Anda di halaman 1dari 12

KARAKTERISTIK DAN SIFAT AKAD SYIRKAH DAN PENGERTIAN

SYIRKAH ABDAN DAN IMPLEMENTASINYA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Syirkah

Dosen Pengampu : Imam Sucpto, M.Ag

Disusun oleh :

Ai Nuradilah
Aulia Istikhar
Diary ramadhani
Cindy Kafita Cendani
Temmy Zamilah

EKONOMI SYARIAH
STIE SYARIAH INDONESIA
2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT karena berkat petunjuk, rahmat,
dan karunianya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan dapat memenuhi
fungsinya. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata perkuliahan Fiqih Syirkah.
Adapun judul dari makalah ini adalah Karakteristik Dan Sifat Akad Syirkah Dan Pengertian
Syirkah Abdan Dan Implementasinya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
Kami berharap kritik saran membangun untuk memperbaiki kekurangan makalah ini, semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca.

Purwakarta, Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan
syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan
tuntunan syari’at. Hal ini menyebabkan kami untuk membuat sebuah makalah yang berjudul
tentang “syirkah” guna untuk memberikan sebuah pemahaman kepada para pembaca
makalah ini. Pada zaman sekarang ini banyak orang-orang muslim yang menjalankan sistem
syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang eropa atu barat yang belum tentu
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syari’at.
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan
dalam empat akad utama, yaitu al-musyârakah, al-mudhârabah, al-muzâra’ah dan al-
musâqah. Namun dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai al-musyârakah saja.
Sedangkan yang lainnya dalam pembahasan yang lain.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyârakah dan
al-mudhârabah, sedangkan al- muzâra’ah dan al-musâqah di pergunakan khusus untuk
pembiyayaan pertanian oleh beberapa bank islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dipaparkan beberapa rumusan masalah yang berkaitan
dengan permasalahan yang ada dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dari syirkah?
2. Bagaimana Dasar Hukum Syirkah?
3. Bagaimana Karakteristik akad Syirkah?

C. Tujuan
1. Memberikan informasi tentang pengertian dari syirkah.
2. Mengetahui Dasar Hukum Syirkah
3. Menjabarkan karakteristik akad syirkah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Syirkah

Secara etimologi, syirkah ataau perkongsian berarti :

‫عض ِه َما‬
ِ َ‫ان َعن ب‬ ُ ‫ين ِبا َال ِخ ِر ِب َح‬
ِ َ‫يث َال َيمت َز‬ ُ ‫ط اي خَل‬
ِ َ‫ط ا َ َح ِد ال َمال‬ ُ ‫ا َ ِال ختِ ََل‬

“Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat
dibedakan antara keduanya”

Menurut terminologi, ulama fiqh beragam pendapat dalam mendefinisikan syirkah,


antara lain :

a) Menurut Malikiyah :
‫ف قِي َما ِل‬ َ ‫ص َّر‬ّ َ‫اح ِب ِه فِي اَن يَت‬ِ ‫ص‬ َ ‫َين ِل‬
ِ ‫ش ِرك‬ ِ ‫س ُه َما اَي اَن يَا ْ ذَنَ ُك ُّل َو‬
َّ ‫اح ٍد ِمن ا‬ ُ ُ‫ف لَ ُه َما َمعًا اَنف‬ َ َّ ‫ِي اِذَن في ِ الت‬
ِ ‫ص ُّر‬ َ ‫ه‬
‫ف ِل ُك ٍّل ِمن ُه ِما‬
ِ ‫ص ُّر‬َ َّ ‫ق ا لت‬ ِ َ‫َل ُه َما َم َع اِبق‬
ِ ّ ‫اء َح‬
Artinya :
“ Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan ( tasharruf ) harta yang dimilki dua
orang secara bersama – sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan
kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing -
masing memiliki hak untuk bertasharruf.
b) Menurut Hanabilah :
َ َ‫ق اَو ت‬
‫ص ُّرف ٍِاالجتِ َماعُفي ِ ا‬ ٍ ‫فِي اِستِ َحا‬
Artinya :
“ Perimpunan adalah hak ( kewenangan ) atau pengolahan harta ( tasharruf ) .
c) Menurut Syafi’iyah :
‫ُوع‬
ِ ‫شي‬ُّ ‫َين فَاَكث َ َر َعلَى ِج َه ِة ال‬
ِ ‫شيءٍ ِالثن‬ ِ ّ ‫ثُبُوتُ ال َح‬
ّ ِ ‫ق في‬
Artinya :
“ Ketetapan hak pada sesuatu yang dimilki dua orang atau lebih dengan cara yang
masyhur ( diketahui ) “
d) Menurut Hanafiyah :

ِ‫لربح‬
ّ ِ ‫اس ا ل َما ِل َو ا‬ ِ ‫ارة ٌ َعن َعق ٍد بَينَ ال ُمتَشَا ِرك‬
ِ ‫َين فِي َر‬ َ َ‫ِعب‬
Artinya : Ungkapan tentang adanya tranaksi ( akad ) antara dua orang yang bersekutu
pada pokok harta dan keuntungan.
Apabila diperhatikan secara seksama, definisi yang terakhir dapat dipandang
paling jelas, karena mengungkapkan hakikat perkongsian, yaitu transaksi ( akad ) .
Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya menggambarkan tujuan, pengaruh, dan
hasil perkongsian.

B. Dasar Hukum Syirkah

Landasan syirkah ( perseroan ) terdapat dalam Al – Qur’an, Al – Hadits , dan Ijma’,


sebagai berikut :
a) Al – Qur’an
ِ ُ‫شركَا ُء فِى ا لثُّل‬
‫ث‬ ُ ‫فَ ُهم‬
“Mereka bersekutu dalam yang sepertiga” ( QS. An – Nisa : 12 )

...‫ت َو قَ ِلي ٌل َما هُم‬ َّ ‫عض ا َِّال ا لَّذِينَ ا َمنُو ا َو َع ِملُوا ل‬


ِ ‫صا ِل َحا‬ ٍ َ‫ض ُهم َعلَى ب‬
ُ ‫اء لَيَب ِغي بَع‬
ِ ‫ط‬َ َ‫َوا ِّن َكثِيرا ً ِمنَ ا ل ُخل‬
“ Sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang bersrikat itu sebagian mereka
berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang – orang yang beriman dan
beramal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini.” ( QS . Shad : 24 )
b) As – Sunnah
‫َين َما لَم يَ ُخن ا َ َحدُ ُه َما‬ ُ ‫ اَنَا ثَا ِل‬: ‫ا َِّن هللاَ َع َّز َو َج َّل يَقُو ُل‬: ‫ فَا َل‬.‫م‬. ِ ‫ي‬
َّ ‫ث ا ل‬
ِ ‫ش ِريك‬ ّ ِ‫يرة َ َرفَعَهُ اِلَى النَّب‬
َ ‫َعن اَبِي ه َُر‬
) ‫صا ِحبَهُ فَ ِاذَا خَانَهُ خ ََرجتُ ِمن بَي ِن ِه َما ( رواه ابو داود و ا لحاكم و صححه اسناده‬
َ
“ Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SWT berfirman “ Aku adalah
yang ketiga pad dua orang yang bersekutu selama salah seorang dari keduanya tidak
mengkhianati temannya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah
seorang mengkhianatinya” ( HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan
sanadnya ).
Maksudnya, Allah SWT akan menjaga dn menolong dua orang yang bersekutu
dan menurunkan berkah pada pandngan mereka. Jika salah seorang yang bersekutu itu
mengkhianati temannya , Allah SWT akan menghilangkan pertolongan dan keberkahan
tersebut.
Legalitas perkongsian pun diperkuat, ketika Nabi diutus , masyarakat sedang
melakukan perkingsian. Beliau besabda :
َ ‫َين َما لَم يَتَخ‬
‫َاونَا‬ َّ ‫يَد ُ هللاِ َعلَى ا ل‬
ِ ‫ش ِريك‬
“Kekuasaan Allah selalu berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya
tidak berkhianat” ( HR. Bukhari dan Muslim ).
c) Al – Ijma’
Umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja, mereka berbeda
pendapat tentang jenisnya.

C. Pembagian Perkongsian
Syirkah itu ada dua macam, syirkah amlak dan syirkah ‘uqud:

1. Perkongsian ‘Amlak , adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa
adanya akad. Perkongsian ini terbagi menjadi dua, yaitu :
 Syirkah Jabariyah, yaitu perkongsian yang ditetapkan kepada dua orang atau
lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya , seperti A dan B
menerima warisan sebuah rumah. Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki
bersama oleh A dan B secara otomatis ( paksa ), dan keduanya tidak bisa
menolak.
 Syirkah Ikhtiyariah, yaitu perkongsian yang muncul karena adanya kontrak dari
dua orang yang bersekutu. Contoh A dan B membeli sebidang tanah. Dalam hal
ini pembeli yaitu A dan B bersama – sama memiliki tanah tersebut secara
sukarela tanpa ada paksaan dari pihak lain.
2. Perkongsian ‘Uqud, adalah bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih
untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya.
1) Ulama Hanafiyah membagi syirkah ‘uqud menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Syirkah amwal
a) Mufawadhah
b) ‘inan
b. Syirkah a’mal
a) Mufawadhah
b) Inan
c. Syirkah Wujuh
a) Mufawadhah
b) Inan
2) Menurut Hanabilah, perkongsian dibagi menjadi lima:
a) Perkongsian ‘Inan
b) Perkongsian Mufawadhah
c) Perkongsian ‘Abdan
d) Perkongsian Wujuh
e) Perkongsian Mudharabah.
3) Menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, syirkah terbagi menjadi 4 bagian , yaitu :
a) Syirkah ‘Inan
b) Syirkah Mufawadhah
c) Syirkah Abdan
d) Syirkah Wujuh
Ulama fiqh sepakat bahwa perkongsian ‘inan diperbolehkan, sedangkan bentuk
– bentuk lainnya masih diperselisihkan.
Ulama Syafi’iyah, Zhahiriyah, dan Imamiyah membatalkan semua syirkah
kecuali syirkah ‘inan dan mudharabah.
Ulama Hanabilah membolehkan semua syirkah kecuali syirkah mufawadhah.
Ulama Malikiyah membolehkan semua syirkah kecuali syirkah wujuh dan mufawadhah
yang disebutkan ulama Hanafiyah.
Pada bagian ini akan dijelaskan jenis – jenis syirkah menurut Syafi’iyah, yang
meliputi :
1) Syirkah Abdan
Syirkah abdan didefinisikan oleh Sayyid Sabiq adalah kesepakatan antara dua
orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan dengan ketentuan upah kerjanya
dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa syirkah abdan (syirkah a’mal)
adalah suatu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih untuk mengerjakan suatu
pekerjaan bersama – sama, dan upah kerjanya dibagi di antara mereka sesuai dengan
kesepakatan yang disepakati bersama. Contohnya, tukang batu dengan beberapa
temannya berserikat (bekerja sama) dalam mengerjakan pembangunan sebuah gedung
sekolah. Kerja sama tersebut bisa dalam satu jenis pekerjaan yang sama, seperti tukang
dengan tukang batu, dan bisa juga dalam jenis pekerjaan yang berbeda. Misalnya kerja
sama antara tukang batu dengan tukang kayu dalam mengerjakan pembangunan sebuah
gedung kantor.
Menurut Malikiyah, Hanafiah, Hnabilah, dan Zaidiyah, syirkah ‘abdan
hukumnya boleh, karena tujuan utamanya adalah memperoleh keuntungan. Dalil
dibolehkannya syirkah ‘abdan adalah hadits Ibnu Mas’ud :
‫ار‬ ُ ‫ين َولَم اَ ِجي ْء اَنَا َو‬
ُ ‫ع َّم‬ َ ‫سعدٌ بِا َ ِس‬
ِ ‫ير‬ َ ‫ فَ َجا َء‬,‫در‬
ٍ َ‫وم ب‬
َ ‫صيبُ َي‬ َ ‫ اِشت ََركتُ انَا َو َع َّما ُر َو‬: ‫َعبدِهللا بنُ َمسعُود قَا َل‬
ِ ُ‫سعد ٌ فِي َما ن‬
ٍ‫ِبشيء‬
Dari Abdillah Ibnu Mas’ud ia berkata : “Saya , Ammar, dan Sa’ad bersekutu
dalam hasil yang diperoleh pada Perang Badar. Maka Sa’ad datang dengan membawa
dua orang tawanan, sedangkan saya dan ‘Ammar tidak memperoleh apa – apa ( HR. An
– Nasa’i ).
Hadis ini menggambarkan tentang kerja sama antara para sahabat dalam hasil
harta rampasan perang. Kerja sama tersebut dilakukan dengan menggunakan tenaga,
tidak menggunakan ( modal ). Ini menunjukkan bahwa syirkan abdan itu dibolahkan.
Hanya saja Malikiyah mengajukan beberapa syarat untuk keabsahan syirkah abdan ini,
yaitu :
a) Pekerjaan atau profesi antara para peserta harus sama. Apabila para profesinya
berbeda maka hukumnya tidak boleh, kecuali garapan pekerjaannya saling
mengikat. Misalnya, tukang kayu dan tukang batu mengerjakan sebuah rumah.
Dalam contoh ini hukum syirkah nya dibolehkan karena pekerjaan yang satu
bergantung pada pekerjaan yang lainnya.
b) Tempat pekerjaannya juga harus satu lokasi. Apabila lokasi keduanya berbeda,
maka syirkahnya tidak sah.
c) Pembagian upah harus sesuai dengan kadar pekerjaan yang disyaratkan bagi setiap
anggota serikat.
Menurut Syafi’iah, Imamiyah, dan Zufar dari Hanafiah, syirkah abdan
hukumnya batal, karena menurut mereka syirkah itu hanya khusu dalam modal saja,
bukan dalam pekerjaan.
1. Syarat – syarat Syirkah A’mal ( Abdan )
Apabila bentuk syirkah a’mal ini mufawadhah maka berlakulah syarat – syarat
syirkah mufawadhah, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Apabila bentuk
syirkah ‘inan maka tidak ada persyaratan syirkah mufawadhah tersebut, kecuali
kecakapan dalam wakilah. Oleh karena itu, Imam Abu Hanifah mengatakan “ setiap
akad yang di dalamnya dibolehkan kafalah dibolehkan pula syirkah, dan apa yang tidak
boleh wakalah, maka tidak boleh pula syirkah.
Apabila pekerjaan memerlukan alat, sedangkan alat itu dipakai oleh salah
seorang anggota serikat maka hal itu tidak mempengaruhi syirkah, dengan ketentuan
alat itu tidak disewakan untuk orang lain. Apabila alat itu disewakan unuk menggarap
pekerjaan lain maka upahnya untuk orang yang memilki alat, dan syirkah menjadi fasid.

1. Hukum Syirkah A’mal


a) Berbentuk mufawadhah
Apabila syirkah a’mal berbentuk mufawadhah, setiap orang yang bersekutu
diwajibkan menanggung segala sesuatu yang berhubungan dengan perkongsian.
Contoh syirkah mufawadhah, dua orang menerima suatu pekerjaan dengan cara
bersekutu, maka keduanya harus menanggung pekerjaan tersebut secara seimbang.
Begitu pula dalam keuntungan dan kerugian. Selain itu, hendaklah seorang di antara
mereka dapat menjadi penjamin rekannya.
b) Berbentuk ‘inan
Ketetapan pada syirkah ‘inan sebenarnya sama dengan syirkah mufawadhah di
atas apabila dihubungkan denagn keharusan menanggung pekerjaan secara baik. Satu
pihak boleh saja menyuruh rekannya kapan saja, sebagimana rekannya juga dapat
meminta upah kapan saja. Segi kebaikan dari syirkah ini adalah dapat menunutu
pekerjaan dari salah seorang yang bersekutu, untuk selanjutnya menjadi tanggung
jawab bersama.
c) Pembagian laba
Pembagian laba pada syirkah ini bergantung ada tanggungan bukan pada
pekerjaan, apabila salah seorang pekerja, sedang lainnnya tidak sakit atu pergi, maka
upah tetap iberikan sesuai dengan persyaratan yang mereka tetapkan.
d) Penanggungan Kerugian
Menanggung kerugian pada syirkah juga bergantung jaminan yang mereka
berikan.

D. Karakteristik Akad Syirkah Syirkah


Dalam akad ini dikenal adanya karakteristik yang membedakan dengan akad-akad yang
lain, yaitu :
a. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha, baik
yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana
awal dan membagi hasil yang tela disepakati.
b. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas,
termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
c. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap mitra dapat meminta
mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan, ialah :
 Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi
biaya, dan pendapatan operasional.
 Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
 Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang
disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
 Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang telah disepakati oleh para mitra.
Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
 Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam
akad musyrakah, mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk
dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi dananya
atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.
 Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang
disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selam periode akad bukan dari
jumlah investasi yang disalurkan.
Pengelola musyarakah mengadminitrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi
musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau modal
yang masing-masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi satu tanpa
ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung
bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan. Mengenai landasan hukum tentang
syirkah ini terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun rukun syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran dan penerimaan
(ijab dan qabul) dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai syaratnya ada tiga yaitu, pertama,
ucapan: berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah
dicatat dan disaksikan. Kedua, pihak yang berkontrak: disyaratkan mitra harus kompeten dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Ketiga, objek kontrak (dana dan kerja):
modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama
menyepakati hal ini.
Kemudian macam-macam syirkah ada dua macam yakni syirkah milk dan syirkah
‘uqûd. Adapun yang membatalkan syirkah ada yang secara umum dan ada pula yang secara
khusus, seperti yang telah dijelaskan diatas
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’ân al-Karî m.
Syafei’, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Cet. 1. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Muhammad. Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah. Edisi 1. Cet. 1. Yogyakarta:
Bpfe-Yogyakarta, 2005
Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Edisi 1. Cet. 1. Jakarta: Amzah, 2010.
Ghazaly, Abdul Rahman dan Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. Fiqh Muamalat. Edisi 1.
Cet. 1. Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2010.
Al-baghâ, Musthofâ Dayb. al-Tadzhî b fî adillah Matan al-Ghô yah wa al-taqrî b. Cet. 1.
Malang: Ma’had Sunan Ampel al-Ali Uin Maulana Malik Ibrahim, 2013.
Naja, H.R. Daeng. Akad Bank Syariah. Cet. 1. Yogyakarta: pustaka Yustisia, 2011.
Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan kontemporer. Cet. 1. Bogor: Ghalia Indonesia,
2012.
Sadique, Muhammad Abdurrahman. Essentials of Mushârakah and Mudhârabah. Edisi 1.
Internasional islamic University Malaysia: IIUM Press, 2009.
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, Juz III, (Beirut: Dar al-fikr, 2006.
Sahrani, Sohari dan Abdullah, Ru’fah. Fikih Muamalah. Cet. 1. Bogor: Ghalia Indonesia,
2011.

Anda mungkin juga menyukai