Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Tentang
“Pendidikan Kewarganegaraani”

Di Susun Oleh :
Aditya Pratama 22045041

Dosen Pembimbing :
Huma Magridoni Koling, S.Pd, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS IMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah Swt. Selawat berserta salam kepada nabi
Muhammad Saw. yang telah melimpahkan rahmat, karunia, hidayah dan inayah -
Nya kepada kita sehingga dapat Menyelesaikan tugas Mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang berbentuk makalah ini dengan judul Pendidikan
Kewarganegaraan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen yang membimbing, orang tua atas
doanya dan Kemudahan yang diberi oleh Allah Swt saya berhasil menyelesaikan
makalah Pendidikan Kewarganegaraan ini tanpa banyak kendala, dan kepada
temen-teman yang telah memberi Masukan dan motivasi kepada saya.
Semoga makalah ini dapat dipahami berguna dan bermanfaat bagi pembaca
terutama bagi saya. Dan penulis mohon kritik dan saran dari pembaca untuk
dijadikan bahan pertimbangan Dalam pembuatan makalah sehingga bisa membuat
makalah yang lebih baik. Dan saya meminta Maaf jika terdapat kesalahan dan
kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah yang Dibuat atau kata-kata
yang kurang berkenan, terima kasih.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………….


Daftar isi …………………………………………………………………………
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………...
A. Latar belakang …………………………………………………………..
B. Rumusan masalah ……………………………………………………….
C. Tujuan…………………………………………………………………….
D. Manfaat …………………………………………………………………..
Bab II Pembahasan …………………………………………………………….
A. Konsep dan urgensi Pendidikan kewarganegaraan …………………..
B. Alasan diperlukannya Pendidikan kewarganegaraan ………………...
C. Sumber historis, sosiologis, politis, Pendidikan kewarganegaraan ….
D. Esensi dan urgensi Pendidikan kewarganegaraan ……………………
BAB III Penutup ………………………………………………………………..
A. Kesimpulan ……………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya belajar tentang keindonesiaan,

belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, membangun rasa

kebangsaan dan mencintai tanah air Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan

adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas

dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari

pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses

guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak

demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan pancasila

dan UUD 1945. (Menurut M Nu’man Somantri 2001)

Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di

Indonesia adalah implementasi dari UU No .2 Tahun 1989 tentang sistem

Pendidikan Nasional pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur,

dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,

dan Pendidikan Kewarganegaraan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu konsep dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan

2. Apa alasan diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan


3. Apa sumber historis, sumber sosiologi, dan sumber politis Pendidikan

Kewarganegaraan

4. Apa dinamika dan tantangan Pendidikan Kewarganegaraan

5. Apa esensi dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dan urgensi pendidikan kewarganegaraan

2. Untuk mengetahui alasan diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan

3. Untuk mengetahui sumber historis, sumber sosiologis dan sumber politis

Pendidikan Kewarganegaraan

4. Untuk mengetahui dinamika dan tantangan pendidikan kewarganegaraan

5. Untuk mengetahui esensi dan urgensi pendidikan kewarganegaraan

D. Manfaat

1. Bagi penulis, untuk menyelesaikan tugas mata kuliah pendidikan

kewarganegaraan.

2. Bagi pembaca, diharapkan bisa menjadi referensi yang baik dan diperbaiki

agar lebih sempurna.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan urgensi Pendidikan kewarganegaraan

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang

pendidikan tinggi, program sarjana merupakan jenjang pendidikan akademik bagi

lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu

pengetahuan dan teknologi melalui penalaran ilmiah. Lulusan program sarjana

diharapkan akan menjadi intelektual dan ilmuwan yang berbudaya mampu

memasuki dan menciptakan lapangan kerja, serta mampu mengembangkan diri

menjadi profesional.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang

Guru dan Dosen dikemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan

yang dapat menjadi sumber penghasilan, perlu keahlian, kemahiran, atau

kecakapa, memiliki standar mutu, ada norma dan diperoleh melalui pendidikan

profesi. Sarjana atau profesional dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara,

bila memenuhi persyaratan sebagai diatur dalam peraturan perundangan maka

anda berstatus warga negara.

Konsep warga Negara (citizen; citoyen) dalam arti negara modern atau negara

kebangsaan (national-state) dikenal sejak adanya perjanjian westphalia 1648 di

Eropa sebagai kesepakatan mengakhiri perang selama 30 tahun di Eropa.

Berbicara warga negara biasanya terkait dengan masalah pemerintahan dan


lembaga-lembaga negara seperti lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, Pengadilan,

Kepresidenan, dan sebagainya. Dalam pengertian negara modern, istilah “warga

negara” dapat berarti warga anggota dari sebuah negara. Warga Negara adalah

anggota dari sekelompok manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum

tertentu yang memiliki hak dan kewajiban.

Di Indonesia istilah “warga negara” adalah terjemahan dari istilah bahasa

Belanda, staatsburger. Selain itu istilah staatsburger dalam bahasa Belanda

dikenal pula istilah onderdaan. Menurut Soetoprawiro (1996), istilah onderdaan

tidak sama dengan warga negara melainkan bersifat semi warga negara.

Munculnya istilah tersebut karena Indonesia memiliki budaya kerajaan yang

bersifat foedal sehingga dikenal istilah kawula Negara sebagai terjemahan dari

onderdaan.

Setelah Indonesia memasuki era kemerdekaan dan era modern, istilah kawula

negara telah mengalami pergeseran. Istilah kawula negara sudah tidak digunakan

lagi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini.

Istilah “warga negara ” dalam kepustakaan Inggris dikenal dengan istilah “ Civic

”, “citizen ” , atau “ civicus ” , Apabila ditulis dengan mencantumkan “ s ”

dibagian belakang kata Civic menjadi “ civics ” berarti disiplin ilmu

kewarganegaraan.

Konsep warga negara Indonesia adalah warga negara dalam arti modern,

bukan warga Negara seperti pada zaman Yunani kuno yang hanya meliputi

angkatan perang, artis dan ilmuwan. Menurut undang-undang yang berlaku saat
ini, warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan

peraturan perundangan-undangan. Mereka dapat meliputi TNI, POLRI, Petani,

pedagang, dan profesi serta kelompok masyarakat lainnya yang telah memenuhi

syarat menurut undang-undang.

Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata “ Pendidikan

” dan “ kewarganegaraan ”. Pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan Suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya, sedangkan kewarganegaraan adalah segala

hal yang berhubungan dengan warga negara

B. Alasan diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan (PKN) merupakan salah satu mata pembelajaran

wajib untuk dipelajari dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Ini

dikarenakan kita perlu diberi wawasan dan pendidikan untuk cinta tanah air dan

bela negara. Pendidikan kewarganegaraan juga memberikan perhatian kepada

pengembangan nilai, moral, dan sikap perilaku mahasiswa. Misi dari pendidikan

kewarganegaraan sendiri adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan bernegara.

Sejatinya, Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan Mahasiswa bagaimana

menjadi warga negara yang baik, yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila

yang merupakan dasar Negara Republik Indonesia.

Dasar mengapa Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan sampai tingkat

perguruan tinggi adalah pasal 37 ayat (1) dan (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang

sistem pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan


kewarganegaraan wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, Pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi yang dimaksudkan untuk membentuk peserta

didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai

dengan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pasal tersebut kita mengetahui bahwa pendidikan

kewarganegaraan wajib dan sangat diperlukan karena memberikan pengertian

kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan

hubungan antara warga negara serta Pendidikan pendahuluan bela negara sebagai

bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu upaya untuk membangkitkan

kembali semangat kebangsaan, khususnya mahasiswa dalam menghadapi

pengaruh globalisasi dan mengukuhkan semangat bela negara. Tujuan agar kita

memiliki akan kesadaran cinta tanah air, mengetahui tentang hak dan kewajiban

dalam usaha pembelaan negara, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

dalam bingkai Bhinneka tunggal Ika.

C. Sumber historis, sumber sosiologis, dan sumber politis pendidikan

Secara historis, Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai

jauh sebelum Indonesia di proklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah

kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Utomo tahun 1908 disepakati

sebagai hari kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa ini

mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia.

Setelah berdirinya Boedi Utomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakadan


kebangsaan lain seperti syarikat Islam, Muhammadiyah, PSII, PKI, NU, dan

organisasi lain yang tujuan akhirnya ingin Melepaskan diri dari penjajahan

Belanda. Pada tahun 1928, para pemuda yang berasal dari Nusantara berikrar

menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air , berbangsa dan berbahasa

persatuan bahasa Indonesia.

Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang,

pengorbanan jiwa dan raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta,

atas nama bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan pada saat permulaan atau awal kemerdekaan

lebih banyak dilakukan pada tataran social cultural dan dilakukan oleh para

pemimpin negera bangsa. Dalam pidatonya pemimpin mengajak seluruh rakyat

untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. Seluruh pemimpin bangsa

membakar semangat rakyat untuk mengusir penjajah yang hendak kembali

menguasai Indonesia yang telah dinyatakan merdeka. Pidato-pidoto dan ceramah

yang dilakukan oleh pare pejuang, serta Kyai-kyai di pondok pesantren yang

mengajak umat berjuang mempertahankan tanah air merupakan pendidikan

kewarganegaraan dalam dimensi sosial kultural. Inilah sumber pendidikan

kewarganegaraan dari aspek sosiologis. Pendidikan kewarganegaraan dalam

dimensi sosial sangat diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya Negara-bangsa

untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan eksistensi negara bangsa.

Secara politis, Pendidikan Kewarganegaraan mulai dikenal dalam

pesendidikan sekolah dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957
sebagaimana dapat diidentifikasi dari pernyataan Somantri 1972 bahwa pada masa

orde lama mulai dikenal istilah : (1) Kewarganegaraan (1957) ; (2) Civics (1962) ;

(3) Pendidikan Kewarganegaraan (1968). Pada masa awal orde lama sekitar tahun

1957, isi mata pelajaran PKN membahas cara pemerolehan dan kehilangan

kewarganegaraan, sedangkan dalam civics (1961) lebih banyak membahas tentang

sejarah kebangkitan nasional, UU, pidato politik kenegaraan yang terutama

diarahkan untuk “ Nation and character building ” bangsa Indonesia.

Dalam kurikulum 1968, mata pelajaran PKN merupakan mata pelajaran wajib

untuk SMA, pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan

korelatif artinya mata pelajaran PKN di korelasikan dengan mata pelajaran

lainnya.

Kurikulum sekolah tahun 1968 akhirnya mengalami perubahan menjadi

kurikulum sekolah tahun 1975. Namun mata pelajaran pun berubah menjadi

Pendidikan Moral Pancasila dengan kajian materi secara khusus yakni

menyangkut Pancasila dan UUD 1945 yang dipisahkan dari mata pelajaran

sejarah, ilmu bumi, dan ekonomi.

Pada masa orde baru, mata pelajaran PMP ditunjukkan untuk membentuk

manusia Pancasila. Tujuan ini bukan hanya tanggung jawab mata pelajaran PMP

semata. Sesuai dengan ketetapan MPR pemerintah telah menyatakan bahwa P4

bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia Pancasila. Pada saat itu,

Departemen Pendidikan dan kebudayaan (Depdikbud) telah mengeluarkan

penjelasan ringkas tentang Pendidikan Moral Pancasila (Depdikbud, 1982).


Sesuai dengan perkembangan IPTEK dan tuntutan serta kebutuhan

masyarakat, kurikulum sekolah mengalami perubahan menjadi kurikulum 1994.

Selanjutnya nama mata pelajaran PMP mengalami perubahan menjadi Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) yang terutama didasarkan pada

ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang

sistem pendidikan Nasional. Pada ayat 2 undang-undang tersebut dikemukakan

bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat : (1)

Pendidikan Pancasila; (2) Pendidikan Agama; dan (3) Pendidikan

Kewarganegaraan.

Pasca order baru sampai saat ini, nama mata pelajaran pendidikan

kewarganegaraan kembali mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat

diidentifikasi dari dokumen mata pelajaran PKN (2006) menjadi mata pelajaran

PPKN (2013).

Sebagaimana telah diuraikan diatasi bahwa secara historis, PKN di Indonesia

senantiasa mengalami perubahan baik istilah maupun substansi sesuai dengan

perkembangan peraturan perundangan, IPTEK, perubahan masyarakat, dan tangan

global. Secara sosiologis ,PKN Indonesia sudah sewajarnya mengalami perubahan

mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat. Secara politis, PKN Indonesia

akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perubahan sistem ketatanegaraan

dan pemerintahan, terutama perubahan konstitusi.

D. Dinamika dan Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan


Dinamika dan tantangan pendidikan kewarganegaraan Suatu kenyataan bahwa

pendidikan kewarganegaraan telah mengalami beberapa kali perubahan, baik

tujuan, orientasi, substansi materi, metode pembelajaran bahkan sistem evaluasi.

Semua perubahan tersebut dapat teridentifikasi dari dokumen kurikulum yang

pernah berlaku di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini.

Pada masa Orde Lama, pendidikan kewarganegaraan tersebut mengajarkan

tentang warga negara yang baik adalah warga Negara Yang Berjiwa

“revolusioner”, Anti Imperialisme, Kolonialisme, dan Neokolonialisme. Pada

masa Orde Baru, warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais,

manusia pembangunan, dan sebagainya.

Sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan era Reformasi, misi atau

tujuan pendidikan ini adalah meningkatkan kompetensi seseorang agar mampu

menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan

negara yang demokratis.

Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan ini ialah untuk mewujudkan sikap

toleransi, tenggang rasa, memelihara persatuan dan kesatuan, tidak memaksakan

pendapat, dll yang dirasionalkan demi terciptanya stabilitas nasional sebagai

prasyarat bagi kelangsungan pembangunan.

Uraian di atas merupakan gambaran umum dinamika pendidikan

kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu materi ajar

pendidikan karakter memiliki peran penting dalam membangun kepribadian

masyarakat. Ada tiga komponen utama pendidikan kewarganegaraan, yaitu


pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan

(civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic disposition). Namun pada

kenyataannya peran dan komponen tersebut belum sepenuhnya terealisasikan.

Sehingga rasa nasionalisme bangsa semakin luntur.

Dapat kita lihat dari lemahnya penegakan hukum yang terjadi sekarang ini,

korupsi yang semakin merebak dengan wajah baru, kolusi dan nepotisme dengan

wajah demokrasi, primordialisme, etika politik kalangan elit kita terutama para

penyelenggara Negara saat ini sangat mengecewakan masyarakat. Oleh sebab

itulah dibutuhkan sebuah sinergitas dalam menyikapi tantangan ini. Sinergitas

yang dimaksudkan ialah konseptual yang ada dalam pembelajaran pendidikan

kewarganegaraan harus dikolaborasikan dengan metode penyampaian pendidik

dengan baik dan terarah, agar konsep serta tujuan pembelajaran ini bisa menjadi

salah satu solusi pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi bangsa ini.

Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa dinamika pendidikan

kewarganegaraan itu pun terus berubah. Oleh sebab itu, pendidikan

kewarganegaraan ini harus selalu menyesuaikan sejalan dengan dinamika dan

tantangan sikap serta perilaku warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

E. Esensi dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan

Pada tahun 2045, bangsa Indonesia akan memperingati 100 Tahun Indonesia

merdeka. Bagaimana nasib bangsa Indonesia pada 100 Tahun Indonesia merdeka?

Berdasarkan hasil analisis ahli ekonomi yang Diterbitkan oleh Kemendikbud


(2013) bangsa Indonesia akan mendapat Bonus demografi (demographic bonus)

sebagai modal Indonesia pada Tahun 2045 (Lihat gambar tabel di bawah).

Indonesia pada tahun 2030-2045 akan mempunyai usia produktif (15-64 tahun)

yang berlimpah. Inilah Yang dimaksud bonus demografi. Bonus demografi ini

adalah peluang yang Harus ditangkap dan bangsa Indonesia perlu mempersiapkan

untuk Mewujudkannya. Usia produktif akan mampu berproduksi secara optimal

Apabila dipersiapkan dengan baik dan benar, tentunya cara yang paling Strategis

adalah melalui pendidikan, termasuk pendidikan Kewarganegaraan.

Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

diharapkan akan mampu Mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan

selalu terkait dengan konteks dinamika Budaya, bangsa, negara, dalam hubungan

internasional serta memiliki wawasan kesadaran Bernegara untuk bela negara dan

memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air Berdasarkan

Pancasila. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta

perilaku yang cinta tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam

diri warga negara Republik Indonesia. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan

kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju,

tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,

bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pengembangan

nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan pembekalan kepada peserta didik di

Indonesia yang di antaranya dilakukan melalui Pendidikan Pancasila, Pendidikan


Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Alamiah Dasar (sebagai

aplikasi nilai dalam kehidupan) yang disebut kelompok Mata Kuliah

Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam komponen kurikulum perguruan

tinggi. Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran bela negara akan

terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi

demokrasi dan hak asasi manusia sungguh– sungguh merupakan sesuatu yang

paling sesuai dengan kehidupannya sehari–hari. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas,

penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku

yang :

1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati

nilai–nilai Falsafah bangsa

2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

3. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga

negara.

4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.

5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk

kepentingan Kemanusiaan, bangsa dan negara.

Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, warga negara Republik

Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–

masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten

dan berkesinambungan dengan cita–cita, dan tujuan nasional seperti yang


digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “. Dalam perjuangan Non fisik, harus

tetap memegang teguh nilai–nilai ini di semua aspek kehidupan, khususnya untuk

memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan

nepotisme, Menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar

memiliki daya saing, Memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

dan berpikir obyektif rasional serta Mandiri.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata

“pendidikan” dan kata “kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, sedangkan

kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga

negara.

Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan

dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Pendidikan kewarganegaraan Indonesia untuk masa depan sangat ditentukan

oleh pandangan bangsa Indonesia, eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan

dinamika perkembangan bangsa.


B. SARAN

Inilah hasil dari penyusunan Makala yang ditulis oleh saya sendiri, saya

meminta saran dari bapak/Ibuk dosen untuk penyempurnaan Makalah ini.

Penulis juga meminta saran, kritik dan masukan yang membangun dari teman-

teman yang membaca Makalah ini agar lebih sempurna dalam penulisannya.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, Intan. (2016). Pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan tinggi.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
https://pdfcoffee.com/argumentasi-tentang-dinamika-dan-tantangan-pendidikan-
kewarganegaraan-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai