orang merdeka lalu memakan uangnya (hasil penjualannya); dan 3)
Orang yang menyewa (jasa) buruh, ia sudah memanfaatkannya namun tidak membayar
upahnya.’” (HR. Bukhari).

11
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pinjam meminjam menurut ahli fikih adalah transaksi antara dua pihak.
Misalnya orang menyerahkan uang kepada orang lain secara sukarela, dan uang
(barang)Itu dikembalikan lagi kepada pihak pertama dalam waktu yang berbeda
dengan hal yang serupa.Dari pengertian tersebut, maka esensi yang dapat diambil dari
pengertian pinjam meminjam adalah bertujuan untuk tolong-menolong diantara
sesama manusia. Dalam hal pinjam meminjam adalah tolong menolong dengan
melalui cara meminjamkan suatu benda yang halal untuk diambil manfaatnya.
Setelah penulis mengadakan penelitian terhadap masalah pelaksanaan sewa
menyewa menurut Fiqh Muamalah dan sewa menyewa tanah menurut Ibnu Hazm
maka dapat disimpulkan dengan bahwa :
Menurut Ibnu Hazm penyewaan tanah tidak boleh dalam bentuk apapun,baik untuk
pertanian, bangunan, atau untuk sesuatu yang lain, demikian juga dari segi waktu. Baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang, dan juga tidak boleh menyewakan
dengan uang dinar maupun dirham dan lainnya. Apabila penyewaan itu terjadi maka ia
tidak sah ( fasakh atau rusak akadnya). Tidak boleh dilakukan kecuali muzara’ah
dengan sistem bagi 1\2,1\3 atau 1\4 dan seterusnya. Jika pengolahannya ternyata tidak
menghasilkan apa-apa, maka pemilik tanah tidak memperoleh bagian, dan pengolah
tidak dibebani utang apapun. Jika terdapat bangunan pada tanah itu, banyak atau
sedikit, bangunan itu boleh disewakan dan tanah itu ikut pada bangunan tetapi tidak
masuk dalam penyewaan sama sekali.Pendapatnya ini berdasarkan hadits Nabi SAW.
Kekuatan Argumentasi yang dipakai Ibnu Hazm yang melarang penyewaan tanah
secara mutlak berdasarkan hadits yang menyatakan secara tegas.

2. Saran

1) Diharapkan kepada pihak yang melaksanakan sewa menyewa tanah hendaknya


terlebih dahulu memperhatikan tentang bagaimana sistem pelaksanaan sewa
menyewa yang diatur oleh syari’at Islam, agar tidak ada pihak yang merasa
dirugikan
2) Kepada para pihak yang melaksanakan sewa menyewa hendaklah
melaksanakannya sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, 2008. Hukum ekonomi syariah Jakarta sinar grafika annabahani 1990,
asas-asas ekonomi Islam m. Salahuddin. Abiddin Basri, Ikhwan, menguap pemikiran
ekonomi ulama klasik, Jakarta PT PT Aqua media profetika.
Karim, hadirwarman 2007 Bank Islam analisis fiqih dan keuangan Jakarta PT raja
grafindo persada. Khairi, Zulfi, 2005 pelaksanaan kredit perbankan syariah menurut UU
nomor 10 tahun 1998 usul epositoris. The Jafar, Muhammad, 2014 agama, etika, dan
ekonomi Malang UIN Maliki press.
https://almanhaj.or.id/1640-ijarah-sewa-menyewa.html. Diakses pada 29 nove,ber
2022, 10.30.

13

Anda mungkin juga menyukai