Anda di halaman 1dari 13

BUDAYA KONSUMSI GAYA HIDUP DAN IDENTITAS

Disusun Oleh :

Kelompok 15

Penanggung jawab :

Endryaman Zai

Sabinus A. Giawa

UNIVERSITAS ASAHAN

FAKULTAS TEKNIK

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa. Karena
dengan anugerah dan kasih sayang, petunjuk dan kekuatannya yang telah
diberikan pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Yangberjudul “BUDAYA KONSUMSI GAYA HIDUP DAN IDENTITAS”.

Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan rahmat da kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

2. Kepada keluarga tercinta khususnya ayah dan ibuku yang senantiasa


memberikan dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga, serta selalu
mengingatkan penulis untuk selalu berusaha dengan semaksimal mungkin
untuk mempersembahkan sesuatu yang terbaik.

3. Kepada dosen pembimbing yang telah memberi saya bimbingan dalam


menyelesaikan makalah ini

4. Kepada seluruh teman-teman penulis yang mana saling memotivasi dalam


tiap penyelesaian makalah ini dan saling mengingatkan bilamana terjadi
kesalahpahaman diantara kita.

kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman. Amin...

Kisaran, Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
2.1 Konsumsi Dan Gaya Hidup.................................................................................
2.2 Hubumgan Konsumsi Dan Gaya Hidup..............................................................
2.3 Gaya Hidup Dan Kelas Menengah Indonesia......................................................
2.4 Dampak Ekonomi Dari Gaya Hidup....................................................................
BAB III PENUTUP........................................................................................................
3.1 Kesimpulan............................................................................................................
3.2 Saran......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.


Gaya hidup saat ini telah menjadi suatu identitas individu maupun kelompok. Hal
ini sudah terjadi di seluruh bangsa tak terkecuali indonesia. Faktor pendukung
gaya hidup ialah teknologi. Dengan adanya teknologi yang berkembang saat ini
masyarakat indonesia dengan mudahnya mendapatkan barang yang ingin dibeli,
produk-produk tersebut dapat diakses melalui internet, TV, koran maupun tabloid.
Perubahan tersebut juga dipicu dengan budaya konsumtif dikalangan remaja,
seseorang yang konsumtif tidak memikirkan efek dan konsekuensi yang timbul
ketika mereka mengambil keputusan untuk membeli barang tersebut (Bahtiar,
2003).

Seseorang membeli bukan melainkan kebutuhan namun karena untuk


kesenangan sendiri, sehingga menyebabkan seseorang boros yang dikenal dengan
istilah perilaku konsumtif atau konsumerisme. konsumerisme menunjukan
identitas diri, konsumerisme merupakan aktivitas sosial untuk diri sendiri
(memutuskan membeli atau tidak) atau sebagai kompetisi pada teman anggota
masyarakat (sebagai simbol status, gengsi dan image manusia modern tidak
ketinggalan zaman

Menurut Amstrong (Kaparang, 2013) gaya hidup seseorang dapat dilihat


dari perilaku yang dilakukan individu seperti kegiatan untuk mendapatkan barang
dan jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu sikap, pengalaman
dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif dan persepsi sedangkan faktor
eksternal yaitu kelompok referensi, keluarga, kelas sosial dan kebudayaan.
Konsep diri merupakan pandangan, penilaian, dan perasaan individu terhadap diri
sendiri baik secara fisik, psikis, sosial maupun moral. Setiap individu mempunyai
konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif adalah individu
yang memandang dirinya menyenangkan terhadap dirinya, sedangkan kosep diri
negatif adalah individu yang melihat dirinya gagal, tidak mampu dan memepunyai
pandangan buruk terhadap dirinya. Konsep diri merupakan salah satu faktor
perilaku konsumtif yang berarti konsep diri mempengaruhi perilaku konsumtif.
Individu yang memiliki konsep diri yang positif tidak akan mudah dipengaruhi
untuk melakukan konsumerisme sebaliknya apabila individu memiliki konsep diri
negatif akan mudah melakukan konsumerisme (Mufidah, 2006).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Konsumsi dan gaya hidup ?

2. Apa hubungan konsumsi dan gaya hidup ?

3. Bagaimana gaya hisup dan kelas menengah Indonesia ?

4. Apa Dampak ekonomi dari gaya hidup ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Konsumsi dan gaya hidup

2. Untuk mengetahui hubungan konsumsi dan gaya hidup

3. Untuk mengetahui gaya hisup dan kelas menengah Indonesia

4. Untuk mengetahui Dampak ekonomi dari gaya hidup


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumsi dan Gaya Hidup

Dalam sosiologi, konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar


pemenuh kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan
dengan aspek-aspek social budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah
selera, identitas, atau gaya hidup. Menurut ekonom, selera sebagai suatau yang
stabil, difokuskan pada nilai guna., dibentuk secara individu, dan dipandang
sebagai suatau yang eksogen. Sedangkan menurut sosiolog, selera sebagai suatau
yang dapat berubah, difokuskan pada suatu kualitas simbolik suatau barang, dan
tergantung persepsi selera orang lain.

Weber ([1922 1978)] berpendapat bahwa selera merupakan pengikat


kelompok dalam (ingroup). Actor-aktor kolektif berkompetisi dalam penggunaan
barang-barang simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan
kemampuan untuk memonopoli sumber budaya, sehingga akan meningkatkan
prestis dan solidaritas kelompok dalam.

Sedangkan Veblen ([1899] 1973) memandang selera sebagai senjata untuk


berkompetisi. Kompetisi tersebut berlangsung antar pribadi. Antara seorang
dengan orang lain. Hal ini tercermin dalam masyarakat modern yang menganggap
selera orang dalam mengkonsumsi suatu barang akan dapat melihat selera dasar
dan penghargaan yang didapat .

Konsumsi dapat dipandang sebagai bentuk identitas. Barang-barang


simbolik juga dapat menunjukkan kelompok pergaulannya.Simmel
([1907]1978:323) mengatakan bahwa ego akan runtuh dalam kehilangan
dimensinya jika ia tidak dikelilingi oleh objek eksternal yang menajdi ekspresi
dari kecenderungannya, kekuatannya dan cara individualnya karena mereka
mematuhinya, atau dengan kata lain miliknya. Sebagai contoh, seorang pejabat
yang meletakkan ensiklopedi dalam rak ruang tamu atau kantornya yang
menandakan bahwa ia mampu membeli barang yang harganya relative mahal
tersebut. Walau sebenarnya tidak pernah ia baca, sehingga dapat dikatakan hanya
sebagai pajangan semata.
2.2 Hubungan Konsumsi dan Gaya Hidup

Webber ([1922]1978) mengatakan bahwa konsumsi terhadap suatu barang


merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi
terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status.
Sehingga situasi kelas ditentukan oleh ekonomi sedang situasi status ditentukan
oleh penghargaan social. Misalnya, pada masyarakat pedesaan, status guru dan
pedagang lebih tinggi guru walaupun pendapatannya lebih besar pedagang. Hal
ini dikarenakan guru mempunyai peluang yang besar untuk mencari peluang
tambahan. Sebagai contoh bekerja sampingan sebagai pedagang. Guru akan lebih
berhasil dari pada pedagan tulen karena masyarakat menganggap guru adalah
orang yang berpendidikan dan tidak mungkin berbuat curang. Sehingga orang
akan cenderung berbelanja pada guru. Atau pada masyarakat perkotaan, para
pengusaha berhak mendapat gelar bangsawan karena dia mampu memberi suatu
sumbangan pada keraton. Walau ada pihak yang lebih berhak mendapat gelar
tersebut.

Sedang menurut vablen ([1899] 1973), penghargaan social terhadap


masyarakat luas terletak pada keperkasaan, misalnya perang. Sedang pada
masyarakat industry terletak pada kepemilikan kesejahteraan seseorang. Juga pada
konsumsi yang dilakukan sebagai indikator dari gaya hidup kelompok status.

Han peter Mueller (1989), mengatakan ada 4 pendekatan dalam


memahami gaya hidup :

1. Pendekatan psikolog perkembangan : tindakan seseorang tidak hanya


disebabkan oleh teknik, ekonomi dan politik, tetapi juga dikarenakan
perubahan nilai.

2. Pendekatan kuantitatif social struktur : mengukur gaya hidup berdasarkan


konsumsi yang dilakukan seseorang. Pendekatan ini menggunakan sederet
daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai.

3. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan : memandang gaya hidup sebagai


lingkungan pergaulan.

4. Pendekatan kelas : mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa


budaya yang direprodiksi bagi kepentingan struktur kelas.
2.3 Gaya Hidup dan Kelas Menengah Indonesia

Kelas menengah di Indonesia banyak dibicarakan karena dianggap sebagai


agen penggerak kedinamisan masyarakatatau secara pendekatan konflik, kelas
menengah adalah pendobrak kemapanan (politik dan ekonomi).

Aliran pemikiran

Dalam masyarakat, aliran pemikiran dikelompokkan dalam dua kutub,


yakni arus pemikiran abangan dan arus pemikiran santri. Kedua arus pemikiran ini
dapat ditaraik sebagai suatu gais kontinum, dimana pada satu sudut merupakan
sumber arus pemikiran abangan sedangkan sudut lain merupakan sumber
pemikiran santri.

2.3.1 arus pemikiran abangan arus pemikiran santri

Perbedaan antara kedua arus tersebut berakar pada penghayatan tentang


nilai-nilai yang terkandung dalam agama serta pengalamannya dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya dalam pemikiran santri, cara berbusana harus berdasarkan
ketentuan agama, yakni menutup aurat. Tapi dalam pemikiran abanangan, boleh
memakai rok mini karena dalam etika yang mereka anut tidak melarang hal
demikian. Perbedaan yang demikian juga menorah pada kanvas sejarah politik
Indonesia, yakni ketika pada orde lama terdapat partai Masyumi sebagai
pemikiran santri dan Partai Nasional Indonesia sebagai arus pemikiran abangan.

2.3.2 Heterogenitas Kelas Menengah Atas

Dua arus pemikiran yang memberi warna pada kanvas kelas atas
masyarakat Indonesia juga turut memberikan warna pada kanvas kelas menengah
Indonesia. Dengan dasar pemikiran tersebut, kita dapat mengklasifikasikan kelas
menengah Indonesia atas : (1) kelas menengah abangan; (2) kelas menengah
santri.

kelas atas

kelas menengah

kelas bawah

Dengan demikian setiap lapisan kelas mempunyai arus pemikiran yang


berbeda. Inilah penyebab mengapa kelas menengah Indonesia tidak mampu
menjadi agen pembaharu. Struktur kelas Indonesia terpotong oleh nilai-nilai yang
diwarisi secara sejarah semenjak sebelum pergerakan kemerdekaan. Dalam
persaingan untuk memperebutkan dan memperjuangkan kepentingan maka arus
pemikiran yang ada dapat mengkristal menjadi kelompok-kelompok strategis.

Kelas menengah abangan diperkirakan lahir pada dekade 1970-an.


Kemunculan kelas menengah abangan dirangsang oleh menguatnya arus ekonomi
Jepang ke Indonesia dan kemapanan kekuasaan (politik dan ekonomi pada
kelompok tertentu). Hal ini ditandai dengan terjadinya demonstrasi besar-besaran
yang digerakan oleh mahasiswa terutama Universitas Indonesia, yang diarahkan
pada dominasi ekonomi Jepang pada perekonomian Indonesia dengan perusakan
sesuatu yang berhubungan dengan Jepang, misalnya pembakaran mobil-mobil
buatan Jepang.

Sedangkan kelas menengah santri diperkirakan lahir satu dekade setelah


kelahiran kelas menengah abangan yaitu sekitar 1980-an. Kelahirannya ditandai
dengan kemunculan studi-studi keagamaan di kampus-kampus elit di Indonesia.
Kemunculan studi keagamaan tersebut merupakan reaksi terhadap
ketidakmampuan gaya hidup “modern” untuk mengakomodasikan permasalahan
kehidupan masyarakat seperti hak-hak asasi manusia, bank penyelamat semu
keuangan, dan seterusnya. Perbedaan keduanya adalah demonstrasi disertai
perusakan oleh kelas menengah abangan dan demonstrasi damai oleh kelas
menengah santri.

2.3.3 Gaya Hidup Kelas Menengah Indonesia

Kelas menengah abangan mengikuti arus perkembangan gaya hidup yang


ditawarkan melalui proses globalisasi, yaitu gaya hidup barat (Gerke, 1994).
Mereka mengikuti perkembangan mode yang ditawarkan oleh perusahaan garmen
internasional seperti kaos berlengan buatan Hammer atau Benelton, menikmati
fast-food, misalnya seperti di restoran Mc Donald, di Pizza Hut, dan di Burger
King.

Sedangkan kelas menengah santri mengikuti arus perkembangan gaya


hidup yang mereka ciptakan sendiri yang dilandaskan pada nila-nilai keagamaan
yang mereka anut. Mereka mengikuti perkembangan jilbab yang ditawarkan oleh
Ida Royani atau rumah mode Ummi Collection, mengadakan liburan dengan
melakukan kegiatan umrah ke Mekkah atau kegiatan shalat tarawih di Masjidil
Haram Mekkah dan Masjid Nabawiah di Madinah, serta memakan makanan yang
berlabel halal misal di restoran padang atau masakan nasional lainnya.

Jika kelas menengah abangan lebih suka meramaikan pasar swalayan dan
menonton bioskop maka kelas menengah santri lebih suka menghadiri pengajian
agama dari rumah ke rumah atau di masjid. Jika kelas menengah abangan lebih
suka menikmati bunga yang ditamankan pada bank umum maka kelas menengah
santri lebih suka menikmati hasil kerja sama dengan bank Islam, meskipun hasil
yang diperoleh lebih kecil dari bunga yang didapat jika ditabung pada bank-bank
umum.

2.3.4 Konsumsi Simbolik

Tidak semua anggota kelas menengah mampu mengkonsumsi barang-


barang simbol kelas menengah secara nyata. Dengan kata lain mereka
mengkonsumsi barang-barang simbol kelas menengah secara tidak langsung pada
barang yang dimaksud tetapi melalui makna dari barang yang disimbolkan.
Contohnya konsumsi simbol yang dilakukan kelas menengah abangan, orang-
orang muda mengabiskan waktunya untuk duduk sambil makan di Mc Donalds
atau Burger King. Dirumah mereka berjejer miniatur patung Liberty, Merlion
yang semuanya menunjuk pada suatu tempat yang jauh dimana banyak orang
yang ingin datang ke sana.

Hal yang sama juga dialami oleh kelas menengah santri, misalnya dalam
rumah mereka pada ruang tamunya ditempel gambar Ka’bah atau Masjid
Nabawiah Madinah walaupun mereka belum pernah berkunjung ke sana. Atau
mereka memakai songkok putih yang lazim dipakai oleh para haji Indonesia
sebagai pengenal telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah, padahal mereka
belum pernah melakukannya di sana.

2.4 Dampak Ekonomi dari Gaya Hidup

Produsen yang berhasil adalah produsen yang mengetahui dan mengikuti


perkembangan selera dari konsumen. Perkembangan kelas menengah santri telah
pula menyebabkan menjamurnya rumah-rumah mode yang khusus
memperlihatkan busana muslim dan muslimah seperti Ida Royani serta
menjamurnya jumlah penerbit seperti “Gema Insani Press” dan “ Salahuddin”.
Konsekuensinya dari hal tersebut adalah berkembangnya toko-toko yang khusus
menjual produk-produk yang berhubungan dengan (simbol-simbol) keagamaan.
Selain itu, munculnya tawaran-tawaran baru berumrah ke Mekkah atau berziarah
ke tempat yang ada hubungannya dengan sejarah Islam. Semua itu dapat
dipandang sebagai dampak ekonomi dari perkembangan gaya hidup dari kelas
menengah santri Indonesia.

Sedangkan dampak ekonomi dari perkembangan gaya hidup dari kelas


menengah abangan adalah muncul dan membesarnya kelompok perusahaan pasar
swalayan seperti Matahari, Borobudur dan lainnya, dimana tidak hanya menjual
barang-barang yang diproduksi untuk konsumsi dalam negeri tetapi juga
menyajikan barang yang berkualitas ekspor. Kemudian banyak muncul bioskop
twenty-one, pesatnya perkembangan media massa yang melakukan spesialisasi
dan ekspansi pasar seperti Gramedia. Lajunya pertumbuhan dan perkembangan
bank-bank swasta seperti BCA dan Danamon. Suburnya pertumbuhan pusat-pusat
“kesegaran jasmani” yang menawarkan sejumlah aktivitas fisik yang dapat
mempercantik dan memperindah tubuh seperti senam dengan berbagai macam
jenisnya mulai dari tradisional sampai modern. Gerakan mempercantik tubuh ini
berkembang seiring dengan arus informasi yang digulirkan lewat media
komunikasi yang berskala internasional dan nasional, dimana menggiring
peminatnya pada suatu opini tentang apa itu cantik, indah, molek, anggun dan
lainnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas dan gaya hidup.


Konsumsi dapat membentuk identitas seseorang dari barang-barang simbolis yang
ia konsumsi. Hubungan antara konsumsi dan gaya hidup terbentuk ketika kita
melihat seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang maka akan terlihat
bagaimana gaya hidup mereka. Selain itu konsumsi dapat juga dijadikan acuan
dalam penjenjangan suatu kelas social.

Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah bahwa penggerak kedinamisan


dalam masyarakat adalah kelas menengah. Ketika kita menbedakan masyarakat
kelas menengah dalam dua bagaian, yakni abangan dan santri, maka akan terlihat
jelas bagaimana konsumsi dan gaya hidup yang terjadi pada dua kelompok
tersebut. Mereka lebih suka berpegangan pada keyakinan masing-masing.
Sehingga baik konsumsi dan gaya hidup kaum santri maupun abangan, masing-
masing dari mereka telah berperan dalam perkembangan perekonomian nasional,
walaupun dengan keyakinan dan pilihan sendiri-sendiri.

3.2 Saran

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baikdari
tulisan maupun bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu mohon di berikan
sarannya agar kami bisa membuat makalah lebih baik lagi , dansemoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi wawasankita dalam memahami
paragraf .
DAFTAR PUSTAKA

Bernatdeta B. 2012. Makalah sosiologi Ekonomi-Konsumsi dan Gaya Hidup.

https://www.kompasiana.com/bernad/551147eba333116442ba8100/makalah-
sosiologi-ekonomi-konsumsi-dan-gaya-hidup

Z Aprilyanti. 2015. Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Gaya Hidup Konsumtif.

http://eprints.ums.ac.id/38030/6/04.%20BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai