Anda di halaman 1dari 17

HADITS TENTANG WAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits

Dosen Pengampu : Ahmad Muzakkil Anam,

M.Pd.I.

Oleh :

1. Mega Purwaning Putri (63040190170) 2. Rinda


Febriana K. (63040190176) 3. Ikhwanudin Masnul
Haqim (63040190183)

KELAS 3E

PROGRAM STUDI S-1 MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT

AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN

AKADEMIK 2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan
hidayahnya makalah yang berjudul “HADITS TENTANG WAKALAH” ini
dapat selesai tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hadits dari bapak Ahmad Muzakkil Anam selaku dosen pengampu
mata kuliah ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan
seperjuangan yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga
dengan membaca makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan dalam mempelajari hadits mengenai transaksi wakalah yang sesuai
dengan syariat Islam yang benar.

Salatiga, 11 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ​i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ​ii ​BAB I

PENDAHULUAN......................................................................................... ​1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Rumusan
Masalah .......................................................................................... 1 C. Tujuan
............................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... ​3

A. Pengertian Wakalah ....................................................................................... 3 B. Hadits


tentang Wakalah ................................................................................. 4 C. Penjelasan
Hadits-Hadits tentang Wakalah ................................................... 6 D. Teknis Pelaksanaan
Wakalah......................................................................... 8

BAB III PENUTUP.................................................................................................. ​15

A. Kesimpulan .................................................................................................... 15 B.
Saran............................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... ​16 ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai pijakan bersama, ekonomi islam dapat dijelaskan sebagai
ilmu yang mengkaji kegiatan manusia dalam menggunakan sumber
(produksi) bagi menghasilkan barang dan jasa untuk dirinya dan untuk
didistribusikan kepada orang lain dengan mengikuti peraturan yang telah
ditetapkan oleh agama Islam dengan harapan untuk mendapatkan keridaan
Allah.
Dalam sistem ekonomi Islam, setiap individu bagaimanapun
bermaknanya sesuai dengan otonomi yang dimiliki tetap saja tidak dapat
melepaskan diri dari dimensi sosialnya. Kerja sama dalam Islam
sebenarnya lebih menekankan pada kerjasama yang dilandasi dengan
prinsip saling tolong menolong (​ta’awun​) dan persaudaraan (​al-ukhuwah​),
amanah (saling percaya) dan ​sidq ​(kejujuran).
Penolakan Islam terhadap riba, demikian juga penolakan Islam
terhadap bentuk penipuan (​gharar​) adalah satu bentuk perlindungan Islam
terhadap hak orang lain. Anjuran Islam untuk mengeluarkan zakat, infaq
dan sodakoh, adalah suatu perhatian Islam terhadap orang-orang yang
tidak mempu. (Arif, 2018)
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu wakalah?
2. Hadits apa saja yang melandasi diperbolehkannya transaksi wakalah?
3. Bagaimana penjelasan hadits mengenai wakalah?
4. Bagaimana teknis pelaksanaan wakalah yang benar menurut syariat
Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian serta konsep wakalah.
2. Mengetahui serta memahami hadits yang memperbolehkan transaksi
wakalah.
2

3. Mengetahui seluk-beluk hadits yang dijadikan sebagai dasar hukum


wakalah.
4. Dapat mengetahui, memahami, serta mempraktikkan pelaksanaan
wakalah dalam kehidupan sehari-hari.
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakalah
Wakalah berasal dari ​wazan wakala-yakilu-waklan y​ ang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah
pekerjaan wakil (Kasikho, 2000:693). Al​-​wakalah menurut istilah para
ulama didefinisikan sebagai berikut :
1. Golongan Malikiyah:
ِ ْ ‫ﯾﻢ ْ ی َب )ﯾُ َﻔ َﻦ ْ ن ﯾﺎ‬ ْ ٌ َ ‫ھ َص ﱠر ُف َﻓ َﺖھُ ِی ْ ي َ ح ﱟق ُل ف( َ ْ خ‬
ِ ْ ‫ص ﻏﯽ َر ِه‬ ‫َ ش‬ َ ِ‫ی‬
“Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak
(kewajiban)"
2. Golongan Hanafiyah:
ُ ْ ‫ُ ھ َة‬ ‫ﻣﻖ‬ ‫ﻒ‬ ْ ‫ز َص‬
ْ ‫ص ْﻏﯽ َر ِه ْ ﯾ َﻢ ْ ن ﯾُﻖ ِ َي اَ و َﻛﺎلﺎل‬ ٌ َ ‫ھ َﻓ َ ﻧَﺎ ُم َ َ ش ْ خ‬ ُ ‫ﺟﺎئ ْ ي ت َس‬ ِ َ ‫ﻌﻞ ْ ر ِف‬ ‫وم ْﻣ‬
َ ِ َ ٍِ
“Seseorang menempati diri orang lain dalam pengelolaan”
3. Golongan Syafi’iyah:
‫خ‬ ْ ‫ْ ی‬ َّ ْ ُ
َ َ ‫َﻖ ْ ﻣﺎ َی َخ َر َﻓﻰ اِ ُل ا ْوی ُض َ ش ْ ٍص ْ ام‬
ِِ ‫رﻫﻔﺖ‬ ِ ‫ﺒ‬‫اﻟﻦ‬ ‫ل‬ ُ ‫ﯽ‬
َ ‫اب‬ ‫َات ْ ي َ ﺣﯽ ُﮫ ف َﻋﻠَ ِﻔ َﯽ ﻟَ َﺔ‬ ِ ‫ھ‬
ِ َ
"​wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang
lain dalam hal-hal yang bisa diwakilkan pelaksanaannya, agar
dilaksanakan selagi ia masih hidup."​
4. Golongan Hambali:
ُ َّ ْ ُ َّ ‫ی‬ ُ َّ ‫و‬
‫ف‬ ‫ر‬ ‫ص‬ ‫ﮫ‬
ُ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ر‬ ‫ص‬ ‫ﺧﻞ‬ ‫د‬ ‫اﻟﻦ‬
َ ‫ﮫ‬
ُ َ َ
ِ َْ ‫ﱡ‬ ِ َ ‫ِ ٌز اﻟﺖ َ ﺟﺎئﻞ‬ ‫ﱡ‬ ِ َ ‫ْ ُ ْ َﻣﺎ ت‬ِ ‫ِق اﷲ ِة ِ م ْ ن ُ ﺣﻘﺎبﯽ‬
‫ﻣﺚ ُز‬ ‫ْخ ص ا‬
ِ ِ ً ‫ش‬
‫ص‬ ٌ َ ‫اﻟﺖُ َ ش ْ خ‬
‫ْﯽ ُ و‬
ْ ‫ﺟﺎﺋَ َﺔاﺑِ ِﻦ ْ ﺳﺘﺎ َ َ ِدﻣﯿﱠ ِن‬
َ
‫ﺣﻖ َﻋﺎﻟﺖ‬ َ ُ ‫ْ اﻻ ى و‬
َ ‫ِق‬
“permintaan ganti seseorang yang didalamnya terdapat penggantian
hak Allah dan hak manusia”
5. Imam Taqyuddin Abu Bakr Ibn Muhammad al​-​Husaini:
َ
ِ ‫ﻀﻢ ِ ﱠذﻣٍﺔ ا‬ ‫ى ﱠذ ٍﻣ ِﺔﻟَ ﱡ‬
“Mengumpulkan satu beban kepada beban lain”

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud


wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang
mewakilkan masih hidup (Suhendi, 2010: 233).
Wakalah dalam pengertian penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat juga terdapat dalam kata al​-​hifzhu yang berarti
pemeliharaan (Sabiq, 2008:120​-​121). Karena itu penggunaan kata wakalah
atau wikalah dianggap bermakna sama dengan ​hifzhun.​ (Sudiarti, 2018)
4

B. Hadist Tentang Wakalah


Sebelum langsung ke haditsnya, ketahuilah bahwasannya ada ayat al
Qur’an yang memperbolehkan wakalah.
َ َ ٌ ْ ‫ْت‬ ُ ُ ‫ْن‬ ‫و‬ َ ُ
ُ ‫ال ْ ٍوم َق ْ ع َض ی ْ و َب ْ ًﻣﺎ اَا ی ِ ﺜَﺐ ْ وا َﻻل ْ م ق ِ ﺜَﺐﮫُ ْ م َ ْﻛﻢ ِل ِل ﻣﻨَﺎئ َ ال‬ َ َ‫َم ْ ْ و ُﺑ ْﱡﻜﻢ ا‬
َ
‫ﻋﻞ ا ر‬
‫ُ ْ ْ َْ َ ع‬ ‫ك ب َ َّ َ َ َ ْ ْ ُ ول ْ ز‬ ْ َ َُ ‫س‬ ُ
َ ‫ﻣﻦ ﻛﻢ بﺘﺎﯾَﻞ‬ ِ ‫ﻋﺚ َ َ ﻮ َﻛﺬال ْ ﻓﻄﻠﺖﯽﮫ ِ ر ق‬ ِ َ ‫َقھُ ْ م َق ْ ﯾﻦ ْ وا َب َ اءﻟﺘِﯽ ْ م ﻟﺎھ َﻦ‬
ِ ٍ ِ َ َ
ُ ُ ُ َ ‫ُ ﻢھو‬ ‫ف‬ ‫ة‬ َ ْ ْ ُ ْ َ ‫اﻣﺎ‬
َ ْ ْ َ َ ‫َﻇ ﯿَﻞ ِ ِﻤ ْﺪ‬ َ َ
‫ﯾﻦْى اﻟِﻞ ِ ِذهِ ا ﻛ ِ َ ِرق َ َﺣﺪ ﻛﻢ ب ْ وا ا ْ اب َﻋﺚ ْ م‬ َ ‫ف ز َﻛﻰ ﻃﺎ ا ﱡیھ ْ ر ا ﻦ‬ ً
‫ﺪا ﻢ ا‬ َ ‫ْت ﺐ‬
‫ف ﺜَ ِ ﻣﺎ ﻟﺐ َ ًﺣ ُ ْﻛ َ َوﻻ ُی ْ ِﺷﻊ َر ﱠن ب‬
ِ َ ِ
Artinya:
“​dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya
di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka:
sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita
berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi):
“Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia lihat manakah makanan
yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan
hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun.​” (Q.S. Al-Kahfi:19)
Ayat tersebut diatas menggambarkan peristiwa perginya salah satu
anggota ash​-​habul kahfi untuk bertindak atas nama teman​- ​temannya
sebagai perwakilan dalam melakukan transaksi pembelian makanan.
Dalam hal muamalah maka ayat tersebut diatas membicarakan tentang
perwakilan dalam bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil manakala
manusia mengalami kondisi tertentu dalam mengakses atau melakukan
transaki yaitu dengan jalan wakalah, menetapkan pekerjaan wakil berupa
perginya ia kepada tempat dimana barang tersebut berada (kota),
dikenalkannya alat pertukaran transaksi yaitu ​wariq ​atau uang perak dan
ketentuan (sighat) terhadap barang (taukil) yang akan diadakan serta
bolehnya diadakan ​non-disclossure agreement ​antara wakil dan muwakil.
(Sudiarti, 2018)
1. Hadits Bukhari
ُ َ ‫ب‬
َ ْ ‫ﻣﺔ َ ا ﺳﻠَ َﺐ ْ ی ٍل َ س ِ ْﻣﻊ ُت اَ ْ ن ُ كھ ﻣﺔ َ ع ْ ن َ ﺳﻠَ َﺔ ُ ا ش‬ َ ‫ب ن ْﻋﺒِﺪ ﱠ اﻟﺮ ْ ح م ن ع ْ َن‬
َ ِ َ َ َِ َ َ
‫ھ‬ َ
ّ ‫ﺖ‬ َ َ
َ ‫اﺿﺎﻫ َﻘ َ ی َﻢ ْ ی ِ َ و‬ َ َ ‫ﻏﻼ ف‬
ُ َ ْ ‫ﺪث ُ ا ﺳﻠَﻨَ ﱠﺤﺪث ِ ِھَ ﱠم ﺑَ َﻓ َﻆ‬ َ ‫َﻦ ْ ی م ُ ان ْ ب ن َ ح ْ ر ٍب َ ﱠﺣ‬ َ ‫ْﻋﺒ‬
‫ﮫ‬ ِ َ
َ ‫رة‬ ُ ‫ض‬ ْ ً َ
ّ ‫ُ ﻋﻞ‬
ً َُ ‫َﺑﺎ اﻟﱠ‬ ‫ھ‬ ‫ي‬ ِ ‫ی‬ ‫ر‬ ‫اﷲ‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ‫ﻋﻦ‬
َ ُ‫ﺒَﻰ اﻟﻨَ اَﱠن ر ُ ھُ ا‬
‫ﻢ ق اﻻ‬ َ ْ َ ْ َ َ ِ َ َ ‫ﺟﻼ‬ َ ‫ﺖ‬ ‫ﺳﻞ َ ِ ﱠي َ ص ﱠ ﻟﻰ اﷲ‬
َّ َ
َ ُ ‫ﻻ ف د ع ّ َﻢ ی ِھ و‬ ‫ْ ق‬
‫ﺳﻞ َ ﻋﻞﻰ اﷲَِ ﺻﻞ َ ال َ ر ُس ْ و ُل‬ َ َ ْ ‫ﻣﻖ َص ِ اح ِب ِال ﱠن َ ُ َ َ ُ ْ وه‬ ِ َ ‫ث َح ﱢ‬
َّ َ َ ِّ َ ُ
ْ ‫ﺳﻦ‬ ِ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ل‬ َ ‫ف‬ ‫ھ‬ ِ ‫ق‬ َ‫ھ ﻓﺎ َ ُ ْﻛ َﻢ ْ ح َﺳﻦ ﱠن ِ م ْ ن َ ْﺧﯽ ُ ْﻛﻢ اَاُ ْ و َه ْ ﻋﻂ َ ال ا‬ ُ ‫ﺣﺎب‬ ُ َ ‫اﻟﻠ َﻬ َﻖ ْ ص‬
‫ﻣﺚ‬ ‫ف‬ ‫ِر‬ ِ
َ‫ﻋﻄﺎ‬ ُ ُ َّ ْ ِّ ُ
‫ ق‬.‫َﺎل ِھ ق َل ِ ﺳﻦ ِ ا ﻣﺚ ِﺳﻦ ْ وھَ ْ َض ً اء‬ ‫ﻻ اََ ار ُس ْ و ُل اﷲ ْ وا ﯾ‬
ِ ِ‫ ا‬Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Salamah bin Kuhail aku mendengar Abu
Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu
berkata; Ada seorang laki-laki yang datang menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam untuk menagih apa yang dijanjikan
5

kepadanya. Maka para sahabat marah kepadanya. Rasulullah


shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah dia karena bagi
orang yang benar ucapannya wajib dipenuhi". Kemudian Beliau
berkata: "Berikanlah untuknya seekor anak unta". Mereka berkata:
"Wahai Rasulullah, tidak ada kecuali yang umurnya lebih tua". Maka
Beliau bersabda: "Berikanlah kepadanya, karena sesungguhnya yang
terbaik diantara kalian adalah yang paling baik menunaikan janji".(HR.
Al-Bukhari dari Abu Huraira No.2306) (Al-Bukhari, TT).
2. Hadist Tirmidzi
‫ج‬ َ ُ َ ‫ب‬ ‫َ ﻣﺔ‬
ََ َ ‫ع ْ ن ِ ْ ي َ ﺳﻠَ َﺐ ْ ی ٍل َ ع ْ ن اَ ْ ن ُ كھ ﻣﺔ َ ع ْ ن َ ﺳﻠَ َﺔ ُ ا ش ْ ﻋﺒَﻦ ا و ْ ھ ُب ْ ب ُن‬
َ َ ِ َ
‫ف‬ َ َ ُ َْ َّ ‫ی‬
َ‫ف ﻟَﻆ‬ َ ‫ھ‬ َ
ُ َ‫ﺣﺎبھ ِ ِھ ا ﱠم َبھ‬ ُ َ َ َ َ
ُ َ ‫ْر ر َ ﱠﺣﺪﺛﻦ َى ﱠﺣﺪﺛﻦ ُﻣﺜﺎل ُ ا م َح ﱠﻣُﺪ ْ ﺑﻨﻨ ﱠﺤﺪث َ اﻟﻖ ْ ص‬ َ
ٍ ِ
‫رة‬ ُ ً َ َّ ُ ‫ھ‬ َّ ‫ْ ﺎ‬
‫ﻼ ا َ ْری َ ِ ْ ي‬ َ ‫ﺳﻞ َ ﻰ اﷲَِ ﺻﻞ َ اض َى ر ُس ْ و ُل اﻟﻠ َﻬ َت ﱠن َ ر ُﺟ‬ ‫و‬ ‫ی‬ ‫ﻢ‬ َ
‫ﻖ‬ ‫ﻋﻞ‬ َ َ ِ ْ َ ‫ﻏﻠَ ف‬
‫َُ ف‬ ‫ْ ﱠ ًُ ْ ق‬ َ
َ َ ‫ھَﺑﺎ و َه‬
ُ
‫ﻻ ََد‬ ‫ﻣﻖ َص ِ اح ِب ال ﱠن‬ ِ َ ‫ﱢ‬ ‫ح‬ َ َ
‫ال ﻢ ق اﻻث‬ ‫ﺘ‬ ‫اﺷ‬ َ ‫روال‬ ُ ‫ب‬َ ‫ھ‬
ُ ‫ف‬ َ ‫را‬ ً ‫ﯽ‬ ‫ﻋ‬
ْ ِ ‫ﺎ‬ ‫ﻋﻄ‬ ْ ْ ُ
ِ َ
‫ﻋﻞ َ ص ﱠ ﻟﻰ اﻟﻠ َﻬﺮ ُس ْ و ُل اﷲ‬ ِ َ ‫ﺳﻞ‬ ُ ‫ُع َﻢ ی ِھ و‬ ّ
َ َ ْ ‫ْ وه‬
َ ْ ّ
ِ ْ َ ُ
َ ِ ‫ف ُر ْ وه َ ال اﺷﺘَﻖ ِھ ف َض َل ِ م ْ ن‬ َ ُ‫ﻋﻄﺎ‬
َ ‫ض ا َء ْﻛﻢ َق ح ﺳﻦ ن ْﺧﯽ ر ْﻛﻢ اَاُ ِﻓﯿﱠﺎ ُه و َه‬
ْ ْ‫ا‬ ُ َ َ ‫ْ َ ِﱠ‬ ُ ً
َ ُ ‫ب‬ ‫ُ ح‬ َ ُ َ‫وﻫﻠ‬ َ
ُ ‫ﺪواا م ﯾ‬ َّ
َ ‫كھ‬ َ َ َ ‫ﱠ‬
‫ﻣﺔ‬
َ َ ‫ِن‬ ْ ‫ن‬
َ ‫ل‬ ٍ ‫ی‬ ْ ‫ه‬
َ ‫و‬
َ ْ ‫ق‬ ‫ا‬ ‫ال‬ َ َ‫ﺳﻰ‬ ‫ﯽ‬ ‫ﻋ‬ْ ِ ‫و‬ ْ ‫ب‬ُ َ ‫ﱠﺎﻫﺎ‬ ‫ﯿ‬‫ﻓ‬ِ ‫ﻂ‬ َ ْ ‫ﺐ‬ ُ ‫ﻓ‬ ‫َﻞ‬ ْ ‫ﺟ‬ُ
ِ
‫ﻼ‬ ‫ﻨ‬
ِ ‫ﺳ‬ ِ ‫ﺳﻨَﻔﺎ ا‬
َ ‫ﱠ‬
‫ش‬ َ َ ََُ
َ َ
َ ‫ﺪث ٍ ُ ا م َح ﱠﻣُﺪ ْ ب ُن ﺑَﻨ ﱠﺤﺪث‬ َ ‫ع ْ ن َ ﺳﻠﺔ ا ش ْ ﻋﺒَﻦ ٍر َ ﱠﺣﺪث ُ ا م َح ﱠ ُﻣ ْﺪب ُن َ ج ْ ﻋﻔﻨﺎر َ ﱠﺣ‬
‫ ھ‬. ‫ﯿﺢ‬ ٌ ‫َاذ َ ا ِﺣ ْﺪیٌث َ ح َسٌن َ ص ِ ْﺣ‬
Wahb bin Jarir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah
bin Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa ada seseorang
menuntut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia berbicara
kasar kepada beliau, para sahabat pun berusaha menghentikannya,
namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan: "Biarkan
ia, karena ia memiliki hak berbicara." Kemudian beliau mengatakan:
"Belikanlah seekor unta lalu berikanlah kepadanya." Mereka pun
mencarinya namun tidak mendapati kecuali seekor unta satu tahun
yang lebih baik dari unta satu tahun miliknya. Lalu beliau mengatakan:
"Belikanlah lalu berikan kepadanya, karena sesungguhnya sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik dalam membayar (hutang atau
pinjaman)." Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Basysyar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah bin Kuhail seperti
itu. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.(HR. Tirmidzi No. 1317)
(Al-albany, TT).
3. Hadist Muslim
ْ َ َ َ ‫ب‬
َ َْ ‫ﻣﺔ َ ع ْ ن َ ﺳﻠَ َﺔ ُ ا ش ْ ﻋﺒَﻦ ر َ ﱠﺣﺪث ُ ا م َح ﱠﻣُﺪ ْ ب ُن َ ج ْ ﻋ َﻔﻦ َ ْﻋﺒِﺪ ﱠي‬ َ ‫كھ‬ ُ ‫ی ٍ َل ْ ن‬
َ ٍ َ ِ
ُ‫َظ ْ ﻏﻠَﺎَ ح ّ َﻢ ی ِھ و ﺳﻞ‬ َ َ
َ ‫ﱠ‬
‫ش‬ ‫ب‬ ْ ‫ﺪث‬
َ َ َ ْ ‫َ ﱠق ف‬ َ ‫ﻋﺚ ِ ُ ا م َح ﱠﻣُﺪ ْ ب ُن ﺑَﻨ ﱠﺤﺪث‬ َ ُ ‫ن‬
ِ ْ ‫ﺎر‬ ‫ﱠﺣ َ ﻢ َ ان ال‬
‫َ ﻣﺔ‬ ‫رة‬ ُ َ َ ‫و‬ َ
َ ‫ي‬ ْ ِ ‫ا‬ ‫ن‬ ْ ‫ع‬ َ ‫َب‬
َ ‫ھ‬ ‫ي‬ ْ ِ َ ‫ی‬ ‫ر‬ْ َ ‫ق‬ ‫ﻋﻞ َ ص ﱠ ﻟﻰ اﷲ َى ر ُس ْ ل اﷲَِر ُج ٍل َ ﻋﻞ َ ال َ ك َ ان ل‬ ِ
َ َ َ ِ َ
ُ ‫ھ‬ ّ ‫ﻖ‬ َ ّ ‫ُ ﱠى اﷲ‬ ‫ھ‬ ّ‫نل‬ َ
َ ‫ِ ﱢي َ ﺻﻞﺐ َ ال اﻟﻨَ َ ف َﻢ ْ ی ِ َ و َ ﺳﻞ‬ ‫ﺳﻠﺒَﻊ ْ ن ا ِ َص ِ اح ِ ِب َّ َ ا َم ْ ی ِ َ و َ ﺳﻞ َ ﻋﻞ‬
َّ َّ ُ ِّ َ ‫اب اﻟﻦ‬ َّ ‫ﱠى اﷲ‬
ِ ‫ِ ِھ اَﱠم َبھَھُ ﻓﻞ َ ال ِھ ق َو َ ْﺧﯽ ِ ٌر م ْ ن ِ ﺳﻦﺎ ھ‬ ُ ‫ِ ﱢي َ ﺻﻞ َﺐ ْ ص َح‬ ‫ﻋﻞ‬
‫ْ ق‬ َ َ
ّ ُ ّ ُ َ
ّ َ
‫ح‬ ‫ﺳﻦ ُروا َلھُ ْ م ْ اﺷﺖ َ ال ﻟَ َﻖ‬ َ ِ ُ‫فھ‬ َ ‫ﻋﻄ ا‬َ ُ َ ِ ‫ﺳﻨِﻼ ُﺟﺪ اَ ﺎ‬
‫ﻻنﻮا االﻖ ِﻓﯿﱠﺎ ُه ا ْ و َه ْ ﺎ‬
َ ‫ً ال ف َ ﱠ‬ ‫ن‬ ِ
ْ ‫ف ر و َه‬ ُ ‫ﯽ‬ َ َ
ْ ُ َ ُ‫ﻋﻄﺎ‬ َ ْ ‫ُ ُ ْﻛﻢ َق ْ ح ﺳﻦ ْ و ْﺧﯽ ُ ْﻛﻢ ا ﱠن ِ م ْ ن ْﺧ ُ ْﻛﻢ اَاُ ِﻓﯿﱠﺎ ُه ْ و َه‬.‫ﻣﻘﺎل ض ً اء‬
‫ا‬ ‫َ ِر‬ ِ ‫َ َر‬ َ َ
‫اﺷﺘﻒ‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar bin
Utsman Al 'Abdi telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah bin
6

Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata, "Seorang
laki-laki pernah menagih hutang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dengan cara kasar, sehingga menjadikan para sahabat tidak
senang. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda:
"Sesungguhnya orang yang berpiutang berhak untuk menagih."
Kemudian beliau bersabda: "Belikanlah dia seekor unta muda,
kemudian berikan kepadanya." Kata para sahabat, "Sesungguhnya
kami tidak mendapatkan unta yang muda, yang ada adalah unta dewasa
dan lebih bagus daripada untanya."Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Belilah, lalu berikanlah kepadanya.
Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam
melunasi hutang." (HR. Muslim No. 1601) (Muslim, n.d.).
4. Hadist Ahmad
َ ُ َ َ ‫ﻣﻦ ْ ب ن ْﻋﺒِﺪ ﱠ اﻟﺮ ْ ح م ن َب‬ ‫ي‬
ِّ‫ﻣﺔ َ ا ﺳﻠَﺐ َ ال َ س ِ ْﻣﻊ ُت اَ ْ ی ٍل ق ْ ب ُن ُ كھ ﻣ ِﺔ َي‬ َ َ َ ِِ
َ َ ِ ََ
َ ُ ََْ َ َ ّ ُ َ ْ
َ
َ ‫ﻣﺐھ َ ال فھ ق ﻟﻆ ﻏﻼ ف‬
ُ َ َ ‫ﺳﻠَﻨَﺎﺑَﻦ َ ال ا َﻗ َﺔ ُ ا ش ْ ﻋﺒَﻦ ُ ان َ ﱠﺣﺪث َ ا ﻋﻔﻨ ﱠﺤﺪث ِ ِھَ ﱠ‬
َ َ َ
‫رة‬ ُ َّ ً َّ ُ ‫ھ‬ َّ ‫ﺖ‬
ُ ‫ﻼ َن ا َ ْری ُ ِ ْ ي ھ‬
‫َﺑﯽ‬ َ ‫ﺻﻞ َر ُس ْ و َل اﻟﻠ َﻬ َر ُﺟ‬ َ ‫ﷲ‬ ‫ا‬ ‫ﻰ‬ ‫ﺳﻞ‬ ‫و‬ ‫ی‬ ‫ﻢ‬ ََ
‫ﺖا‬ َ ِ ‫ﻋﻞ‬ َ َ َ ِ ْ َ ‫اﺿﺎﻫﻘ َ ی‬
‫ْ ً َْ ق‬ َ ُ ُ ُ َ َّ
‫فھ ُ َب ُروال َ ال اﺷﺖ ﻗﺎﻻ َح‬ َ ْ ‫ﱠﺎھ ْ و َه‬
َ ‫ﻋﻄﺎَ ِ ْﻋﯽ ًرا‬ ُ ‫َﺣ ُث َ ع ْ ن ا ِﻻ ُﺟ َ وا ﻻ ﻧَﺎﻟ ِﻘﯿ‬
َ ‫ﱢ‬ ‫ا‬ ‫ِ ﺪا‬ ‫ﱢﺪ‬
َ َ ُ
َ ‫ﺳﻦ ﱠن ِ م ْ ن‬ ‫ ُ ْﻛﻢ َق ح‬.‫ھ ﻓﺎ ض اء‬ ُ َ ‫وﻫ َﻖ ْ ص‬
ُ ‫ﺣﺎب‬ َ ْ ‫ﻻ ف َ ال َ د ُع‬ َ ‫ﻣﻖ َص ِ اح ِب ال ﱠن‬
ِ َ َْ َ ً َ ِ ِ
ّ ْ ِّ َ ْ ُ ‫ﯽ‬
‫ف ُر ْ و َه اﺷﺖ َ ال ف ِھ ق َض َل ِ م ْ ن ِ ﺳﻨَﻒﺎ اِﺳﻦ‬ َ ُ‫ﻋﻄﺎ‬َ ْ ‫ْﺧ ُ ْﻛﻢ اَاُ ِﻓﯿﱠﺎ ُه ْ و َه‬
‫ا‬ ‫ِر‬
Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada
kami Syu'bah telah memberitakan kepadaku Salamah bin Kuhail
berkata; aku mendengar Abu Salamah bin Abdurrahman di Mina
menceritakan dari Abu Hurairah ia berkata; seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta penuntasan
hutang dengan sikap tidak sopan, maka para sahabat pun ingin
menghajarnya, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Biarkanlah ia, karena orang yang mempunyai hak berhak untuk
marah, " beliau bersabda: "Belilah seekor unta lalu berikan kepadanya,
" para sahabat berkata; "Wahai Rasulullah, kami tidak mendapatkan
unta kecuali unta yang umurnya lebih besar dari yang ia punya, " maka
beliau bersabda: "Belilah dan berikan kepadanya, karena
sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang
yang paling baik dalam pelunasan hutang." (HR. Ahmad No. 9106)
(Hambal, tt).(Journal & Economics, 2020)
C. Penjelasan Hadits-Hadits tentang Wakalah
1. Dari segi sanad
Melihat dari beberapa hadis tersebut dapat diketahui bersama bahwa
periwayatan hadis ini berbagai macam jalur, ada yang bersambung dari
Abu Hurairah r.a. diberikan kepada Abu Salamah bin Abdurrahman,
kemudian didengar oleh Salamah bin Kuhail, kemudian diberikan
kepada Syubah, diceritakan kepada Sulaiman bin Harb. Ada yang dari
Abu Hurairah r.a. kepada Abu Salamah kemudian kepada Salamah bin
7

Kuhail kepada Syu‟bah, kemudian diceritakan kepada Wahb bin Jabir,


dan seterusnya diceritakan kepada Muhammad bin Al-Mutsanna. Ada
juga yang dari Abu Hurairah r.a. kepada Salamah, kemudian kepada
Salamah bin Kuhail, kemudian selanjutnya kepada Syu‟bah,
diceritakan kepada Muhammad bin Ja‟far, setelah itu diceritakan
kepada Muhammad bin Basysyar bin Utsman Al-Abdi. Ada pula yang
dari Abu Hurairah r.a. kepada Abu Salamah bin Abdurrahman di Mina,
kemudian didengarkan oleh Salamah bin Kuhail, diceritakan kepada
Syu‟bah kemudian diceritakan kepada „Affan.
2. Dari segi kualitas
Dari matan hadis diatas bahwa kualitas hadis yang dari Imam Al
Bukhari adalah shahih. Kemudian kualitas hadis yang dari Imam
Muslim adalah shahih. Disamping matannya yang benar, kemasyuran
kualitas perawinya pun juga menjadi validitas akan ke-Shahihan
nya.Imam Muslim dan Imam Al-Bukhari sering disebut dengan Ash
Shahihain. Apapun kualitas Hadis dari Imam Tirmidzi telah dijelaskan
sendiri dalam Hadis tersebut bahwa Hadis ini kualitasnya Hasan
Shahih. Dan yang terakhir kualitas dari Hadis Imam Ahmad tersebut
diatas belum diketahui oleh
penulis akan ke-Shahihan atau ke-Hasanan-nya matan Hadis tersebut,
karena dalam kitab beliau tersebut tidak tertulis secara langsung
Shahih atau Hasannya matan Hadis tersebut.Akan tetapi menurut
penulis Hadis ini adalah shahih karena melihat dari segi materi
Hadisnya yang tidak berubah makna.
3. Asbabul wurud
Hadis ini hadir dikarenakan atau berdasarkan sebab turunnya, yaitu:
Menurut Al-Bukhari, Abu Hurairah menceritakan tentang seorang laki
laki yang berpiutang pada Rasulullah SAW berupa seekor unta yang
telah berumur 5 tahun. Laki-laki itu datang menemui beliau untuk
penyelesaian utang piutang itu.Maka Nabi meiminta (kepada orang
yang memelihara unta beliau) agar menyerahkan kepada laki-laki
tersebut seekor unta. Ia berusaha mencar unta yang sama umurnya
dengan umur unta milik laki-laki tersebut. Namun tidak seekor pun
yang sama umurnya. Yang ada hanya unta yang lebih tua dari unta
laki-laki tersebut. Lalu beliau perintahkan agar diserahkan saja seekor
unta meskipun lebih tua (yang berarti lebih mahal harganya).
Maka laki-laki itupun bertanya : “Apakah engkau hendak
menyempurnakan hak ku atau engkau hanya mengharap ganjaran dari
Allah?” Rasulullah SAW menjawab: “Sesungguhnya yang sebaik-baik
kamu adalah orang yang paling bagus dalam membayar (utangnya).
8

Dalam al Jami‟ul Kabir, Abdur Raziq meriwayatkan dari Abu Rafi‟,


katanya: Nabi pernah berutang kepada seorang laki-laki berupa seekor
unta betina yang masih gadis. Kemudian Nabi menerima beberapa
ekor unta (yang diserahkan kepada beliau). Aku beliau suruh
mengembalikan pinjaman unta itu. Tapi aku tidak memperoleh seekor
pun unta gadis, melainkan unta yang umurnya sudah empat tahun.
Maka beliau bersaba: “sebaik-baik orang ialah yang paling bagus
membayar utang.” Demikian Malik juga meriwayatkannya
(Addamsyiqi, 2011).
4. Istinbat hukum
ُ
Berdasarkan matan dari Hadis ini ُ​ ْ‫ )و َه ْﻋﻄﺎ‬berikanlah/bayarkanlah)
dapat kita ketahui bahwa RasulullahSAW meminta kepada sahabat
untuk mewakilkan beliau dalam pemberian atau pembayaran hutang.
Hukum dari wakalah diambil berdasarkan dari adanya perwakilan oleh
sahabat dalam membayarkan hutang RasulullahSAW kepada seorang
laki-laki yang datang menemui beliau tersebut. Dalam Hadis yang lain
sebagian dinukil dalam kitab fiqh sunah bahwa wakalah bukan hanya
diperintahkan oleh Nabi tetapi Nabi sendiri pernah melakukannya.
Nabi pernah mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang Anshar untuk
mewakilkannya mengawini Maimunah (Sabiq, 2006). Dari ketiga
Hadis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa akad wakalah itu
dibolehkan dalam syariat Islam, karena telah dipraktikkan oleh
RasulullahSAW (Mardani, 2014). Dalam Fatwa DSN-MUI No.
10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah menyebutkan bahwa
mengingat Firman Allah dan Hadis wakalah tersebut memperhatikan
pendapat rapat sehingga memutuskan bahwa wakalah boleh dilakukan
(MUI, 2014). (Journal & Economics, 2020)
D. Teknis Pelaksanaan Wakalah
1. Rukun dan Syarat Wakalah
Sekurang​-​kurangnya terdapat empat rukun wakalah yaitu : Pihak
Pemberi kuasa (​muwakkil​), Pihak penerima kuasa (​wakil)​ , Obyek yang
dikuasakan (​taukil)​ dan Ijab Qabul (​sighat)​ . Keempatnya dijelaskan
sebagai berikut:
a. Orang yang mewakilkan (​al-Muwakkil​)
1) Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan
memiliki hak untuk ber​tasharruf ​(pengelolaan) pada bidang
bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan
sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.
2) Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang
dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa
9

itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang


pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta
pula tidak boleh seorang yang gila. Menurut pandangan Imam
Syafi’i anak​-​anak yang sudah ​mumayyiz ​tidak berhak
memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain
secara mutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan
pemberian kuasa dari seorang anak yang sudah ​mumayyiz ​pada
bidang​-​bidang yang akan dapat mendatangkan manfaat
baginya.
b. Orang yang diwakilkan (​al-Wakil)​
1) Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu
aturan​- ​aturan yang mengatur proses akad wakalah ini sehingga
cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng
diwakilkan.
2) Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan
untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi
kuasa. ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu
yang diluar batas, kecuali atas kesengajaanya.
c. Obyek yang diwakilkan (​Taukil)​ .
1) Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain,
seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang
berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.
2) Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan
sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan
boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah
seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya.
3) Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga
obyek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila
melanggar Syari’ah Islam.
d. ​Shighat
1) Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan
penerima kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini,
proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad
wakalah ini.
2) Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa
kepada penerima kuasa.
10

3) Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan


untuk dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan
tertentu. (Sudiarti, 2018)
2. Pembagian Wakalah
Ada beberapa jenis wakalah, antara lain:
a. Wakalah al muthlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa
batasan waktu dan untuk segala urusan.
b. Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukkan wakil untuk bertindak
atas namanya dalam urusan​-​urusan tertentu.
c. Wakalah al ammah, perwakilan yang lebih luas dari al muqayyadah
tetapi lebih sederhana dari al muthlaqah.
Dalam aplikasinya pada perbankan syariah,Wakalah biasanya
diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit atau penerusan
permintaan akan barang dalam negri dari bank luar negeri. Wakalah
juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.
3. Praktik wakalah
Akad wakalah terbagi menjadi beberapa macam tergantung sudut
pandangnya, seperti ada wakalah ‘aamah dan wakalah khaashah, ada
wakalah muthlaqah dan wakalah muqayyadah (terbatas), ada wakalah
munjazah dan wakalah mu’allaqah, dan terakhir wakalah bighairi ajr
(tanpa upah) dan wakalah bi​-​ajr (dengan upah). Untuk klasifikasi
terakhir ini para ulama sepakat bahwa akad wakalah pada pokoknya
adalah akad tabarru’at (sukarela​-​kebajikan) sehingga tidak
berkonsekwensi hukum (ghairu laazimah) bagi yang mewakili (al
wakiil). Namun apabila berubah menjadi wakalah bi​-​ajr (berupah)
maka kondisinya berubah menjadi laazimah (berkonsekwensi hukum)
dan tergolong akad barter​-​ganti rugi (​mu’aawadhaat)​ .
a. ​Reksa Dana Syariah
Akad antara pemodal dengan manajer investasi dalam investasi
menggunakan akad wakalah dengan hak dan mekanisme hubungan
sebagaimana diatur dalam Fatwa No. NO: 20/DSN​-​MUI/IV/2001
tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana
Syari’ah, yaitu:
1) Pemodal memberikan mandat kepada Manajer Investasi untuk
melaksanakan investasi bagi kepentingan Pemodal, sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus.
2) Para pemodal secara kolektif mempunyai hak atas hasil investasi
dalam Reksa Dana Syari’ah.
3) Pemodal menanggung risiko yang berkaitan dalam Reksa Dana
Syari’ah.
11

4) Pemodal berhak untuk sewaktu​-​waktu menambah atau menarik


kembali penyertaannya dalam Reksa Dana Syari’ah melalui
Manajer Investasi.
5) Pemodal berhak atas bagi hasil investasi sampai saat ditariknya
kembali penyertaan tersebut.
6) Pemodal yang telah memberikan dananya akan mendapatkan
jaminan bahwa seluruh ananya akan disimpan, dijaga, dan
diawasi oleh Bank Kustodian.
7) Pemodal akan mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa Unit
Penyertaan Reksa Dana Syariah.
b. ​Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) adalah suatu bentuk
pembiayaan rekening koran yang dijalankan berdasarkan prinsip
syari’ah sebagaimana diatur dalam Fatwa No. 30/DSN
MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) dilakukan dengan
wa’d untuk wakalah dalam melakukan:
a) pembelian barang yang diperlukan oleh nasabah dan
menjualnya secara murabahah kepada nasabah tersebut; atau b)
menyewa (ijarah)/mengupah barang/jasa yang diperlukan
oleh nasabah dan menyewakannya lagi kepada nasabah
tersebut.
2) Besar keuntungan (ribh) yang diminta oleh LKS dalam angka 1
huruf a dan besar sewa dalam ijarah kepada nasabah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b harus disepakati
ketika wa’d dilakukan.
3) Transaksi murabahah kepada nasabah sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 huruf a dan ijarah kepada nasabah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf b harus dilakukan dengan akad. ​c. ​Letter
Of Credit (L/C) Impor Syari’ah
Letter of Credit (​ L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan
membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk
kepentingan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu
sesuai dengan prinsip syariah. Akad untuk L/C Impor yang sesuai
dengan syariah dapat digunakan beberapa bentuk:
1) Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
a) Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga
pembayaran barang yang diimpor;
12

b) Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk


pengurusan dokumendokumen transaksi impor;
c) Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
2) Akad ​wakalah bil ujrah dan qardh d​ engan ketentuan: a) Importir
tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga
barang yang diimpor;
b) Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen​-​dokumen transaksi impor;
c) Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase;
d) Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir
untuk pelunasan pembayaran barang impor.
3) Akad ​wakalah bil ujrah ​dan Mudharabah, dengan ketentuan: a)
Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk
melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran. b) Bank dan
importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak
selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar
harga barang yang diimpor.
Ketentuan lebih lengkap tentang hal ini diatur dalam Fatwa No.
34/DSN​-​MUI/IX/2002.
d. ​Letter Of Credit (L/C) Ekspor Syari’ah
Letter of Credit (​ L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan
membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk
memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan
tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa bentuk akad
dalam L/C Ekspor syariah diantaranya:
1) ​Akad wakalah bil ujrah d​ engan ketentuan:
a) Bank melakukan pengurusan dokumen​-​dokumen ekspor; b)
Bank melakukan penagihan (​collection​) kepada bank penerbit
L/C (​issuing bank)​ , selanjutnya dibayarkan kepada eksportir
setelah dikurangi ujrah;
c) Besar ​ujrah h​ arus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam prosentase.
2) Akad wakalah bil ujrah dan qardh dengan ketentuan: a) Bank
melakukan pengurusan dokumen​-​dokumen ekspor; b) Bank
melakukan penagihan (​collection)​ kepada bank penerbit L/C
(​issuing bank​);
c) Bank memberikan dana talangan (​qardh)​ kepada nasabah
eksportir sebesar harga barang ekspor;
13

d) Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam


bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
e) Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai
kesepakatan dalam akad.
f) Antara akad ​wakalah bil ujrah d​ an akad qardh, tidak
dibolehkan adanya keterkaitan (​ta’alluq​).
3) Akad ​wakalah bil ujrah dan mudharabah d​ engan ketentuan: a)
Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang
dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan
oleh importir;
b) Bank melakukan pengurusan dokumen​-​dokumen ekspor; c)
Bank melakukan penagihan (​collection​) kepada bank penerbit
L/C (​issuing bank)​ .
d) Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada
saat dokumen diterima (​at sight)​ atau pada saat jatuh tempo
(​usance​);
e) Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat
digunakan untuk: pembayaran ujrah; pengembalian dana
mudharabah; Pembayaran bagi hasil.
f) Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Ketentuan lebih lengkap tentang hal ini diatur dalam Fatwa No.
35/DSN​-​MUI/IX/2002.
e. ​Asuransi Syariah
Asuransi syariah yang menjalankan akad ​wakalah bil ujrah
menurut fatwa DSN No. 52/DSN​-​MUI/III/2006 meliputi asuransi
jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah. ketentuan dalam
akad ini diantaranya :
1) ​Wakalah bil Ujrah ​boleh dilakukan antara perusahaan asuransi
dengan peserta.
2) ​Wakalah bil Ujrah ​adalah pemberian kuasa dari peserta kepada
perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan
pemberian ujrah (​fee)​ .
3) ​Wakalah bil Ujrah ​dapat diterapkan pada produk asuransi yang
mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru’
(​non-saving)​ .

Selain beberapa hal di atas, akad wakalah juga digunakan perbankan


untuk transaksi sebagai berikut: Transfer Uang, Kliring, RTGS, Inkaso,
Pembayaran Gaji, Kartu Kredit, Transaksi sertifikat bernilai (​awraaq
14

maaliyah)​ seperti saham, obligasi, sukuk dll dimana bank menjadi


perantara, pembayaran rutin lainnya seperti zakat, shodaqoh, pembayaran
tagihan dll. (Sudiarti, 2018)
15

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi, wakalah adalah salah satu kegiatan muamalah yang bertujuan
untuk tolong-menolong dan bukan untuk mencari keuntungan komersial
semata. Jika ada seseorang yang memang tidak mampu melaksanakan
tugasnya bisa didelegasikan kepada orang yang mampu dalam
melaksanakan suatu tugas tersebut. Diperbolehkannya wakalah ini
berdasarkan dalil dalam ayat al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 19 dan beberapa
hadits yang menyatakan dan menerangkan tentang wakalah meskipun dari
jalur yang berbeda.
Dalam teknis pelaksanaannya, dapat berbeda sesuai dengan akad
wakalah yang dilaksanakan. Selama tidak ada yang merasa dirugikan,
maka wakalah tetap sah.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis
akan memperbaiki makalah dengan berpedoman pada banyak sumber serta
kritik yang membangun dari para pembaca.
16

DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. (2018). ​Filsafat Ekonomi Islam​. ​1​, 171.

Journal, I. I., & Economics, S. (2020). ​Baitul Mal Wattamwil ,​. ​2​(2), 125–146.

Sudiarti, S. (2018). ​Fiqih Muamalah Kontemporer.​


http://repository.uinsu.ac.id/5517/1/FIQH MUAMALAH
KONTEMPORER.pdf

Anda mungkin juga menyukai