Anda di halaman 1dari 13

AKAD MUSYARAKAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH

Mata Kuliah: Fikih Mu’amalah Kontemporer

Dosen Pengampu: Fiti Faa’izah, M.H.

Disusun Oleh:

Ahmad Bakri

2114140273

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PRODI AKUNTANSI SYARIAH

TAHUN 2023
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Musyarakah


Musyarakah (‫ )مشاركة‬dalam gramatikal bahasa arab merupakan isim masdar (sumber) dari
lafadz ‫ يشارك‬-‫ شارك‬yang berarti saling berserikat atau bekerja sama, dalam bahasa inggris
musyarakah sering disebut dengan kata partnership atau project financing participation, tetapi
secara istilah musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak ataupun lebih atas suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi serta kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai perjanjian yang ada,1 atau seperti yang
dikemukakan Wahbah az-Zuhaily dalam kitabnya bahwa pengertian musyarakah adalah:

‫المشاركة هي اإلختالط أي خلط أحد المالين باآلخر بحيث ال يمتزان عن بعضها‬

“Musyarakah adalah bercampur yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang
lainnya, sehingga tidak dapar dibedakan antara keduanya”2

Derivasi dari kata musyarakah disebut secara jelas dalam al-Qur’an di surat an-Nisa’ ayat 12
yang berbunyi:
َ ْ َ ُ ََ َ َ َ َ َ ََ َّ ُ َّ ُ َ َ ََ َ َُ
ْ‫ي ِب َهاْ أو‬َْ ‫وص‬ َ َ
ِ ‫نْۚ ِمنْ بع ِْد و ِصيةْ ي‬َْ ‫ان لهنْ َولدْ فلكمْ ٱ ُّلرب ْع ِمما ت َرك‬ ْ ‫ك أز َ َٰو جك ْم ِإن لمْ َيكن لهنْ ول ْدْۚ ف ِإن ك‬ ْ ‫َولكمْ ِنصفْ ما تر‬
َ ْ َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َّ ُ َ َّ ْ َ َ َ
ْ‫ون ِب َها‬
ْ ‫ان لكمْ َولدْ فلهنْ ٱلثمنْ ِمما ت َركت ْمْۚ ِّمنْ َبع ِْد َو ِصيةْ توص‬ ْ ‫دينْْۚ َولهنْ ٱ ُّلرب ْع ِمما ت َركتمْ ِإن لمْ يكن لكمْ وْل ْدْۚ ف ِإن ك‬
ََ ُ َ َ َٰ َ ََ ْ َ َ َ ُّ ‫ل َ َٰو حدْ ِّمنه َما ْٱ‬ِّ ُ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َْ ‫َأوْ َدينْْۗ َوإن ك‬
َ
ْ‫ك فه ْم شكاء‬ ْ ‫ث ِمن ذ ِل‬
ْ ‫لسدسْْۚ ف ِإن كان ْواْ أ ك‬ ِ ْ ‫ان رجلْ يورثْ كل َٰ لةْ أ َوْ ٱم َرأةْ ولهْۥْ أخْ أوْ أختْ ف ِلك‬ ِ ُ ُّ
َ َ َّ َ َّ َ ِّ َ َ َ َ َ َ َٰ َ َ َ
ْ‫ّلل ع ِليمْ ح ِليم‬ْ ‫ّللْۗ ْوٱ‬
ِْ ‫ن ْٱ‬ْ ‫ث مضا ْرْۚ و ِصيةْ م‬ ْ ‫وص ِبهاْ أوْ دينْ غ‬ْ ‫ثْۚ ِمنْ بع ِْد و ِصيةْ ي‬ ْ ِ ‫ف ٱلثل‬
ِْ

“……., Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara
itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, ……”

Selain surat di atas, dalam surat Shaad ayat 24 juga menunjukkan ayat tentang perkongsian,
tetapi tidak secara jelas memakai derivasi dari kata ‫مشاركة‬, tetapi memakai lafadz yang sinonim
denganya yang berbunyi:
ُ َّ َ َ َ َ ْ َ ِّ ً َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ
ْ‫وا َو َع ِملوا‬
ْ ‫ين َء َامن‬ َْٰ ‫غ َبعضهمْ َع‬
َْ ‫ل َبعضْ ِإّلْ ْٱل ِذ‬ ْ ِ ‫ن ٱلخلطا ِْء ل َيب‬
ْ ‫اج ِْهْۦْۖ و ِإنْ ك ِثثا م‬
ِ ‫ل ِن َع‬
َْٰ ‫ك ِإ‬
ْ ‫ال نعج ِت‬ ْ ‫ال لقدْ ظل َم‬
ْ ِ ‫ك ِبسؤ‬ ْ ‫ق‬
َ‫اب‬ ََ َ ً َ َ َ َ َ َ َ َ َٰ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َٰ َ َٰ
ْ ‫اوۥدْ أنما فتن هْ ْفٱستغف ْر ربهْۥ وخرْ ر ِاكعا وأن‬ ْ ‫ت وق ِليلْ ما همْْۗ وظنْ د‬ ْ ِ ‫ٱلص ِلح‬

1
Syafi’i Antonio, Bank Syariah:Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani, 2001), hal. 90
2
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, Juz 4, (Daar Al-Fikr: Damaskus, 1989) , hal. 792
“….., Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini….”

Kedua ayat diatas menunjukkan landasan dari al-Qur’an tentang dibolehkannya akad
musyarakah, sedangkan landasan hukumnya dalam Haditsnya yaitu:

‫ فاذا خانه خرجت من بينهما‬,‫ مالم يخن أحدهما صاحبه‬,‫ أ نا ثالث الشركين‬: ‫ ان هللا يقول‬: ‫ رفعه قال‬,‫عن أبي هريرة‬
.)‫(رواه أبوا داود والحاكم‬

“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW, bahwa Nabi SAW bersabda,
sesungguhnya Allah SWT berfirman : “ aku adalah pihak ketiga antara dua orang yng berserikat
selama salah satu pihak tidak menghianati pihak yang lain. jika salah satu pihak telah berkhianat,
aku keluar dari mereka “. ( HR. Abu Daud dari Abu Hurairah ).

Hadits qudsi di atas pun menunjukkan bahwa Allah membolehkan hambaya untuk saling
bekerjasama satu sama lain, bahkan Allah selalu menyertai kedua belah pihak selama keduanya
masih menjunjung tinggi amanat yang telah diembannya dan menjauhi pengkhinatan dalam
perjanjiannya.3

Kesepakatan kebolehan akad musyarakah juga berdasarkan dari ijma’ ulama yang berbunyi: “Ibn
Qudamah dalam bukunya Al Mughni 5/109 telah berkata: “Kaum Muslimin telah berkonsensus
akan legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam
beberapa elemen dari padanya”.4

B. Macam-macam Akad Musyarakah


Akad musyarakah atau biasa disebut syirkah secara umum terbagi dalam 2 macam, yaitu
syirkah amlak dan syirkah uqud, masing-masing dari keduanya pun mempunyai definisi dan
pembagian yang berbeda, adapun penjelasannya secara tafshily adalah sebagai berikut:
1. Musyarakah Kepemilikan ) ‫( شركة األمالك‬
Syirkah amlak adalah kerjasama antara dua orang maupun lebih dalam hal kepemilikan suatu
barang tanpa melalui transaksi musyarakah, musyarakah semacam ini mempunyai 2 bentuk:
• ‫( شركة اإلختيار‬sukarela), yaitu perkongsian yang muncul atas kesediaan kedua belah
pihak untuk memiliki suatu barang, contohnya ada dua orang yang ditawari atau
diberi hibah untuk memiliki satu tanah, dalam hal ini keduanya boleh menolak
untuk bekerjasama tetapi jika keduanya menerima maka otomatis akan timbul
syirkah atas kepemilikan tanah tersebut.

3
Ibid., hal. 91
4
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1992), hal. 24
• ‫( شركة اإلجباري‬terpaksa), adalah perserikatan atas suatu harta oleh dua pihak maupun
lebih yang muncul secara terpaksa (tidak atas keinginan mereka), contohnya adalah
perserikatan dalam hal warisan antara saudara seibu, seperti yang telah ditunjukkan
dalam QS. an-Nisa’: 12.5

2. Musyarakah Kontrak ) ‫( شركة العقود‬


Persekutuan kontrak yaitu bentuk kerjasama yang timbul melalui penyataan akad (ijab dan
qobul) dari dua pihak maupun lebih untuk menjalankan suatu usaha maupun perkongsian
dalam suatu harta yang disertai dengan pembagian keuntungan dan kerugian, syirkah ‘uqud
terbagi menjadi lima menurut hanabilah, sedangkan ulama fiqh yang lainnya (termasuk
Syafi’iyyah dan Malikiyyah) membagi musyarakah kontrak menjadi 4 bagian dengan
mengecualikannya syirkah mudharabah di dalamnya, berbeda lagi dengan Hanafiyyah yang
berpendapat bahwa akad ini memiliki enam bentuk, adapun penjelasan secara umum dari
masing-masing macam musyarakah oleh beberapa imam tadi adalah:
• ‫شركة العنان‬
Syirkah al-‘Inan adalah suatu bentuk perkongsian antara dua pihak dalam hal modal
serta adanya pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati dan
sama-sama menanggung kerugian berdasarkan porsi modal yang disetorkan, dalam
kontrak kerjasama ini tidak ada persyaratan kesamaan proporsi modal yang
diberikan antara kedua pihak, sehingga tergantung kesepakatan antara mereka.
• ‫شركة المفاوضة‬
Syirkah al-mufawadhah adalah suatu bentuk perkongsian antara dua pihak dalam
hal modal serta adanya pembagian keuntungan dan kerugian, perbedaan bentuk ini
dengan syirkah di atas adalah adanya penekanan syarat kesamaan porsi dana yang
diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban usaha harus dibagi oleh masing-
masing pihak.6
• ‫شركة األعمال أو األبدان‬
Syirkah al-a’maal atau syirkah al-abdan yaitu bentuk kerja sama antara dua orang
atau lebih dalam hal bersama-sama mengerjakan suatu proyek kerja, adapun ujroh
(upah kerja) dapat dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, contoh
kerjasama antara tukang batu dan tukang kayu dalam membangun suatu rumah.7
• ‫شركة الوجوه‬
Syirkah wujuh merupakan suatu kontrak antara dua pihak ataupun lebih yang
memiliki reputasi dan wibawa yang baik serta ahli dalam bisnis,8 dalam hal ini
kedua pihak berserikat dalam membeli suatu barang tetapi tanpa menggunakan

5
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu jilid 5, terj. Abdul Hayyie, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hal.
422
6
Syafi’I Antonio, Bank Syariah:Dari Teori Ke Praktik., hal. 92
7
Ahmad Wardi Mushlich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 351
8
Syafi’I Antonio, Bank Syariah:Dari Teori Ke Praktik., hal. 93
modal atau dengan cara kredit, sehingga keduanya hanya berpegang pada
penampilan dan kepercayaan pedagang pada mereka.9
• ‫شركة المضاربة‬
Pada dasarnya akad mudharabah ( ‫ ) المضاربة‬merupakan bagian dari akad syirkah
dalam artian keduanya sama-sama berbentuk kontrak kerjasama, hanya saja dalam
akad mudharabah pihak satu memberikan modal dan pihak yang lain sebagai orang
yang bekerja ( ‫) عامل‬, sehingga banyak literatur membedakan antara kedua macam
akad ini, tetapi dalam akad ini (syrikah mudharabah) terkadang kedua pihak dapat
sama-sama berpartisipasi dalam modal bukan dalam pekerjaan sehingga muncullah
yang disebut mitra pasif dan mitra aktif.
Dari jenis-jenis syirkah di atas hanya syirkah ‘inan yang disepakati bersama atas kebolehan
hukumnya oleh semua kalangan ulama, sedangkan jenis lainnya masih menjadi khilaf oleh
para ulama madzhahib, pendapat tersebut adalah:
• Syafi’iyyah, Zhahiriyyah, dan Imamiyyah yang menganggap semua syirkah tidak
jawaz kecuali syirkah ‘inan dan mudharabah
• Hanabilah (pengikut imam Ahmad ibn Hanbal) memperbolehkan semua bentuk diatas
kecuali untuk syirkah mufawadhah berbeda halnya dengan Malikiyyah yang hanya
melarang akad musyarakah pada syirkah wujuh saja.
• Hanafiyyah dan Zaidiyyah memperbolehkan semua jenis syirkah tadi tanpa kecuali
dengan catatan syarat-syaratnya yang ditetapkan telah terpenuhi.10
C. Rukun, Syarat-syarat dan Batalnya Akad Musyarakah
Akad musyarakah tidak berbeda dengan berbagai akad yang lain dimana akad ini dapat
berjalan dengan baik (sah) jika semua rukun dan syarat-syaratnya terpenuhi, adapun rukun dari
musyarakah adalah:11
• ‫( عاقدين‬pelaku akad) yaitu para mitra usaha
• ‫( صيغة العقد‬ijab dan kabul)
• ‫( مح ّل العقد‬obyek akad) yaitu modal, pekerjaan, dan keuntungan
Sedangkan syarat-syarat dari musyarakah secara umum adalah:
• Jenis usaha fisikdapat diwakilkan kepada orang lain atau kepada mitra usahanya
• Keuntungan yang didapat dari hasil usaha harus diketahui dengan jelas dan Keuntungan
usaha dibagi sesuai kesepakatan, sedangan kemungkinan rugi dibagi sesuai dengan porsi
modal masing-masing.
• Semua modal disatukan sebagai modal usaha dan dikelola bersama. Setiap pemilik modal
mempunyai hak turut serta (sesuai dengan porsinya) dalam menetapkan kebijakan usaya
yang dijalankan oleh pengelola proyek (customer).
• Adanya transparansi dan diketahui para pihak terhadap biaya yang timbul dalam pelaksanaan
proyek serta jangka waktu proyek.

9
Ahmad Wardi Mushlich, Fiqh Muamalat., hal. 350
10
Ibid., hal. 346
11
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 52
•Setelah pekerjaan (proyek) selesai, modal dikembalikan pada masing-masing pihak beserta
sejumlah bagi hasil.
• Akad hendaknya dibuat selengkap mungkin, sehingga menghindarkan risiko yang tidak
diinginkan di kemudian hari.
Selain kesasihan akad, dalam musyarakah juga terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan
akad ini menjadi rusak/ batal, adapun secara umum hal-hal yang dapat membatalkan akad
musyarakah adalah:
1. Pembatalan akad oleh salah satu pihak, pembatalan tersebut sah dilakukan karena akad
musyarakah tergolong akad yang ghair lazim sehingga pembatalan dari salah satu pihak saja
dapat merusak berjalannya akad ini.
2. Meninggalnya salah satu anggota syirkah
3. Murtadnya salah satu anggota serikat
4. Gilanya peserta secara terus menerus12
D. Implementasi Akad Musyarakah dalam Lembaga Keuangan Syari’ah
Sejak munculnya fatwa DSN MUI nomer 08/ DSN-MUI/ IV/ 2000, akad musyarakah
mulai diterapkan di berbagai skema maupun produk dari kegiatan operasional lembaga
keuangan syari’ah baik itu IKB (Industri Keuangan Bank) maupun IKNB (Industri Keuangan
Non Bank) sendiri, dalam perkembangannya muncul juga akad musyarakah dengan varian
baru, akad tersebut biasa disebut sebagai musyarakah menurun atau MMQ (Musyarakah
Mutanaqisah) yang mulai berlaku dan legal sejak dirumuskannya fatwa nomer 73/ DSN-MUI/
XI/ 2008.
Pengertian dari Musyarakah Mutanaqisah sesuai dengan yang tertuang dalam lembar fatwa
diatas yaitu akad musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah
satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya,13
dalam dewasa ini pemakaian akad MMQ sedang dikembangkan dan dikaji lebih dalam oleh
pihak bank yang ditopang oleh BI (Bank Indonesia) serta OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Adapun beberapa skema maupun produk lembaga keuangan syari’ah yang memakai akad
musyarakah adalah:
1. Pembiayaan Modal Kerja, fasilitas ini merupakan yang sudah tidak asing lagi untuk
sektor mikro yang kebanyakan selalu membutuhkan suntikan modal demi
pengembangan usahanya, PMK ini kebanyakan berjalan menggunakan akad
mudharabah tetapi tidak menutup kemungkinan pihak LKS ataupun nasabah ikut
menyertakan modalnya dalam usaha tersebut sehingga dapat dikonversi menjadi
akad musyarakah.
2. PRKS (Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah), rekening koran sendiri sama
dengan buku rekening tabungan biasa, dimana berisi tentang transaksi yang
dilakukan oleh bank kepada rekening nasabah, perbedaanya hanyalah pada

12
Ahmad Wardi Mushlich, Fiqh Muamalat., hal. 364
13
Lihat fatwa DSN MUI NO. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah
pemegang buku tersebut, karena rekening koran hanya diberikan kepada pemilik
rekening giro bukan untuk pemegang rekening biasa.
Adapun pengertian pembiayaan rekening koran syariah adalah fasilitas pinjaman
atau pembiayaan dari rekening koran dengan ketentuan yang disepakati dan sesuai
dengan prinsip syari’ah, tidak berbeda dengan bentuk pembiayaan biasa, dalam
produk PRKS ini juga dapat memakai akad musyarakah dengan bank sebagai syarik
yang menyetorkan modalnya dengan nasabah.14
3. Pembiayaan Ekspor, merupakan fasilitas yang digunakan untuk membiayai
kegiatan perdagangan nasabah yang berkaitan dengan transaksi ekspor, terkait
produk ini DSN (Dewan Syari’ah Nasional) sudah mengeluarkan fatwa tentang
letter of credit ekspor syari’ah, yaitu surat pernyataan akan membayar kepada
eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor
dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah, dalam
pelaksanaannya produk ini dapat memakai akad musyarakah ataupun akad yang
lainnya.15
4. KPR (Kredit Pemilikan Rumah), yaitu fasilitas pembiayaan konsumtif yang
diberikan kepada masyarakat untuk membeli, membangun dan merenovasi rumah,
dimana inti dari produk ini adalah agar masyarakat terbantu dalam memiliki rumah
idamannya, akad yang banyak digunakan dalam KPR syari’ah adalah musyarakah
mutanaqisah.
Produk ini sedang banyak dijalankan oleh beberapa bank syari’ah baik BUS
(Bank Umum Syari’ah) maupun UUS (Unit Usaha Syari’ah), diantaranya adalah
BMI (Bank Muamalah Indonesia), OCBP NISP dan Bank Panin Syariah.16
Penggunaan akad MMQ pada produk KPR syari’ah pada saat ini belum memberi
andil besar terhadap pembiayaan di industri syari’ah, data April 2013 menunjukkan
pembiayaan dengan akad ini baru mencapai 50,3 %, kontribusi besar masih
dipegang oleh sistem murabahah dengan proporsi 60,1% dari total pembiayaan.17
5. Investasi di asuransi Syari’ah, adalah usaha saling melindungi dan tolong-
menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan
/ atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah,18 pengertian diatas
mengandung arti bahwa selain adanya dana tabarru’ dalam asuransi syari’ah juga
ada unsur investasi yang termasuk dalam akad tijari.
Pada fatwa nomer 21/DSN-MUI/X/2001 dijelaskan bahwa pada dasarnya akad tijari
dalam asuransi syari’ah berjalan dengan menggunakan akad mudharabah, tetapi pada

14
Lihat fatwa DSN MUI NO. 55/DSN-MUI/V/2007 tentang Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah Musyarakah
15
Lihat fatwa DSN MUI NO. 35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter Of Credit (L/C) Ekspor Syari’ah
16
http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/06/05/panin-syariah-kembangkan-bisnis-kpr 19 maret 2023 10:40
17
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/06/13/mobsho-bi-skema-mmq-indent-tidak-
sejalan-dengan-fatwa-dsn
18
Lihat fatwa DSN MUI NO. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah
perkembanganya investasi dalam asuransi syari’ah juga dapat menggunakan akad
mudharabah musytarakah dimana akad ini adalah perpaduan antara mudharabah dan
musyarakah, dalam penggunaan akad tersebut pihak perusahaan asuransi yang
notabenenya sebagai mudharib juga ikut menyertakan modalnya dalam investasi nasabah
ke suatu portofolio.19
6. Line Facility, adalah fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu
tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan mengikat secara moral (karena
berjalan dengan prinsip wa’ad) serta dijalankan sesuai prinsip syari’ah, produk ini
dapat dijalankan dengan akad murabahah, ijarah, istishna’, mudharabah, dan
musyarakah.20
Jalinan produk ini dijalankan oleh BCA syari’ah yang membentuk kerjasama
dengan BMT-UGT Sidogiri sejak 2013 hingga sekarang, khususnya dalam fasilitas
pembiayaan line facility PMK Musyarakah atau executing (revolving) sebesar Rp.
30 miliar pada 2013 dan Rp. 20 miliar pada 2015.21
7. Linkage Program, merupakan bentuk kerjasama berupa pembiayaan oleh bank
syari’ah kepada LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah) seperti BMT ( Baitul
Maal Wa Tamwil), BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah), KJKS (Koperasi
Jasa Keuangan Syari’ah), dan lain-lain, selain kepada LKMS sasara pembiayaan
linkage ini juga tertuju kepada LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank) atau yang
familiar dengan IKNB seperti pegadaian, asuransi, PMVD (Perusahaan Modal
Ventura Daerah), Asuransi, dan lain-lain, Linkage Program ini dapat dijalankan
dengan berbagai akad termasuk di dalamnya adalah akad musyarakah, dan dalam
layanan ini bank syari’ah mempunyai dua pola yaitu:
• Executing yaitu pola pembiayaan dari bank syariah kepada LKMS atau LKBB
untuk diteruskan kepada nasabah mereka dengan kebijakan penuh berada di
tangan lembaga-lembaga tersebut.
• Channeling adalah pola pembiayaan oleh bank syari’ah kepada nasabah
LKMS/ LKBB dengan menjadikan LKMS/ LKBB hanya sebagai perantara
dalam penyerahan dana, dengan kebijakan pembiayaan berada di tangan bank
syari’ah.22
Linkage Program saat ini banyak dijalankan oleh beberapa bank syari’ah seiring
dengan pesatnya program micro finance oleh bank-bank di Indonesia, salah satu

19
Lihat fatwa DSN MUI Nomer 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi
Syariah
20
Lihat fatwa DSN MUI NO. 45/DSN-MUI/II/2005 tentang Line Facility
21
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/11/08372471/Pendidikan.Kewirausahaan.Jalan.Keluar.Kurangi.Ang
ka.Pengangguran 20 maret 2023 14:50
22
Lihat http://www.syariahmandiri.co.id/category/business-banking/small-banking-business/pembiayaan-linkage/
20 maret 2023 14:30
bank syari’ah yang sedang mengembangkannya adalah BSB (Bank Syari’ah
Bukopin).23 (Republika.co.id)
Adapun contoh alur-alur dari transaksi dari pembiayaan modal kerja misalnya pada sebuah
perbankan syari’ah adalah:
1) Mengajukan permohonan investasi musyarakah oleh nasabah dengan pengisian
formulir permohonan pembiayaan modal kerja misalnya, formulir akan dijadikan
dokumen pendukung bagi pihak bank, setelah itu bank akan mengevaluasi
kelayakan investasi dengan 5 C dan 3 R (character, capacity, capital, commitment/
condition, collateral, return, re-payment, dan risk) kemudian dilakukan verifikasi,
setelah kelayakan nasabah dan usahanya sudah terpenuhi maka penandatanganan
akad dapat dilaksanakan di hadapan notaris.
2) Bank dan nasabah mengeluarkan masing-masing modalnya dalam usaha tersebut
dengan nasabah berstatus sebagai mitra aktif dapat memulai kegiatan usahanya.
3) Hasil usaha dievalusasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan,
keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
berdasarkan modal proporsional masing-masing mitra, dengan catatan kerugian
bukan disebabkan oleh kelalaian mitra aktif.
4) Bank menerima pengembalian modal dari nasabah, setelah semua modal sudah
dikembalikan, usaha tersebut dapat sepenuhnya menjadi milik nasabah.24
E. Transformasi akad dan praktik Musyarakah dari kelasik ke kontenporer.
Ruang Lingkup Musyarakah Kontemporer
Lingkup ini membahas setiap transaksi yang baru bermunculan pada saat ini.
Seperti uang kertas, saham, obligasi, reksadana, MLM, Asuransi. Salah satu
contoh lingkup ini adalah asuransi, asuransi merupakan pertanggungan
(perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran
dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang
miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya).

▪ Transaksi akad asuransi ini belum ada di zaman klasik, walaupun akad ini
dikiaskan dengan kisah ikhtiar mengikat unta sebelum pergi
meninggalkannya. Akad ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan dalam
Syariat Islam selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan
memenuhi ciri-ciri hukum bisnis syari’ah yang telah diuraikan diatas.
▪ Transaksi Bisnis Yang Berubah Karena Adanya Perkembangan atau
Perubahan Kondisi, Situasi, Dan Tradisi/Kebiasaan. Perkembangan
tekhnologi yang semakin cepat dan canggih menghadirkan berbagai fasilitas
dengan berbagai kemudahannya begitu pula dalam hal bisnis. Contohnya

23
Lihat http://m.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/11/07/mvvp0x-salurkan-pembiayaan-mikro-
bsb-kembangkan-linkage-program 20 maret 2023 14:16
24
Rizal Yaya dkk, Akuntansi Perbankan Syari’ah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta:Salemba Empat,
2012), hal. 154
penerimaan barang dalam akad jual beli (possesion/qabd), mudharabah, transaksi e-
bussiness, transaksi sms.

Adapun metode yang selama ini ditempuh dalam melakukan transformasi


adalah sebagai berikut:

▪ Transformasi dengan cara memodifikasi akad muamalah klasik secara


terbatas. Transformasi ini dilakukan sekedar membuat akad klasik tersebut
applicable dalam institusi perbankan. Dalam hal ini, nama akad tetap sama
dengan nama klasiknya, hanya teknik dan prosedur pelaksanaannya saja
yang dimodifikasi
.
▪ Transformasi dengan penciptaan akad baru yang diderivasi dari akad klasik.
Dalam hal ini nama akad berbeda dengan akad-akad muamalah klasik,
bahkan mungkin tidak pernah dikenal sebelumnya. Misalnya akad al-ijarah
al-muntahiyah bi al-tamlik , musyarakah mutanaqisah , dan salam paralel.
Nama-nama akad ini belum pernah dikenal dalam akad-akad muamalah
klasik. Akad-akad ini tampaknya baru dikenal semenjak munculnya bank-
bank Islam.25
Musyarakah merupakan transaksi bisnis yang berubah karena adanya
perkembangan atau perubahan kondisi, situasi dan tradisi kebiasaan.
Transformasi pada mudharabah klasik ke musyarakah kontemporer dapat
penulis gambarkan sebagai berikut.

25
Ibid h. 30
Perubahan waktu dan tempat yang seharusnya diikuti. Namun
demikian, meskipun Musyarakah sekarang ini dipraktikkan secara kurang
tepat, tidak berarti mudharabah tidak dapat masuk dalam lingkungan bisnis
modern. Memosisikan mudharabah dalam sistem perekonomian modern
berpijak pada teori-teori fikih dan landasan filosofinya secara konsisten dan
mandiri, tidak mengikuti yang lain agar terhindar dari kesan penjiplakan
sistem yang memgubah kemasan tanpa mengganti isi.Menghadapi keinginan mudharib,
seorang pemodal biasanya mengahadapi dua pilihan
dalam menyepakati model transaksi; melalui Profit and Loss Sharing (PLS)
atau Revenue Sharing (RS).Dengan menggunakan sistem PLS, shahibul mal
akan membiayai semua kebutuhan tersebut dengan menyepakati pembagian
hasil pada persentase tertentu dan merealisasikan pembagiannya pada akhir
masa kontrak. Sedangkan revenue sharing adalah bagi penerimaan.Dalam
sistem ini pihak mudharib yang menanggung biaya operasional.

Bentuk yang sesuai dengan pola pemikiran masyarakat modern


sekarang ini tentulah sistem Revenue Sharing, sebab di samping praktis,
efektif, dan efisien juga kebebasan individual dalam berusaha untuk tidak
menuntut jaminan atas kejujuran yang dikehendaki oleh bank. Apalagi
legitimasi Musyarakah sebagai sistem yang syar’i membuat nasabah
(mudharib) tidak berani menjamin kejujurannya untuk hal-hal sepele yang
kadang-kadang dilakukannya secara tidak sadar.26 Kecenderungan atas
pilihan ini akan semakin kuat jika pada dataran realistis praktik sistem PLS
pada perbankan syariah tidak jauh berbeda dengan sistem Revenue Sharing
(konvensional), sebagaimana yang terjadi pada praktik-praktik perbankan
syariah sekarang ini.27

Dalam lingkup ini membahas bahwa pada masa Kontemporer ini ada
beberapa akad yang dimodifikasikan dalam suatu transaksi bisnis. Hal ini
dapat dibenarkan atau diperbolehkan selama tidak sejalan dengan apa yang
diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hukum bisnis syari’ah yang telah
diuraikan diatas. Berikut ini adalah beberapa modifikasi akad klasik yang
terjadi pada Masa Kontemporer :

▪ Hak intifa’ (memanfaatkan), contohnya Wadhi’ah yad Dhamanah


▪ Uang Administrasi, contohnya Qardhul Hasan
▪ Ujrah (fee), contohnya L/C, transfer
▪ Kredit, contohnya Murabahah
▪ Muazzi (Paralel) + Kredit (Muajjal / Taqsith), contohnya Salam

26
Ibid h. 32
27
Agustianto, Ibid h. 69
F. Kekurangan Musyarakah kontenporer.
Masih ada kendala-kendala yang dhadapi untuk mengoptimalkan akad
Musyarakah di lembaga keuangan syari’ah. Beberapa kendala Akad Musyarakah di
Lembaga Keuangan Syari’ah yaitu:28

1. Adanya resiko yang relatif tinggi terutama pada penerapan produk


pembiayaan. Resiko tersebut adalah : a. Side streaming; nasabah
menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak. b. Lalai
dan kesalahan yang disengaja c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah,
bila nasabahnya tidak Jujur.29

2. Belum adanya standarisasi produk mudharabah, sebagaimana juga produk


perbankan lainnya, hal ini dikarenakan persoalan-persoalan fiqh yang
berkaitan dengan keuangan Islam masih banyak yang belum terselesaikan.
Ini sangat wajar karena fiqh mengalami kemandegan selama berabad-abad.
Sesudah pendirian bank-bank Islam, persoalan-persoalan fiqh yang
berkaitan dengan keuangan menjadi bahan yang paling hangat dibicarakan.
Namun persoalan-persoalan ini sulit untuk dipecahkan karena tidak ada
contoh pada masa lampau, dan menuntut pemikiran segar dalam memahami
nash-nash dan maqashidusy-syari’ah serta realitas-realitas modern untuk
mendapatkan penyelesaian yang efektif.30

G. Kelebihan Musyarakah kontenporer.

Bank sebagai lembaga usaha yang bergerak di bidang keuangan yang kegiatan
operasionalnya harus didasarkan pada tingkat efisiensi, produktivitas, dan profilitabilitas
yang layak mempunyai beberapa ketentuan-ketentuan khusus yang mengatur lalu lintas
keuangan yang dilakukan oleh shahibul mal dan mudharib.31Ketentuan tersebut tentu saja
diatur sedemikian rupa sehingga proses intermediatry berjalan tanpa hambatan dan dapat
memberikan keuntungan khususnya bagi shahibul mal dan bank itu sendiri. Penerapan
mudharabah pada sistem perbankan modern menjadi sangat rigid dan formal. Keadaan ini
tentu harus disadari karena mudharabah yang sesungguhnya merupakan sistem kerja
sama masyarakat yang hidup jauh sebelum munculnya islam dan mengalami kejayaan
pada masyarakat yang hidup pada abad pertengahan dengan tingkat kesederhanaan sarana

28
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Cet I, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm.xix.
29
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Cet. Ke 3, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hlm.84

30
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, Edisi Khusus, Tazkia
Institute, Jakarta, 2000, hlm. 139
31
Faisal Afif, Strategi dan Operasional Bank. Bandung. PT Eresco.1996: h 6
dan prasarana dilakukan dengan sistem kepercayaan (non-formal) sekarang dipaksa untuk
beradaptasi dengan iklim perekonomian modern. Oleh karena itu, aplikasinya dalam
aktivitas- aktivitas keuangan modern dalam masyarakat industry dan kompleks tersebut
tidak dapat memberikan validitas bagi pemberlakuannya.32

32
Sjahdeini. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia.Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1998: h 119

Anda mungkin juga menyukai