Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA DAN FAKTOR PENYEBABNYA”

“Diajukan untuk pemenuhan tugas mata kuliah terstruktur Keminangkabauan-PS 5 C”

KELOMPOK 10:
Awinda Apsari 3321092

Miftahul Hasanah 3321102

Ninil Yandria Fromita 3321114

DOSEN PENGAMPU:
DR. HARDI PUTRA WIRMAN, S.IP,.MA

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
T. A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu;alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur atas kehadirat Allah swt yang mana beliau telah melimpahkan rahmat
serta karunianya kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan makalah Keminangkabauan
yang berjudul “Perubahan Sosial Budaya dan Faktor Penyebabnya” ini tepat pada
waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam tidak lupa pula kita kirimkan kepada nabi
besar kita yakni nya Nabi Muhammad SAW.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak DR. Hardi Putra Wirman, S.IP,.MA
selaku dosen pengampu yang telah mengamanatkan makalah ini kepada kami. Dan juga
terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah bersedia untuk
mendengarkan makalah yang akan kami jelaskan dipertemuan kali ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan juga para pendengar. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah
yang kami buat ini agar kedepanya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang
kami buat ini masih banyak terdapat kekurangan, dan masih jauh dari kata sempurna. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pemakalah khususnya dan
pendengar umumnya.

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bukittinggi, 17 November 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Faktor Perubahan Sosial................................................................. 2


B. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau ........... 5
C. Solusi Mengatasi Perubahan Sosial Budaya ........................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 15
B. Saran ....................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat bangsa indonesia merupakan masyarakat yang beragam, masyarakat
yang terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, ataupun kelompok etnis. Keragaman menjadi
modal bangsa untuk maju dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Keragaman
memang indah dan memiliki kekayaan bangsa yang sangat berharga, namun dibaliknya
terkandung pula potensi konflik yang besar didalamnya. Pada era sekarang keragaman
masyarakat cenderung menjadi beban dari pada modal bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia sejak dulu, sekarang dan yang akan datang terus majemuk,
plural dan beranekaragam. Harapan yang selalu disampaikan adalah bangsa indonesia
selalu utuh, bersatu, demokratis, adil, makmur tanpa diskriminasi, sejalan dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika. Namun harapan ini menjadi bayangan semu dalam
kenyataan bangsa indonesia yang sekarang, keanekaragaman yang tidak disikapi dan
dikelola dengan baik justru menjadi faktor pemicu konflik antar kelompok, agama serta
etnis-etnis yang beranekaragam dal.m persatuan bangsa indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan faktor penyebab perubahan sosial?
2. Bagaimana perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat minangkabau?
3. Bagaimana solusi mengatasi perubahan sosial budaya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan faktor penyebab perubahan sosial
2. Untuk mengetahui perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat
minangkabau
3. Untuk mengetahui solusi mengatasi perubahan sosial budaya

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Faktor Penyebab Perubahan Sosial


1. Pengertian
Perubahan sosial merupakan fenomena kehidupan sosial yang tak bisa dihindari
oleh setiap individu maupun kelompok masyarakat. Terjadinya perubahan sosial
merupakan gejala wajar yang muncul sebagai akibat dari proses interaksi manusia di
dalam dan dari masyarakat. Perubahan sosial sebagai suatu proses perubahan bentuk
yang mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat. Proses tersebut
berlangsung sepanjang sejarah hidup manusia, baik itu dalam lingkup lokal maupun
global. Perubahan sosial tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya masyarakat itu
tidak bersifat statis melainkan dinamis dan heterogen.
Perubahan sosial juga dapat terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur
yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsur-
unsur geografis, biologis, ekonomis, kebudayaan, dan perubahan-perubahan tersebut
dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis.
Jacobus Ranjabar dalam bukunya “Perubahan Sosial dalam Teori Makro”
mengatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang menyangkut kehidupan
manusia, perubahan tersebut dapat mencakup nilai-nilai sosial, norma-norma sosial,
pola perilaku, susunan lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, interaksi
sosial, dan sebagainya.
Willbert Moore mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan penting
dari struktur sosial, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola
perilaku dan interaksi sosial. Lebih lanjut Moore mengatakan bahwa perubahan sosial
bukanlah suatu gejala masyarakat modern tetapi sebuah hal yang universal dalam
pengalaman hidup ma Selanjutnya dalam pengertian struktur sosial dimasukan pula
ekspresi seperti norma, nilai dan fenomena kultural. Sehingga dengan demikian
pengertian perubahan sosial bisa pula mencakup di dalamnya pengertian perubahan
kultural.nusia, di mana perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur
sosial. Selanjutnya dalam pengertian struktur sosial dimasukan pula ekspresi seperti

2
norma, nilai dan fenomena kultural. Sehingga dengan demikian pengertian perubahan
sosial bisa pula mencakup di dalamnya pengertian perubahan kultural.
Harper (1989) dalam bukunya “ Exploring Social Change “, juga mengartikan
perubahan sosial sebagai perubahan penting dalam struktur sosial, di mana Harper
mengartikan struktur sosial sebagai satu jaringan relasi sosial yang bersifat tetap di
mana di dalamnya terjadi interaksi rutin dan berulang. Gillin dan Gillin mengatakan
perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah
diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material.
Komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi atau penemuan-
penemuan baru dalam masyarakat.
Sedangkan Selo Soemardjan mengatakan bahwa perubahan sosial meliputi
segala perubahan pada suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk
di dalamanya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.1
2. Faktor penyebab perubahan sosial
Perubahan tidak datang dengan sendirinya, tetapi terjadi melalui interaksi
sosial harian dan bila dikaitkan dengan pemikiran Dahrendorf, maka unsur dominasi
menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan. Ada begitu banyak faktor pemicu
adanya perubahan sosial, namun yang paling umum terjadi adalah karena bersumber
dari dalam masyarakat itu sendiri atau faktor internal dan yang bersumber dari luar
masyarakat atau faktor eksternal. Begitu juga dengan siapa yang menjadi aktor dibalik
munculnya suatu perubahan sosial. Dalam bahasan umum sumber perubahan sosial
seringkali didasarkan pada dua sumber pokok, yakni endogenous (dalam) dan
exogenous (luar). Adapun sebab-sebab terjadinya perubahan sosial dari faktor
internal, antara lain:
a. Penduduk, perubahan jumlah penduduk seperti bertambahnya jumlah penduduk
karena transmigrasi dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada struktur
masyarakat terutama mengenai lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kehadiran
transmigrasi dapat berdampak positif dan menguntungkan jika mereka memiliki
keterampilan kerja.

1
Syarifudin Jurdi, Awal Mula Sosiologi Modern: Kerangka Epistemologi, Metodologi, dan Perubahan
Sosial Perspektif Ibn Khaldun (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2012). 78.

3
b. Pertentangan/konflik, selama manusia hidup berkelompok, selama itu pula
terdapat pertentangan. Pertentangan merupakan bagian dari interaksi sosial,
karena itu pertentangan tidak mungkin dihilangkan tetapi dapat diatasi. Ketika
sumber pemenuhan kebutuhan semakin terbatas, akan menimbulkan persaingan
dan pada akhirnya mengakibatkan konflik. Ketika terjadi konflik, dalam
masyarakat muncul kekecewaan dan keresahan sosial, maka pada saat itu
individu-individu sangat mudah terpengaruh dengan hal-hal yang baru.
c. Penemuan baru, penemuan baru dalam kebudayaan dapat berpengaruh pada
berbagai sektor kehidupan lainnya. Pengaruh-pengaruh tersebut saling berkaitan
dan saling mempengaruhi bidang-bidang kehidupan yang satu dengan lainnya.
Contohnya penemuan listrik mengakibatkan penemuan radio, televisi dan
komputer yang akhirnya dapat mempengaruhi adat istiadat, pendidikan, ekonomi
dan pola perilaku masyarakat.
Adapun perubahan sosial terjadi karena adanya faktor eksternal atau faktor-faktor
yang bersumber dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain:
a. Lingkungan alam, lingkungan alam turut mempengaruhi keadaan sosial,
kebudayaan serta perilaku masyarakat yang hidup di sekitarnya. Lingkungan alam
yang berbeda-beda berdampak pada mata pencaharian masyarakat yang berbeda-
beda pula. Masyarakat yang tinggal di pedesaan kehidupan sosialnya berbeda
dengan masyarakat perkotaan.
b. Peperangan, peperangan antar dua negara atau lebih menyebabkan adanya
perubahan, di mana pihak yang kalah akan dipaksa untuk mengikuti semua
keinginan pihak yang menang, termasuk dalam hal ekonomi, kebudayaan dan pola
perilaku.
c. Pengaruh kebudayaan lain, masuknya kebudayaan asing yang diterima dan
diterapkan berdampak pada kehidupan sosial yang mengakibatkan terjadinya
perubahan sistem sosial. Akibat globalisasi informasi, transparasi dan ekonomi,
pengaruh budaya asing merubah keseluruhan tatanan hidup dan pola perikelakuan
masyarakat, seperti pola konsumsi dan gaya hidup.2

2
K.J. Veeger, Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu Masyarakat Dalam
Cakrawala Sejarah Sosiologi (Jakarta: Gramedia, 1993), 214.

4
B. Perubahan -Perubahan Sosial Yang Terjadi Dalam Masyarakat Minangkabau

1. Perubahan Sosial pada Pengelolaan Harta Pusaka


Perubahan sosial pada sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau telah
banyak dilakukan oleh para peneliti. Seperti kajian perpindahan masyarakat suku
Minangkabau ke daerah lain (merantau) secara tidak langsung membuat hubungan
kekeluargaan yang erat dengankeluarganya menjadi berkurang, khususnya peranan
dan wewenang mamak dalam sistem kekerabatan matrilineal yang semakin memudar
seiring berjalannya waktu. Secara fisik mereka akan jauh dari sanak saudaranya yang
berada di kampong halaman sehingga mereka akan mengalami kesukaran untuk
mengontrol keluarga maupun harta pusakanya, dan pada akhirnya tanggung jawab
terhadap kemenakan dan kerabatnya baik secara moral maupun ekonomipun menjadi
berkurang.
Pergeseran terhadap tempat tinggal juga dialami oleh masyarakat
Minangkabau, Sebelum 1970-an, rumah gadang adalah tempat tinggal komunal yang
dapat menampung puluhan orang, namun saat ini perlahan-lahan mereka tidak lagi
tinggal dalam bentuk kelompok paruik tetapi dalam bentuk keluarga inti. Semakin
meningkatnya pertumbuhan penduduk juga berdampak terhadap kemampuan harta
pusaka dalam memberikan manfaat kepada anggota keluarganya, karena setiap
tahunnya anggota keluarga bertambah sementara jumlah harta pusaka tinggi tidak,
sehingga akhirnya rumah gadang tidak mampu menampung penghuninya dan hasil
pertanian tidak lagi mencukupi kebutuhan hidup suatu keluarga.
Hal ini kemudian berdampak kepada bergesernya budaya matrilineal juga
berakibat tanggung jawab para mamak ₍paman₎ juga semakin berkurang kepada para
keponakannya karena yang lebih dominan adalah orang tuanya masingmasing,
sehingga budaya individualis semakin kuat, dan kalau pun mamak ₍paman₎ berperan
terhadap kemenakannya, itu sifatnya sebagai pertolongan biasa. Modernisasi juga
berdampak pada perubahan dalam sistem pembagian warisan, dahulunya memakai
sistem kekerabatan matrilineal namun lambat laun harta-harta pusaka rendah atau
harta gono gini suatu keluarga hanya akan dibagi menurut hukum islam untuk anak-
anaknya saja. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan adanya
perpindahan masyarakat karena merantau ini juga akan mengakibatkan transfer
pengetahuan budaya kepada generasi mudanya menjadi terhambat atau bahkan

5
semakin menghilang, sehingga mengakibatkan ketidaktahuan generasi mudanya akan
budaya daerah asalnya.
Perubahan-perubahan ini berdampak terhadap eksistensi kemampuan sistem
matrilineal memberikan perlindungan kepada keturunanya, di mana ketahanan
keluarga hanya bergantung kepada kemampuan keluarga inti saja. Dari berbagai
perubahan sosial yang telah terjadi, ada satu hal yang masih cukup kuat berdiri pada
sistem kekerabatan matrilineal saat ini, yaitu mengenai harta pusaka. Syahrizal &
Meiyenti (2012) menyebut bahwa pembagian harta warisan yangmenggabungkan
antara hukum islam dan adat, sebagai contoh orangtua membeli sebidang tanah dan
membangun sebuah rumah, selanjutnyarumah tersebut diwariskan dan menjadi milik
bersama anak-anak perempuan.
Dengan demikian aturan pada harta warisan menjadi harta pusaka keluarga
dapat terus dipelihara. Sesuai ketentuan sistem matrilineal harta pusaka rendah yang
berasal dari warisan orangtua, berupa rumah, sawah dan ladang dapat dipelihara dan
dipertahankan sampai dengan generasi berikutnya maka harta pusaka rendah tersebut
dapat menjadi harta pusaka tinggi bagi generasi termuda, sehingga jumlah harta
pusaka tinggi setiap generasi akan selalu bertambah

2. Perubahan Sosial Pada Perkawinan


Di era globalisasi ini mengakibatkan terjadi pergeseran pemahaman dalam
memahami pembentukan suatu keluarga, dan seharusnya masyarakat Minangkabau
tidak terjebak dalam pemikiran kapitalis secular di atas. yang membebaskan
perempuan di ranah publik, tetapi hakekatnya tidak menghormati hak azazi
perempuan untuk selalu harus dilindungi, dihormati, dimanjakan, dan diberi
keleluasaan untuk menyenangkan hati suami dan anak anaknya.
Masyarakat Minangkabau memahami bahwa selama adat dipakai dia tetap
akan menjadi baru, dengan falsafahnya adat dipakai baru, guru nan tak mati, surek
nan tidak ilang, alam takambang jadi guru nan kitab terkembang lebar. Meskipun ada
yang baru datang sifatnya adalah memperkuat yang lama, dan adat lama tidak akan
berubah. Orang minang seharusnya tidak takut dengan adanya perubahan, tidak harus
risau dengan adatnya akan hilang. Orang minang menerima pembaharuan, sakali ayia
gadang, sakali tapain barubah, namun aia kailia juo sakali gadang baganti sakali
peraturan barubah, namun adat baitu juo (sekali air besar, sekali tepian berubah,
namun air ke hilir juga, sekali besar berganti, sekali peraturan berubah, namun adat

6
begitu juga). Menurut pandangan hidup orang minangkabau ada unsur-unsur adat
yang bersifat tetap ada yang tidak bisa berubah, yang tetap itu biasa dikatakan nan
indak lapuak dek hujan, nan indak lakan di paneh (yang tidak lapuk karena hujan,
yang tidak lekang karena panas).
Dengan demikian tentu saja bagi masyarakat minangkabau bagaimanapun
perubahan yang dibawa oleh globalisasi namun mereka tidak akan mudah terpengaruh
terutama dalam masalah yang dibahas yaitu tetap pada tujuan perkawinan
menciptakan keluarga sakinah. Akan tetapi dalam tatanan global, suasana kebudayaan
lebih didominasi oleh sistem patriaki∕patrilineal. Setiap keluarga minangkabau (ayah,
ibu dan anak-anak mereka) kini hidup dalam rumah sendiri masing-masing. Keluarga
atau rumah tangga minangkabau sekarang, sama saja dengan keluarga di Batak
ataupun di Jawa, hidup dalam rumah masing-masing secara mandiri.
Pada masa dahulu, sewaktu anak-anak dan ibu mereka masih hidup dan
bertempat tinggal dalam rumah gadang, maka anak-anak mereka dibina oleh mamak
(dari garis keturunan mereka). Ayah tidak banyak tinggal di rumah gadang itu. Pada
masa kini, setiap keluarga minangkabau (ayah, ibu dan anak-anak mereka) hidup
secara tersendiri di rumah masing-masing, tidak lagi dalam rumah gadang. Jika
dipandang dari segi kepentingan, maka kepentingan perkawinan lebih berat kepada
kerabat pihak perempuan.
Oleh karena itu, pihak perempuanlah yang menjadi pemerkarsa dalam
perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Mulai dari mencari jodoh, meminang,
menyelenggaraka perkawinan, lalu mengurus dan meyediakan segala keperluan untuk
membentuk rumah tangga, sampai dengan memikul segala yang ditumbulkan dari
perkawinan itu.
Keluarga sakinah dalam konsep masyarakat minangkabau adalah keluarga
yang berkarakter, tidak perlu berbicara masalah berapa jumlah anak, meskipun dua
anak katanya cukup. Kemudian dalam tatanan adat minangkabau juga dikenal pada
saat menjalani kehidupan rumah tangga dalam beprilaku dan bergaul suami istri harus
ramah dan jujur serta jauh dari sifat kasar. Istri harus bersikap ramah kepada suami
dan suami pun harus ramah kepada istri. Dalam menjalani rumah tangga
pertengkaran-pertengkaran kecil bisa saja terjadi antara suami istri. anak-anak, mertua
dil, apabila pertengkaran ini terjadi maka selesaikan secara baik-baik dan jangan
sampai orang lain mengetahui pertengkaran itu, apabila suami istri bertengkar maka
selesaikan dulu secara berdu (kusuik bulu cotok manyalasaikan) dan apabila telah

7
selesai dan berdamai maka suami istri tidak perlu menaruh dendam begitu juga
dengan anggota keluarga lainnya. Jikok bakato ambiak bawah lamah di lua kuek di
dalam muluik manih kucindan murah muko janiah indak pandandam.
Perkawinan di Minangkabau merupakan jenis perkawinan eksogami, yaitu
perkawinan dengan orang di luar suku. Suku disini maksudnya adalah tetap dalam
suku minangkabau, namun tidak sejenis. Hal ini dikarenakan adanya anggapan
apabila masih dalam satu suku yang sama, maka kedua individu itu bersaudara. Selain
itu, guna dianjurkan hal tersebut adalah untuk menghindari hal-hal buruk yang
mungkin terjadi seperti perebutan harta warisan. Selain itu, di Minangkabau juga
tidak dianjurkan menikah dengan orang di luar suku Minangkabau.
3. Perubahan Sosial pada Kepemimpinan
Sawah kagadangan masa yang silam disediakan untuk penghulu dan hasilnya
digunakan untuk penopang pelaksanaan tugas sehari-hari. Hal ini telah dibagi rata
untuk semua anggota keluarga samande dalam satu kaum. Sebagian besar penghulu di
minangkabau tidak mempunyai sawah kagadangan, sehingga untuk membiayai
kehidupan pribadi serta anak dan istrinya, mereka pergi merantau untuk berdagang,
bekerja di instasi pemerintah atau swasta.
Sebagian besar saudara laki-laki anggota keluarga yang berhak dan memenuhi
syarat untuk menyandang gelar penghulu, memimpin suku atau kaum menantikan
penghulu yang telah meninggal dunia, tidak jarang menolak jabatan tersebut. Mereka
tidak sanggup menjalankan tugas sebagai penghulu di samping tugas-tugas sebagai
ayah dan suami di lingkungan keluarga istri. Begitu juga posisi dan jabatan sebagai
malin, manti, dubalang sudah tidak populer ditelinga masyarakat, bahkan sebagian
masyarakat tidak mengenal lagi posisi tersebut. Posisi manti, malin, dubalang telah
diganti oleh posisi baru dalam struktur pemerintahan desa, pemerintahan daerah
tingkat 1 propinsi sumatera barat, menyadari pentingnya untuk menjaga keberadaan
adat di lingkungan masyarakat minangkabau, maka lahirlah Perturan Darah No.13
Tahun 1983 tentang nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Setelah lahirnya
Peraturan Pemerintah Daerah No.13 Tahun 1983 tersebut, maka landasan lahirnya
Kerapatan Adat Nagari (KAN) memberi peluang bagi penghulu dan mamak untuk
memimpin kemenakan kembali. Namun apabila diamati lebih lanjut anggota
kerapatan adat nagari tidak diambil dari penghulu suku bergelar datuk seperti masa
silam.

8
Di samping itu, Kerapatan Adat Nagari (KAN) menurut UU No.5 Tahun 1979 diberi
peranan dalam pengurusan adat dan kebiasaan anak nagari, namun dalam peraturan
daerah sumatera barat No.13 Tahun 1988 dijadikan lembaga tanpa wewenang urusan
pemerintahan telah dilaksanakan oleh kepala desa. Sehingga terjadi dualisme
pemerintahan di desa yang membingungkan masyarakat, selanjutnya ikut menurunkan
wibawa penghulu di mata kemenakannya.
Hal ini sesuai dengan ungkapan adat: Manjua murah-murah, batimbang jawab
ditanyo panghulu jiko pacah, adaik jo nagari indak baguno (Menjual bermurah-
murah, bertimbang jawab ditanya penghulu jika pecah, adat dengan nagari tidak
berguna).
Cincin banamo ganto sori, sasuai sajo di kalingkiang hilang picayo anak
nagari, kato jo karajo indak sasuai ₍Cincin bernama ganti suri, sesuai saja di
kelingking, hilang percaya anak negeri, kata dengan pekerjaan tidak sesuai). Maksud
dari hal ini adalah segala permasalahan yang menyangkut dengan adat istiadat, seperti
perkawinan, penyelesaian sengketa harta pusaka serta sako, penyelesaiannya
diserahkan terlebih dahulu kepada Kerapatan Adat Nagarti (KAN). Setelah Kerapatan
Adat Nagari menemukan penyelesaian permasalahan melalui musyawarah, tidak
jarang ditemukan masyarakat yang bermasalah tidak puas dengan keputusan yang
telah diambil, sehingga tidak jarang kasus-kasus yang telah diselesaikan oleh
keraparatan adat nagari bermuara ke pengadilan, karena kepercayaan masyarakat atas
kemampuan penghulu seperti anggota Kerapatan Adat Nagari (KAN) lainnya sudah
berkurang.
Berkurangnya kepercayaan masyarakat atas kemampuan penghulu dalam
membimbing kemenakannya membawa pengaruh kepada mamak tungganai yang
selama ini memimpin rumah gandang. Mamak tungganai mengkoordinir mamak
lainnya serta anggota keluarga rumah gadang sudah tidak ditemukan di lingkungan
masyarakat minangkabau.
Mamak sebagian besar pergi meninggalkan kampung untuk 10 hari berdagang
atau bekerja di instansi pemerintah/swasta. Begitu juga mamak yang tinggal di
kampung mereka tinggal di lingkungan anak dan istinya dan mengunjungi saudara
perempuan dan kemenakan apabila ada suatu keperluan seperti salah seorang anggota
keluarga sakit, meninggal, pesta serta permasalahan menyangkut dengan harta pusaka.
Keluarga saparuik (Satu rumah gadang) telah memecah diri menjadi keluarga
samande yang kepemimpinannya diambil alih oleh sumando. Sumando dalam

9
keluarga samande mengambil alih fungsi mamak sebatas aktifitas di lingkungan
keluarga samande, sedangkan segala sesuatu yang menyangkut dengan harta pusaka
serta pelaksanaan perkawinan masih dilaksanakan oleh mamak. Apabila sumando
telah meninggal dunia atau saudara perempuan sakit-sakitan tidak jarang untuk
pebiayaan kebutuhan kemenakan diambil alih oleh mamak yang sudah berduit,
dengan memberikan sebagian bantuan untuk baiaya sekolah
4. Perubahan sosial adat istiadat
Surau sebagai pusat pendidikan informal di minangkabau ditinggalkan oleh
masyarakat, mamak dan kemenakan berkumpul di surau pada malam hari sudah tidak
ditemukan lagi. Sebagian besar mamak sudah pergi merantau dan tinggal bersama
anak dan istrinya. Surau yang selama ini tempat belajar mengaji dan adat istiadat tidak
ditempati lagi, sehingga semakin lama semakin runtuh dimakan binatang kecil.
Sebagian besar surau telah dibuka dan diganti dengan bangunan baru yang modelnya
hampir sama dengan mesjid. disebut masyarakat dengan musalah, Musalah dibuka
saat waktu sembahyang datang serta ceramah agama diadakan.
Membimbing kemenakan diambil alih oleh sumando dalam keluarga samande.
Karena keterbatasan kemampuan dan waktu sumando untuk mendidik anak sesuai
dengan kebutuhan zaman, sumando menyerahkan anaknya ke sekolah formal. Apabila
anak sudah menginjak umur empat atau lima tahun dimasukan ke taman kanak-kanak
(TK). Bagi keluarga yang berduit di perkotaan, anak-anak sebelum umur empat tahun
dimasuk ke Play Group dengan biaya yang mahal, satu atau dua tahun setelah
dimasukan ke taman kanak- kanak, anak dimasukan ke Sekolah Dasar (SD). Apabila
ekonomi mereka sudah memungkinkan, anak tersebut diserahkan lebih lanjut ke SMP,
SMA dan Perguruan Tinggi. Di samping melalui pendidikan umum, anak juga
diserahkan untuk belajar mengaji Ke Taman Bacaan Al Quran (TPA) yang ada di
setiap nagari.
Di dalam keluarga samando, kemenakan laki-laki maupun perempuan sejak
kecil sudah di didik oleh saudara perempuan dan sumando untuk saling mengasihi.
Sumando dan saudara perempuan dipandang oleh kemenakan sebagai orang pertama
yang memelihara, menjaga, mengasuh serta memenuhi segala kebutuhannya sejak
dari kecil sampai dewasa.
Penghormatan kemenakan kepada mamak seperti masa silam telah beralih
kepada sumando dan saudara perempuan. Seiring dengan semakin menonjolnya
keluarga samande (satu ibu) dibandingkan dengan keluarga saparuik (satu nenek),

10
hubungan sumando dengan anggota keluarga samande mulai berubah. Sumando
selama ini datang pada malam hari sekarang telah tinggal menetap bersama keluarga
samande dengan melakukan aktifitas, seperti bertani ke sawah dan ladang, berdagang
bersama keluarga samande lainnya. Begitu juga kemenakan laki-laki sebelum
menikah tidur di rumah ibu, dengan menempati bagian kamar terpisah dari kamar
yang ada di rumah induk disebut dengan rumah dapua.
Hubungan yang tidak begitu dekat salama ini dengan saudara istri serta mertua
telah berubah bagaikan hubungan kakak dengan adik serta orang tua dengan anak.
Larangan sumando menggunakan tempat mandi yang sama dengan anggota keluarga
samande istri lainnya tidak dipermasalahkan, karena masyarakat Minangkabau
sebagian besar telah membuat kamar mandi di setiap rumah yang diperuntukan untuk
keluarga samande. Pemandian umum, seperti pencuran yang sebagian masyarakat
yang menggunakannya lagi.
5. Perubahan sosial pendidikan agama
Mamak selama ini berada di kampung dan siap setiap waktu membimbing
serta mendidik kemenakan telah mulai meninggalkan kampung untuk merantau. Pada
awalnya merantau semusim dan akhimya sebagian besar menetap di rantau. Kadang-
kadang mereka pulang sekali dalam setahun, seperti: hari lebaran, namun mereka
sebagian besar berada di rumah istri bersama anak dan istrinya. Kemenakan
kehilangan tokoh pembimbing yang disegani, seperti masa silam. Pendidikan agama
untuk kemenakan diambil alih oleh sumado dan saudara perempuan dalam keluarga
samande. Remaja laki-laki selama ini tidur di surau sudah berkumpul bersama ibu,
bapak serta saudara perempuannya untuk membantu menyelesaikan tugas orang tua
serta mengulang pelajaran yang telah dipelajari di sekolah. Saudara perempuan dan
sumando menanamkan agama sejak dari kecil kepada kemenakan, Kemenakan yang
sudah bisa berjalan dibawa ke mesjid untuk mengikuti sembahyang berjemaah ke
mesjid.
Di bulan puasa kemenakan sudah bermur kira-kira tujuh tahun, tidak jarang
ditemukan ikut melaksanakan pausa bersama saudara perempuan, sumando serta
saudara lainnya. Bagi anak yang dapat menjalankan ibadah pausa dengan penuh,
sering diberi hadiah oleh sumando atau saudara perempuan berupa uang atau mainan
yang disukai oleh anak tersebut. Orang tua mengharapkan anaknya bisa membaca Al
Quran serta taat menjalankan sholat lima waktu. Apabila anak tersebut tidak bisa
membaca Al Quran mereka sangat terhina. Orang tua mengharapkan setelah

11
meninggal dunia sering dibacakan Al Quran oleh anaknya, karena mereka
berpandangan anak soleh adalah yang dapat mebantu mereka apabila mendapat
siksaan kubur.
6. Perubahan sosial pada seni bela diri
Keterampilan bersilat dewasa ini sudah jarang dimiliki oleh sebagian laki-laki
di minangkabau, tempat belajar silat selama ini, di pemedanan di sekitar surau diambil
alih oleh pengurus silat dengan guru yang dipandang sudah menguasainya. Setiap
tahun pemerintah kabupaten/kota terlihat mengadakan lomba silat yang bertepatan
dengan peringatan hari kopri (Korp Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia).
Lomba silat diikuti oleh bebera perguruan silat yang ada di kabupate/kota.
Di samping olah raga silat, sebagain remaja yang sudah menginjak dewasa
ditemukan mengikuti latihan bela diri, seperti karate yang dilaksanakan setiap minggu
di pusat Kabupaten. Keseniaan randai jarang diadakan pertunjukkannya, penggemar
randai dari hari-kehari semakin berkurang. Pertunjukkan randai sering dilakukan
apabila diadakan pekan budaya di pusat kabupaten/kota atau propinsi atas prakarsa
pemerintah daerah setempat. Pemain randai sudah mengalami perubahan, selama ini
pemainnya tidak ada diperankan oleh perempuan sekarang telah diperankan oleh
perempuan dan acara tersebut kadang-kadang dilakukan siang hari.
7. Perubahan sosial pada upacara kematian
Setelah keluarga samande (satu ibu) tergantung dengan harta penghasilan
suami, sumando dan saudara perempuan dipandang oleh kemenakan sebagai orang
pertama yang memelihara, menjaga, mengasuh serta memenuhi segala kebutuhannya.
Apabila sumando atau saudara perempuan sakit atau meninggal, dirawat atau
dikebumikan dengan baik oleh kemenakan sebagai ungkapan membalas kebaikan
yang telah diberikan kepadanya. Begitu juga mamak di rumah istri dan anaknya.
Kehadiran kemenakan di rumah istri mamak apabila mamak meninggal atau sakit dan
tidak berbeda dengan tamu lainnya.
Anak dan istri berpandangan apabila Bapak sakit dan dirawat di rumah
saudara perempuannya seperti masa silam, mereka hina dipandang masyarakat, seusai
dengan ungkapan habih dagiang tulang bakisai, habih manih sampah dibuang (habis
daging tulang dibuang, habis manis Sepah dibuang). Pelaksanaan upacara kematian
tidak jauh berbeda dengan masa silam namun pelaksanaannya upacara keatian masa
silan dipimpin oleh malin. Hal ini dilakukan oleh mamak, anak serta kerabat lainnya.
Saudara laki-laki ibu atau mamak apabila meninggal dunia tidak jarang ditemukan

12
upacara keatiannya sejak dari memandikan sampai dengan menguburkan dilakukan di
lingkungan keluarga istrinya.3
C. Cara Mengatasi Perubahan Sosial Budaya
1. Cara mengatasi pola hidup konsumtif
Setiap keluarga harus membuat perencanaan keuangan bulanan secara baik
dengan melakukan skala prioritas terhadap kehidupan pokok seperti pangan, papan,
listrik/air dan pendidikan. Besarnya perencanaan pengeluaran tersebut harus
disesuaikan dengan perencanaan tersebut, dalam berbelanja kita harus dapat
membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Jika ada kelebihan pendapatan,
maka dapat digunakan untuk yang akan datang.
2. Cara mengatasi sikap individualisme
Orang yang memiliki sikap individualism kebanyakan belum menyadari
bahwa tidak semua orang mau menerima cara pandang mereka apa adanya. Maka dari
itu untuk menanggapi seseorang yang mempunyai sifat seperti ini harus dapat kita
lakukan dengan perlahan. Sebaiknya orang yang ada disekitar orang yang bersikap
individualisme dapat mengikuti dulu apa yang mereka bicarakan. Barulah utarakan
pendapat secara baik- baik, sopan dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak
menyakiti perasaannya. Sikap individualisme ini dapat diubah apabila terdapat
hubungan timbal balik yang baik antar individu dan adanya komunikasi (yaitu
hubungan langsung) dari satu pihak.
3. Cara mengatasi munculnya kesenjangan sosial
Mengatasi munculnya kesenjangan sosial dapat dilakukan dengan
menyetarakan dan meningkatkan teknologi di daerah yang tertinggal hendaknya
masyarakat di daerah tertinggal juga dapat merencanakan serta melaksanakan
perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Jika perubahan yang dilakukan oleh
masyarakat yang tertinggal itu berhasil maka otomatis kasenjangan sosial ini akan
dapat diatasi seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat yang tertinggal.
4. Cara mengatasi sikap hidup kebarat-baratan
Masyarakat Indonesia cenderung menganggap bahwa budaya orang eropa dan
amerika itu lebih menarik dibandingkan budaya Indonesia, padahal sebenarnya
budaya asli indonesia pun tak kalah menariknya dibanding budaya dan gaya hidup

3
Agus Salim, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2020), 20

13
luar negri. Maka dari itu sikap hidup kebarat- baratan ini dapat diatasi dengan cara
sebagai berikut:
a. Masyarakat harus lebih mengingat norma-norma Negara Indonesia sendiri yang
jelas berbeda dengan Negara barat.
b. Harus dilaksanakan melalui dari dalam diri sendiri sehingga ada kesadaran bahwa
lebih baik mengikuti budaya kita sendiri daripada memakai gaya hidup kebarat-
baratan. Kita harus lebih berpikir kritis terhadap budaya barat yang masuk di era
globalisasi ini.
c. Kita juga harus lebih selektif dalam menghadapi budaya-budaya barat yang masuk
ke Indonesia. Kita harus berpikir bahwa tidak semua budaya barat dapat cocok
disatukan dengan budaya kita , budaya timur.

Secara keseluruhan cara untuk mengatasi dampak negatif perubahan sosial budaya
sebagai berikut:

a. Meningkatkan pemahaman dan analisis informasi didasarkan pada nilai-nilai


budaya asli Indonesia dengan peningkatan kemampuan logika, analisis bahasa dan
analisis wacana.
b. Meningkatkan pembinaan terhadap pendidikan agama, pancasila, dan
kewarganegaraan dan penerapan terhadap kehidupan sehari-hari.
c. Filter terhadap buday asing dengan meningkatkan internalisasi budaya asli
Indonesia.4

4
Salim, Agus, Perubahan Sosial, (Yogya: Tiara Wacana, 2014).

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perubahan sosial merupakan lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola
perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial mempunyai
ciri-ciri diantaranya; tidak ada masyarakat yang stagnan atau statis, sebab setiap
masyarakat pasti mengalami perubahan, entah cepat atau lambat, proses perubahan sosial
bersifat mata rantai, dan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga sosial tertentu,
akan diikuti dengan perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan
terjadinya disorganisasi yang sementara sifatnya.
Perubahan sosial memiliki bentuk yang bermacam-macam, yakni perubahan yang
terjadi secara lambat dan cepat, perubahan yang pengaruhnya kecil dan yang pengaruhnya
besar, perubahan yang direncanakan dan perubahanyang tidak direncanakan. Kemudian
faktor-faktor penyebab atau sumber soaial yang berasal dari dalam masyarakat ₍faktor
internal₎ adalah pertumbuhan penduduk, yakni lingkungan alam, peperangan, dan
pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses
perubahan sosial budaya yakni kontak dengan kebudayaan lain, toleransi, sistem terbuka,
penduduk yang heterogen, dan kekurangpuasan masyarakat. Sedangkan faktor-faktor
yang menghambat proses perubahan sosial budaya adalah kurangnya hubungan dengan
masyarakat lain, masyarakat terkungkung pola-pola pemikiran tradisional, perkembangan
ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang tradisional, perasaan takut,
sikap apriori, ideologis, serta adat dan kebiasaan.
B. Saran
Jadikanlah makalah ini sebagai pedoman yang bersifat untuk menambah wawasan
pengetahuan, jadikan acuan pemahaman yang lebih dalam sebagai wadah untuk
menampung ilmu. Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Agus Salim, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2020)
Jurdi Syarifudin, Awal Mula Sosiologi Modern: Kerangka Epistemologi, Metodologi, dan
Perubahan Sosial Perspektif Ibn Khaldun (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2012)
K.J. Veeger, Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu Masyarakat
Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi (Jakarta: Gramedia, 1993)
Salim, Agus, Perubahan Sosial, (Yogya: Tiara Wacana, 2014)

16

Anda mungkin juga menyukai