Anda di halaman 1dari 16

Kelompok 2

BENTUK JUAL BELI TERLARANG DARI SEGI KEGIATANNYA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah : Hadits Ekonomi

Dosen Pengampu : Ahmad Junaidi MPDI

Disusun oleh:

Eka Novia Ramadhani

NIM: 2114140297

Mutia

NIM: 2114140287

IAIN PALANGKA RAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT karena
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Hadits Ekonomi dengan judul

“Bentuk jual beli terlarang dari segi kegiatannya”

Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia pendidikan.

Rabu, 28 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. Latar belakang ...............................................................................................................1

B. Rumusan masalah ..........................................................................................................1

C. Tujuan penulisan ...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................2

A. Konsep jual beli Mulamasah ........................................................................................2

B. Konsep jual beli Munabadzah ......................................................................................3

C. Konsep jual beli Muzabanah ....................................................................................... 4

D. Konsep jual beli Muhaqolah .........................................................................................5

E. Konsep Jual Beli Najasyi ...............................................................................................6

F. Konsep jual beli Talaqqi Rukban .................................................................................8

G. Menawar barang yang telah ditawar ..........................................................................11

BAB III PENUTUP ............................................................................................................12

Kesimpulan .........................................................................................................................12

Daftar Pustaka ...................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar barang atau benda yang mempunyai nilai secara
suka rela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda dan pihak yang lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara’ yang disepakati
(Hendi Suhendi, 1997 : 68) Jual beli merupakan suatu kegiatan yang bermasyarakat dikalangan
umat manusia, dan Islam datang memberikan peraturan dan prinsip dasar yang jelas dan tegas.

Jual beli yang dilarang hukum Islam diantaranya adalah jual beli yang mendatangkan
kemadharatan, seperti tipu muslihat (gharar) dengan cara mengurangi timbangan atau takaran
dan mencampuri barang yang berkualitas tinggi dengan barang yang rendah. Maksudnya jual
beli adalah semua jenis jual beli yang mengandung unsur kebodohohan atau penipuan. Padahal
sudah jelas Allah AWT telah melarang bagi seseorang untuk memakan harta dengan cara bathil.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana konsep dan hadits tentang jual beli Mulamasah ?

2. Bagaimana konsep dan hadits tentang jual beli Munabadzah ?

3. Bagaimana konsep dan hadits tentang jual beli Muzabanah ?

4. Bagaimana konsep dan hadits tentang jual beli Muhaqolah ?

5. Bagaimana konsep dan hadits tentang Jual Beli Najasyi ?

6. Bagaimana konsep dan hadits tentang Talaqqi Rukban ?

7. Bagaimana konsep dan hadits tentang Menawar barang yang telah ditawar ?
C. Tujuan penulisan

Mengetahui dan memahami konsep dan hadits tentang jual beli terlarang dari segi kegiatannya
diantaranya mulamasah, munabadzah, muhaqolah, najasyi, talaqqi rukban, dan menawar barang
yang telah ditawar orang lain.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep jual beli Mulamasah

Mulamasah secara bahasa adalah sighah (bentuk) ‫علَة‬ َ ‫ لَ َم‬yang berarti menyentuh
َ ‫ ُمفَا‬dari kata ‫س‬
sesuatu dengan tangan.

Sedangkan pengertian mulamasah secara syar’i, yaitu seorang pedagang berkata, “Kain mana
saja yang engkau sentuh, maka kain tersebut menjadi milikmu dengan harga sekian.”

Jual beli ini bathil dan tidak diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) para ulama akan
rusaknya jual beli seperti ini.

Imam al-Bukhari dan Muslim ‫ رحمهما هللا‬meriwayatkan dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia
berkata:

.‫س ِة َو ْال ُمنَا َبذَ ِة فِي ْال َبي ِْع‬


َ ‫ع ِن ْال ُمالَ َم‬
َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫نَ َهى النَّ ِب‬
َ ‫ي‬

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mulamasah dan munaba-dzah dalam jual beli.”

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahiih-nya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia
berkata, “(Jual beli mulamasah), yaitu masing-masing dari dua orang menyentuh pakaian milik
temannya tanpa ia perhatikan dengan seksama.”

Jual beli ini tidak layak dengan dua sebab:

1. Adanya jahalah (ketidakjelasan barang)

2. Masih tergantung dengan syarat.

2
Syaratnya ialah seorang pedagang berkata, “Aku jual pakaian yang engkau sentuh dari pakaian-
pakaian ini.”

Masuk dalam larangan ini semua barang, maka tidak boleh membeli sesuatu dengan cara
mulamasah karena adanya dua sebab yang sudah disebutkan tadi, baik barang tersebut berupa
pakaian atau yang lainnya.

B. Konsep jual beli Munabadzah

‫إن ما أصاب‬: ‫ ويقول لصاحب الغنم‬، ‫ أي يطرحها ويرميها‬، ‫كان الرجل «ينبذ »الحصاة‬. ‫بيع في الجاهلية‬: ‫بيع المنابذة‬
‫وقيل غير ذلك‬. ‫الحجر فهو لي بكذا‬

Artinya: “Jual beli munabadzah: jual beli era jahiliyah, di mana seseorang melakukan
pelemparan kerikil atau semacamnya terhadap objek barang yang dibeli (seumpama sekawanan
kambing), kemudian berkata kepada pemilik dagangan kambing: “yang terkena lemparan batuku
ini menjadi milikku aku tukar dengan harga sekian-sekian.”

Kadang definisi munabadzah disampaikan dengan konteks lain.” (Mu’jamu al-Ma’anay) Masih
dalam kitab yang sama, dijelaskan bahwa asal kata dari munabadzah adalah berasal dari kata
nabadza yang berarti memeras anggur sehingga menghasilkan anggur perasan. Sebagaimana
makna ini tercermin dari sebuah Hadits Muslim, Nomor Hadits 3745, di mana disampaikan:

ُ‫ فَيَ ْش َربُهُ ِعشَاء َونَ ْن ِبذُهُ ِعشَاء فَيَ ْش َربُه‬، ‫غد َْوة‬ َ ُ‫ َولَه‬، ُ‫سلَّ َم فِي ِسقَاء يُوكَى أَع ََْله‬
ُ ُ‫ع ْز ََل ُء نَ ْن ِبذُه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ ُ ‫ُكنَّا نَ ْن ِبذُ ل َِر‬
ِ َّ ‫سو ِل‬
َ ‫ّللا‬
ُ
‫غد َْوة‬

Artinya: “Kami biasa membuat perasan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam
air minum yang bertali di atasnya, kami membuat rendaman di pagi hari dan meminumnya di
sore hari, atau membuat rendaman di sore hari lalu meminumnya di pagi hari” (HR.
Muslim). Dan yang kita kehendaki dalam tulisan ini, munabadzah sebagai bagian dari akad jual
beli lempar kerikil sebagaimana pengertian pertama, atau yang memiliki pengertian sebagaimana
tertuang dalam hadits berikut:

ُ ِ‫الر ُج ََل ِن ِبالث َّ ْو َبي ِْن تَحْتَ اللَّ ْي ِل َي ْلم‬


‫س ُكل‬ َّ ‫أ َ ْن َيتَ َبا َي َع‬: ُ‫سة‬ َ ‫و ْال ُم ََل َم‬,
َ ‫و ْال ُمنَا َبذَ ِة‬,
َ ‫س ِة‬ َ ‫ع ِن ْال ُم ََل َم‬
َ ‫سلَّ َم‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫هللا‬ِ ‫سو ُل‬ ُ ‫نَ َهى َر‬
َ‫علَى ذَلِك‬ َ ‫ب َويَ ْنبِذَ ْاْلخ َُر إِلَ ْي ِه الث َّ ْو‬
َ ‫ب فَيَتَبَايَعَا‬ َ ‫الر ُج ِل الث َّ ْو‬َّ ‫الر ُج ُل إِلَى‬ َّ َ‫أ َ ْن يَ ْنبِذ‬: ُ ‫و ْال ُمنَابَذَة‬,
َ ‫صاحِ بِ ِه بِيَ ِد ِه‬َ ‫ب‬ َ ‫َر ُجل مِ ْن ُه َما ث َ ْو‬

3
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari jual beli mulamasah dan
munabadzah. Mulamasah adalah proses jual belinya dua orang dengan objek barang terdiri dari
dua baju (ada di tangan masing-masing pihak yang beraqad = masing-masing pihak membawa
baju satu dan dipertukarkan) yang dilangsungkan saat malam hari (kondisi gelap), dan tiap-tiap
dari kedua orang ini diperkenankan menyentuh baju yang dibawa rekanannya. Sementara jual
beli munabadzah terjadi melalui saling lempar objek barang yang dipertukarkan yang terdiri dari
objek baju, dan dengan cara itu mereka bertransaksi.” HR. Al-Nasai, dan termaktub dalam Sunan
Al-Nasai, Nomor Hadits 4517.

Adapun untuk kasus munabadzah yang terdiri dari serombongan objek barang yang dijual dan
harus dikenai lemparan, maka dalam hal ini diilustrasikan sebagai ada serombongan kambing
beserta pemiliknya, kemudian ada orang lain yang hendak membelinya. Terjadi kesepakatan jual
beli. Tapi si pembeli bingung, mau pilih kambing yang mana. Akhirnya ia mengambil
kesepakatan dengan pemilik, bahwa kambing yang terkena lemparan, adalah yang terbeli. Para
ulama’ sepakat bahwa jual beli munabadzah ini hukumnya adalah haram seiring ada larangan
dari Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung. Namun, apa yang menjadi illat
keharaman tersebut, di sini para ulama’ menafsilkannya. Pertama, menurut Ibnu Hajar al-
Asyqalany dalam Fathu al-Bari, Juz 4 halaman 420 disampaikan, bahwa illat keharaman itu
adalah karena tidak melihatnya pihak lawan jual beli terhadap barang sehingga berpotensi tidak
saling ridha.

‫أن ينبذ الرجل إلى الرجل ثوبه وينبذ اْلخر بثوبه ويكون بيعهما عن غير نظر وَل تراض‬

Artinya: “[Munabadzah] itu adalah dua orang yang saling melemparkan baju miliknya sehingga
akad jual beli keduanya tanpa disertai melihat dan saling ridha.” (Fathu al-Bari, Juz 4 halaman
420). Istilah "tidak melihat" sehingga khawatir terbit "tidak saling ridha" ini dikategorikan
sebagai illat kemajhulan (tidak diketahuinya kondisi objek barang) dalam banyak teks fiqih
klasik.

C. Konsep jual beli Muzabanah

4
َّ َ ‫ ا‬yang berarti mendorong dengan keras. Para
Muzabanah secara bahasa diambil dari kata ‫لز ْب ُن‬
ulama berkata, “Dari kata itu Allah Ta’ala berfirman:

َ‫الزبَانِيَة‬
َّ ُ‫سنَدْع‬
َ

‘Kelak Kami akan memanggil Malaikat Zaba-niyah.’ [Al-‘Alaq/96: 18]

Karena mereka (para Malaikat pemberi adzab-ed) mendorong orang-orang yang berbuat dosa ke
dalam Neraka dengan kuat, keras, dan kasar.”

Sedangkan makna muzabanah secara syar’i, ialah menjual anggur dengan anggur atau kurma
dengan kurma yang masih berada di pohon atau menjual ruthab (kurma yang masih basah)
dengan kurma yang sudah kering.

Dalam jual beli muzabanah terdapat dua ‘illat (sebab) yang mengharuskan syari’at untuk
melarangnya:

Adanya ketidakjelasan pada barang (karena masih berada di pohon). Juga adanya bahaya yang
akan mengancam salah satu pihak dengan kerugian,

Adanya unsur riba karena kurma yang masih berada di pohon belum jelas (kadarnya, serta baik
dan buruknya), maka menjual kurma dengan kurma yang sejenis, tentu belum memastikan
adanya tamatsul (samanya kadar antara dua barang yang dijualbelikan), sehingga hal tersebut
akan menyebabkan terjadinya riba fadhl.

Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata

‫س ِة َو ْال ُمزَ ابَنَة‬


َ ‫ع ِن ْال ُم َحاقَلَ ِة َو ْال ُمنَابَذَةِ َو ْال ُمَلَ َم‬
َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬
ُ ‫نَ َهى َر‬.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara muhaqalah,
munabadzah, mulamasah, dan muzabanah.”

D. Konsep jual beli Muhaqolah

Al-Muhaqalah diambil dari kata ‫ ا َ ْل َح ْقل‬yang berarti ladang, di mana hasil pertanian masih berada
di ladang. Maksud dari jual beli muhaqalah yaitu menjual biji-bijian (seperti gandum, padi dan
lainnya) yang sudah matang yang masih di tangkainya dengan biji-bijian yang sejenis.

5
Pada jual beli model ini terkumpul dua hal yang terlarang, yaitu:

1. Adanya ketidakjelasan kadar pada barang yang dijualbelikan.

Padanya terdapat unsur riba karena tidak diketahui secara pasti adanya kesamaan antara dua
barang yang dijualbelikan. Padahal ketentuan syar’i dalam hal ini adalah, “Bahwa ketidakpastian
adanya kesamaan (antara dua barang yang dijual-belikan) sama seperti mengetahui secara pasti
adanya tafadhul (melebihkan salah satu barang yang ditukar) dalam hal hukum.”

Ketidakjelasan di sini karena biji-bijian yang masih di tangkainya tidak diketahui kadarnya
(beratnya) secara pasti dan tidak diketahui pula baik dan buruknya barang tersebut.

2. Adapun adanya unsur riba di sini karena jual beli biji-bijian dengan biji-bijian yang sejenis
dengannya tanpa adanya takaran syar’i yang sudah diketahui akan menyebabkan ketidakjelasan
pada sesuatu.

Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia
berkata:

.ِ‫س ِة َو ْال ُمزَ ابَنَة‬


َ ‫ع ِن ْال ُم َحاقَلَ ِة َو ْال ُمنَابَذَةِ َو ْال ُمالَ َم‬
َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُّ ِ‫نَ َهى النَّب‬
َ ‫ي‬

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara muhaqalah, munabadzah,
mulamasah, dan muzabanah.”

E. Konsep Jual Beli Najasyi

Pengertian Najasy Jual beli/ berdagang merupakan salah satu aktivitas manusia yang hampir
dilakukan setiap hari entah itu di pasar, warung, mall, atau tempat jual beli lainnya. Cara
membayarnya pun sudah ada banyak cara melakukannya yaitu dengan bisa tunai, non tunai, dan
sebagainya. Didalam islam jual beli/ berdagang dikenal sebagai Bai’ yang bermakna perjajian
tukar-menukar barang yang terdapat nilai sukarela antara kedua belah pihak, yang dari mereka
samasama akan memperolah barang yang mereka inginkan.

Pengertian jual beli Najasy atau Bai’ Najasy menurut buku Bank Islam : Analisis Fiqh dan
Keuangan, Adiwarman A. Karim (2008 :34) adalah rekayasa pasar dalam demand, yaitu apabila

6
seseorang konsumen (pembeli) menciptakan permintaan palsu terhadap suatu produk sehingga
harga jual produk itu akan naik. Najasy digolongkan oleh Sebagian Ulama kedalam jual beli
yang menyebabkan terjadinya ghabn fahisy (penipuan dalam harga.1 Jual beli/ berdagang Najasy
sangat dilarang oleh Rasulullah SAW seperti yang disebutkan di dalam hadits nya

‫نهى النبي صلى هللا عليه وسلم عن النجش‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang praktik jual beli najasy” (HR Bukhari, dengan
Nomor Hadits 2035). Sayyidina Umar radliyallahu ‘anhu sebagaimana dikutip Syekh Ibnu
Hajar al-Asqalani menegaskan:

‫ وإن البيع َل يحل‬، ‫إن البيع مردود‬: ‫ فبعث مناديا ينادي‬،‫هذا نجش َل يحل‬

”Praktik provokasi harga ini tidak halal.” Oleh karenanya beliau menyuruh seorang petugas agar
mengumumkan bahwa sesungguhnya jual beli najasy (provokasi harga) ini adalah tertolak lagi
tidak halal.” [Fathu al-Bari Syarah Shahih Bukhari li Ibn Hajar al-Asqalani, juz 4, halaman 417)

Bentuk Praktek Najasy

Untuk mengetahui contoh praktek jual beli Najasy, di ilustrasikan sebagai berikut; Misalnya ada
seorang pembeli A yang benar-benar ingin membeli suatu barang di sebuah pasar lalu ia
menawarkan barang tersebut kepada penjual dengan harga 30 ribu, lalu datang pembeli B yang
tidak sungguh-sungguh ingin membeli barang yang sudah ditawar oleh pembeli A ,lalu
menawarnya dengan harga 60 ribu, karena takut tidak mendapatkan barang tersebut lalu pembeli
A menawarnya dengan harga yang lebih tinggi yaitu 70 ribu dan pada akhirnya penjual memberi/
melepas barang itu dengan harga 70 ribu kepada pembeli A. 2 Hukum Praktek Najasy Didalam
buku yang berjudul al-Wafi (2014:301), dijelaskan bahwa hukum melakukan jual beli Najasy

1
Ibid

2
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan at-Tirmidzi, (Jakarta : Pustaka Azzam,
2007), Jilid 3, h. 597- 598.

7
adalah “Haram” bagi pelaku yang sudah mengerti larangan jual beli Najasy. Hal tersebut sudah
disepakati oleh banyak para ulama sehingga Najasy tergolong sebagai bentuk tindakan
kecurangan dan penipuan. Pendapat lain menyatakan jual beli Najasy itu hukumnya “Sah” untuk
praktik jual belinya. Namun untuk orang yang sengaja mempraktikkan jual beli ini akan
mendapatkan dosa atas tindakannya tersebut karena dinilai sebagai perbuatan maksiat. Apabila
praktik Najasy ini dilakukan atas kerja sama antara oknum pelaku dengan penjual atau atas
rekayasa si penjual, maka jual beli tersebut tidak halal. Contoh: Pertama, Apabila perbuatan ini
dilakukan dengan persetujuan penjual dan calo, dan pembeli mempunyai bukti, hukumnya
adalah haram. Allah akan menjadikan kedua-duanya berdosa. Penjual dianggap telah menipu
pembeli dan dengan itu pembeli berhak menuntut khiyar. Jika tiada bukti penjual dan calo
merancang perbuatan tersebut pembeli tidak berhak menuntut khiyar kerana dia sendiri tidak
objektif membuat penelitian. Kedua, Kalau Praktek Najasy ini terjadi tanpa pengetahuan penjual,
maka dosa akan ditanggung oleh orang yang melakukannya. Ketiga, dosa akan ditanggung
sendiri oleh penjual, apabila seseorang telah mengatakan bahwa ia telah membeli barang tersebut
dengan harga yang lebih mahal dari harga yang seharusnya dengan maksud memperdayakan
orang lain.3

Contoh bai’ Najasy salah satunya adalah saat Indonesia dilanda krisis moneter tahun 1997,
terjadi isu kelangkaan bahan pangan, yang menyebabkan masyarakat terutama toko-toko ramai
memborong beras, terjadi peningkatan permintaan tehadap beras yang mengakibatkan naiknya
harga beras, tidak lama kemudia, media massa memberitakan bahwa beras di Gudang bulog
melimpah. Transaksi ini terjadi pula pada pasar modal dan pasar valas, bahkan najasy dalam
bentuk isu (berita bohong) pada pasar ini lebih berpengaruh.

F. Konsep Talaqqi Rukban

Pengertian Sistem Jual Beli Talaqqi Rukban

3
Mustofa Al-Khin, dkk, Kitab Fiqih Mazhab Syafie, (ttp,tp,tth), Jilid 6, h. 36-37

8
ُّ َ ‫ّللَا صلى هللا عليه وسلم ( ََل تَلَقَّ ْوا ا‬
‫ َو ََل‬, َ‫لر ْكبَان‬ ُ ‫ َقا َل َر‬:َ‫ َقال‬-‫ع ْن ُه َما‬
ِ َّ َ ‫سو ُل‬ َّ َ ‫ َر ِض َي‬- ‫اس‬
َ ُ‫ّللَا‬ ٍ َّ‫عب‬
َ ‫ ع َِن اِب ِْن‬,‫او ٍس‬
ُ ‫ط‬َ ‫َوع َْن‬
ُ ‫علَ ْي ِه َواللَّ ْف‬
‫ظ‬ ٌ َ‫ارا ) ُمتَّف‬
َ ‫ق‬ ً ‫س‬ ِ ُ‫ ََل َيكُو ُن لَه‬:َ‫َاض ٌر ِل َبادٍ? َقال‬
َ ‫س ْم‬ ِ ‫ َو ََل َي ِبي ُع ح‬:ُ‫ َما َق ْولُه‬:‫اس‬ َ ‫َاض ٌر ِل َبا ٍد قُ ْلتُ َِلب ِْن‬
ٍ ‫ع َّب‬ ِ ‫َي ِبي ُع ح‬
ِ ‫ِل ْلبُ َخ ِاري‬

Thawus, dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Janganlah engkau menghadang kafilah di tengah perjalanan (untuk
membeli barang dagangannya), dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa."
Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: Apa maksud sabda beliau "Janganlah orang kita
menjual kepada orang desa?". Ibnu Abbas menjawab: Janganlah menjadi makelar
(perantara). Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari.4

Larangan tersebut karena pedagang tidak tahu harga pasar dan tidak memiliki informasi
yang benar tentang harga di pasar. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi para pedagang.
Maka sistem jual beli Talaqqi rukban adalah cara jual beli dengan mencegat pedagang yang
hendak menjualkan barang dagangannya di pasar dan tidak mengetahui informasi harga yang
benar dipasar.5
Talaqqi Rukban juga disebut sebagai Talaqqi as-Silai', suatu peristilahan dalam fiqh
muamalah yang menggambarkan proses pembelian komoditi/barang dengan cara mencegat orang
desa (kafilah), yang membawa barang dagangannya (hasil pertanian, seperti: beras, jagung, dan
gula) sebelum sampai di pasar agar ia dapat membeli barang di bawah harga yang berlaku di pasar.
Praktik ini dapat mendatangkan kerugian bagi orang desa yang belum mengetahui/buta dengan
harga yang berlaku di pasar.6 Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Umar :

4 Dani Hidayat, Terjemahan Bulughul Maram Versi 2.0 (Surabaya: Pustaka Al-hidayah, 2008), Hadits No. 828

5 Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Edisi II (Surabaya:

Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005), hal. 229

6
Asyari, Kamus Istilah Ekonomi Syariah, (Padang, PT. Al-Ma’arif, 2003) , h. 100

9
“Dari Abdullah bin thawus dari ayahnya dari Ibn Abbas ra berkata, Nabi SAW pernah
bersabda :Janganlah kalian menjemput / menyambut kafilah dagang dan janganlah
orang kota membeli barang dagangan orang desa. Lalu aku bertanya pada Ibn Abbas
apa yang dimaksud tidak boleh membeli barang dari orang desa? Ia berkata dalam jual-
beli tidak ada simsar”.7

Hadits tersebut menerangkan bahwa, seseorang yang membawa barang dagangan dari
daerah lain, dengan alasan adanya perbedaan harga barang dagangan di dua daerah tersebut, atau
banyaknya permintaan pasar di daerah yang akan di datangi. Kemudian penduduk asli daerah
tersebut menyambut mereka dengan tujuan untuk membeli barang dagangan tersebut dengan harga
yang lebih rendah dari harga ketika masuk ke pasar, demi memperoleh keuntungan sebanyak-
banyaknya dengan tidak memberitahukan harga yang sedang berlaku.8
Praktik transaksi ini secara konkrit adalah seorang penjual datang ke pasar dan pembeli
menghadangnya sebelum penjual sampai ke pasar. Kemudian pembeli tersebut membeli barang
dagangannya dengan harga dibawah standar pasar karena penjual tidak tahu harga standar yang
berlaku di pasar.
Sebagai kesimpulan Talaqqi rukban adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pedagang
yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya yang terjadi di pasar. Transaksi ini
dilarang karena mengandung dua hal : pertama, rekayasa penawaran yaitu mencegah masuknya
barang ke pasar (entry barrier), kedua, mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga
pasar yang berlaku.
Adanya pelarangan ini dikarenakan adanya unsur ketidakadilan atas tindakan yang
dilakukan oleh pedagang kota yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya terjadi di
pasar. Mencari barang dengan harga lebih murah tidaklah dilarang, namun apabila transaksi jual-
beli antara dua pihak dimana yang satu memiliki informasi yang lengkap sementara pihak lain
tidak tahu berapa harga di pasar yang sesungguhnya, ini sangatlah tidak adil dan merugikan salah
satu pihak.

7
Bukhāri, al-Imam, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Isma’īl bin Ibrāhīm ibnu al-Mugīrah bin Bardizbah, al-
Ja’fy, Saḥiḥ Bukhari, Juz 3, Beirut, Dar al-Fikri, 1401 H / 1981 M), h. 27
8Syihabu al-Din Aḥmad bin ‘Ali bin Ḥajr al-‘Asqalany, Ibanatu al-Ahkam Syarhu Bulugu al-Maram Qismu al-

Mu’amalah, (Juz III) , h. 40

10
Bentuk Sistem Jual Beli Talaqqi Rukban
Mengenai sistem jual beli talaqqi rukban yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, hal ini
nampak jelas bahwa sistem jual beli Talaqqi rukban yang biasa dilakukan oleh masyarakat
Indonesia dan tidak memiliki suatu kejanggalan, dengan praktek mencegat sejumlah penjual yang
akan menjual barang dagangannya ke pasar dan para penjual ini belum mengetahui harga yang ada
dipasar, yang menyebabkan kerugian sedangkan pihak pembeli barang dagangan ini mendapatkan
keuntungan yang besar. Talaqqi Rukban ini dilarang, karena satu pihak memiliki informasi yang
lengkap dan yang satu tidak tahu berapa harga di pasar sesungguhnya dan kondisi demikian
dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang lebih, maka terjadilah penzaliman oleh pedagang
kota terhadap petani yang dari desa.

G. Menawar barang yang telah ditawar

Menawar barang yang ditawar orang lain hukumnya adalah haram berdasarkan hadis dan
kesepakatan ulama.

‫س ْو ِم أَخِ ي ِه‬ َ ‫س ِم ْال ُم ْس ِل ُم‬


َ ‫علَى‬ ُ ‫ قَا َل «َلَ َي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ّللا‬ ُ ‫ع ْن أَ ِبى ه َُري َْرة َ أ َ َّن َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َ »

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
seorang muslim menawar barang yang ditawar oleh muslim yang lain.” (HR Muslim).

Tentang pengertian menawar barang yang ditawar orang lain sebagaimana penjelasan An
Nawawi Asy Syafii bahwa maksudnya adalah adanya kesepakatan antara pemilik barang dengan
peminat barang tersebut untuk mengadakan transaksi jual beli namun keduanya belum
mengadakan transaksi lalu datanglah orang ketiga menemui penjual lantas mengatakan akulah
yang akan membelinya. Hal ini hukumnya haram jika sudah ada kesepakatan harga antara
pemilik barang dengan penawar pertama. (Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim 10:123).

Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan hal ini telah melakukan hal yang haram
sehingga pelakunya tergolong sebagai pelaku maksiat. Meski demikian mayoritas ulama
mengatakan bahwa transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang yang melanggar larangan diatas
adalah transaksi jual beli yang sah. Sedangkan menawar barang yang dijual dengan sistem lelang
hukumnya tidak haram meski barang tersebut sudah ditawar oleh orang sebelumnya.

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Beberapa istilah yang terkait dengan jual beli yang dilarang oleh Rasulullah saw. Pertama,
muhaqalah adalah menjual tanaman-tanaman yang masih di sawah atau di ladang yang belum
siap dipanen; Kedua, muzabanah ialah menjual/menukar buah yang basah dengan buah yang
kering (menjual kurma yang kering dengan bayaran kurma yang basah); danya rasa saling suka
di antara keduanya.Mu’amalah dalam jual beli tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia,
karena antara manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dan mu’amalah dalam jual beli manusia harus berdasarkan ajaran Islam
agar mendapat karunia Allah, agar manusia mengerti dengan hukum-hukum mu’amalah dalam
jual beli dan agar tidak ada yang dirugikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka
Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/258-261

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan at-Tirmidzi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007),
Jilid 3, h. 597- 598.

Mustofa Al-Khin, dkk, Kitab Fiqih Mazhab Syafie, (ttp,tp,tth), Jilid 6, h. 36-37
(Maqoashid Bisnis & Keuangan Islam Oleh Dr. Oni Sahroni, M.A., & Ir. Adiwarman A. Karim,
S.E., M.B.A.,)
Dani Hidayat, Terjemahan Bulughul Maram Versi 2.0 (Surabaya: Pustaka Al-hidayah, 2008),
Hadits No. 828

Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Edisi
II (Surabaya: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005), hal. 229

Asyari, Kamus Istilah Ekonomi Syariah, (Padang, PT. Al-Ma’arif, 2003) , h. 100

Bukhāri, al-Imam, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Isma’īl bin Ibrāhīm ibnu al-Mugīrah bin
Bardizbah, al-Ja’fy, Saḥiḥ Bukhari, Juz 3, Beirut, Dar al-Fikri, 1401 H / 1981 M), h. 27

Syihabu al-Din Aḥmad bin ‘Ali bin Ḥajr al-‘Asqalany, Ibanatu al-Ahkam Syarhu Bulugu al-
Maram Qismu al-Mu’amalah, (Juz III) , h. 40

https://almanhaj.or.id/4037-jual-beli-mulamasah-munabadzah-hashah-muhaqalah.html

https://almanhaj.or.id/4038-jual-beli-mukhabarah-jual-beli-tsunaya-penjualan-disertai-
pengecualian-jual-beli-muzabanah.html

https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/bai-najasy-jual-beli-dengan-rekayasa-permintaan-dan-
provokasi-harga-o2Uux

https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/larangan-jual-beli-munabadzah-dan-alasannya-HGem5

https://pengusahamuslim.com/2658-menawar-barang-yang-1415.html

13

Anda mungkin juga menyukai