Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA


DI JATINANGOR
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Sosial

Disusun Oleh :
KIKI LAUMUDIN
042149903

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (S1)


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih


lagi Maha Panyayang, senantiasa Kita panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya,
sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Pembangunan dan
Perubahan Sosial Budaya.
Makalah ilmiah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka Saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Terimakasih.

Bandung, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3


A. Pengertian Perubahan Sosial .......................................................................... 3

B. Faktor-faktor Perubahan Sosial ...................................................................... 3

C. Perubahan Sosial Pada Masyarakat Di Daerah Jatinangor ............................. 4

D. Pengertian Pembangunan ............................................................................. 11

E. Pembangunan di Jatinangor .......................................................................... 12

1. Pembangunan Fasilitas Pendidikan ........................................................... 12

2. Pembangunan Fasilitas Perdagangan ........................................................ 14

3. Pembangunan Rumah/Gedung .................................................................. 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16


A. Kesimpulan .................................................................................................. 16

B. Saran ............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman yang semakin maju menuntut manusia untuk dapat
mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan. Sadar atau tidak sadar, manusia
sebagai makhluk monodualisme akan mengalami perbedaan keadaan sosial dari
waktu sebelumnya ke waktu sekarang ataupun masa depan. Perbedaan keadaan itu
yang menyebabkan adanya perubahan sosial, perubahan tatanan masyarakat yang
secara sadar ataupun tidak, cepat atau lambat. dapat berlangsung dengan
sendirinya, tentunya dengan memperhatikan faktor-faktor pendukung sekaligus
penghambatnya.
Proses perubahan sosial yang melekat disetiap kehidupan masyarakat ini
pasti mengalami perubahan, baik perubahan sosial dan perubahan budaya.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam masyarakat yang memengaruhi sistem
sosial, nilai, ras, sikap, dan pola perilaku individu di antara kelompoknya.
Perubahan budaya adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki
bersama pada berbagai bidang kehidupan di masyarakat. Sementara perubahan
sosial budaya merupakan perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Di
mana mencakup perubahan budaya yang di dalamnya terdapat perubahan nilai-
nilai dan tata kehidupan dari tradisional ke modern.
Perubahan sosial yang terjadi akan berdampak pada pembangunan sosial
masyarakat, baik itu perubahan yang postif maupun menguntungkan akan
memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial, tentunya tak lepas dari
peran pembangunan ekonomi yang ada, karena pembangunan ekonomi yang
maju, akan menghasilkan pembangunan sosial yang maju pula.
Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat,
ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro dan mikro.
Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan ataupun perbaikan,
pertumbuhan dan diversifikasi. Pembangunan secara umum pada hakekatnya
adalah proses perubahan yang terus menerus untuk menuju keadaan yang lebih
baik berdasarkan norma-norma tertentu.

1
Berdasarkan realitas ini, banyak suatu wilayah yang mengalami
perubahan-perubahan sosial maupun pembangunan dalam menunjang
kehidupannya, salah satunya yaitu wilayah Jatinangor. Dampak ledakan penduduk
dan industrialisasi di wilayah jatinangor ini terjadi karena adanya urbanisasi yang
berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat. Hal ini termasuk ke dalam
bentuk perubahan besar di dalam masyarakat jatinangor. Mengapa? Karena
perubahan ini terjadi pada unsur-unsur struktur masyarakat yang membawa
pengaruh langsung (berarti) bagi masyarakat. Pengaruhnya tersebut disebabkan
karena adanya beberapa faktor pendorong yang mempengaruhi Perubahan sosial
yang cukup pesat di dalam masyarakat Jatinangor tersebut, sehingga mendukung
perkembangan pembangunan yang terjadi baik itu dalam bidang ekonomi, politik,
sosial budaya maupun pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan perubahan sosial?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial?
3. Perubahan sosial apa saja yang terjadi di masyarakat Jatinangor?
4. Apa yang di maksud dengan pembangunan?
5. Bagaimana proses pembangunan yang terjadi di daerah Jatinangor?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian perubahan sosial
2. Untuk mengetahui apa saja perubahan sosial budaya apa saja yang terjadi
di masyarakat Jatinangor
3. Untuk mengetahui pengertian pembangunan
4. Untuk mengetahui pembangunan apa saja yang terjadi di Jatinangor

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses
pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola
pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih bermartabat.
Pengertian perubahan sosial menurut para ahli:
a. William F. Ogburn mengemukakan bahwa “ruang lingkup perubahan-
perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun
yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial”.
b. Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan
yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat”.
c. Mac Iver mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai
perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau
sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial”.

B. Faktor-faktor Perubahan Sosial


1. Faktor Penyebab
Perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat terjadi karena masyarakat
tersebut menginginkan perubahan. Perubahan juga dapat terjadi karena adanya
dorongan dari luar sehingga masyarakat secara sadar ataupun tidak akan
mengikuti perubahan.
Perubahan berasal dari dua sumber yaitu faktor acak dan faktor sistematis.
Faktor acak meliputi iklim, cuaca, atau karena adanya kelompok-kelompok
tertentu. Faktor sistematis adalah faktor perubahan sosial yang disengaja dibuat.
Keberhasilan faktor sistematis ditentukan oleh pemerintahan yang stabil dan
fleksibel, sumber daya yang cukup, dan organisasi sosial yang beragam. Jadi,
perubahan sosial biasanya merupakan kombinasi dari faktor sistematis dengan
beberapa faktor acak.

3
Menurut Soerjono Soekanto, adanya faktor-faktor intern (dari dalam
masyarakat) dan ekstern (dari luar masyarakat) yang menyebabkan terjadinya
perubahan sosial dalam masyarakat. Faktor intern meliputi perubahan penduduk,
penemuan-penemuan baru, konflik dalam masyarakat, dan pemberontakan
(revolusi) dalam tubuh masyarakat. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor alam
yang ada di sekitar masyarakat berubah, peperangan, dan pengaruh kebudayaan
masyarakat lain.
2. Faktor Pendorong
Faktor pendorong perubahan sosial adalah faktor yang mempercepat
perubahan sosial. Faktor tersebut meliputi kontak dengan masyarakat lain, difusi
(penyebaran unsur-unsur kebudayaan) dalam masyarakat, difusi antar masyarakat,
sistem pendidikan yang maju, sikap ingin maju, toleransi, sistem stratifikasi
(lapisan) sosial terbuka, penduduk yang heterogen (bermacam-macam),
ketidakpuasan terhadap kondisi kehidupan, orientasi ke masa depan, nilai yang
menyatakan bahwa manusia harus berusaha memperbaiki nasibnya, disorganisasi
(pertikaian) dalam keluarga), dan sikap mudah menerima hal-hal baru.
3. Faktor Penghambat
Perubahan sosial tidak akan selalu berjalan mulus. Perubahan sosial seringkali
dihambat oleh beberapa faktor penghambat perubahan sosial. Faktor tersebut
meliputi kurangnya hubungan dengan masyarakat yang lain, perkembangan ilmu
pengetahuan yang terhambat, sikap masyarakat yang tradisional, adat atau
kebiasaan, kepentingan-kepentingan yang tertanam kuat sekali, rasa takut akan
terjadinya disintegrasi (meninggalkan tradisi), sikap yang tertutup, hambatan yang
bersifat ideologis, dan hakikat hidup.

C. Perubahan Sosial Pada Masyarakat Di Daerah Jatinangor


Masyarakat secara sosiologis merupakan suatu kumpulan orang yang
memiliki tujuan bersama yang disatukan karena ikatan wilayah atau geografis
maupun pemikiran. Seperti halnya makhluk hidup yang lain, masyarakat juga
mengalami dinamikanya sendiri. Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti
mengalami perubahan-perubahan. Berdasarkan sifatnya, perubahan yang terjadi
bukan hanya menuju ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah

4
kemunduran. Suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana,
namun karena masyarakat mengalami perkembangan, maka bentuk yang
sederhana tersebut akan berubah menjadi kompleks. Gillin dan Gillin menyatakan
bahwa perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah
diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan, dinamika dan
komposisi penduduk, ideologi, ataupun karena adanya penemuan-penemuan baru
di dalam masyarakat.
Konsep Perubahan sosial sebagai realitas sosial dipahami sebagai
perubahan dalam struktur social (sebagai suatu system berlapis-lapis dalam
masyarakat. Sistem pelapisan dalam masyarakat terjadi karena adanya nilai yang
dihargai oleh masyarakat yang jumlahnya terbatas.), yaitu perubahan yang
menyangkut berbagai perkembangan dalam masyarakat. Perubahan budaya adalah
perubahan yang terjadi pada nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat.
Pengertian sekarang tentang perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi, baik
pada struktur sosial maupun pada nilai dan norma dalam masyarakat.
Dampak ledakan penduduk dan industrialisasi di wilayah jatinangor
karena adanya urbanisasi berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat. Hal
ini penulis kategorikan ke dalam bentuk perubahan besar di dalam masyarakat
jatinangor. Mengapa? Karena perubahan ini terjadi pada unsure-unsur struktur
masyarakat yang membawa pengaruh langsung (berarti) bagi masyarakat.
Bagaimanakah pengaruhnya? Sebelumnya, akan dipaparkan beberapa faktor
pendorong yang mempengaruhi Perubahan social yang cukup pesat di dalam
masyarakat jatinangor diantaranya:
a). Adanya Kontak dengan Kebudayaan Lain
Perkembangan pesat daerah jatinangor dibandingkan daerah-daerah
lainnya di kabupaten sumedang dikarenakan letak demografis daerah ini yang
cukup strategis. Suatu tempat transisi yang diwarnai hilir mudiknya pendatang
(warga luar daerah maupun luar negeri) yang membawa sebuah kebudayaan dari
yang hanya sekedar singgah maupun yang menetap karena tujuan ekonomi
maupun pendidikan sehingga di daerah ini dinamika penduduk amat dinamis.
Akibat adanya interaksi social ini, berimplikasi terhadap Adanya pengaruh suatu
kebudayaan masyarakat yang dapat diterima tanpa paksaan (demonstration effect)

5
yang menjadi sebab perubahan social di dalam masyarakat jatinangor.
b). Sistem Terbuka Masyarakat (Open Stratification)
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau horizontal
yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat jatinangor tidak lagi
mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya.
Masyarakat jatinangor yang termasuk masyarakat heterogen dengan berbagai latar
belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan
yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan demikian merupakan
pendorong terjadinya perubahan baru dalam masyarakat dalam upayanya untuk
mencapai keselarasan sosial.
c). Orientasi ke Masa Depan
Kuliah yang diwarnai oleh tugas-tugas kemahasiswaan didukung oleh
adanya penyediaan sarana oleh warga dengan membuka usaha untuk mengadakan
fasilitas informasi melalui warung internet, rental, fotocopy, dll. Dengan adanya
perkembangan teknologi di era globalisasi ini menuntut warga untuk mengenal
dan memahami ilmu teknologi, informasi dan komunikasi. Proses belajar yang
disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman ini merupakan wujud
Pemikiran masyarakat jatinangor yang selalu berorientasi ke masa depan, selalu
berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru (discovery).

Berdasarkan realitas ini, Pola perubahan yang terjadi di masyarakat


jatinangor ini terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat. sesuai dengan Teori Evolusi yang diusung oleh Auguste
Comte dan Herbert Spencer yang melihat perubahan sosial berlangsung secara
evolusi (perlahan dan bertahap) mengikuti perubahan yang linier atau menurut
garis lurus dan melalui tahapan demi tahapan yang harus dilalui.
Sebelum 10 tahun terakhir kawasan Jatinangor (dahulu bernama cikeruh)
yang merupakan perbatasan bandung-sumedang merupakan lahan perkebunan
karet dan ladang petanian, sehingga sebagian penduduk bekerja sebagai petani.
Namun seiring perkembangan yang terjadi, banyak warga yang menjual lahannya
(kepentingan ekonomi) sehingga para petanipun beralih pekerjaan diluar sector

6
pertanian seperti menjadi tukang bangunan, tukang ojek, pedagang, buruh pabrik,
bahkan melakukan transmigrasi ke daerah yang masih memiliki lahan pertanian
dikarenakan kawasan ini dinilai memiliki progress yang cukup baik.
Menurut pemaparan pengelola saung budaya, Lima tahun yang lalu di
daerah jatinangor tepatnya di samping ikopin adanya pusat kegiatan seni sunda
yang dinamakan saung budaya dimana setiap minggunya secara rutin diadakan
kegiatan seni sunda sebahai sarana apresiasi seni rakyat dalam wujud tarian, seni
gamelan, pameran lukisan dll. Namun, melihat perkembangan yang terjadi
(prospek daerah ini cocok untuk kegiatan ekonomi) saung ini beralihfungsi
menjadi foodcourt.
Seiring dengan hal tersebut, maka lahan petanian telah beralih fungsi
dengan hampir 40% adalah komplek kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri
atau IPDN, dan 20% digunakan sebagai perumahan yang dijadikan rumah kos-
kosan mahasiswa dan sisanya merupakan komplek pesantren al-ashar yang
menjadi tempat pendidikan untuk setingkat SMP dan SMA, bangunan sekolah
tingkat SD-SMP-SMA serta arena olah raga, stasiun pengisian bahan bakar
(SPBU), hotel, perkantoran, dan pertokoan yang menyediakan barang dan jasa.
Karena saat ini Di daerah jatinangor sebagian penduduknya berasal dari
pendatang luar Desa Cibeusi termasuk para mahasiswa yang datang dari luar
daerah maupun luar negeri (india, Pakistan, malaysia) yang menetap sebagai
warga selama mengenyam pendidikan di kawasan ini.
Jalan-jalan lingkungan sudah tidak lagi berupa tanah, tetapi sudah berubah
menjadi jalan aspal, batu maupun beton. sehingga penyerapan air semakin sulit.
sebagian besar penduduk sudah banyak yang menggunakan sepeda motor karena
jalanan sudah bagus. Dilingkungan sekitar pemukiman sudah jarang dilihat
pohon-pohon perindang yang menjadi peneduh, karena sebagian besar lahan
sudah dijadikan kos-kosan.
Jatinangor sebagai pusat pendidikan memunculkan banyak pendatang
yang tujuannya menuntut ilmu sehingga memberikan peluang kepada penduduk
pribumi untuk membuka lapangan kerja baru sehingga sector usaha kecil dan
menengah mengalami perkembangan. Namun kedatangan orang-orang baru ini
tidak hanya berdampak positif, karena mulai adanya kesenjangan antara kaum

7
pribumi dengan pendatang melalui Perbedaan status sosial dan tingkat
kemakmuran dalam masyarakat jatinangor secara tidak sadar mulai membentuk
sebuah stratifikasi dimana adanya kelas masyarakat atas, menengah dan bawah
sesuai faktor ekonomi dan pendidikan yang sinkron dengan kaum intelektual, para
pedagang, buruh, dan pengusaha. Fenomena ini sesuai dengan asumsi dasar dalam
Teori Konflik yang mengatakan bahwa setiap individu berpotensi mengadung
konflik di dalam dirinya (konflik antar individu, antar kelompok, individu dengan
kelompok) sehingga Setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan
terjadinya disintegrasi (maksud disintegrasi menurut teori ini dinamakan
perubahan social).
Kebutuhan akan rasa aman dan keamanan (save and safety needs) dan
kebutuhan social (social needs) yang sesuai hierarki Abraham maslow yang tidak
terpenuhi menimbulkan friksi kecil di dalam masyarakat Jatinangor dengan
meningkatnya kriminalitas yang merupakan konflik pendorong perubahan social.
Realita ini sejalan dengan Teori Kebutuhan Manusia yang Berasumsi bahwa
konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia – fisik, mental, dan sosial –
yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Dan teori transformasi konflik yang
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Perubahan sosial budaya akan mengubah adat, kebiasaan, cara pandang,
bahkan ideologi suatu masyarakat. Telah dijelaskan di depan bahwa perubahan
sosial budaya dapat mengarah pada hal-hal positif (kemajuan) dan hal-hal negatif
(kemunduran). Hal ini tentu saja memengaruhi pola dan perilaku masyarakatnya.
bentuk kemunduran akibat adanya perubahan sosial budaya terasa dengan
Tergesernya bentuk-bentuk budaya lokal oleh budaya lain yang terkadang tidak
sesuai dengan kaidah budaya-budaya nasional dan Lunturnya kaidah-kaidah atau
norma budaya lama. Misalnya: Selama 10 tahun terakhir dengan banyaknya
pendudukan atau warga pendatang yang berasal dari luar Desa Cibeusi, pada
umumnya tidak bisa bahasa Sunda, menyebabkan warga setempat sudah
meninggalkan bahasa Sunda dan lebih sering menggunakan bahasa Indonesia
untuk komunikasi antar penduduk dengan warga pendatang.

8
Peralihan dari masyarakat agraris ke masyarakat non agraris yang
mengarah kepada masyarakat yang lebih kompleks mengubah pola prilaku
masyarakat terutama nilai-nilai atau norma yang sejak dahulu berkembang di
dalam masyarakat, mungkin sebagai implikasi tidak langsung dari modernisasi
yang merupakan wujud dinamika social. Hal ini jelas terungkap terutama melihat
berkurangnya nilai-nilai kesopanan yang cenderung ke arah individualistik.
Dari segi kesenian tradisional Sunda juga sudah tidak diajarkan disekolah-
sekolah atau keluarga tetapi berganti dengan kesenian yang lebih popular. Seperti
terlihat di salah satu sekolah SMP yang mengadakan pelatihan kesenian
tradisional sudah tidak lagi mengajarkan kesenian Sunda tetapi mengajarkan
kesenian dan lagu-lagu berbahasa Indonesia yang sedang trend di masyarakat.
Selain itu pakaian yang digunakan penduduk asli sudah tidak lagi menggunakan
pakaian tradisional Sunda tetapi sudah menggunakan pakaian modern dan pakaian
yang biasa digunakan oleh para pendatang. Prilaku penduduk setempat terutama
para remajanya sudah mengikuti gaya hidup mahasiswa yang kos ditempat
tersebut, seperti kehidupan malam, judi, merokok, minum-minuman bahkan
pergaulan bebas. Sehingga banyak orang tua yang merasa khawatir dengan
kondisi kehidupan remaja kedepannya kalau tidak diawasi atau dijaga.
Namun, Teori Struktural Fungsional yang memandang masyarakat sebagai
sebuah sistem yang tediri dari unsur-unsur sistem. Tiap unsur saling berhubungan
secara fungsional satu dengan lainnya, sehingga rusaknya salah salah satu unsur
sistem akan menyebabkan jalannya sistem secara keseluruhan menjadi terganggu.
Yang diperkenalkan oleh Robert K. Merton, Kingsley Davis dan Talcott Parsons.
Dalam teori ini Perubahan sosial dianggap fungsional sejauh perubahan tersebut
membawa dampak positif bagi masyarakatnya.
Masyarakat setempat sadar sebenarnya telah banyak terjadi perubahan
baik dari secara fisik maupun sosial- budaya, akibat berdirinya kampus-kampus
dan datangnya penduduk dari luar Desa Cibeusi dan dari mahasiswa yang kos
ditempat tersebut. Untuk mempertahankan diri terhadap perubahan yang ada
warga setempat tetap mempertahan adat-istiadat Sunda dengan mendidik anak-
anak mereka dengan ajaran dan nilai-nilai Sunda. Pendidikan ini tidak diberikan
secara formal disekolah tetapi diberikan di rumah masing-masing. Selain

9
pendidikan ajaran dan nilai-nilai Sunda, masyarakat juga masih melestarikan
tradisi dan adat dalam upacara kelahiran anak, perkawinan, kematian dan
pertanian bahkan kegiatan keagamaan lainnya.
Penduduk asli Desa Cibeusi juga masih mempertahankan tradisi kegotong-
royongan dalam kehidupan bermasyarakat seperti kerja bakti, menyantuni orang
miskin, bencana, dan pembangunan desa lainnya. Ini dapat dilihat setiap minggu
masih selalu diadakan kegiatan kerja bakti untuk memperbaiki fasilitas
masyarakat. Aktivitas penduduk lainnya yang mencerminkan penduduk desa dan
masyarakat Sunda, yaitu masih diadakan kegiatan pengajian bersama setiap
malam jumat, dan pengajian akbar di mesjid besar. Beberapa mushola dan mesjid
masih dipadati penduduk yang menjalankan tradisi ibadah sholat lima waktu.
Apapun bentuk perubahan sosial budaya akan menghasilkan suatu bentuk,
pola, dan kondisi kehidupan masyarakat yang baru. Sebagai bagian dari
masyarakat kita harus menentukan sikap terhadap dampak perubahan sosial
budaya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sikap apriori yang berlebihan
tentu saja tidak perlu, mengingat sikap tersebut merupakan salah satu penyebab
terhambatnya proses perubahan sosial budaya yang berujung pada terhambatnya
proses perkembangan masyarakat dan modernisasi. Demikian juga dengan sikap
menerima setiap perubahan tanpa terkecuali. Sikap tersebut cenderung akan
membuat kita meniru (imitasi) terhadap setiap perubahan sosial budaya yang
terjadi, meskipun perubahan tersebut mengarah pada perubahan yang bersifat
negatif.
Masyarakat diharapkan mampu memiliki dan mengembangkan sikap kritis
terhadap proses perubahan sosial budaya. Perubahan sosial budaya yang bersifat
positif dapat kita terima untuk memperkaya khazanah kebudayaan bangsa kita,
sebaliknya perubahan sosial budaya yang bersifat negatif harus kita saring dan
kita cegah perkembangannya dalam kehidupan masyarakat kita. Dalam
pelaksanaannya, kita harus mampu mengikuti perkembangan zaman dengan
memperluas pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang. Namun di sisi
lain, nilai-nilai dan norma kehidupan bangsa yang luhur harus dapat terus kalian
jaga dan lestarikan dan perlulah diingat bahwa Mobilitas sosial akan lebih
mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik dengan

10
syarat dukungan sumber daya yang berkualitas melalui peningkatan dalam bidang
pendidikan.

D. Pengertian Pembangunan
Pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui
upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses
perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Portes (1976)
mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial,
ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas
penunjang untuk melayani kebutuhan tersebut dan mendukung laju pertumbuhan
di berbagai sektor. Indikator peningkatan pembangunan suatu wilayah/kota
terlihat dari sistem fasilitas prafasilitasnya yang terpadu (integrated). Sistem
fasilitas yang sistematis dan terpadu menjadi bagian struktur ruang yang berfungsi
sebagai jaringan penghubung dan roda kegiatan dalam penataan ruang.
Kemampuan fasilitas sosial melayani penduduk terlihat dari segi kuantitas dan
kualitas dengan parameter jumlah fasilitasnya, kemudahan pencapaian, waktu
tempuh dan jarak wilayah layanan menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan
suatu wilayah/kota.
Fasilitas sosial merupakan suatu tempat penunjang dan kebutuhan utama
yang dibutuhkan dalam kelangsungan hidup sehari-hari di sebuah wilayah
tertentu. Pembangunan fasilitas sosial seperti fasilitas pendidikan, kesehatan,
peribadatan, juga perdagangan dan jasa memiliki peran yang sangat penting dalam
mendukung aktivitas ekonomi, sosial, budaya serta kesatuan dan persatuan bangsa
terutama sebagai modal dasar dalam memfasilitasi interaksi dan komunikasi
antara kelompok serta masyarakat serta mengikat dan menghubungkan antar
wilayah/kota.
Perkembangan suatu wilayah/kota hendaknya diikuti oleh ketersediaan
yang lengkap dan dapat melayani kebutuhan masyarakat setempat, sehingga perlu

11
dilihat ketersediaan dan pelayanan fasilitas sosial tersebut. Dalam perkembangan
suatu wilayah/kota, fasilitas memang memiliki peran penting yang dapat
menunjukan apakah suatu wilayah/kota tersebut dapat dikatakan baik atau buruk
dilihat dari ketersediaan fasilitasnya yang lengkap sehingga dengan demikian
secara berkesinambungan pemerintah berusaha meningkatkan kualitas dan
kuantitas fasilitas yang ada, hal ini juga disesuaikan dengan ketersediaan sumber
daya yang ada pada wilayah/kota tersebut, sehingga ketersediaan fasilitas yang
telah disediakan oleh pemerintah dapat dirasarakan pelayananya oleh masyarakat.

E. Pembangunan di Jatinangor
Pembangunan adalah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang
terjadi di masyarakat. Tidak jarang dengan pembangunan tersebut diperkenalkan
hal-hal yang baru bagi masyarakat yang dijadikan sasaran pembangunan. Seperti
yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa, untuk menunjang kebutuhan atau
kelangsungan hidup individu salah satunya dengan menyediakan fasilitas sosial.
Fasilitas sosial merupakan suatu tempat penunjang dan kebutuhan utama yang
dibutuhkan dalam kelangsungan hidup sehari-hari di sebuah wilayah tertentu.
1. Pembangunan Fasilitas Pendidikan
Pembangunan fasilitas sosial yang berada di Jatinangor salah satunya
seperti fasilitas pendidikan. Hal ini terjadi pada Kecamatan Jatinangor Kabupaten
Sumedang. Kecamatan Jatinangor berbatasan langsung dengan Kota Bandung,
karena pesatnya perkembangan Kota Bandung dan peningkatan jumlah
mahasiswa yang sudah tidak dapat ditampung oleh Kota Bandung karena
keterbatasan lahan yang menyebabkan pemerintah daerah mengambil kebijakan
untuk memindahkan sebagian aktivitas perguruan tinggi ke pinggiran kota
Bandung, maka sesuai rencana jangka panjang pemerintah Jawa Barat dibuat lah
Jatinangor sebagai kota satelit kawasan pendidikan tinggi di Jawa Barat. Kebijkan
ini dipertegas dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 583/SK-
PIK/1989 tentang penetapan Jatinangor sebagai kawasan pendidikan tinggi.
Dengan kebijakan tersebut maka dipindahkan empat perguruan tinggi dari
Bandung ke kawasan Jatinangor yaitu : Universitas Padjadjaran (UNPAD) di
Desa Hegarmanah dan Desa Cikeruh, Akademi Pemerintahan Dalam Negeri

12
(APDN) yang sekarang menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di
Desa Cibeusi, Akademi Koperasi (AKOP) yang sekarang menjadi Institut
Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) di Desa Cibeusi, dan Institut Teknologi
Bandung (ITB) di Desa Sayang. Sebelumnya kompleks kampus ITB Jatinangor
merupakan kompleks kampus Universitas Winaya Mukti (UNWIM).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan penulis dengan Bapak Dudi Supardi
(55) tokoh masyarakat Jatinangor, pada awal tahun 1980 tiba-tiba banyak
masyarakat Jatinangor yang menjual tanah, “waktu itu banyak pejabat dari luar
daerah yang datang lalu menawar tanah dengan harga tinggi, tanah yang tadinya
berharga Rp. 32.000 per tumbak (14 meter persegi), ditawar hingga Rp. 400.000
per tumbak. Tentu saja banyak warga yang menjual tanah nya”
Meski terjadi fenomena seperti itu, masyarakat Jatinangor tidak
mengetahui apa yang tengah direncanakan pemerintah. “waktu itu tidak ada
sosialisasi. Kami hanya menduga akan terjadi peremajaan kebun karet karena
kebunnya memang sudah tidak produktif”. Namun dugaan mereka meleset, ketika
akhirnya diwilayah itu dibangun beberapa perguruan tinggi.
Penetapan kawasan Jatinangor menjadi kawasan pendidikan tinggi
membawa dampak berubahnya kecamatan jatinangor yang semula bernuansa
pedesaan dengan dominasi pertanian menjadi suatu kawasan yang dipadati oleh
bangunan-bangunan tinggi seperti gedung-gedung perkuliahan, apartemen, dan
fasilitas-fasilitas penunjang perbelanjaan serta hiburan.
Perguruan tinggi sebagai pranata sosial, tidak bisa lepas hubungan timbal
baliknya dengan masyarakat pendukung dan tidak akan mampu berkembang serta
berperan secara maksimal tanpa dukungan masyarakat sekitarnya. Sebaliknya,
masyarakat sangat mendambakan peranan lembaga perguruan tinggi bagi
perkembangannya, terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan
nasional. Perguruan tinggi dianggap sebagai salah satu ujung tombak
pembangunan, sebagai motor penggerak pembangunan masyarakat menuju
modernisasi (modern engine of change). Dalam kenyataan perkembangan sehari-
hari, baik dalam gerak operasional pengorganisasiannya secara fisik maupun
dalam geraknya sebagai pranata sosial, perguruan tinggi memerlukan bantuan
masyarakat setempat. Dukungan masyarakat tersebut meliputi pembangunan

13
sarana kampus beserta pengisian dan perawatannya, sarana-sarana penunjang bagi
anggota civitas akademika (transportasi, akomodasi, konsumsi, rekreasi, dan
sebagainya), serta penyediaan sebagian dari sumber tenaga kerja. Secara idealis
dan praktis, perguruan tinggi juga mengemban misi pengabdian kepada
masyarakat sebagai salah satu dharmanya. Dalam hal ini, wajar dan bahkan
seharusnya jika yang merupakan sasaran pertama pengabdian adalah masyarakat
setempat. Bagi masyarakat yang bersangkutan, jelas tergambarkan juga
kepentingan dan sekaligus keuntungan yang bisa diperoleh dengan adanya
perguruan tinggi. Jadi, diantara keduanya terdapat hubungan timbal balik yang
saling menunjang. Partisipasi masyarakat diperlukan dalam rangka kelancaran dan
pengembangan perguruan tinggi, sebaliknya perguruan tinggi dituntut sumbangan
konkritnya terhadap pembinaan dalam pembangunan masyarakat.
2. Pembangunan Fasilitas Perdagangan
Bentuk konkrit pembangunan yang dapat dicermati dengan mata telanjang
ialah pembangunan fisik. Pembangunan fisik suatu daerah tidak akan lepas dari
hal ketataruangan. Contohnya seperti pembangunan pusat perdagangan tradisional
maupun modern. Pasar modern yang berada di Jatinangor salah satunya yaitu mall
Jatos sebagai pusat perbelanjaan utama yang sering banyak orang kunjungi.
3. Pembangunan Rumah/Gedung
Pembangunan rumah/gedung yang berada di Jatinangor tidak teratur. Hal
tersebut dikarenakan terus meningkatnya kebutuhan akan rumah sewa, tempat
kos, karena tidak seimbangnya antara mahasiswa yang datang dan meninggalkan
Jatinangor. Seiring dengan itu maka meningkat pula jumlah pendatang tiap
tahunnya, hingga pada akhirnya makin berkurang pula lahan. Saat ini lahan
permukiman mencapai sebesar 54,1% dari keseluruhan lahan yang dimiliki oleh
Jatinangor (2008), yang berarti lebih dari setengah lahan yang ada di Jatinangor
merupakan bangunan untuk permukiman. Jika keadaan terus dibiarkan maka
lahan resapan air pun berkurang dan tentunya akan menambah masalah bagi
Jatinangor. Padahal dengan adanya Rencana umum tata ruang kawasan
diharapkan terciptanya rencana detail mengenai tata ruang sehingga bisa
mencegah masalah pembangunan yang tidak teratur.

14
Selain itu, pembangunan apartemen di kawasan Jatinangor yang makin
membuat penduduk lokal terpinggirkan, pada akhirnya dengan banyaknya
pendatang yang mendorong kegiatan industri perdagangan dan jasa makin marak
memiliki efek beruntun yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial di
masyarakat. Dan dengan bertambahnya jumlah pendatang yang tidak dibarengi
dengan rencana tata ruang yang baik pada akhirnya akan mengubah kondisi
masyarakat. Pada umumnya penduduk pendatang mempunyai tempat tinggal yang
terkait dengan kegiatan usaha yang dimiliki. Di Desa Hegarmanah,
pemilik/penghuni rumah sepanjang jalan raya SumedangJatinangor adalah warga
pendatang sementara pemilik/penghuni sebelumnya (etnis Sunda) tersingkir ke
lokasi lain di luar Jatinangor. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan
sosial di masyarakat, termasuk rasa memiliki terhadap Jatinangor. Kehadiran
pendatang bisa memarjinalkan penduduk lokal. Hal ini semakin menambah
kesenjangan sosial antara penduduk lokal dan pendatang. Secara sosial, sikap
masyarakat mulai berubah menjadi individualistis. Pengaruh interaksi antar warga
pendatang mengakibatkan melemahnya pemahaman terhadap agama, degradasi
moral dan retaknya sistem sosial warga lokal. Hal yang patut dipertanyakan
karena memang dengan adanya apartemen makin membuat Jatinangor mengarah
ke 13 kawasan perkotaan tapi apakah dengan diperbolehkannya pembangunan
apartemen akan sesuai dengan visi yang ingin dicapai oleh RUTR Jatinangor.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya pembangunan pusat
perguruan tinggi di kawasan Jatinangor menyebabkan terjadinya perubahan pada
pola kehidupan masyarakat. Penetapan fungsi Jatinangor sebagai kawasan
pendidikan tinggi mempengaruhi perkembangan kawasan tersebut dari berbagai
aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi bukan hanya karena
masuknya civitas akademika tetapi juga karena migrasi pelaku kegiatan
perdagangan dan jasa. Selain itu, pembangunan rumah/gedung juga berdampak
pada pola kehidupan masyarakat sehingga menyebabkan adanya dinamika pada
perubahan sosial di masyarakat itu sendiri yang pada awalnya Jatinangor
merupakan kawasan pedesaan yang didominasi oleh pertanian, namun kini
Jatinangor makin berkembang ke kawasan perkotaan dengan maraknya kegiatan
industri, perdagangan, maupun jasa.

B. Saran
Sebaiknya masyarakat mendukung perubahan dan pembangunan ke arah
kemajuan dan juga ikut berperan aktif untuk mewujudkan masyarakat yang
berkembang untuk lebih maju.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2020). Panduan Kuliah PLSBT (Online). Diakses dari laman :


file:///G:/DATA%20KULIAH/Bab_3_PLSBT._Baru.pdf

Hikmayandi, Erfan. (2017). Pengaruh Pembangunan Kawasan Pendidikan


Terhadap Perubahan Mata Pencaharian. Universitas Pendidikan Indonesia.
Diakses dari laman :
http://repository.upi.edu/32528/4/S_SOS_1307028_Chapter1.pdf

Nana. (2017). Perubahan Masyarakat Di Daerah Jatinangor-Kabupaten Sumedang


(Online). Diakses dari laman :
https://nanamyger.blogspot.com/2017/01/perubahan-sosial-pada-
masyarakat-di.html

Rosalinda, rinita. (2015). Perubahan Sosial Dan Pembangunan (Online). Diakses


dari laman : http://rinitarosalinda.blogspot.com/2015/09/perubahan-sosial-
dan-pembangunan.html

Anda mungkin juga menyukai