DISUSUN OLEH
KELOMPOK I
MUH. RIFALDY
ANDIEN
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang . Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah,
dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah dan
manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pendengar agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................1
C. Rumusan Masalah.........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana pandangan baudrilard mengenai perubaha sosial ?
b. Bagaimana postmodern mengenai perubahan sosial ?
3. Tujuan masalah
a. Untuk mengetahui pandangan baudrilard mengenai perubaha sosial
b. Untuk lebih memahami masa post modern mengenai perurbahan sosial
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
sosialnya, tanpa memikirkan apakah produk tersebut dibutuhkan atau tidak. Hal ini
senada seperti kutipan berikut “yang ditekankan di sini adalah bahwa objek tidak hanya
dikonsumsi dalam sebuah masyarakat konsumeris, mereka diproduksi lebih banyak untuk
menandakan status dari pada untuk memenuhi kebutuhan. Dapat disimpulkan bahwa
konsumen tidak lagi melakukan tindakan konsumsi suatu objek atas dasar kebutuhan atau
kenikmatan, tetapi juga untuk mendapatkan status sosial tertentu dari nilai tanda yang
diberikan objek tersebut.
Fenomena masyarakat konsumeris tersebut terjadi karena adanya perubahan
mendasar berkaitan dengan cara-cara orang mengekspresikan diri dalam gaya hidupnya.
Gaya hidup mulai menjadi perhatian penting untuk setiap individu. Gaya hidup
selanjutnya merupakan cara-cara terpola dalam menginvestasikan aspek-aspek tertentu
kehidupan sehari-hari dengan nilai sosial atau simbolik tapi ini juga berarti bahwa gaya
hidup adalah cara bermain dengan identitas.
Baudrillard menjelaskan bahwa perilaku konsumsi saat ini tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang murni ekonomis dan berdasarkan pilihan rasional
saja, akan tetapi terdapat sistem budaya dan sistem pemaknaan sosial yang mampu
mengarahkan pilihan individu atas suatu komoditas. Sama halnya dengan yang dilakukan
oleh informan, dimana dalam kutipan pernyataan informan diatas bahwa dirinya rela
menabung selama tiga tahun hanya untuk membeli motor yang sudah dicita-citakannya.2
Bagi Baudrillard dalam masayarakat konsumsi modern ini mengonsumsi bukan
hanya barang, namun juga jasa manusia dan hubungan antar manusia. Orang yang terlibat
dalam jasa tersebut, sebagaimana disebutkan sebelumnya, begitu curiga terhadap kita.
Namun, melalui rasa khawatir itulah mereka menjinakkan kita. Jadi, penjinakkan
dimasukkan kepada kekangan dan represi sistem dan kode.
2. Faktor penyebab terbentuknya gaya hidup konsumerisme
1. Tersedianya berbagai jenis barang
2. Adanya pertukaran dan interaksi manusia dalam sistem jual beli melalui pasar.
3. Pusat-pusat perbelanjaan serta kompleks rekreasi berkembang secara pesat mulai
3
dari kafe-kafe elite hingga bangunan Disney world.
4
religi, nasional kebangsaan, dan kepercayaan terhadap keunggulan negara eropa untuk
saat ini tidak dapat dipercaya atau kurang tepat kebenarannya. Maka, postmodernisme
menganggap sesuatu ilmu tidak harus langsung diterima kebenarannya harus diselidiki
dan dibuktikan terlebih dahulu. Bagi Lyotard, ilmu pengetahuan postmodernisme
bukanlah semata-mata menjadi alat penguasa, ilmu pengetahuan postmodern memperluas
kepekaan kita terhadap pandangan yang berbeda dan memperkuat kemampuan kita untuk
bertoleransi atas pendirian yang tak mau dibandingkan (Maksum, 2014: 319-321).
2. Michel Foucault
Seorang tokoh postmodernisme yang menolak keuniversalan pengetahuan. Ada
beberapa asumsi pemikiran pencerahan yang ditolak oleh Foucault yaitu:
1) Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal, tetapi
khas untuk setiap waktu dan tempat
2) Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter Objektif dunia,
tetapi pengetahuan itu selalu mengambil perspektif.
3) Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan murni,
tetapi selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa (Maksum, 2014: 322).
Namun demikian, menurut Foucault, tidak ada perpisahan yang jelas, pasti, dan
final antara pemikiran pencerahan dan pasca-modern, atau antara modern dan pasca-
modern. Paradigma modern, kesadaran, dan objektivitas adalah dua unsur membentuk
rasional-otonom, sedangkan bagi Foucault pengetahuan bersifat subjektif.
3. Jacques Derrida
5
yang dalam hal ini pemikiran modernisme. Derrida mencoba untuk meneliti kebenaran
terhadap suatu teori pengetahuan yang baginya bisa dibantah kebenarannya yang dalam
arti bisa membuat teori baru asalkan hal tersebut dapat terbukti kebenarannya
4. Jean Baudrillard
pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur, yang dilihatnya mengalami
revolusi besar-besaran dan merupakan bencana besar. Revolusi kultural itu menyebabkan
massa menjadi semakin pasif ketimbang semakin berontak seperti yang diperkirakan
pemikir marxis. Dengan demikian, massa dilihat sebagai lubang hitam yang menyerap
semua makna, informasi, komunikasi, pesan dan sebagainya, menjadi tidak bermakna.
Massa menempuh jalan mereka sendiri, tak mengindahkan upaya yang bertujuan
memanipulasi mereka. Kekacauan, apatis, dan kelebaman ini merupakan istilah yang
tepat untuk melukiskan kejenuhan massa terhadap tanda media, simulasi, dan hiperealitas
(Maksum, 2014: 338).
Bagi Jean Baudrillard, karya-karyanya mempunyai sumbangan terhadap
pemikiran teori sosial untuk postmodernisme yang baginya bahwa objek konsumsi
merupakan tatanan produksi. Sehingga baginya masyarakat hidup dalam simulasi yang
dicirikan dengan ketidakbermaknaan. Karena manusia kehilangan identitasnya dan jati
dirinya yang banyak terjadi pada masa kontenporer. Tokoh inilah yang terkenal dengan
menyebut dunia postmodernisme sebagai kehidupan yang Hiperealitas.
5. Fedrick Jameson.
Menurut Jameson, postmodernisme memiliki dua ciri utama, yaitu pastiche dan
6
schizofrenia. Jameson mulai dengan menjelaskan bahwa modernisme besar didasarkan
pada gaya yang personal atau pribadi. Subjek individual borjois tidak hanya merupakan
subjek masa lalu, tapi juga mitos subjek yang tidak pernah benar-benar ada, hanya
mistifikasi, kata Jameson, yang tersisa adalah pastiche. Pastiche dari pastiche, tiruan gaya
yang telah mati. Kita telah kehilangan kemampuan memposisikan ini secara historis.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Baudrillard, yang dikonsumsi oleh masyarakat konsumeris (consumer
society) bukanlah komoditas, melainkan konsumsi tanda dari suatu produk. Tanda itu
berupa pesan dan citra yang dikomunikasikan melalui iklan. Peran media terutama iklan
sangat mempengaruhi perubahan gaya hidup masyarakat, karena melalui iklan sebuah
produk yang diperkenalkan kepada masyarakat, dengan bahasa yang sangat persuasif
agar masyarakat membeli produk tersebut. Gaya hidup masyarakat pun mengarah pada
gaya hidup yang hedonis, selalu ingin mengonsumsi, dan hidup bermewah-mewahan.
Selain itu juga setiap individu pada masyarakat konsumer ingin terlihat berbeda dengan
individu yang lainnya, karena gaya hidup seseorang dapat terlihat dari apa yang
dikonsumsinya, harga dan merk dari barang atau jasa yang dikonsumsinya. Semakin
mahal dan bermerk produk yang dikonsumsi, individu tersebut dikatakan sebagai orang
yang hidup pada kelas sosial tinggi (masyarakat kalangan atas).
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.
8
DAFTAR PUSTAKA
Piliang, Yasraf Amir. (2003). Hipersemiotika; Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Baudrillard, Jean. 2004. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta : Kreasi Wacana
Lury, Celia. (1998). Budaya Konsumen (diterjemahkan dari Consumer Culture oleh Hasti
T. Champion dan kata pengantar oleh Seno Gumira Ajidarma). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Baudrillard dan Herbert Marcuse. Skripsi Program Sarjana bidang filsafat Universitas
Indonesia, Jakarta.
Abdullah, Amin, 2004, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta.
Aginta, Medhy Hidayat, 2008, Panduan Pengantar Untuk Memahami Postrukturalisme
dan Posmodernisme, Jalasutra Post, Yogyakarta.