Anda di halaman 1dari 20

HUKUM JUAL BELI DALAM ISLAM

Makalah ini disusun sebagai tugas untuk memenuhi


persyaratan mengikuti ujian semester I mata kuliah Bahas
Indonesia / TPKI

Oleh :
HALIMATUS SAKDIYAH

PRODI
HUKUM EKONOMI SYARI’AH
HALAMAN PENGESAHAN

Dalam karya tulis ilmiah ini, penulis mengangkat judul


” Hukum Jual Beli dalam Islam ”

Telah diterima dan disahkan


Oleh :

Pembimbing

Drs. Kholisun, M.Pd.I


KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir
yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa
keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Hukum Jual Beli dalam Islam ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia. Saya telah berusaha semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun
sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang
tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang saya susun ini
pun belum mencapai tahap kesempurnaan.
Saya sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Dosen yang telah
memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah
memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan semoga
amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-
Nya. Amin.

Sangkapura,

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan .................................................................................. 1
D. Manfaat Pembahasan ................................................................................ 2
E. Penegas Judul ............................................................................................ 2
F. Metode Pembahasan .................................................................................. 2
G. Sistem Pembahasan .................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 3


A. Ketentuan Umum Tentang Jual Beli ......................................................... 3
B. Landasan Hukum Jual Beli ....................................................................... 4
C. Rukun dan Syarat Jual Beli ....................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................ 9


A. Pengertian Jual Beli .................................................................................. 9
B. Syarat, Rukun dan Hukum Jual Beli dalam Islam .................................... 13
C. Jual Beli yang Terlarang ........................................................................... 14

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 16


A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ......................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jual beli merupakan suatu interaksi antara penjual dan pembeli dimana
keduanya melakukan kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan
tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat
tukar seperti uang. Allah telah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-baqoroh ayat
275 yang artinya:“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
Pada makalah ini akan dibahas tentang hukum-hukum jual beli menurut
hukum islam. Dalam hukum jual beli terdapat bentuk akad jual beli yang telah
dibahas oleh para ulama’ dalam fiqih muamalah. Tentang syarat-syarat, rukun-
rukun dan hukum-hukum jual beli dalam islam.
Dalam dunia islam, jual beli harus memberi manfaat antara penjual dan
pembeli tanpa ada yang dirugikan. Karena jual beli juga merupakan sarana tolong-
menolong sesama manusia.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ilmiyah ini ada beberapa rumusan masalah,
yaitu:
1. Apa pengertian jual beli?
2. Apa syarat, rukun dan hukum jual beli dalam islam?
3. Apa sajakah jual beli yang terlarang?

C. Tujuan Pembahasan
Dalam penulisan karya tulis ilmiyah ini mempunyai beberapa tujuan
masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian jual beli.
2. Untuk mengetahui dan memahami syarat, rukun dan hukum jual beli dalam
islam.
3. Untuk mengetahui dan memahami beberapa jual beli yang telarang.
D. Manfaat Pembahasan
Dalam penelitian karya tulis ilmiyah ini terdapat beberapa manfaat, yaitu:
1. Denagan mengetahui pengertian jual beli, masyarakat dapat mengetahui
definisi-definisi jual beli.
2. Dengan mengetahui syarat-syarat, rukun-rukun dan hukum-hukum jual beli
dalam islam, masyarakat dapat mengetahui hal-hal tersebut.
3. Dengan mengetahui jual beli yang terlarang, masyarakat dapat mengetahui
macam-macam jual beli yang dilaang dalam islam.

E. Penegas Judul
Dalam penegasan judul ini penulis akan membahas tentang hukum jual
beli dalam islam yang dianggap penting agar masyarakat dapat terarah dan tidak
menyimpang dalam prosen jual beli menurut islam dari maksud yang diinginkan.

F. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis ini adalah penelitian
literature. Dengan menelaah berbagai sumber relevansinya dan masalah yang akan
dibahas, kemudian data tersebut dianalisa guna mencari landasan pemecahan
masalah.

G. Sistem Pembahasan
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang diperoleh dari
berbagai sumber kemudian mempelajarinya terutama dari segi kelengkapan,
kejelasan makna, keselarasan antara yang satu dengan yang lainnya dan
keseragaman masing-masing dalam kelompok data.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Ketentuan Umum Tentang Jual Beli


Pada umumnya, orang memerlukan benda yang ada pada orang lain
(pemiliknya) dapat dimiliki dengan mudah, akan tetapi terkadang pemiliknya
tidak mau memberikannya. Adanya syari’at jual beli menjadi wasilah (jalan)
untuk mendapatkan keinginan tersebut, tanpa berbuat salah. Jual beli (al-bai’)
menurut bahasa artinya menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Kata al-bai’ merupakan sebuah kata yang mencakup pengertian dari
kebalikannya yakni al-syira’ (membeli). Dengan demikian kata al-bai’ disamping
bermakna kata jual sekaligus kata beli.
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai’, al-tijarah dan al-
mubadalah, sebagaimana Allah swt, berfirman


“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi.” (QS. Fathir : 29)
Adapun pengertian jual beli menurut istilah (terminologi) yaitu tukar
menukar barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.
Menurut Imam Zainuddin Al Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’in:
“Menukarkan sejumlah harta dengan harta yang lain dengan cara khusus”.
Imam Taqiyuddin mendefinisikan jual beli adalah tukar menukar harta, saling
menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang
sesuai dengan syara’.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian jual
beli adalah kesepakatan tukar menukar barang atau barang dengan uang yang
dapat ditasharrufkan, disertai pertukaran hak kepemilikan dari yang satu ke yang
lain secara suka rela sesuai dengan ketentuan syara’.

B. Landasan Hukum Jual Beli


Landasan hukum diperbolehkannya jual beli yaitu berdasarkan al-Qur‟an,
sunnah dan ijma‟.
a. Al-Qur’an
Dasar hukum jual beli dalam al-Qur‟an dintaranya terdapat dalam ayat:
1) Surat al-Baqarah ayat 275
… 
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-
Baqarah: 275)7
2) Surat al-Baqarah ayat 198

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan)
dariTuhanmu...” (QS. Al Baqarah: 198)
3) Surat an-Nisaa‟ ayat 29



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa‟: 29)9
b. As-sunnah
Diantara hadisth yang menjadi dasar jual beli yaitu hadisth yang
diriwayatkan oleh HR. Bazzar dan Hakim:
“Rifa‟ah bin Rafi‟, sesungguhnya Nabi SAW. ditanya tentang mata
pencaharian yang paling baik. Nabi SAW menjawab: seseorang bekerja dengan
tangannya dan setiap jual beli yang mabrur”. (HR. Bazzar dan Hakim)
Dari hadist lain dimana Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abi Said, Nabi SAW bersabda: pedagang yang jujur lagi percaya
adalah bersama-sama para nabi, orang yang benar adalah syuhada”. (HR.
Tarmizdi)
c. Ijma’
Ulama sepakat bila jual beli itu hukumnya boleh dan terdapat hikmah
didalamya. Pasalnya, manusia bergantung pada barang yang ada di orang lain dan
tentu orang tersebut tidak akan memberinya tanpa ada imbal balik. Oleh karena
itu, dengan diperbolehkannya jual beli maka dapat membantu terpenuhinya
kebutuhan setiap orang dan membayar atas kebutuhannya itu.12
Berdasarkan landasan hukum diatas, jual beli diperbolehkan dalam Agama
Islam karena dapat mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
asalkan jual beli tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka dan tidak ada pihak
yang merasa dirugikan.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli


Disyari‟atkannya jual beli adalah untuk mengatur kemerdekaan individu
dalam melaksanakan aktifitas ekonomi dan tanpa disadari secara spontanitas akan
terikat oleh kewajiban dan hak terhadap sesama pelaku ekonomi yang mana
semua itu berdasarkan atas ketentuan al-Qur‟an dan hadisth sebagai pedoman
dalam ajaran Islam.
Dengan jual beli, maka aktivitas dalam dunia mu’amalah manusia akan
teratur, masing-masing individu dapat mencari rezeki dengan aman dan tenang
tanpa ada rasa khawatir terhadap suatu kemungkinan yang tidak diinginkan. Hal
tersebut dapat terwujud bila jual beli tersebut sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku yaitu terpenuhinya syarat dan rukun jual beli.
Adapun rukun jual beli ada 3, yaitu Aqid (penjual dan pembeli), Ma’qud
Alaih (obyek akad), dan Shigat (lafaz ijab qabul).
a. Aqid (penjual dan pembeli) yang dalam hal ini dua atau beberapa orang
melakukan akad, adapun syarat-syarat bagi orang yang melakukan akad ialah:
1) Baligh dan berakal
Disyari‟atkannya aqidain baligh dan berakal yaitu agar tidak mudah ditipu
orang maka batal akad anak kecil, orang gila dan orang bodoh, sebab mereka tidak
pandai mengendalikan harta, bisa dikatakan tidak sah. Oleh karena itu anak kecil,
orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya.14
Sebagaimana firman Allah :


“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna
akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta
itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (QS. An-Nisaa : 5)15
Namun demikian bagi anak-anak yang sudah dapat membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk, akan tetapi dia belum dewasa, menurut pendapat sebagian
ulama bahwa anak tersebut diperbolehkan untuk melakukan perbuatan jual beli,
khususnya untuk barang-barang kecil dan tidak bernilai tinggi.
2) Kehendaknya sendiri (tanpa paksaan)
Adapun yang dimaksud kehendaknya sendri, bahwa dalam melakukan
perbuatan jual beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan suatu tekanan atau
pakasaan kepada pihak lainnya, sehingga pihak lain tersebut melakukan perbuatan
jual beli bukan lagi disebabkan oleh kemauannya sendiri, tapi adanya unsur
paksaan. Jual beli yang demikian itu adalah tidak sah. Sebagaimana firman Allah:
... 
“….kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu.”...(QS. An-Nisa: 29)
Namun jika pemaksaan tersebut atas dasar pemaksaan yang benar, maka jual beli
dianggap sah. Seperti jika ada seorang hakim yang memaksa menjual hak
miliknya untuk menunaikan kewajiban agamanya, maka paksaan ini adalah
paksaan yang berdasarkan atas kebenaran.
3) Keduanya tidak mubazir
Keadaan tidak mubazir, maksudnya para pihak yang mengikatkan diri
dalam perbuatan jual beli tersebut bukanlah manusia boros (mubazir), karena
orang boros dalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap dalam
bertindak, maksudnya dia tidak dapat melakukan suatu perbuatan hukum
walaupun kepentingan hukum itu menyangkut kepentingannya sendiri.
b. Ma’qud Alaih (objek akad)
Syarat-syarat benda yang dapat dijadikan objek akad yaitu: suci, memberi
manfaat menurut syara‟, tidak digantungkan pada sesuatu, tidak dibatasi waktu,
dapat diserahterimakan, milik sendiri, dan diketahui.
c. Shigat (lafazd ijab qabul)
Jual beli dianggap sah, jika terjadi sebuah kesepakatan (sighat) baik secara
lisan (sighat qauliyah) maupun dengan cara perbuatan (sighat fi’liyah). Sighat
qauliyah yaitu perkataan yang terucap dari pihak penjual dan pembeli. Sedangkan
sighat fi’liyah yaitu sebuah proses serah terima barang yang diperjualbelikan yang
terdiri dari proses pengambilan dan penyerahan.
Akad sendiri artinya ikatan kata antara penjual dan pembeli. Umpamanya:
“aku jual barangku kepadamu dengan harga sekian” kata penjual, “aku beli
barangmu dengan harga sekian” sahut pembeli. Perkataan penjual dinamakan ijab
dan perkataan pembeli dinamakan qabul.
Menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah ijab merupakan
ungkapan awal yang diucapkan oleh salah satu dari dua pihak yang melakukan
akad. Dan qabul adalah pihak yang kedua.
Menurut Imam Syafi‟i jual beli bisa terjadi baik dengan kata-kata yang jelas
maupun kinayah (kiasan) dan menurut beliau itu tidak akan sempurna sehingga
mengatakan “sungguh aku telah beli padamu”
Memperhatikan pandangan para fuqaha‟ tersebut, maka dalam masalah ini
penulis dapat menggaris bawahi bahwa jika kerelaan tidak tampak, maka
diukurlah dengan petunjuk bukti ucapan (ijab qabul) atau dengan perbuatan yang
dipandang „urf (kebiasaan) sebagai tanda pembelian dan penjualan.
Menurut beberapa ulama, lafadz (ijab qabul) ada beberapa syarat:
1) Kedua pelaku akad saling berhubungan dalam satu tempat, tanpa terpisah yang
dapat merusak.
2) Orang yang mengucapkannya telah akil baligh dan berakal.
3) Ijab dan qabul harus tertuju pada suatu obyek yang merupakan obyek akad.
4) Adanya kemufakatan walaupun lafadz keduanya berlainan
5) Waktunya tidak dibatasi, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan, setahun dan
lain-lain adalah tidak sah.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terpenuhinya rukun dan syarat
jual beli merupakan suatu ukuran dimana jual beli itu dapat dikatakan sah menurut
hukum Islam. Selain itu, dengan terpenuhinya rukun dan syarat jual beli
dimaksudkan agar jual beli itu didasarkan atas dasar suka sama suka, tidak ada
unsur pemaksaan dari salah satu pihak sehingga dalam jual beli tersebut tidak ada
pihak yang merasa dirugikan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Jual beli menurut bahasa adalah suatu bentuk akad penyerahan sesuatu
dengan sesuatu lain. Sedangkan menurut istilah jual beli adalah transaksi antara
penjual dan pembeli untuk melakukan tukar-menukar barang atas dasar suka sama
suka yang disertai dengan akad. Akad jual beli dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan bentuk perkataan dan perbuatan.
 Bentuk perkataan terdiri dari ijab dan qobul, ijab adalah kata yang keluar dari
penjual seperti ucapan “saya jual” dan qobul adalah kata yang keluar dari
pembeli seperti ucapan “saya beli”.
 Bentuk perbuatan yaitu muathoh (saling memberi)yang terdiri dari perbuatan
mengambil dan member seperti penjual memberikan barang kepada pembeli
dan pembeli memberikan harga yang wajar (telah ditentukan)

1. Pengertian Khiyar
Khiyar menurut bahasa adalah memilih, sedangkan menurut istilah adalah
antara penjual dan pembeli memilih yang terbaikdari dua perkara untuk
melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiyar terdiri dari delapan
macam, yaitu:
 Khiyar Majlis (Pilihan Majlis)
Yaitu taempat berlangsungnya jual beli. Maksudnya bagi yang berjual beli
mempunyai hak untuk memilih selama keduanya ada di dalam majlis. Rasulullah
SAW bersabda “jika dua orang saling berjual beli, maka masing-masing
mempunyai hak untuk memilih selama belum berpisah dan keduanya ada di dalam
majlis”.
Khiyar majlis menjadi bubar ada kalanya disebabkan berpisahnya kedua
belah pihak dari tempat akadnya atau penjual dan pembeli memilih
menggugurkan akadnya.
 Khiyar Syarat
Yaitu masing-masing dari penjual dan pembeli mensyaratkan adanya
khiyar ketika melakukan akad atau setelahnya selama khiyar majlis dalam waktu
tertentu. Dan dua orang yang bertransaksi sah untuk mensyaratkan khiyar
terhadap salah seorang dari keduanya karena khiyar merupakan hak dari
keduanya, maka selama keduanya ridho berarti hal itu boleh.
 Khiyar Ghobn
Yaitu jika seorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang keluar
dari kebiasaan, maka seorang telah tertipu diberi pilihan akan melangsungkan
transaksinya atau membatalkannya. Dan orang yang tertipu tidak akan lapang
jiwanya dengan penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut adalah penipuan ringan
yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.
 Khiyar Tadlis
Yaitu menampakkan barang yang aib (cacat) dalam bentuk yang bagus
seakan-akan tidak ada cacat. Tadlis diambil dari kata ad-dzulma (gelap) yaitu
penjual menunjukkan barang kepada pembeli yang bagus di dalam kegelapan
sehingga barang tersebut tidak terlihat secara sempurna. Tadlis ada dua macam,
yaitu:
a. Menyembunyikan cacat barang
b. Menghiasi dan memperindahnya dengan sesuatu yang menyebabkan harganya
bertambah.
Tadlis hukumnya adalah haram, dan bagi pembeli yang sudah terlanjur
membeli barang tadlis maka syariat memperbolehkan mengembalikan barang
pembeliannya.
 Khiyar aib
Yaitu khiyar bagi pembeli yang disebabkan adanya aib dalam suatu barang
yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahui olehnya, akan tetapi jelas
aib itu ada dalam barang-barang dagangan sebelum dijual. Adapun ketentuan aib
yang memperbolehkan adanya khiyar adalah dengan adanya aib itu biasanya
menyebabkan nilai barang berkurang atau mengurangi harga barang itu sendiri.
Apabila pembeli mengetahui aib setelah akad, maka baginya berhak khiyar
untuk melanjutkan membeli dan mengambil ganti rugi seukuran perbedaan antara
harga barang yang baik dengan yang terdapat aib. Atau boleh bagi pembeli untuk
membatalkan pembelian dengan mengembalikan barang dan meminta kembali
uang yang telah ia berikan.
 Khiyar Takhbir Bitsaman
Yaitu menjual barang dengan harga pembelan, kemudian penjual
mengkhabarkan kadar barang tersebut ternyata tidak sesuai dengan hakikat dari
barang tersebut.
 Khiyar Bisababi Takhaluf
Khiyar yang terjadi apabila pembeli dan penjual berselisih dalam sebagian
perkara, sepertiberselisih dalam kadar harganya, ukurannya atau berselisih dalam
keadaan tidak ada kejelasan dari keduanya, maka ketika itu terjadi perselisihan
dan keduanya mempunyai keinginan yang berbeda. Maka keduanya boleh
membatalkan jika ia tidak ridha dengan perkataan lainnya.
 Khiyar Ru’yah
Yaitu khiyar bagi pembeli, jika ia membeli suatu barang berdasarkan penglihatan
sebelumnya, kemudian ia mendapati adanya perubahan sifat barang tersebut.
Maka ketika itu baginya berhak untuk memilih antara melanjutkan atau
membatalkan pembelian.

2. Pengertian Riba
Riba menurut bahasa adalah ziyadah yang artinya tambahan, sedangkan
menurut istilah adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli
maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip-prinsip
muamalat dalam islam.
Riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba hutang piutang dan riba jual beli.
Riba hutang piutang yang terdiri riba qiradh dan riba jabiliyah sedangkan riba jual
beli terbagi atas:
 Riba Fadhl
Yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan yang dipertukarkan itu termasukdalam jenis barang ribawi
 Riba Nasi’ah
Yaitu penangguhan penyarahan atau penerimaan barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena
adanya perbedaan perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini
dengan yang diserahkan kemudian.

3. Hikmah Jual Beli


Dalam jual beli terkandung beberapa hikmah bagi penjual, pembeli,
masyarakat dan negara.
 Hikmah Bagi Penjual
 Mendapat rahmat dan keberkataan daripada Allah dengan mengikut apa

yang telah disyariatkan.


 Dapat berjualan dengan aman tanpa berlakunya khianat mengkhianati antara
satu sama lain.
 Hikmah Bagi Pembeli
 Mendapat keridhaan dan rahmat dari Allah
 Terhindar daripada siksaan api neraka.
 Hikmah Bagi Masyarakat
 Menyenangkan manusia bertukar-tukarfaedah harta dalam kehidupan

seharian
 Menghindarkan kejadian rampas merampas dan ceroboh mencerobohi
dalam usaha memiliki harta
 Menggalakkan orang ramai supaya hidup berperaturan, bertimbang rasa,
jujur dan ikhlas.
 Hikah Bagi Negara
 Meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ke tahap yang lebih baik.
 Dapat menarik pelabur asing untuk melabur dalam ekonomi negara.
 Menggalakkan persaingan ekonomi yang sihat sesama negara islam.

B. Syarat, Rukun dan Hukum Jual Beli dalam Islam


Dalam syariat islam jual beli mempunyai beberapa persyaratan dan
ketentuan-ketentuan tersendiri yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli.
Sahnya suatu jual beli ada dua unsur pokok yaitu bagi yang berakad dan barang
yang diakadi, apabila salah satu dari syarat tersebut hilang atau gugur maka
tiddakk sah jual belinya. Adapun syarat tersebut adalah:
 Bagi yang Berakad
 Adanya saling ridha antara penjual dan pembeli, tidak sah bagi suatu jual

beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa. Tanpa haq (sesuatu
yang diperbolehkan). Namun apabila keterpaksaan itu adalah perkara yang
haq (dibenarkan syariah), maka sah jual belinya.
 Yang berakad adalah orang yang diperkenankan oleh syariat untuk
melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaf, dan orang yang
sehat akalnya. Dan tidak sah jual beli dari anak kecil, orang bodoh, orang
gila, hamba sahaya yang tanpa izin majikannya. (jual beli yang tidak boleh
dilakukan anak kecil adalah jual beli yang biasa dilakukan orang dewasa,
seperti jual beli rumah, kendaraan dan lain-lain. Bukan jual beli yang
sifatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil).
 Bagi Barang yang Diakadi
 Barang tersebut adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya secara

mutlaq, dan tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil


manfaatnya seperti khomer, alat-alat music dan bangkai.
 Yang diakadi berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk
dikuasai, karena sesuatu yang tidak dapat dikuasai menyerupai sesuatu yang
tidak ada, maka tidak sah jual belinya..
 Barang yang diakadi tersebut diketahui ketika terjadi akad oleh yang
berakad, karena ketidak tahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu
bentuk penipuan, sedangkan penipuan itu terlarang. Maka tidak sah
membeli sesuatu yang tidak terlihat atau terlihat namun tidak diketahui
hakikatnya.
 Rukun Jual Beli
 Ada penjual dan ada pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas

kemauannya sendiri, dewasa dan tidak mubadzir (tidak boros)


 Ada barang atau jasa yang diperjual belikandan barang penukar seperti
uang, dinar, emas, dirham perak dan barang atau jasa.
 Ada ijab qobul, yaitu ucapan transaksi antara penjual dan pembeli.
 Hukum Jual Beli
 Haram, jika tidak memenuhi syarat dan rukun jual beli, atau melakukan jual

beli yang terlarang.


 Mubah, jual beli secara umum memang hukumnya adalah mubah.
 Wajib, jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi,
seperti menjual harta anak yatim dalam keadaan terpaksa.
 Larangan dalam Jual Beli
 Membeli barang di atas harga pasaran
 Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang
 Menjual atau membeli barang dengan cara menipu
 Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya
 Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan
masyarakat
 Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi
 Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli
 Menjual barang dengan cara kridit dengan imbalan bunga yang ditetapkan
 Menjual atau membeli barang haram
 Jual beli yang bertujuan buruk, seperti untuk merusak ketentraman umum,
menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing dan lain-lain.

C. Jual Beli yang Terlarang


1. Jual Beli Ketika Panggilan adzan
Tidak sah jual beli yang dilakukan ketika telah masuk kewajiban untuk
melakukan shalat jum’at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua.
Allah SWT melarang jual beli, agar tidak menjadikannya sebagai kesibukan yang
menghalangi untuk melaksanakan shalat jum’at. Dan Allah SWT mengkhususkan
melarang jual beli karena itu adalah perkara terpenting yang sering menyebabkan
kesibukan seseorang. Dan melakukan kesibukan dengan perkara selain jual beli
sehingga mengabaikan shalat jum’at adalah perkara yang diharamkan. Demikian
juga shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktifitas jual beli
ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya.

2. Jual Beli untuk Kejahatan


Allah SWT melarang menjual sesuatu yang membantu terwujudnya
kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Allah SWT.

3. Menjual Budak Muslim kepada Non Muslim


Allah SWT melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir
jika tidak membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut
hina dan rendah di hadapan orang kafir.

4. Jual Beli di atas Jual Beli Saudaranya


Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, dan diharamkan
juga membeli barang di atas pembelian saudaranya. Maka diwajibkan untuk umat
islam untuk menjauhi perbuatan tersebut dan melarang manusia dari perbuatan
seperti itu serta mengingkari segenap pelakunya.

5. Samsaran
Merupakan jual beli yang diharamkan. Samsaran adalah seorang penduduk
kota menghadang orang yang datang dari tempat lain (luar kota), kemudian orang
itu meminta kepadanya untuk menjadi perantara dalam jual belinya, begitu juga
sebaliknya.

6. Jual Beli dengan ‘Inah


Di antara jual beli yang terlarang adalah jual beli dengan cara ‘inah, yaitu
menjual suatu barang kepada seseorang dengan harga kridit, kemudian ia
membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kridit.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli merupakan transaksi antara penjual dan pembeli untukmelakukan
tukar-menukar barang atas dasar suka sama suka yang disertai dengan akad.
Dalam jual beli penjual dan pembeli diberi kesempatan untuk berkhiyar sebelum
berakad. Allah SWT memperbolehkan jual beli namun mengharamkan riba.
Untuk melakukan jual beli terdapat beberapa syarat dan rukun jual beli
yang harus dipenuhi penjual dan pembeli, jika tidak dipenuhi maka tidak sah jual
beli di antara kedua pihak tersebut.
Pada dasarnya hukum jual beli adalah mubah, namun bisa berubah wajib
jika memang sangat terpaksa untuk melakukan jual beli tersebud. Dan bisa juga
berubah haram jika tidak memenuhi syarat dan rukun jual beli. Selain itu, juga
dikarenakan kecurangan atau penipuan dari salah satu penjual dan pembeli.
B. Saran-saran
1. Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia,
namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh
karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian
dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam bertransaksi dan alangkah
baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya.
2. Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan
mengharamkan riba. Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita
melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.
3. Hendaklah meninggalkan jual beli dan segala kesibukan lainnya kemudian
beribadahlah kepada Allah ketika mendengarkan seruan adzan. Karena
sesungguhnya Allah SWT mengharamkan jual beli di waktu tertentu. Dimana
kita harus melakukan ibadah, seperti shalat jum’at dan shalat fardhu.

DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, Achmad. Fat-hul qarib. 1991. Surabaya: Al-Hidayah


As-Sa'di, Abdurrahman, dkk. 2008. Fiqih Jual-Beli. Jakarta: Senayan Publishing
Rasyid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Anda mungkin juga menyukai