Anda di halaman 1dari 12

MATAKULIAH DOSEN PENGAMPU

” MASYARAKAT KONSUMTIF (JEAN BAUDRILARD)”

DISUSUN OLEH :

AYU SIFA FAUJIAH (20011114335)

UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
TP.2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang . Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah,
dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah dan
manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pendengar agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Masyarakat Konsumtif
(Jean Baudrilard” dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Pekanbarui, 7 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................1
C. Rumusan Masalah.........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2

A. Pandangan Jean Baudrilard mengenai perubahan sosial.............2


B. Postmodern mengenai perubahan...................................................4

BAB III PENUTUP.......................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan


masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Konsumtif merupakan perilakau dimana
timbulnya keinginan untuk membeli barang-barang yang kurang diperluakan untuk
memenuhi kepuasan pribadi. Pada kenyataannya, banyak kegiatana belanja sehari-hari
yang tidak didasari oleh pertimbangan yang matang. Kegiatan belanja sebagai salah satu
bentuk konsumsi, saat ini telah mengalami pergeseran fungsi. Dulu berbelanja hanya
untuk memenuhi kebutuan hidup tetapi saat ini belanja sudah menjadi gaya hidup,
sehingga belanja tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang diperlukan, namun
belanja dapat pula menunjukkan status sosial seseorang, karena belanja berarti meiliki
materi gaya belanja yang lebih spontan juga dapat di antisipasi untuk sewaktu-waktu
muncul.

Masyarakat konsusmtif merupakan masyarakat yang membeli barang atau jasa


bukan karena kebutuhannya, tetapi lebih kepada rasa keinginan dan kesenangan membeli
sebuah barang tersebut untuk memuaskan hasrat konsumsi seseorang. Menurut Jean
Baudrilard mengatakan bahwa masyarakat konsumsi merupakan konsep kunci untuk
menunjukkan gejala konsumerisme yang sangat luar biasa dan telah menjadi bagian dari
gaya hidup manusia modern. Berkaiatan dengan pengertian masyarakat oleh pemikiran
Baudrilard tersebut, konsumsi akan menimbulkan konsumerisme dalam masyarakat.

2. Rumusan masalah
a. Bagaimana pandangan baudrilard mengenai perubaha sosial ?
b. Bagaimana postmodern mengenai perubahan sosial ?
3. Tujuan masalah
a. Untuk mengetahui pandangan baudrilard mengenai perubaha sosial
b. Untuk lebih memahami masa post modern mengenai perurbahan sosial

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PANDANGAN JEAN BAUDRILARD MENGENAI PERUBAHAN SOSIAL


1. Masyarakat Konsumerisme Dan Gaya Hidup
Cara hidup masyarakat saat ini telah mengalami perubahan, menuju budaya
konsumsi dan perilaku kehidupan yang konsumtif. Masyarakat konsumeris adalah
masyarakat yang menciptakan nilai-nilai yang berlimpah ruah melalui barang-barang
konsumeris, serta menjadikan konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan.1
Hal ini dapat dilihat dari gaya berpakaian, telepon genggam yang digunakan, serta
mobil yang dikendarai, dianggap dapat merepresentasikan status sosial tertentu.
Fenomena seperti ini, dengan temukan di mall atau pusat-pusat perbelanjaan, sebagian
besar pengunjung berpakaian dan mengenakan aksesoris yang sesuai dengan fashion dan
mode yang sedang berlaku saat ini. Hampir semua pengunjung memiliki telepon
genggam serta kebanyakan dari pengunjung-pengunjung tersebut lebih memilih fast food
(yang dianggap lebih bergengsi). Barang elektronik, fastfood, pakaian bermerek, dan
lain-lain, sepertinya kini menjadi suatu kebutuhan primer dan tidak dapat ditinggalkan.
Masyarakat tidak lagi membeli suatu barang berdasarkan skala prioritas kebutuhan dan
kegunaan, tetapi lebih didasarkan pada gengsi, prestise, dan gaya.
Baudrillard berpendapat bahwa yang dikonsumsi oleh masyarakat konsumeris
(consumer society) bukanlah kegunaan dari suatu produk melainkan citra atau pesan yang
disampaikan dari suatu produk. Sebagai contoh, apabila konsumen membeli mobil
BMW, ia membeli produk tersebut bukan hanya karena kegunaan mobil tersebut sebagai,
sarana transportasi, akan tetapi mobil BMW tersebut juga menawarkan citra tertentu pada
konsumen yaitu kemewahan dan status sosial yang tinggi. Selain itu, Baudrillard juga
berpendapat bahwa setiap individu dalam masyarakat konsumeris memiliki keinginan
untuk terus melakukan pembedaan antara dirinya dengan orang lain. Individu akan terus
mengonsumsi produk-produk yang dianggap akan memberikan atau meningkatkan status
2

1
Yasraf Amir Piliang Hipersemiotika; Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. (2003). Hlm 17
sosialnya, tanpa memikirkan apakah produk tersebut dibutuhkan atau tidak. Hal ini
senada seperti kutipan berikut “yang ditekankan di sini adalah bahwa objek tidak hanya
dikonsumsi dalam sebuah masyarakat konsumeris, mereka diproduksi lebih banyak untuk
menandakan status dari pada untuk memenuhi kebutuhan. Dapat disimpulkan bahwa
konsumen tidak lagi melakukan tindakan konsumsi suatu objek atas dasar kebutuhan atau
kenikmatan, tetapi juga untuk mendapatkan status sosial tertentu dari nilai tanda yang
diberikan objek tersebut.
Fenomena masyarakat konsumeris tersebut terjadi karena adanya perubahan
mendasar berkaitan dengan cara-cara orang mengekspresikan diri dalam gaya hidupnya.
Gaya hidup mulai menjadi perhatian penting untuk setiap individu. Gaya hidup
selanjutnya merupakan cara-cara terpola dalam menginvestasikan aspek-aspek tertentu
kehidupan sehari-hari dengan nilai sosial atau simbolik tapi ini juga berarti bahwa gaya
hidup adalah cara bermain dengan identitas.
Baudrillard menjelaskan bahwa perilaku konsumsi saat ini tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang murni ekonomis dan berdasarkan pilihan rasional
saja, akan tetapi terdapat sistem budaya dan sistem pemaknaan sosial yang mampu
mengarahkan pilihan individu atas suatu komoditas. Sama halnya dengan yang dilakukan
oleh informan, dimana dalam kutipan pernyataan informan diatas bahwa dirinya rela
menabung selama tiga tahun hanya untuk membeli motor yang sudah dicita-citakannya.2
Bagi Baudrillard dalam masayarakat konsumsi modern ini mengonsumsi bukan
hanya barang, namun juga jasa manusia dan hubungan antar manusia. Orang yang terlibat
dalam jasa tersebut, sebagaimana disebutkan sebelumnya, begitu curiga terhadap kita.
Namun, melalui rasa khawatir itulah mereka menjinakkan kita. Jadi, penjinakkan
dimasukkan kepada kekangan dan represi sistem dan kode.
2. Faktor penyebab terbentuknya gaya hidup konsumerisme
1. Tersedianya berbagai jenis barang
2. Adanya pertukaran dan interaksi manusia dalam sistem jual beli melalui pasar.
3. Pusat-pusat perbelanjaan serta kompleks rekreasi berkembang secara pesat mulai
3

2
Jean Baudrillard,. . Masyarakat Konsumsi 2004. Hlm 74
dari kafe-kafe elite hingga bangunan Disney world.

4. Gencarnya iklan-iklan di media elektronik yang menawarkan sejumlah produk


kepada masyarakat.
5. Semakin pentingnya pengemasan dan promosi dalam pembuatan ,tampilan, dan
barang-barang konsumen.
6. Adanya pemakaian kartu kredit pada saat belanja yang memudahkan individu
tidak perlu membawa uang dalam jumlah yang cukup besar.
7. Adanya peningkatan desain dan penampilan barang.3

B. POSTMODERN MENGENAI PERUBAHAN


1. Lahirnya Postmodernisme
Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari modernisme itu sendiri.
Kata modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme
selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan
di mana semua kebutuhan akan dapat terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita
menghadapi mitos-mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang
membuat manusia tak berdaya dalam menghadapi dunia ini (Maksum, 2014: 309).
2. TOKOH-TOKOH POSTMODERNISME
1. Jean-Francois Lyotard
Salah satu filsuf postmodernisme yang paling terkenal sekaligus paling penting di
antara filsuf-filsuf postmodernisme yang lainnya. Dua karya yang menjadikannya
terkenal baik di Perancis maupun diluar negeri yaitu The Postmodernisme Condition dan
The Differend. Karyanya itu juga baik sesuatu ataupun seseorang yang ditolak bersuara
terhadap sistem ideologis yang dominan yang menentukan sesuatu yang dapat diterima
dan tidak dapat diterima (Zaprulkhan, 2006: 320).
Pemikiran Lyotard tentang ilmu pengetahuan dari pandangan modernisme yang
sebagai narasi besar seperti kebebasan, kemajuan, dan sebagainya kini menurutnya
mengalami permasalahan yang sama seperti abad pertengahan yang memunculkan istilah
4

3
Celia Lury, Budaya Konsumen (diterjemahkan dari Consumer Culture oleh Hasti T. Champion dan kata pengantar
oleh Seno Gumira Ajidarma). (1998) hlm 45-54
religi, nasional kebangsaan, dan kepercayaan terhadap keunggulan negara eropa untuk
saat ini tidak dapat dipercaya atau kurang tepat kebenarannya. Maka, postmodernisme
menganggap sesuatu ilmu tidak harus langsung diterima kebenarannya harus diselidiki
dan dibuktikan terlebih dahulu. Bagi Lyotard, ilmu pengetahuan postmodernisme
bukanlah semata-mata menjadi alat penguasa, ilmu pengetahuan postmodern memperluas
kepekaan kita terhadap pandangan yang berbeda dan memperkuat kemampuan kita untuk
bertoleransi atas pendirian yang tak mau dibandingkan (Maksum, 2014: 319-321).
2. Michel Foucault
Seorang tokoh postmodernisme yang menolak keuniversalan pengetahuan. Ada
beberapa asumsi pemikiran pencerahan yang ditolak oleh Foucault yaitu:
1) Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal, tetapi
khas untuk setiap waktu dan tempat
2) Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter Objektif dunia,
tetapi pengetahuan itu selalu mengambil perspektif.
3) Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan murni,
tetapi selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa (Maksum, 2014: 322).

Namun demikian, menurut Foucault, tidak ada perpisahan yang jelas, pasti, dan
final antara pemikiran pencerahan dan pasca-modern, atau antara modern dan pasca-
modern. Paradigma modern, kesadaran, dan objektivitas adalah dua unsur membentuk
rasional-otonom, sedangkan bagi Foucault pengetahuan bersifat subjektif.

3. Jacques Derrida

Pikirannyayang terkenal adalah tentang dekonstruksi. Istilah ini merupakan salah


satu konsep kunci Postmodernisme. Secara etimologis, Dekonstruksi adalah berarti
mengurai, melepaskan, dan membuka (Maksum, 2014: 331).

Derrida menciptakan sebuah pemikiran dekonstruksi, yang merupakan salah satu


kunci pemikiran Postmodernisme, yang mencoba memberikan sumbangan mengenai
teori-teori pengetahuan yang dinilai sangat kaku dan kebenarannya tidak bisa dibantah,

5
yang dalam hal ini pemikiran modernisme. Derrida mencoba untuk meneliti kebenaran
terhadap suatu teori pengetahuan yang baginya bisa dibantah kebenarannya yang dalam
arti bisa membuat teori baru asalkan hal tersebut dapat terbukti kebenarannya

4. Jean Baudrillard
pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur, yang dilihatnya mengalami
revolusi besar-besaran dan merupakan bencana besar. Revolusi kultural itu menyebabkan
massa menjadi semakin pasif ketimbang semakin berontak seperti yang diperkirakan
pemikir marxis. Dengan demikian, massa dilihat sebagai lubang hitam yang menyerap
semua makna, informasi, komunikasi, pesan dan sebagainya, menjadi tidak bermakna.
Massa menempuh jalan mereka sendiri, tak mengindahkan upaya yang bertujuan
memanipulasi mereka. Kekacauan, apatis, dan kelebaman ini merupakan istilah yang
tepat untuk melukiskan kejenuhan massa terhadap tanda media, simulasi, dan hiperealitas
(Maksum, 2014: 338).
Bagi Jean Baudrillard, karya-karyanya mempunyai sumbangan terhadap
pemikiran teori sosial untuk postmodernisme yang baginya bahwa objek konsumsi
merupakan tatanan produksi. Sehingga baginya masyarakat hidup dalam simulasi yang
dicirikan dengan ketidakbermaknaan. Karena manusia kehilangan identitasnya dan jati
dirinya yang banyak terjadi pada masa kontenporer. Tokoh inilah yang terkenal dengan
menyebut dunia postmodernisme sebagai kehidupan yang Hiperealitas.
5. Fedrick Jameson.

Ia merupakan salah satu kritikus literatur berhaluan marxis paling terkemuka.


George Ritzer dalam Postmodern Social Theori, menempatkan Jameson dengan Daniel
Bell, kaum feminis dan teoritis multikultur. Jameson menggunakan pola berfikir Marxis
untuk menjelaskan epos historis yang baru (postmodernisme), yang baginya bukan
modification dari kapitalisme, melainkan ekspansi darinya. Dengan demikian, menjadi
jelas bahwa periode historis yang ada sekarang bukanlah keterputusan, melainkan
kelanjutannya (Maksum, 2014: 339).

Menurut Jameson, postmodernisme memiliki dua ciri utama, yaitu pastiche dan

6
schizofrenia. Jameson mulai dengan menjelaskan bahwa modernisme besar didasarkan
pada gaya yang personal atau pribadi. Subjek individual borjois tidak hanya merupakan
subjek masa lalu, tapi juga mitos subjek yang tidak pernah benar-benar ada, hanya
mistifikasi, kata Jameson, yang tersisa adalah pastiche. Pastiche dari pastiche, tiruan gaya
yang telah mati. Kita telah kehilangan kemampuan memposisikan ini secara historis.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Baudrillard, yang dikonsumsi oleh masyarakat konsumeris (consumer
society) bukanlah komoditas, melainkan konsumsi tanda dari suatu produk. Tanda itu
berupa pesan dan citra yang dikomunikasikan melalui iklan. Peran media terutama iklan
sangat mempengaruhi perubahan gaya hidup masyarakat, karena melalui iklan sebuah
produk yang diperkenalkan kepada masyarakat, dengan bahasa yang sangat persuasif
agar masyarakat membeli produk tersebut. Gaya hidup masyarakat pun mengarah pada
gaya hidup yang hedonis, selalu ingin mengonsumsi, dan hidup bermewah-mewahan.
Selain itu juga setiap individu pada masyarakat konsumer ingin terlihat berbeda dengan
individu yang lainnya, karena gaya hidup seseorang dapat terlihat dari apa yang
dikonsumsinya, harga dan merk dari barang atau jasa yang dikonsumsinya. Semakin
mahal dan bermerk produk yang dikonsumsi, individu tersebut dikatakan sebagai orang
yang hidup pada kelas sosial tinggi (masyarakat kalangan atas).

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

8
DAFTAR PUSTAKA
Piliang, Yasraf Amir. (2003). Hipersemiotika; Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Baudrillard, Jean. 2004. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta : Kreasi Wacana
Lury, Celia. (1998). Budaya Konsumen (diterjemahkan dari Consumer Culture oleh Hasti
T. Champion dan kata pengantar oleh Seno Gumira Ajidarma). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Baudrillard dan Herbert Marcuse. Skripsi Program Sarjana bidang filsafat Universitas
Indonesia, Jakarta.
Abdullah, Amin, 2004, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta.
Aginta, Medhy Hidayat, 2008, Panduan Pengantar Untuk Memahami
Postrukturalisme dan Posmodernisme, Jalasutra Post, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai