Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH TAFSIR AYAT EKONOMI

“Tafsir Ayat tentang Perdagangan”

Dosen Pengampu
Muhammad Fitriadi Noor Salim, S. S., M. H.

Disusun Oleh:

Muhammad Gilang 220105010148

Muhammad Zairullah 220105010129

Abdurrahman Al Jufri 220105010205

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami haturkan ke hadirat Allah SWT. atas segala curahan

nikmat dan karunia-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada

kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “Tafsir Ayat tentang

Perdagangan” yang mana pembelajaran ini merupakan ranah kajian ilmu mata kuliah Tafsir

Ayat Ekonomi.

Dalam pembuatan makalah ini, kami berusaha menguraikan dan menjelaskan

tentang apa itu Tafsir Ayat tentang Perdagangan. Dalam kesempatan ini dengan segala

kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Fitriadi Noor

Salim, S. S., M. H. selaku dosen Tafsir Ayat Ekonomi, yang telah memberikan waktu dan

kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan

baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan

terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca. Akhir kata, kami berharap

semoga makalah tentang Tafsir Ayat tentang Perdagangan ini dapat memberikan manfaat

terhadap pembaca.

Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan

informasi pasa masa yang akan datang, khususnya bagi Mahasiswa/i Ekonomi Syariah.

Banjarmasin, 27 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................5

2.1 Definisi Perdagangan.................................................................................................5

2.2 Tafsir Ayat tentang Perdagangan...............................................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................................21

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia pastinya memiliki kebutuhan yang harus mereka penuhi untuk dapat
bertahan hidup. Kebutuhan disini meliputi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut maka diperlukan usaha-usaha, salah satu usaha
tersebut ialah dengan melalui perdagangan. Perdagangan merupakan kegiatan transaksi jual
beli barang antara penjual dengan pembeli. Adapun seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
manusia tentunya ada aturan yang mengikat terkhusus dalam agama Islam. Islam merupakan
agama sempurna, yang mana ajarannya telah mencakup seluruh kegiatan manusia termasuk
dalam hal perdagangan. Aturan yang mengatur tentang perdagangan ini telah tertuang di
berbagai dalil hukum, terutama di dalam Al-Qur'an yang merupakan sumber dalil hukum
Islam. Oleh karena itu di dalam makalah ini akan dibahas mengenai tafsir ayat tentang
perdagangan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai objek pembahasan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu perdagangan?
2. Bagaimana tafsir ayat tentang perdagangan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui beberapa hal sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu perdagangan
2. Untuk mengetahui bagaimana tafsir ayat tentang perdagangan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Perdagangan


Perdagangan merupakan transaksi jual beli barang yang dilakukan antara penjual
dan pembeli di suatu tempat. Transaksi perdagangan dapat timbul jika terjadi pertemuan
antara penawaran dan permintaan terhadap barang yang dikehendaki. Perdagangan sering
dikaitkan dengan berlangsungnya transaksi yang terjadi sebagai akibat munculnya problem
kelangkaan barang. Perdagangan juga merupakan kegiatan spesifik, karena di dalamnya
melibatkan rangkaian kegiatan. produksi dan distribusi barang.1
Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli.
Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut
menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya
seorang muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah
SWT di dunia dan akhirat.2
Pada hakikatnya dalam sebuah perdagangan menurut Islam di kenalnya pasur dan
landasan dalam perniagaan Islam adalah pasar. Aturan yang paling mendasar untuk
menegakkan yang benar dan yang salah dalam perniagaan adalah menurut fiqh yang
bersumber al-quran dan sunnah kepada contoh ilmu dan amal dimulai masa Rasulullah SAW
dan tiga generasi awal yang terbaik. Pasar adalah tempat dimana terjadi jual beli barang dan
jasa. Pasar adalah tempat umum bagi khalayak. Pasar tidak dimiliki, namun setiap orang yang
datang berhak menggunakan lapaknya, dan berjual beli sampai malam.

2.2 Tafsir Ayat tentang Perdagangan


1. Tafsir ayat Q.S Ash-Shaff/61:10

َ َ َ
‫ع ذا ٍب ا ِل‬ ُ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ ٰ َّ َ َ
‫ِ تجا ت ن‬ ‫ع‬ ‫ها ال ا م‬ ُّ‫يٰٓ اي‬
ِ
١٠ ‫ْي ٍم‬ s ‫ك ٰ َر ٍة ج ْي ك‬ ْ ُ َْ
ِ ‫لى‬ ‫ِذي ن ن وا ه ا‬
‫ْ م‬ ْ
ْ ‫م‬ ‫ل ُدل ْم‬
‫ن‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang telah beriman, apakah Aku menunjukkan


kepadamu sebuah perniagaan yang melepaskan kamu dari azab yang pedih?”3

5
1
Arjuna Wiwaha, Sejarah Perdagangan, http://studyandlearningnow.blogspot.com/2013/01/sejarah-
perdagangan-di-indonesia.html.
2
Tuti Rosmalina, Konsep Perdagangan Islam, http://toetiesblogs.blogspot.com/2011/09konsep-perdagangan-
alam.html.
3
Ash-Shiddieqy, T. M. H. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur 5 (Surat 42-114). PT. Pustaka Rizki Putra.

6
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kaum Muslimin agar melakukan amal saleh
dengan mengatakan, “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul -Nya,
apakah kamu sekalian mau Aku tunjukkan suatu perniagaan yang bermanfaat dan pasti
mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda dan keberuntungan yang kekal atau
melepaskan kamu dari api neraka.”
Ungkapan ayat di atas memberikan pengertian bahwa amal saleh dengan pahala
yang besar, sama hebatnya dengan perniagaan yang tak pernah merugi karena ia akan masuk
surga dan selamat dari api neraka. Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka”. (At-Taubah/9:111)
Kemudian disebutkan bentuk-bentuk perdagangan yang memberikan keuntungan
yang besar itu, yaitu:
1) Senantiasa beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
adanya hari Kiamat, qada‘dan qadar Allah.
2) Mengerjakan amal saleh semata-mata karena Allah bukan karena ria adalah
perwujudan iman seseorang.
3) Berjihad di jalan Allah. Berjihad ialah segala macam upaya dan usaha yang
dilakukan untuk menegakkan agama Allah. Ada dua macam jihad yang disebut
dalam ayat ini yaitu berjihad dengan jiwa raga dan berjihad dengan harta. Berjihad
dengan jiwa dan raga ialah berperang melawan musuh-musuh agama yang
menginginkan kehancuran Islam dan kaum Muslimin. Berjihad dengan harta yaitu
membelanjakan harta benda untuk menegakkan kalimat Allah, seperti untuk biaya
berperang, mendirikan masjid, rumah ibadah, sekolah, rumah sakit, dan kepentingan
umum lainnya.
Di samping itu, ada bentuk-bentuk jihad yang lain, yaitu jihad menentang hawa
nafsu, mengendalikan diri, berusaha membentuk budi pekerti yang baik pada diri sendiri,
menghilangkan rasa iri, dan sebagainya.
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa iman dan jihad itu adalah perbuatan yang
paling baik akibatnya, baik untuk diri sendiri, anak-anak, keluarga, harta benda, dan
masyarakat, jika manusia itu memahami dengan sebenar-benarnya.4
Dilihat dari sebab-turun QS. As-Saff [61] ayat 10-11, telah memberikan penawaran
bagi orang-orang yang beriman tentang amal yang dicintai Allah dan paling afdhal daripada

7
4
Kemenag.go.id. Q.S. As-Saff Ayat 10. https://kalam.sindonews.com/ayat/10/61/as-saff-ayat- 10

8
mereka berjihad tapi tidak pernah melakukannya baik memukul, menusuk maupun
membunuh. Andaikata mereka mengetahui, niscaya mereka akan turut ikut
memberikan harta benda dan keluarga.
Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan maksud kata tijarah pada ayat
di atas sebagai amal saleh. Memang Al-Qur’an seringkali menggunakan kata itu untuk makna
tersebut. Karena motivasi beramal saleh oleh banyak orang adalah untuk memperoleh
ganjaran persis seperti perniagaan yang digunakan seseorang untuk memperoleh keuntungan.
Imam Baighawi dalam tafsir Baighawi juga menjelaskan, bahwa perdagangan itu
menguntungkan. Namun, dengan ridha Allah sehingga mendapat surga-Nya dan tertolong
dari api neraka.
Sementara Imam As-Syaukani dalam tafsir Fathul Qadir menjelaskan ayat 10 di atas
sebagai balasan. Allah menjadikan amal tersebut seperti perniagaan. Karena mereka akan
memperoleh keuntungan di dalamnya, yaitu memasukkan mereka ke surga dan
menyelamatkan mereka dari neraka.
Kata tunjikum pada ayat 10 di atas diterjemahkan mufassir dengan menyelamatkan
atau membebaskan dari sesuatu. Dari kata ini juga terbentuk kata najwah yang berarti tempat
yang tinggi yang dapat memberi keselamatan.
Dengan demikian, ayat 10 di atas dengan mudah dapat dipahami. Bahwa Allah Swt
menawarkan satu bentuk tijarah perdagangan yang akan menyelamatkan dan membebaskan
manusia dari api neraka.
Sepintas dapat dikatakan bahwa keselamatan dari siksa api neraka bukan merupakan
dambaan bagi para pedagang. Maka dengan kata lain tidak rugi bukanlah harapan mereka
tetapi yang mereka harapkan adalah keuntungan.
Jadi, orang yang beriman dan beramal saleh akan memperoleh keuntungan.
Sebagaimana halnya orang yang berdagang dan memperoleh keuntungan yang seolah tak
pernah berhenti.
Ajaran Islam memiliki tingkat tertentu yang sangat abstrak. Seperti balasan bagi
orang yang beriman dan beramal saleh. Hal ini akan sulit dipahami bagi masyarakat Arab
masa itu yang telah hidup pada dunia yang serba material dan pragmatis. Bangsa Arab hidup
dari perdagangan terutama masyarakat Makkah dan kota-kota besar lainnya.
Para pedagang tentu saja ingin memperoleh keuntungan. Sampai-sampai praktik riba
juga dilakukan untuk memperoleh keuntungan tersebut. Oleh sebab itu, pada saat Allah
mengumpamakan iman dan amal saleh seperti pedagang yang beruntung, maka mereka akan

9
mudah memahami. Apabila mereka beriman dan beramal saleh, mereka juga akan memperoleh
keuntungan dari Allah Swt berupa terbebas dari siksa api neraka.5

2. Tafsir ayat Q.S An-Nur/24:37

ٰ ْ
َ َ ْ ُ َ َ ‫ۙة‬ َّ َ ْ َ ٰ َّ َ َ ‫ه‬ ْ َ ٌ ْ َ َ َّ ٌ َ َ ْ ْ ْ ُ َّ ٌ َ
‫ِ ر جا لال ت ل ِه ي ِه م ِ تجا ر ة وال ب ي ع ع ن ِذ ك ِر ا ِّٰلل و ِا قا ِم الص لو ِة و ِاي تۤا ِء الز كو ِ يخا ف و ن ي‬

ْ ‫ْ ً َ َ َ َّ ُ ف‬
‫و ما ت ت قل ب ِ ي ِه‬

ُ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ ُ ْ
٣٧ ‫ا ل ق ل و ب وال ا ب صا ۙر‬

Artinya: “Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh kesibukan bisnis (perniagaan) dan
aktivitas jual beli dari mengingat Allah, mendirikan sembahyang dan
mengeluarkan zakat. Mereka takut kepada hari, di mana hati gemetar
dan mata melotot.”6

1.)
‫( ِ ر ّ َل ُت ْل ِهي ِه ْم َ و ََل‬laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
‫ِت ٰج َرة َب ْي‬ ‫َجا‬
‫ع‬ ‫ل‬
oleh jual beli). Ibnu Abbas berkata: mereka adalah para lelaki yang mengharap karunia
Allah dengan jual beli, namun jika mereka mendengar azan sebagai panggilan untuk
shalat mereka meletakkan apa yang ada di tangan mereka kemudian berdiri dan
berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat.
2.) ‫( َ ِ ذ ْك‬dari mengingati Allah). Dengan nama-nama-Nya yang baik.
‫ع ِر لال‬
‫ن‬
3.) َ‫( وإَقا م ّ صل‬dan (dari) mendirikan sembahyang). Yakni mendirikannya pada waktunya
ِ ِ َ
‫وة‬
ِ ٰ ‫ال‬
masing-masing tanpa menunda-nunda.
َ ِ ‫وة َك ّز ال ِء‬
4.) ٰ ‫إيتآ َو‬ ِ (dan (dari) membayarkan zakat). Yakni zakat yang wajib mereka tunaikan.
5.) ‫( يَ َخا ُف َ ن ي‬Mereka takut kepada suatu hari). Yakni hari kiamat.
‫و ْو ًما‬

6.) ‫ُ ب ِفي ِه ا‬
‫( َتَتَقّل‬yang (di hari itu) hati menjadi goncang). Yakni hati menjadi terombang-
‫ْلقُلو ُ ب‬
ambing antara harapan untuk dapat selamat dan takut dari kebinasaan.

10
7.) ٰ ‫وا‬
َ (begitu pula penglihatan). Adapun penglihatan yang tergoncang adalah ketika
‫ْْلَ ْب ص‬

‫ُر‬
mereka melihat dari mana mereka berasal dan ke mana mereka akan di bawa.7
Beberapa penafsiran ulama sebagai parameter apakah terjadi pergeseran dalam
memaknai atau menjelaskan surah al-Nur/24:37 dari masa klasik hingga masa kontemporer,

5
Afiruddin, M. Perdagangan Sebagai Jihad: Tafsir Surat As-Saff ayat 10-11. https://tanwir.id/perdagangan-
sebagai-jihad-tafsir-surat-as-saff-ayat-10-11/
6
Ash-Shiddieqy, T. M. H. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur 4 (Surat 21-42). PT. Pustaka Rizki Putra.
7
https://tafsirweb.com/6165-surat-an-nur-ayat-37.html

11
sebab hemat peneliti beranggapan, untuk mengambil suatu kesimpulan maka perlu
memandang secara luas dan objektif.
Pada tafsir Jami al-Bayan an Ta'wil, al-Thabari menjelaskan makna surah al-
Nur/24:37, mengenai laki laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual
beli dari mengingat Allah.
Maksudnya adalah terkait orang orang yang shalat dalam masjid yang telah
diperintahkan oleh Allah untuk membangunnya dan memakmurkannya, dan mereka tidak
dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari berdzikir kepada Allah dan juga mereka
menegaakkan shalat pada waktunya, membayarkan zakat (mengiklaskan segala ketaatan
kepada Allah SWT, dan mereka takut suatu hari hati dan penglihatan mereka menjadi
goncang, sebab karena resah antara harapan mereka akan selamat dan kehati-hatian agar
selamat.8
Pada tafsir al-Jāmi Ii Ahkam al-Qur'an, al-Qurthubi menjelaskan bahwa laki-laki
yang tidak disibukkan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah, mereka
menunaikan shalat dan juga mengeluarkan kata perniagaan disebutkan secara khusus sebab
perniagaan adalah salah satu aktivitas yang menyibukkan manusia untuk menunaikan shalat.
Mereka takut suatu hari hati mereka menjadi goncang, ketika tercabutnya roh dari
kerongkongan.9
Menurut Sayyid Quthb, ayat 37 pada surah al-Nur begitu serasi dengan ayat
sebelumnya, yaitu masjid-masjid itu telah diperintahkan untuk dimuliakan dengan izin Allah
Swt, dan izin Allah adalah perintah yang harus dilaksanakan, kemudian Allah melanjutkan
penjelasannya tentang para laki-laki yang tiada dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli.
Padahal perniagaan dan jual beli merupakan bekal dan kekayaan, tetapi walaupun
mereka sibuk dengan ke dua aktivitas itu mereka tidak lengah dari menunaikan shalat dan
kewajiban seorang hamba dalam mengeluarkan zakat, hati dan penglihatan tergoncang.
disebabkan kekacauan, kedahsyatan, mereka takut akan hari itu (hari kiamat) sehingga
mereka tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah. 10
Al-Maragi menjelaskan bahwa laki laki yang pada permulaan hari hingga sampai
pada penghujung hari tidak disibukkan oleh dunia dan perhiasannya tidak pula dari jual beli
dan perniagaan mereka dari mengingat Tuhan. Pencipta dan pemberi rezeki mereka, karena
mengetahui bahwa apa yang ada pada diri Allah lebih baik dan bermanfaat bagi mereka
dibanding apa yang ada pada mereka, sebab apa yang ada pada mereka pasti habis. sedangkan
apa yang ada pada Allah tetap kekal, mereka mengerjakan shalat pada waktunya menurut

12
8
Al-Tharabi, Jami al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008). hlm. 196-198
9
Al-Qurthubi, al-Jami Li Ahkam al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2014). hlm. 700-701
10
Ibid, hlm. 244

13
aturan yang telah digariskan oleh agama, dan mengeluarkan zakat yang diwajibkan kepada
mereka untuk megeluarkannya guna membersihkan diri mereka dari segala kotoran.
Al-Zuhaili, penggunaan kata rijālun memberikan kesan bahwa laki-laki mempunyai
semangat yang tinggi dan kata zikr Allah dalam hal ini maksudnya berdzikir kepada Allah
selain dari pada shalat, dan penggunaan kata tijarah disebutkan secara. khusus karena
perniagaan adalah aktivitas duniawi yang paling sering membuat manusia lupa dan lalai dari
menjalankan shalat.
Shihab menjelaskan ayat 37 surah al-Nur, dia berkata bahwa mereka yang
memuliakan dan menyebut nama Allah adalah laki-laki, yakni manusia-manusia terhormat
yang tidak dilalaikan dengan oleh perniagaan, betapapun besarnya perdagangan dan usaha
mereka dan tidak pula lupa tetap berdzikir kepada Allah betapapun mendesaknya kebutuhan
mereka, mereka menunaikan shalat dan mengeluarkan zakat secara sempurna, mereka takut
kepada suatu hari yang ketika hati dan penglihatan digoncang.11
Hamka, dalam menjelaskan ayat 37 menghubungkan dengan dua ayat sebelumnya.
terkait cahaya Tuhan di langit dan burni, menurutnya bahwa laki laki yang dimaksud dalam
ayat ini adalah orang orang yang menginginkan cahaya Allah SWT, di dalam rumah
peribadatan dengan cara menjunjung tinggi nama-Nya, baik itu dengan hati maupun dengan
lidah, bersembahyang, bertasbih menjunjung tinggi kesucian dan keagungan-Nya di waktu
pagi dan petang. Mereka yaitu manusia manusia melaksanakan shalat untuk mendekati Allah,
dan membebaskan jiwa dan diri dari segala pengaruh benda, pangkat kebesaran.12
Mereka, yaitu orang yang disebutkan dalam ayat 37 yang mengerjakan jual-beli,
berniaga sebab beranggapan bahwa itu juga adalah bagian dari dzikir sebab Allah yang
memerintahkan.13

3. Tafsir ayat Q.S Al-Baqarah/2:275

11
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian dalam Al-Qur’an. (Tangerang:
Lentera Hati, 2002)
12
Amrullah, A.K. Tafsir Al-azhar. (Singapura: Pustaka NasionalPTE LTD Singapura, 1990). hlm. 4944-4945
13
Taufiq, M., Fatirawahidah, Gaffar, A., dan Zuhrah, N. (2021). Karakter Berniaga dalam Q.S. Al-Nuur/24:37:
Kajian Tahlili. El-Maqra’ 1(2), pp 107-109.

14
ُ َّ َ َ
‫ك ِب ان ه‬ َ ُ ٰ َّ ُ ُ َ َّ ُ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ُ ُ ْ َّ َ
‫ ي ق و م و ن َ ي ق ْو ُم ال ِذ خَّب ط ه الش ْي ط ن ِم ن ا‬s ‫ذي َن َي أ ك ل ْو ن ال‬
ْ
ِ ‫ال‬
ُ ِ
ْ َ ْ ٰ ْ َ ْ َ
َ َّ
‫م قا ل وْٓا‬
‫ِّۗس ِذل‬s ِ ‫ل َم‬ ‫ي َي ت‬ ‫ِاال ك ما‬ َ ٰ
‫ر بوا ال‬

ََٗ ْ َ
‫فل ه‬ َ ْ َ ٌ َ ْ َ ٗ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ ‫ه‬ َ
ُ ْ ُ َ ْ َ َّ
َ ‫ُّٰلل ا ل ب ي ع و حر م ال جۤا ء ه م و ِع ظ ة ِ فا ن ت‬ ‫وا‬ ْ
ِ ‫ِ ان ما ا ل ب ي ع ِم ث ل ال‬
‫ما‬ ٰ s ْ s
‫م ن َِّر ب ٖه‬ ْ َ ٰ َّ َ
‫هى‬ ‫ر بوِّۗا ف َم ن‬sِ ٰ
‫ر بوۘا حل ا‬s

َ ُ ٰ
٢٧٥ ‫خ ِل د ْو ن‬ ْ َ َ َ َ
َّ ُ ٰ ْ َ َ
‫ف‬
َ
‫ف َو ا ْم ُر ٗهْٓ ِالى و م ن‬
َ َ َ
‫ك ا ص ح ب النا ِۚر‬ ِّۗ ‫س ل‬
ٰۤ ُ َ َ ‫ه‬
َ ُ ‫عا د‬
‫ه ْم ِف ْي ها‬ ‫اول‬ ‫ا ِّٰلِّۗل‬
‫ِٕى‬

Artinya: “Orang-orang yang memakan riba itu tidaklah akan berdiri, melainkan
sebagai berdirinya orang yang diharu biru syaitan dengan tamparan.
Menjadi demikian, karena sesungguhnya mereka berkata: Tidak lain
perdagangan itu hanyalah seperti riba juga. Sedang Allah telah
menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Lantaran itu maka
barangsiapa yang telah kedatangan pengajaran dari Tuhannya lalu dia
berhenti, maka baginya lah apa yang telah berlalu, dan perkaranya
terserahlah kepada Allah, akan tetapi barangsiapa yang kembali (lagi),
maka mereka itu menjadi ahli neraka; mereka akan kekal di dalamnya.”
Kalimat dalam ayat ini makan riba telah pindah menjadi kata umum. Sebab
meskipun riba bukan semata-mata buat dimakan, bahkan untuk membangun kekayaan yang
lain-lainpun, namun asal usaha manusia pada mulanya ialah "cari makan". Maka di dalam
ayat ini diperlihatkanlah peribadi orang yang hidupnya dari makan riba itu. Hidupnya susah
selalu, walaupun bunga uangnya dari riba telah berjuta-juta. Dia tidak merasai kenikmatan di
dalam jiwa lantaran tempat berdirinya ialah menghisap darah orang lain. Dia diumpamakan
dengan orang yang selalu kacau dan gelisah dan resah, dan haru-biru karena ditampar syaitan.
Selalu merasa takut kalau kalau uangnya tidak dibayar orang. Dan kalau tidak terbayar oleh
yang berhutang sehingga harta benda orang itu perlu dirampasnya, maka budinya bertambah
kasar. Perasaan halus yang ada di hati sanubarinya perlu ditekannya, supaya keuntungan
masuk. Ada pemakan riba yang usianya sudah 60 tahun sampai hati menyesakkan piutangnya

15
kepada orang yang berhutang, walaupun orang itu sedang dalam keadaan sakit keras. Bahkan
kalau orang itu langsung mati, dan ada mempunyai anak gadis usia 16 tahun, si tukang riba
yang berusia 60 tahun itu, sampai hati saja melepaskan hutang itu asal dibayar dengan anak
gadis itu, untuk menjadi bini mudanya. Kerapkali si tukang riba tidak ingat lagi menyegesi
badannya; baju kotor, sepatu tidak berganti, celana kotor, sedang pekerjaannya siang malam
hanya menghitung uang di sana sekian, bunganya mestinya sekian, si anu telah lari, si fulan
ingkar membayar, uang tinggal pada si anu sekian dan si anu perlu dibeslah hartanya.
Dan lain-lain yang

16
difikirkannya untuk keuntungan diri sendiri dan untuk memeras menindas orang lain,
sehingga dia tidak pernah merasa enak tidur.
Mengapa sampai demikian dia? Sampai sebagai orang dirasuk syaitan? Sehingga
wajahnyapun kelihatan bengis, matanya melotot penuh benci? Tetapi mulutnya manis
membujuk-bujuk orang supaya suka berhutang kepadanya? Sebelum orang itu jatuh ke dalam
perangkapnya yang payah melepaskan diri? "Menjadi demikian, karena sesungguhnya
mereka berkata: Tidak lain per- dagangan itu hanyalah seperti riba juga." Artinya karena dia
hendak membela pendiriannya menternakkan uang, dia mengatakan bahwa pekerjaan orang
berniaga itupun serupa juga dengan pekerjaannya makan riba, yaitu sama-sama mencari
keuntungan atau sama-sama cari makan. Keadaannya jauh berbeda. Berdagang, ialah si
saudagar menyediakan barang, kadang-kadang didatangkannya dari tempat lain, si pembeli
ada uang pembeli barang itu. Harganya sepuluh rupiah, dijualnya sebelas rupiah. Yang
menjual mendapat untung yang membelipun mendapat untung pula. Karena yang
diperlukannya telah didapatnya. Keduanya sama-sama dilepaskan keperluannya. Itu sebabnya
dia dihalalkan Tuhan. Bagaimana dia akan diserupakan dengan cari keuntungan secara riba?
Padahal dengan riba yang berhutang dianiaya, diisap kekayaannya, dan yang berpiutang
hidup senang-senang, goyang kaki dari hasil ternak uang?
Lantaran itu maka barangsiapa yang telah kedatangan pengajaran dari Tuhannya,
lalu dia berhenti," dari makan riba yang sangat jahat dan kejam itu, "maka baginyalah apa
yang telah berlalu." Artinya yang sudah-sudah itu, sudahlah! Kalau dia selama ini telah
menangguk keuntungan dari riba tidaklah perlu dikembalikannya lagi kepada orang-orang
yang telah dianiayanya itu; sama saja dengan dosa menyembah berhala di zaman musyrik,
menjadi habis tidak ada tuntutan lagi kalau telah Islam. "Dan perkaranya terserahlah kepada
Allah"; sehingga manusia tidak berhak buat membongkar-bongkar kembali, sebab yang
demikian memang salah satu dari rangkaian kehidupan jahiliyah, yang tidak senonoh itu.
"Akan tetapi barangsiapa yang kembali (lagi), "padahal keterangan yang sejelas ini sudah
diterimanya; "maka mereka itu menjadi ahli neraka; mereka akan kekal di dalamnya." (ujung
ayat 275).
Riba adalah salah satu kejahatan jahiliyah yang amat hina. Riba tidak sedikit juga
sesuai dengan kehidupan orang beriman. Kalau di zaman yang sudah sudah ada yang
melakukan itu, maka sekarang karena sudah menjadi Muslim semua, hentikanlah hidup yang
hina itu. Kalau telah berhenti, maka dosa-dosa yang lama itu habislah hingga itu, bahkan
diampuni oleh Allah. Kalau misalnya. dari harta keuntungan riba mereka mendirikan rumah,
tidak usah rumah itu dibongkar. Mulai sekarang hentikan sama sekali. Tetapi kalau ada yang

17
kem bali kepada hidup makan riba itu, samalah dengan setelah Islam kembali menyembah
berhala; sama kekalnya dalam neraka.14
Adapun asbabunnuzul turunnya ayat ini adalah karena kebiasaan orang arab jahiliah
pada masa itu, menurut Umar Ibnu Khattab Ayat Alquran tentang riba, termasuk ayat-ayat
yang terakhir diturunkan. Sampai Rasulullah wafat tanpa menerangkan apa yang dimaksud
dengan riba. Maka tetaplah riba dalam pengertian yang umum, seperti bunga yang dikerjakan
orang Arab di zaman jahiliyah. Kalangan orang jahiliah ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan: Yang pertama bunga itu merupakan keuntungan yang besar bagi yang
meminjamkan dan sangat merugikan si peminjam. Bahkan ada kalanya si peminjam terpaksa
menjual dirinya untuk dijadikan budak agar ia dapat melunasi pinjamannya. Yang kedua
perbuatan itu pada zaman jahiliah termasuk usaha untuk mencari kekayaan dan untuk
menumpuk harta bagi yang meminjamkan. Keterangan Umar ini berarti bahwa Rasulullah
sengaja tidak menerangkan apa yang dimaksud dengan riba karena orang-orang Arab telah
mengetahui benar apa yang dimaksud dengan riba itu.
Di zaman sekarang ada banyak jenis-jenis perdagangan, bisnis, ataupun kegiatan
ekonomi lainnya yang mana terdengar modern, namun jika ditelusuri lebih dalam tidak lain
dan tidak bukan terdapat riba di dalamnya, hal inilah yang perlu dihindari. Maka dari itu
apapun jenis usahanya prinsip tanpa riba harus tetap dijadikan sebagai landasan di dalamnya.

4. Tafsir ayat Q. S Al- Jumu’ah/62:9-11

ُ
ُ ْ ْ َ ْ َ ‫ِ م ْنَّي ْو ِم ا‬ َّ
ْ‫ك م‬ َ ْ ُ َ َ َ ْ ُ ٰ َْ َ َ ٰٓ
‫ك‬ ‫فا س ع وا ِ ذ ك و ذ روا ا ل ب‬ ‫ن و ِد ي‬ ‫َم‬ ‫ي ايُّ ها ال ِذي ن ا‬
َّ ٰ ْ ٰ َّ
ٌ ْ َ ‫ْي َعِّۗ ٰذِل‬ ‫ه‬ َ ُ ُ َ ْ ُ
‫خ ي رل‬ ‫ِالى ِر ا‬ ‫لج م ع ِة‬ ‫ِلص لو ِة‬ ‫ن ْٓوا ِا ذا‬
‫ْم‬
‫ِّٰلل‬

‫ه‬
ُ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ُ ‫ِا‬
َ ‫م ْن َف ْض َ وا ْذ ك‬ ‫فا ن ت ِ فى ال ا ر وا ب ت‬
َ
‫ك ت ْع ل ُم ْو ف ِا ذا ق ِض ي ِت‬
‫ّٰلل‬ ِ ْ
‫ُروا ا‬ ‫ه‬ ْ ُ ‫ِض‬ ‫ِش ُر ْوا‬ ُ ٰ َّ َ ُ ْ ‫ن‬
‫ِل ا ِّٰلل‬ ‫غ وا‬ ‫الص لو ة‬ ٩ ‫ن‬ ‫نت‬
‫ْم‬
ْ ‫ه‬ َ ْ
ُ َ َ ُ َ َّ ً ْ َ
ُ ً َُّ ْ ْْ ً َ َ َ َ َ
َْ ََ ُْ ُ
‫ِ عند ا ِّٰلل‬
‫خير‬ ‫ و ِاذا راوا ِتجارة او لهوا انفضْٓوا ِاليها وتركوك قۤا ِٕىمِّۗا قل ما‬١٠ ‫ك ِثيرا لعلكم تف ِلحون‬
ۨ 18
ُ ْ َ ‫ َ َّ َ و ِم َن َ َ ه‬s
‫خ ي ر ال هر ِز ِق‬ ‫جا ر‬ ‫ِ م ن الل‬
ُ s
‫لل‬ ّٰ
َ ْ ‫ِةِّۗ َوا‬ ‫ْه و ال ِ ت‬
Artinya: ١١ ࣖ ‫ي ن‬ ِ

14
Amrullah, A. A. Tafsir Al-Azhar Jilid 1. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura.

19
9.) Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan salat pada
hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
10.) Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah
karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.
11.) Apabila (sebagian) mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera
berpencar (menuju) padanya dan meninggalkan engkau (Nabi Muhammad) yang
sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik
daripada permainan dan perdagangan.” Allah pemberi rezeki yang terbaik.

Tafsir Ayat Surat Al-Jum’ah ayat 9 sampai 11 dapat ditafsirkan sebagai berikut:
Ayat-ayat yang dimulai dengan panggilan
ٰ َّ
ْ ُ ‫ْ َ َم‬ َ َ ٰٓ
‫ي ايُّ ها ال ِذي ن ا ن ْٓوا‬

(Hai orang-orang yang beriman) adalah ayat-ayat yang turun di Madinah, sedangkan
yang dimulai dengan (Hai manusia) adalah ayat-ayat yang turun di Mekah. Panggilan yang
ٰ َْ َّ
ْ ُ ‫َم‬ َ ُّ َ ٰٓ
dengan ‫ي اي ها ال ِذي ن ا ن ْٓو ا‬, juga tetapi mesra, panggilan merupakan saja bukan
diawali

dimaksudkan agar yang diajak mempersiapkan diri melaksanakan kandungan ajakan. Dalam
konteks ini diriwayatkan bahwa Nabi SAW; Ibn Ma’ud berkata: “Jika anda mendengar
panggilan ilahi yaa ayyuha alladzina, maka siapkan dengan baik pendengaranmu, karena
sesungguhnya ada kebaikan yang Dia perintahkan atau keburukan yang Dia larang”.15
Panggilan tersebut ditujukan kepada siapa saja yang beriman. Dalam hal ini adalah
ummat Nabi Muhammad SAW. Ada makna kontekstual atau tersirat dalam ayat tersebut
kenapa diawali dengan panggilan kepada orang yang beriman bukan kepada manusia pada
umumnya. Disini Allah nampaknya memberikan qarinah bahwa kebanyakan manusia ketika
akan melaksanakann muamalah seperti jual beli, hutang piutang, gadai, dan sebagainya,
sering dilakukan dengan tidak jujur (merugikan pihak lain). Oleh karena itu hendaknya dalam
bermuamalah harus ditanamkan keimanan yang mantap dan kuat sehingga tidak merugikan
pihak lain dalam bermuamalah.

15
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 3, (Jakarta: Lentera

20
Hati, 2003), h. 6-7.

21
ٰ َّ َ
‫ي ِلل ص لو ِة‬ ُ ‫ِا‬
‫ن‬ َ
ْ ‫ذا‬
‫و‬
‫ِد‬

Yaitu seruan yang dilakukan dihadapan Rasulullah SAW ketika beliau keluar lalu
duduk diatas mimbar. Sedangkan seruan pertama dirumah tertinggi di Madinah yang dekat
dengan masjid telah ditambah oleh Ustman karena banyaknya manusia.16
ْ
َ ُ ُ ْ ْ
‫ِ م نَّي و ِم ا لج م ع ِة‬

“Hari Jumat”, pada masa jahiliyah disebut hari Arubah, sedang orang yang pertama
kali menyebut hari Jumat adalah Ka’ab bin Lu’ay. Diriwayatkan bahwa sebab demikian,
karena penduduk Madinah berkumpul sebelum Nabi SAW datang, kemudian orang-orang
Anshar berkata: Kaum Yahudi mempunyai hari dimana pada setaiap satu minggu sekali
mereka berkumpul pada hari itu, demikian juga kaum Nasrani. Maka marilah kita mencari
hari yang kita pergunakan untuk berkumpul pada hari ini, berdzikir kepada Allah dan
bersyukur kepada- Nya. Lalu mereka menyambut: Hari Sabtu milik kaum Yahudi, hari Ahad
milik kaum Nasrani, maka pakailah hari Arubah (untuk kita). Kemudian mereka menemui
As’ad bin Zurarah lalu As’ad shalat bersama mereka dua rakaat pada hari Arubah itu, maka
hari itu kemudian disebut hari Jumat karena pada hari itu mereka berkumpul. Lalu mereka
menyembelih seekor kambing
untuk sarapan pagi dan makan malam. Itulah permulaan Jum’atan dalam Islam.17

‫ه‬ ْ ٰ َ
ْ َ
‫فا ْس ع وا ِالى ِذ ك ِر ا ِّٰلل‬

Kata ‫ فاسعوا‬diambil dari kata ‫ سعى‬yang pada mulanya berarti berjalan cepat tapi bukan
berlari. Firman Allah “segeralah kamu mengingat Allah” adalah suatu ungkapan yang
lembut, yaitu hendaknya seorang mukmin menegakkan shalat jumat dengan kesungguhan dan
penuh kegairahan, sebab kata ‫ سعى‬mengandung arti kehendak, kesungguhan dan tekad yang
bulat, tidak berarti lari sebab hal itu dilarang. 18
Firman Allah
ْ
َ ْ َ ُ َ َ
ِّۗ‫و ذ روا ا ل ب ي ع‬

22
16
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), h. 163.
17
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’u Al-Bayan Tafsir Al-Ahkam, Juz II (Makkah AlMukarramah:t.p, t.th), h.
577.
18
Ibid.

23
“Dan tinggalkanlah jual beli”, maksud dari kalimat ini adalah segala macam bentuk
muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, gadai dan sebagainya. Berntuk seperti ini disebut
majaz mursal. Abu Hayan berkata: disebutnya jual beli dalam konteks ini adalah karena
kebanyakan kesibukan yang datang dari desadesa mereka itu tetap berada di pasar-pasar
sampai siang hari, maka mereka diperintahkan oleh Allah supaya segera menuju perdagangan
akhirat dan pada saat itu dilarang mengurus perdagangan dunia sampai selesai menunaikan
19
shalat jumat. Oleh karena itu, segala pekerjaan harus ditinggalkan dan bersegera pergi
melaksanakan shalat Jum’at setelah adzan dikumandangkan. Dengan kata lain, haram
hukumnya bagi lakilaki yang wajib menghadiri shalat Jum’at melakukan kegiatan apa pun
jika
adzan Jum’at telah dikumandangkan.

َ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ُ َّ ٌ ْ َ ْ ُ ٰ
‫ِذل ك م خ ي رل ك م ِا ن ك ن ت م ت ع ل م و ن‬

Bermakna bahwa berjalan untuk shalat itu yakni meninggalkan jual beli lebih baik
bagimu daripada sibuk dengan jual beli dan mencari manfaat duniawi, sebab kemanfaatan
akhirat itu lebih baik dan lenih kekal, karena ia memiliki kemanfaatan abadi. Sedang
kemanfaatan dunia adalah lenyap (fana). Dan apa yang disisi Allah itu lebih baik bagimu, jika
kamu termasuk orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang benar tentang apa yang
berbahaya َّ dan apa yang bermanfaat.20
ُ َ َّ
ًْ
َْ َ
َ‫ه‬ ُْ َ ‫ه‬ ْ َْْ َ َ
ُْ ُ َّ ُ َ َ

‫ِّٰلل واذكروا ّٰالل ك ِثيرا لعلكم‬


‫ِ ض ِ من فض ِل‬ ‫ِ ت الصلوة فانت ِشروا ِفى‬ ‫ف ِاذا ق ِضي‬
‫ا‬ ‫وابتغوا‬ ‫الار‬

َ ْ ُ ْ ُ
١٠ ‫ت ف ِل ح و ن‬

Ayat 10 Surat Al-Jumu’ah ini menjelaskan bahwa apabila kamu telah menunaikan
shalat jumat, maka bertebaranlah untuk mengurus kepentingan-kepentingan duniawimu
setelah kamu menunaikan apa yang bermanfaat untuk akhiratmu. Carilah pahala dari
Tuhanmu, ingatlah Allah dan sadari muraqabah (pengawasan-Nya) dalam segala urusanmu,
karena Dia- lah Yang Maha Mengetahui segala rahasia dan bisikan. Tidak ada sedikit pun
yang tersembunyi bagi-Nya dari segala urusanmu, semoga kamu mendapatkan
keberuntungan di dunia juga di akhirat.
Di sini terdapat dua isyarat untuk dua hal, yaitu:
24
19
Abi Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Al-Anshary Al-Qurtuby, Tafsir Al-Qurtuby, Juz XVIII, (Mesir: Al-
Maktabah Al-Taufiqiyah, t.th), h. 78.
20
Ahmad Mustafa Al-Maragi, op.cit., h. 165.

25
a. Muraqabah Allah dalam segala perbuatan duniawi, sehingga mereka tidak dikuasai
oleh kecintaan untuk mengumpulkan harta kekayaan duniawi dengan menggunakan
segala sarana, baik yang halal maupun yang haram.
b. Muraqabah Allah dalam keberuntungan dan keberhasilan dunia dan akhirat.
Keberhasilan didunia, karena orang yang merasakan muraqabah-Nya itu tidak akan
berbohong dalam timbangan dan takaran, tidak akan mengubah barang dagangan
dengan dagangan lain, tidak berdusta dalam penawaran, tidak bersumpah palsu dan
tidak ingkar janji. Bila demikian halnya orang itu, maka ia akan terkenal diantara
orang banyak dengan kebaikan muamalahnya, orang-orang akan mencintainya dan
ia akan menjadi pembicaraan yang baik, sehingga Allah akan melipatgandakan
rezeki kepadanya.
Dari Irak Ibn Malik r.a apabila ia telah selesai shalat jumat, ia mundur lalu berdiri
didekat pintu masjid dan mengatakan “Ya Allah aku telah memenuhi seruan-Mu, aku telah
melaksanakan shalat yang Engkau fardukan, dan aku telah bertebaran seperti yang Engkau
perintahkan kepadaku, maka berilah aku rezeki dari karunia-Mu, karena Engkau sebaik-baik
pemberi rezeki”.21
Kemudian Allah SWT mencela hamba-hamba-Nya yang mukmin, karena mereka
berpaling dari khutbah pada hari jumat menuju barang dagangan yang datang dari Madinah
pada saat itu, Firman-Nya:

ُ َ َ َ َ َ
َ ‫ه‬ َ ْ َ ْ ُ ‫ْ َ َ ً ِّۗا‬ َ َ َ ْ ْ ُّ َ ْ ً ْ ْ ً َ َ ْ َ َ َ
‫و ِا ذا ر ا وا ِ تجا ر ة ا و ل ه وا ا ن ف ض ْٓوا ِا ل ي ها و ت ر ك و ك قۤإِى م ق ل ما ِع ن د ا ِّٰلل خ‬
ۨ
َ َ s َ َ ْ َّ َ s ٌ ْ
ِّۗ‫ي ر ِ م ن الل ه ِو و ِم ن ال ِ ت جا ر ِة‬

َ ْ ُ ْ َ
١١ ࣖ ‫َ ه خ ي ر ال هر ِز ِق ي ن‬
‫و‬
ُ
‫ا ّٰلل‬

Ketika orang-orang mukmin melihat kafilah yang membawa barang dagangan atau
permainan, mereka bersegera mendatanginya dan meninggalkan Rasulullah yang sedang
berkhutbah kepada orang banyak.
Telah diriwayatan oleh Ahmad, Al-Baihaqi, Muslim, At-Tirmidzi didalam Jamaah,
dari Jabir bin Abdullah ia berkata: “Ketika Nabi SAW berdiri untuk khutbah pada shalat
jumat, tiba-tiba datanglah kafilah (yaitu unta yang membawa makanan dari tepung, gandum
dan minyak). Maka sahabat-sahabat Rasul SAW pun bersegera untuk mendatanginya,
sehingga
26
21
Ibid., h. 167.

27
tidak tersisa kecuali dua belas orang laki-laki. Aku, Abu Bajar dan Umar termasuk yang kedua
belas orang itu. Lalu Allah SWT berfirman

ً َ َ ْ َ َ َ َ
‫و ِا ذا ر ا وا ِ تجا ر ة‬

Orang-orang yang membawa dagangan ini adalah Dihyah Al-Kalbi dari Syam. Dan
apabila ia datang, tidak ada seorang pemudi pun yang mengetahuinya di Madinah, melainkan
ia mendatanginya. Kemudian dipukulkan genderang untuk memberitahu orang banyak
mengenai kedatangannya. Maka orang-orang pun keluar untuk membelinya. Dan itulah salah
satu cara mengiklankan barang dagangan pada waktu itu.22
Kemudian Allah SWT mendorong mereka agar mendengarkan nasehat-nasehat.
Firman-Nya: Maksud dari

ْ َّ َ s ٌ ْ َ ‫ْ َ ه‬ َ ْ ُ
‫ق ل ما ِع ن د ا ِّٰلل خ ي ر ِ م ن الل ه ِو‬
َ s َ
‫َو ِم ن ال ِ ت جا َر ِِّۗة‬

Katakanlah bahwa untuk menjelaskan dari apa yang mereka lakukan, “Apa yang
disisi Allah, yaitu apa yang bermanfaat bagimu di akhirat, adalah lebih baik bagimu dari apa
yang bermanfaat bagimu di dunia, yaitu menikmati kebaikan dunia dan mencari
kenikmatnnya. Sebab diakhirat itu abadi dan dunia itu hanya sementara.
Sedangkan maksud dari kalimat

َ ْ ُ ْ َ
١١ ࣖ ‫َ ه خ ي ر ال هر ِز ِق ي ن‬
‫و‬
ُ
‫ا ّٰلل‬

Yaitu Berjalan menuju Allah SWT dan mintalah rezeki kepada-Nya. Dan yang
demikian itu tidak akan tertinggal dengan mendengarkan nasehat-nasehatnya. Sebab Allah
SWT lah yang menjamin rezekimu. Dia tidak akan mengurangi rezeki itu karena kamu
meninggalkan jual beli ketika shalat jumat dan ketika mendengar nasehat-nasehat dan
pelajaran-pelajaran.
Ayat Surat Al-Jumu’ah terdiri dari 11 ayat dan termasuk ke dalam surat Madaniyah.
Dinamakan surat Al-Jumu’ah karena dalam surat ini diterangkan tentang perintah
melaksanakan shalat jum’at. Selain itu dijelaskan pula tentang hakikat diutusnya Nabi
Muhammad SAW dan memberi peringatan untuk tidak mengikuti kaum Yahudi yang tidak
mengamalkan isi kitab Taurat, dan menganggap bahwa kaum Yahudi adalah kekasih Allah. 23

28
22
Ibid.
23
Abu Nizhan, Mutiara Shahih Asbabun Nuzul: Kompilasi Kitab-kitab Asbabun Nuzul, (Bandung: PT Grafindo
Media Pratama, 2011), h. 261.

29
Di antara keutamaan Surat Al-Jumu’ah sebagaimana yang dituturkan oleh ibn Abbas
adalah Rasulullah SAW jika shalat jumat beliau membaca surat Al-Jumu’ah dan Al-
Munafiqun (HR. Muslim). Dituturkan oleh Jabir ibn Abdillah: “Pada saat kami sedang shalat
bersama Nabi Muhammmad SAW, tiba-tiba datanglah para pedagang yang membawa
makanan. Kemudian mereka mengerumuninya sehingga yang bersama Nabi SAW tinggal
dua belas orang, maka turunlah ayat ini: “Dan apabila mereka melihat perniagan atau
permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkan kamu berdiri
(berkhutbah).” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 11).24
Dituturkan oleh Jabir ibn Abdillah: Dahulu jika ada yang menikah, para budak
wanita lewat sambil menabuh gendang dan meniup seruling. Kemudian para sahabat
meninggalkan Nabi SAW berdiri diatas mimbar. Maka Allah menurunkan ayat yang artinya:
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka tinggalkan kamu berdiri (berkhutbah)” (HR. Ibn Jarir dengan sanad
shahih)25
Allah Swt telah memilih hari Jum’at sebagai hari besar untuk peribadatan bagi kaum
Muslimin karena pada hari ini Dia telah menyempurnakan penciptaan mahluk-Nya.
Panggilan untuk melaksanakan shalat jumat sangat tegas, bahkan seseorang yang sedang
berniagapun harus menghentikan aktifitas perniagaanya dan bersegera memenuhi panggilan
muadzin untuk melaksanakan ibadah shalat jum’at. Bukan mengabaikan seruan muadzin dan
memilih kesesatan seperti kaum Yahudi yang lebih memilih hari Sabtu sebagai hari besar
peribadatan mereka, dan juga kaum Nasrani yang memilih hari Minggu sebagai hari ibadah
mereka. Menunaikan ibadah shalat jum’at merupakan kewajiban bagi laki-laki mukmin
mukalaf. Panggilan untuk melaksanakan shalat jumat petunjuk ayatnya sangat tegas. Bahkan
orang yang sedang berniagapun harus ditinggalkan dan bersegera memenugi panggilan
muadzin dan meninggalkan semua pekerjaannya untuk segera shalat juma’at.
Al-Qur’an secara tegas memberi dorongan kepada umat Islam agar memiliki etos
kerja tinggi, untuk tampil sebagai pekerja keras dan berprestasi. Untuk menggapai
keberuntungan hidup, tidaklah hanya cukup tenggelam dalam masalah ritual formal (ibadah
mahdhah). Tetapi hendaknya dimanifestaasikan dalam ibadah aktual. Pada tafsiran ayat
“fantasyiru fil ardh: bertebaranlah di muka bumi”, seharusnya mampu memberikan efek
batin, berupa ilham untuk menjadikan orang mukmin sebagai sosok manusia yang memiliki
prestasi tinggi (achievement), yang didalam ayat tersebut dinyatakan dengan “carilah karunia
Allah”.

30
24
Ibid
25
Ibid

31
Jadi ayat ini harus dilihat dalam pengertian dan tafsiran yang memberikan makna riil
(workable), sehingga umat Islam menjadi sosok umat pilihan yang punya potensi mencapai
amal prestati yang dibanggakan dan berdimensi luas. Orang mukmin yang beretos kerja
tinggi hendaknya dilandasi spiritualitas yang kuat dan istiqamah yang dalam ayat itu
dilambangkan dengan berdzikir yang banyak, niscaya akan berpeluang besar meraih
keberuntungan dan kesuksesan. Hikmah yang bisa diambil dari ayat ini, bahwa Islam sangat
menghargai orang yang memiliki etos kerja tinggi, tidak menunggu bantuan orang lain,
apalagi bermalas-malasan. Dengan berkerja keras, peluang meraih hasil lebih terbuka dan
tinggi. Wal hasil, rizki pun bisa didapatkan. Dari rizki itu, banyak yang bisa diperbuat, yaitu
bisa berzakat, berinfak, bersedekah dan membantu untuk kepentingan umum.

32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perdagangan merupakan salah satu usaha ataupun kegiatan ekonomi dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Perdagangan merupakan transaksi jual beli barang
yang dilakukan antara penjual dan pembeli. Sebagai seorang muslim sudah sepantasnya
dalam menjalankan kegiatan tersebut dengan berlandaskan aturan Allah Swt. yakni sesuai
dengan Al-Qur'an. Sebagian kecil ayat yang membahas tentang perdagangan ialah Q.S Ash-
Shaff/61:10, Q.S An-Nur/24:37, Q.S Al-Baqarah/2:275, dan Q.S Al-Jumu'ah/62:9-11.

33
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, A. A. Tafsir Al-Azhar Jilid 1. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura.

Ash-Shiddieqy, T. M. H. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur 4 (Surat 24-41). PT. Pustaka


Rizki Putra.

Ash-Shiddieqy, T. M. H. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur 5 (Surat 42-114). PT. Pustaka


Rizki Putra.

Taufiq, M., Fatirawahidah, Gaffar, A., dan Zuhrah, N. (2021). Karakter Berniaga dalam Q.S.
Al-Nuur/24:37: Kajian Tahlili. El-Maqra’ 1(2): 102-120.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Rawai’u Al-Bayan Tafsir Al-Ahkam, Juz II. Makkah
AlMukarramah: t.p, t.th.

Amrullah, A. K. (1990). Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka NasionalPTE LTD Singapura.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian dalam Al-Qur’an.
Tangerang: Lentera Hati.

Al-Qurthubi, (2014). Al-Jami Li Ahkam al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Azzam.

Al-Thabari, (2008). Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Azzam

34

Anda mungkin juga menyukai