Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MASYARAKAT KONSUMEN

Dosen Pengampu: Mushawir Rosyidi,M.pd

Oleh:

Dewi Sulistyawati

Hasanataini Soliha

Khafifatul Yusri

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI (IAIH)

TAHUN PELAJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “masyarakat konsumen” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Mushawir Rosyidi, M.Pd
selaku Dosen mata kuliah Sosiologi Ekonomi yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai proses dialogis antara filsafat riba, bunga
dan bagi hasil dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu,kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
terhadap makalah yang telah kami buat demi perbaikan di masa depan.

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Pancor , 13 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1

A. Latar belakang .......................................................................................................1


B. Rumusan Masalah...................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 2

A. Konsumsi Dan Gaya Hidup....................................................................................2


B. Hubungan Konsumsi Dan Gaya Hidup .................................................................3
C. Gaya Hidup dan Kelas Menengah Indonesia..........................................................4

BAB III PENUTUP .........................................................................................................9

A. Kesimpulan ............................................................................................................9
B. Saran ......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas dari aktivitas
sosial. Manusia sebagai masyarakat konsumen juga akan selalu melakukan aktivitas
sosial. Sebagaimana yang kita kethui bahwa masyarakat konsumen adalah
masyarakat yang eksistensinya dilihat hanya dengan pembedaan komoditi yang
dikonsumsi. Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
meihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi.

B. Rumusan Masalah
1. Kosumsi dan gaya hidup
2. Hubungan konsumsi dan gaya hidup
3. Gaya hidup dan kelas menengah Indonesia

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsumsi dan Gaya Hidup

Dalam sosiologi, konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar pemenuh


kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspek-
aspek social budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau
gaya hidup. Menurut ekonom, selera sebagai suatau yang stabil, difokuskan pada nilai
guna., dibentuk secara individu, dan dipandang sebagai suatau yang eksogen.
Sedangkan menurut sosiolog, selera sebagai suatau yang dapat berubah, difokuskan
pada suatu kualitas simbolik suatau barang, dan tergantung persepsi selera orang lain.

Weber ([1922 1978)] berpendapat bahwa selera merupakan pengikat


kelompok dalam (ingroup). Actor-aktor kolektif berkompetisi dalam penggunaan
barang-barang simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan
kemampuan untuk memonopoli sumber budaya, sehingga akan meningkatkan prestis
dan solidaritas kelompok dalam.

Sedangkan Veblen ([1899] 1973) memandang selera sebagai senjata untuk


berkompetisi. Kompetisi tersebut berlangsung antar pribadi. Antara seorang dengan
orang lain. Hal ini tercermin dalam masyarakat modern yang menganggap selera
orang dalam mengkonsumsi suatu barang akan dapat melihat selera dasar dan
penghargaan yang didapat .

Konsumsi dapat dipandang sebagai bentuk identitas. Barang-barang simbolik


juga dapat menunjukkan kelompok pergaulannya.Simmel ([1907]1978:323)
mengatakan bahwa ego akan runtuh dalam kehilangan dimensinya jika ia tidak
dikelilingi oleh objek eksternal yang menajdi ekspresi dari kecenderungannya,

2
kekuatannya dan cara individualnya karena mereka mematuhinya, atau dengan kata
lain miliknya. Sebagai contoh, seorang pejabat yang meletakkan ensiklopedi dalam
rak ruang tamu atau kantornya yang menandakan bahwa ia mampu membeli barang
yang harganya relative mahal tersebut. Walau sebenarnya tidak pernah ia baca,
sehingga dapat dikatakan hanya sebagai pajangan semata.

B. Hubungan Konsumsi dan Gaya Hidup

Webber ([1922]1978) mengatakan bahwa konsumsi terhadap suatu barang


merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi
terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status.
Sehingga situasi kelas ditentukan oleh ekonomi sedang situasi status ditentukan oleh
penghargaan social. Misalnya, pada masyarakat pedesaan, status guru dan pedagang
lebih tinggi guru walaupun pendapatannya lebih besar pedagang. Hal ini dikarenakan
guru mempunyai peluang yang besar untuk mencari peluang tambahan. Sebagai
contoh bekerja sampingan sebagai pedagang. Guru akan lebih berhasil dari pada
pedagan tulen karena masyarakat menganggap guru adalah orang yang berpendidikan
dan tidak mungkin berbuat curang. Sehingga orang akan cenderung berbelanja pada
guru. Atau pada masyarakat perkotaan, para pengusaha berhak mendapat gelar
bangsawan karena dia mampu memberi suatu sumbangan pada keraton. Walau ada
pihak yang lebih berhak mendapat gelar tersebut.

Sedang menurut vablen ([1899] 1973), penghargaan social terhadap


masyarakat luas terletak pada keperkasaan, misalnya perang. Sedang pada masyarakat
industry terletak pada kepemilikan kesejahteraan seseorang. Juga pada konsumsi
yang dilakukan sebagai indikator dari gaya hidup kelompok status.

Han peter Mueller (1989), mengatakan ada 4 pendekatan dalam memahami gaya
hidup :

3
1. Pendekatan psikolog perkembangan : tindakan seseorang tidak hanya
disebabkan oleh teknik, ekonomi dan politik, tetapi juga dikarenakan
perubahan nilai.
2. Pendekatan kuantitatif social struktur : mengukur gaya hidup berdasarkan
konsumsi yang dilakukan seseorang. Pendekatan ini menggunakan sederet
daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai.
3. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan : memandang gaya hidup sebagai
lingkungan pergaulan.
4. Pendekatan kelas : mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa
budaya yang direprodiksi bagi kepentingan struktur kelas.

C. Gaya Hidup dan Kelas Menengah Indonesia

Kelas menengah di Indonesia banyak dibicarakan karena dianggap sebagai


agen penggerak kedinamisan masyarakatatau secara pendekatan konflik, kelas
menengah adalah pendobrak kemapanan (politik dan ekonomi).

1. Aliran pemikiran

Dalam masyarakat, aliran pemikiran dikelompokkan dalam dua kutub, yakni


arus pemikiran abangan dan arus pemikiran santri. Kedua arus pemikiran ini dapat
ditaraik sebagai suatu gais kontinum, dimana pada satu sudut merupakan sumber arus
pemikiran abangan sedangkan sudut lain merupakan sumber pemikiran santri.

arus pemikiran abangan arus pemikiran santri

Gambar : dikotomi aliran pemikiran di Indonesia

Perbedaan antara kedua arus tersebut berakar pada penghayatan tentang nilai-
nilai yang terkandung dalam agama serta pengalamannya dalam kehidupan sehari-
hari. Misalnya dalam pemikiran santri, cara berbusana harus berdasarkan ketentuan

4
agama, yakni menutup aurat. Tapi dalam pemikiran abanangan, boleh memakai rok
mini karena dalam etika yang mereka anut tidak melarang hal demikian. Perbedaan
yang demikian juga menorah pada kanvas sejarah politik Indonesia, yakni ketika pada
orde lama terdapat partai Masyumi sebagai pemikiran santri dan Partai Nasional
Indonesia sebagai arus pemikiran abangan.

2. Heterogenitas Kelas Menengah Atas

Dua arus pemikiran yang memberi warna pada kanvas kelas atas masyarakat
Indonesia juga turut memberikan warna pada kanvas kelas menengah Indonesia.
Dengan dasar pemikiran tersebut, kita dapat mengklasifikasikan kelas menengah
Indonesia atas : (1) kelas menengah abangan; (2) kelas menengah santri.

 kelas atas
 kelas menengah
 kelas bawah

arus pemikiran santriarus pemikiran abangan

Gambar : Struktur kelas dan arus pemikiran dalam gaya hidup manusia
Indonesia

Dengan demikian setiap lapisan kelas mempunyai arus pemikiran yang


berbeda. Inilah penyebab mengapa kelas menengah Indonesia tidak mampu menjadi
agen pembaharu. Struktur kelas Indonesia terpotong oleh nilai-nilai yang diwarisi
secara sejarah semenjak sebelum pergerakan kemerdekaan. Dalam persaingan untuk
memperebutkan dan memperjuangkan kepentingan maka arus pemikiran yang ada
dapat mengkristal menjadi kelompok-kelompok strategis.

Kelas menengah abangan diperkirakan lahir pada dekade 1970-an.


Kemunculan kelas menengah abangan dirangsang oleh menguatnya arus ekonomi
Jepang ke Indonesia dan kemapanan kekuasaan (politik dan ekonomi pada kelompok

5
tertentu). Hal ini ditandai dengan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang
digerakan oleh mahasiswa terutama Universitas Indonesia, yang diarahkan pada
dominasi ekonomi Jepang pada perekonomian Indonesia dengan perusakan sesuatu
yang berhubungan dengan Jepang, misalnya pembakaran mobil-mobil buatan Jepang.

Sedangkan kelas menengah santri diperkirakan lahir satu dekade setelah


kelahiran kelas menengah abangan yaitu sekitar 1980-an. Kelahirannya ditandai
dengan kemunculan studi-studi keagamaan di kampus-kampus elit di Indonesia.
Kemunculan studi keagamaan tersebut merupakan reaksi terhadap ketidakmampuan
gaya hidup “modern” untuk mengakomodasikan permasalahan kehidupan masyarakat
seperti hak-hak asasi manusia, bank penyelamat semu keuangan, dan seterusnya.
Perbedaan keduanya adalah demonstrasi disertai perusakan oleh kelas menengah
abangan dan demonstrasi damai oleh kelas menengah santri.

3. Gaya Hidup Kelas Menengah Indonesia

Kelas menengah abangan mengikuti arus perkembangan gaya hidup yang


ditawarkan melalui proses globalisasi, yaitu gaya hidup barat (Gerke, 1994). Mereka
mengikuti perkembangan mode yang ditawarkan oleh perusahaan garmen
internasional seperti kaos berlengan buatan Hammer atau Benelton, menikmati fast-
food, misalnya seperti di restoran Mc Donald, di Pizza Hut, dan di Burger King.

Sedangkan kelas menengah santri mengikuti arus perkembangan gaya hidup


yang mereka ciptakan sendiri yang dilandaskan pada nila-nilai keagamaan yang
mereka anut. Mereka mengikuti perkembangan jilbab yang ditawarkan oleh Ida
Royani atau rumah mode Ummi Collection, mengadakan liburan dengan melakukan
kegiatan umrah ke Mekkah atau kegiatan shalat tarawih di Masjidil Haram Mekkah
dan Masjid Nabawiah di Madinah, serta memakan makanan yang berlabel halal misal
di restoran padang atau masakan nasional lainnya.

6
Jika kelas menengah abangan lebih suka meramaikan pasar swalayan dan
menonton bioskop maka kelas menengah santri lebih suka menghadiri pengajian
agama dari rumah ke rumah atau di masjid. Jika kelas menengah abangan lebih suka
menikmati bunga yang ditamankan pada bank umum maka kelas menengah santri
lebih suka menikmati hasil kerja sama dengan bank Islam, meskipun hasil yang
diperoleh lebih kecil dari bunga yang didapat jika ditabung pada bank-bank umum.

4. Konsumsi Simbolik

Tidak semua anggota kelas menengah mampu mengkonsumsi barang-barang


simbol kelas menengah secara nyata. Dengan kata lain mereka mengkonsumsi
barang-barang simbol kelas menengah secara tidak langsung pada barang yang
dimaksud tetapi melalui makna dari barang yang disimbolkan. Contohnya konsumsi
simbol yang dilakukan kelas menengah abangan, orang-orang muda mengabiskan
waktunya untuk duduk sambil makan di Mc Donalds atau Burger King. Dirumah
mereka berjejer miniatur patung Liberty, Merlion yang semuanya menunjuk pada
suatu tempat yang jauh dimana banyak orang yang ingin datang ke sana.

Hal yang sama juga dialami oleh kelas menengah santri, misalnya dalam
rumah mereka pada ruang tamunya ditempel gambar Ka’bah atau Masjid Nabawiah
Madinah walaupun mereka belum pernah berkunjung ke sana. Atau mereka memakai
songkok putih yang lazim dipakai oleh para haji Indonesia sebagai pengenal telah
menunaikan ibadah haji ke Mekkah, padahal mereka belum pernah melakukannya di
sana.

5. Dampak Ekonomi dari Gaya Hidup

Produsen yang berhasil adalah produsen yang mengetahui dan mengikuti


perkembangan selera dari konsumen. Perkembangan kelas menengah santri telah pula
menyebabkan menjamurnya rumah-rumah mode yang khusus memperlihatkan busana
muslim dan muslimah seperti Ida Royani serta menjamurnya jumlah penerbit seperti

7
“Gema Insani Press” dan “ Salahuddin”. Konsekuensinya dari hal tersebut adalah
berkembangnya toko-toko yang khusus menjual produk-produk yang berhubungan
dengan (simbol-simbol) keagamaan. Selain itu, munculnya tawaran-tawaran baru
berumrah ke Mekkah atau berziarah ke tempat yang ada hubungannya dengan sejarah
Islam. Semua itu dapat dipandang sebagai dampak ekonomi dari perkembangan gaya
hidup dari kelas menengah santri Indonesia.

Sedangkan dampak ekonomi dari perkembangan gaya hidup dari kelas


menengah abangan adalah muncul dan membesarnya kelompok perusahaan pasar
swalayan seperti Matahari, Borobudur dan lainnya, dimana tidak hanya menjual
barang-barang yang diproduksi untuk konsumsi dalam negeri tetapi juga menyajikan
barang yang berkualitas ekspor. Kemudian banyak muncul bioskop twenty-one,
pesatnya perkembangan media massa yang melakukan spesialisasi dan ekspansi pasar
seperti Gramedia. Lajunya pertumbuhan dan perkembangan bank-bank swasta seperti
BCA dan Danamon. Suburnya pertumbuhan pusat-pusat “kesegaran jasmani” yang
menawarkan sejumlah aktivitas fisik yang dapat mempercantik dan memperindah
tubuh seperti senam dengan berbagai macam jenisnya mulai dari tradisional sampai
modern. Gerakan mempercantik tubuh ini berkembang seiring dengan arus informasi
yang digulirkan lewat media komunikasi yang berskala internasional dan nasional,
dimana menggiring peminatnya pada suatu opini tentang apa itu cantik, indah, molek,
anggun dan lainnya.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas dan gaya hidup.


Konsumsi dapat membentuk identitas seseorang dari barang-barang simbolis yang ia
konsumsi. Hubungan antara konsumsi dan gaya hidup terbentuk ketika kita melihat
seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang maka akan terlihat bagaimana gaya
hidup mereka. Selain itu konsumsi dapat juga dijadikan acuan dalam penjenjangan
suatu kelas social.

Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah bahwa penggerak kedinamisan dalam


masyarakat adalah kelas menengah. Ketika kita menbedakan masyarakat kelas
menengah dalam dua bagaian, yakni abangan dan santri, maka akan terlihat jelas
bagaimana konsumsi dan gaya hidup yang terjadi pada dua kelompok tersebut.
Mereka lebih suka berpegangan pada keyakinan masing-masing. Sehingga baik
konsumsi dan gaya hidup kaum santri maupun abangan, masing-masing dari mereka
telah berperan dalam perkembangan perekonomian nasional, walaupun dengan
keyakinan dan pilihan sendiri-sendiri.

B. Saran

Makalah ini berisi materi dari kajian pustaka yang bertujuan untuk menambah
wawasan dan sebagai acuan dalam pembelajaran. Namun, makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagai mana manusia yang tidak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/bernad/551147eba333116442ba8100/makalah-
sosiologi-ekonomi-konsumsi-dan-gaya-hidup

10

Anda mungkin juga menyukai