Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH EKOLOGI HEWAN

“EKOFISIOLOGI DAN POPULASI HEWAN”


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Hewan
oleh dosen Drs. H. Ahmad Mulyadi, M. Pd dan Iwan Setia Kurniawan, M. Pd

Disusun oleh:
Kelompok 1
Nabilah Halimatus Saadah (165040052)
Yusuf Fadilah (165040059)
Dilla Sinta Agnesia Putri (165040078)
Silma Aulia Anugrah (165040083)

Biologi B

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Program Studi Pendidikan Biologi
Universitas Pasundan Bandung
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karna berkat
rahmat-Nya makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya melalui berbagai
sumber. Penulis akan membahas mengenai Ekofisiologi dan populasi Hewan

Disadari makalah ini sangat jauh dari sempurna karena keterbatasan


pengetahuan dan pengalaman dari penulis. Oleh karna itu, kritik dan saran yang
konstruktif sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Maret 2019

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. EKOFISIOLOGI ............................................................................................................. 3
1. Pengertian Ekofisiologi........................................................................................... 3
2. Adaptasi Fisiologi.................................................................................................... 4
3. Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi ................................................................ 10
4. Pengaruh Ekofisiologi terhadap Perilaku ............................................................ 10
5. Ekofisiologi Hewan di Pegunungan...................................................................... 11
6. Ekofisiologi Hewan di Gurun ................................................................................ 12
B. POPULASI HEWAN .................................................................................................... 14
1. Pengertian Populasi ............................................................................................. 14
2. Ciri-Ciri Dasar Populasi ......................................................................................... 15
3. Jenis-Jenis Populasi .............................................................................................. 16
4. Kerapatan Populasi dan Cara Pengukurannya .................................................... 16
5. Parameter Utama Populasi .................................................................................. 19
6. Distribusi Individu dalam Populasi ...................................................................... 19
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan
logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi
antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam
ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan
lingkungannya.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan
berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik
antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik
adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk
hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan
merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen
ekosistem harus dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang
(homeostatis). Perubahan terhadap salah satu komponen akan memengaruhi
komponen lainnya .Homeostatis adalah kecenderungan sistem biologi untuk
menahan perubahan dan selalu berada dalam keseimbangan.
Ekosistem mampu memelihara dan mengatur diri sendiri seperti halnya
komponen penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan demikian,
ekosistem dapat dianggap suatu cibernetik di alam. Namun manusia cenderung
mengganggu sistem pengendalian alamiah ini. Ekosistem merupakan kumpulan
dari bermacam-macam dari alam tersebut, contoh hewan, tumbuhan, lingkungan,
dan yang terakhir manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ekofisiologi ?

1
2. Apa pengertian Adaptasi ?
3. Bagaimana Ekofisiologi pada hewan pegunungan ?
4. Bagaimana Ekofisiologi pada hewan gurun ?
5. Apa pengertian Populasi ?
6. Bagaimana ciri-ciri dasar populasi ?
7. Apa saja jenis – jenis populasi ?
8. Bagaimana Kerapatan Populasi dan Cara Pengukurannya ?
9. Bagaimana Parameter Utama Populasi ?
10. Bagaimana Distribusi Individu dalam Populasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Ekofisiologi ?
2. Mengetahui pengertian Adaptasi ?
3. Mengetahui Ekofisiologi pada hewan pegunungan ?
4. Mengetahui Ekofisiologi pada hewan gurun ?
5. Mengetahui pengertian Populasi ?
6. Mengetahui ciri-ciri dasar populasi ?
7. Mengetahui jenis – jenis populasi ?
8. Mengetahui Kerapatan Populasi dan Cara Pengukurannya ?
9. Mengetahui Parameter Utama Populasi ?
10. Mengetahui Distribusi Individu dalam Populasi?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. EKOFISIOLOGI
1. Pengertian Ekofisiologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
organisme-organisme hidup dengan lingkungannya. Dalam ekologi, kita
mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya
(Zoologiwan Jerman, 1834-1914).
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan
lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Fisiologi, dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu
yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk
hidup.Fisiologi adalah turunan biologi yang mempelajari
bagaimana kehidupan berfungsi secara fisik dan kimiawi. Fisiologi menggunakan
berbagai metode ilmiah untuk mempelajari biomolekul, sel, jaringan, organ, sistem
organ, dan organisme secara keseluruhan menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya
untuk mendukung kehidupan.
Cakupan subjek dari fisiologi hewan adalah semua makhluk hidup.
Banyaknya subjek menyebabkan penelitian di bidang fisiologi hewan lebih
terkonsentrasi pada pemahaman bagaimana ciri fisiologis berubah sepanjang
sejarah evolusi hewan.
Jadi ekofisiologi mempelajari efek ekologis dari ciri fisiologi suatu hewan
atau tumbuhan dan sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi fisiologi hewan dan
tumbuhan bukan hanya genetika. Tekanan lingkungan juga sering menyebabkan
kerusakan pada organisme eukariotik. Organisme yang tidak hidup di habitat
akuatik harus menyimpan air dalam lingkungan seluler. Pada organisme demikian,
dehidrasi dapat menjadi masalah besar. Dehidrasi pada manusia dapat terjadi ketika
terdapat peningkatan aktivitas fisik. Dalam bidang exercise physiology, telah
dilakukan berbagai penelitian mengenai efek dehidrasi terhadap homeostasis.

3
Adaptasi fisiologis adalah adaptasi yang menyangkut kesesuaian proses-
proses fisiologis hewan dengan kondisi lingkungan dan sumber daya yang ada di
habitatnya. Diantaranya ada yang berhubungan dengan adaptasi struktural,
terutama pada bagian dalam tubuh. Misalnya pada proses respirasi, pencernan
makanan dan lain-lain yang menggambarkan adanya adaptasi terstruktur.
Pada adaptasi fisiologi ini adanya keterkaitan antara ciri fisiologis dengan
ciri struktural mungkin tampak jelas jika dilihat dari garis evolusi yang terbentang
dari organisme sederhana hingga organisme tingkat tinggi. Untuk memberikan
gambaran tentang adanya ciri-ciri fisiologi yang teradaptasi pada lingkungan
berikut ini beberapa contoh fisiologi yang dapat dengan mudah dilihat
hubungannya dengan ciri habitat.
2. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian diri berupa perubahan proses
fisiologi dalam tubuh makhluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan
lingkungannya. Adaptasi fisiologi pada tumbuhan misalnya dengan mengeluarkan
bau yang khas yang dihasilkan oleh bunga, akar dan daun tumbuhan atau
berupa nektar yang dihasilkan oleh bunga Biasanya bau khas tersebut dimaksudkan
untuk mengundang hewan agar datang kepadanya, supaya proses penyerbukan
dapat berlangsung. Adaptasi fisiologi pada hewan lebih beraneka ragam sesuai
dengan jenis hewan dan habitatnya.
a. Respirasi
Respirasi merupakan proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon
dioksida. Respirasi dapat diartikan sebagai pembongkaran makanan untuk
mengambil energi kimia yang tersimpan didalamnya. Sistem respirasi dan proses
fisiologis respirasi berbeda antara hewan satu dengan yang lain. Secara ekologis,
perbedaan itu disebabkan oleh faktor-faktor luar terutama konsentrasi oksigen yang
ada di medium yang ada di dalam habitat. Perbedaan sistem dan proses respirasi
juga ada hubungannya dengan tingkat kerumitan anatomi tubuh hewan.
Hubungan faktor ekologi dan kerumitan anatomi tubuh hewan dengan
adaptasi fisiologi adalah sebagai berikut
1) Hewan yang hidup di air dalam banyak yang bersifat anaerob sedangkan
hewan air yang tinggal di air dangkal bersifat aerob.

4
Keduanya berbeda karena hubungannya dengan perbedaan
konsentrasi larutan oksigen didalam air. Kandungan oksigen ditempat yang
dalam sangat kecil, sehingga hewan anaerob mengadaptasi diri terhadap
lingkungan yang kuran oksigen dengan bernapas tanpa menggunakan
oksigen. Pada pernapasan anaerobik karbohidrat dibongkar untuk
menghasilkan energi dengan produk sampingan berupa asam cuka dan
alkohol.
Hewan yang hidup di daerah permukaan air yang kaya oksigen
sehingga lebih teradaptasi dengan pernapasan aerob yang membongkar
makanan untuk mengeluarkan energi dengan menggunakan oksigen dengan
produk sampingan karbondioksida dan air. Karena tubuhnya uniseluler
sehingga oksigen diserap secara langsung dengan permukaan tubuhnya.
(Pudyo Susanto, 2000)
2) Hewan air mengambil oksigen dari gas yang terlarut didalam air yang
berkonsentrasi rendah, hewan darat mengambil oksigen dari udara. Hewan
kecil terutama yang hidup di air mengambil oksigen melalui permukaan
tubuh, hewan besar memerlukan alat khusus untuk mengambil atau
menghisap oksigen.
3) Pada manusia saat orang melakukan kerja otot melebihi kapasitas paru-paru
untuk menghirup oksigen, pembongkaran dengan bahan bakar karbohidrat
ditingkatkan dengan respirasi anaerobik. Adanya respirasi anaerobik dapat
ditandai dengan terbentuknya asam laktat. Asam laktat terbawa oleh aliran
darah dan diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati.
4) Kebanyakan hewan air bernapas menggunakan insang, insang ikan terletak
didalam rongga mulut. Paru-paru yang dimiliki hewan darat merupakan
pelekukan kedalam dari permukaan tubuh.
Paru-paru sederhana pada siput tanah. Serangga punya kemampuan hidup
di lingkungan kering, untuk mengurangi kehilangan air dalam tubuh tubuhnya
tertutup oleh kulit tebal yang terbentuk oleh lapisan khitin sehingga difusi oksigen
melalui permukaan tubuh tidak dapat berlangsung. Serangga memerlukan alat
pernapasan khusus disebut trakhea.

5
Meskipun insang merupakan alat yang cocok untuk pernapasan didalam air,
beberapa jenis ikan sering mengambil oksigen di udara. Ikan itu naik ke permukaan
air untuk mengeluarkan moncongnya diatas air, contoh ikan mujair dan ikan mas.
b. Makanan dan pencernaan makanan
Makanan sangat diperlukan hewan untuk memenuhi kebutuhan energy,
bahan untuk membangun sel, jaringan dan organ tubuhdan bahan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Berdasarkan cara memperoleh makanan, hewan dibagi menjadi beberapa
jenis.Ada hewan yang memakan tumbuhan disebut herbivor, hewan yang memakan
daging atau hewan laindisebut karnivora,dan hewan pemakan tumbuhan, hewan
disebut omnivora,ada yang memakan hewan dan tumbuhan yang masih
hidup (predator, parasit, parasitoid) dan ada yang memakan tumbuhan dan hewan
yang sudah mati (scavinger,detritivor dan saproba).
Hewan pemakan tumbuhan ( Herbivora ) melakukan adaptasi fisiologi
terhadap jenis makanannya. Makanan yang berupa tumbuhan jauh lebih sulit
dicerna dibandingkan dengan makanan yang berasal dari daging, karena dinding sel
tumbuhan tersusun atas selulosa yang tebal dan kuat. Oleh karena itu diperlukan
suatu saluran pencernaan yang lebih panjang dibandingkan dengan saluran
pencernaan hewan karnivora. Usus herbivora juga menghasilakan enzim selulase
yang berfungsi untuk mencerna serat tumbuhan.
Pada Protozoa memakan alga, bakteri,dan bahan yang berukuran
mikroskopis makanan dapat langsung kedalam sel yaitu kedalan vakuola makanan
yang berfungsi sebagai alat mencerna makanan.Sarimakanan diserap kedalam
sitoplasma,sisa makanan dikeluarkan melalui dinding sel.
Hewan avertebrata yang lebih tinggi tingkatannya memakan makanan
berukuran kecil dengan cara menyaring makanan yang tercampur dengan bahan
lain. Contoh ketam darat memakan makanan yang berada didalam lumpur, lumpur
dimasukkan kedalam mulut dengan kaki sapit. Pada waktu makan ketam
memasukkan air sebanyak banyaknya kedalam rongga mulut dengan adanya air
butir-butir makanan yang kecil terapung dan butir lumpur yang berukuran besar
mengendap. Butir lumpur yang besar tersangkut pada insang kemudian dikeluarkan
dari mulut dengan cara menyemburkan air yang ada dirongga mulut.

6
Toredo navalis yang dikenal dengan nama cacing pengebor memiliki
enzim pencernaan khusus yang dapat mencerna kayu. Cacing tersebut biasanya
hidup di kapal atau galangan kapal di lautan, sehingga kapal menjadi rusak.
Beberapa jenis vertebrata yang tidak mempunyai gigi menelan seluruh
makanan yang diidapatkan,tanpa dipotong atau dikunyah terlebih dahulu misalnya
pada ikan, reptil,amphibi, dan burung. Hewan ini memiliki cara tertentu untuk
menghancurkan makanannya.
Burung mempunyai lambung pengunyah (gizzard). Burung sering
memakan pasir untuk mempercepat pelumatan makanan didalam lambung
pengunyah. Burung mempunyai tembolok yang terletak dibagian atas lambung dan
tembolok berfungsi untuk menyimpan makanan sebelum masuk ke lambung untuk
dilunakkan.
Makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan kebanyakan masih
dalam bentuk molekul besar sehingga tidak dapat diserap oleh dinding usus.
Molekul yang berukuran besar perlu diuraikan mejadi molekul yang lebih kecil oleh
enzim yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan.
Mamalia herbivora mempunyai saluran pencernaan sehubungan dengan
pencernaan selulosa karena didalam saluran pencernaan terdapat mikroorganisme
yang dapat mencerna selulose misalnya pada sapi dan domba. Keistimewaan
terdapat pada lambungnya karena terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan
abomasum.

c. Temperatur
Adaptasi fisiologi hewan terhadap temperatur lingkungan meliputi tiga hal
antara lain yaitu adaptasi untuk hidup pada lingkungan bertemperatur tendah,
bertemperatur tinggi dan untuk mengatasi perubahan temperatur tubuh sebagai
akibat perubahan temperatur lingkungan.

7
Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperatur lingkungan hewan
dapat dikelompokkan menjadi hewan homeoterm dan hewan poikiloterm. Hewan
homeoterm dapat mempertahankan temperatur tubuh meskipun temperatur
lingkungan berubah, contohnya mamalia dan burung. Hewan poikiloterm adalah
hewan yang temperatur tubuhnya berubah ubah jika temperatur lingkungan
berubah. Hewan yang bersifat poikiloterm adalah reptil, amphibi, ikan dan hewan
avertebrata.
Semua hewan berusaha untuk memanaskan tubuhnya agar temperatur tubuh
tidak banyak berubah sebagai akibat penurunan temperatur lingkungan tetapi
dengan cara berbeda-beda. Hewan homeotrem memanaskan tubuhnya dengan cara
meningkatkan respirasi karbohidrat dengan kata lain panas tubuh hewan
homeoterm berasal dari tubuhnya sendiri. Sifat itu disebut endotermik.
Pada saat temperatur lingkungan meningkat panas keluar sebagai
metabolisme karbohidrat dipancarkan keluar. Selain itu air yang diproduksi pada
peningkatan metabolisme karbohidrat dikeluarkan kepermukaan kulit dalam
bentuk keringat. Keringat itu menguap,dan penguapan menghisap panas dari
tubuh. Dengan cara itu suhu tubuh hewan homeoterm tidak meningkat, jika suhu
lingkungan meningkat. Bila temperatur lingkungan turun, panas yang dihasilkan
pada respirasi karbohidrat disimpan oleh tubuh. Air yang keluar dari respirasi
dikeluarkan melalui ginjal, sehingga tidak menghisap panas tubuh untuk
pengeluarannya. Dengan cara itu hewan mempertahankan temperatur tubuh jika
temperatur lingkungan turun.
Ketahanan hewan untuk hidup dalam rentangan suhu lingkungan yang
berbeda beda ,ada hewan yang mempunyai toleransi lebar terhadap perubahan suhu
lingkungan (euritermal) dan ada yang mempunyai toleransi sempit (stenotermal).
d. Air
Hewan untuk mencegah kehilangan air yang terlalu besar (dehidrasi)
melakukan yaitu
a. Aetivasi, misal siput darat dengan memasukkan tubuh ke dalam cangkang
kemudian ditutup dengan epifragma, katak mengubur diri di dalam tanah.
b. Berkulit tebal (kitin) dan belapis lilin, misal serangga.

8
Masalah yang dihadapi hewan sehubungan dengan ada tidaknya air di
lingkungan hidup adalah mempertahankan kandungan air tubuh dan konsentrasi
larutan garam dan tekanan osmotik cairan tubuh. Hewan darat lebih menghadapi
ancaman kehilangan air dari dalam tubuh jika lingkungan menjadi kering.
Faktor yang mempengaruhi adalah kelembaban udara dan temperatur. Air
dalam tubuh menguap jika lingkungan menjadi kering dan suhu tubuh meningkat.
Secara umum hewan mengatur keseimbangan air didalam tubuh dengan cara
mengeluarkan air dan memasukkan air. Pengeluaran air dari dalam tubuh dilakukan
dengan cara penguapan melalui permukaan tubuh, dan alat pernapasan melalui
feses dan urin. Pemasukan air kedalam tubuh dilakukan dengan cara minum,
menghisap air dalam makanan, menghisap air melalui permukaan tubuh,dan
memanfaatkan air yang terbentuk pada metabolisme karbohidrat.
e. Salinitas
Hewan laut bersifat isosmotik (tekanan osmotik cairan tubuh = tekanan
osmotik air laut), karena bersifat osmokonformer. Hewan laut yang bermigrasi ke
daerah payau perlu melakukan osmoregulasi untuk mengatur tekanan osmotik
tubuhnya agar lebih tinggi dari pada tekanan osmotik di dalam air.
Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmosis. Tekanan osmosis adalah
tekanan yang dihasilkan oleh suatu zat yang terlarut dalam air dan mengakibatkan
air dapat menembus suatu membran tipis. Kadar garam ikan yang hidup di air tawar
lebih rendah dibandingkan dengan kadar garam air laut. Ini berarti tekanan osmosis
tubuh ikan lebih rendah dari tekanan osmosis air laut. Sehingga air yang berada
pada tubuh ikan dapat keluar melalui membran tipis yang ada di insang. Akibatnya
ikan air laut dapat kehilangan air. Untuk mengatasi hal tersebut ikan melakukan
adaptasi fisiologi dengan pengaturan osmoregulasi melalui kegiatan “banyak
minum, jarang kencing. Pada ikan air tawar untuk menyeimbangkan tekanan
osmosis di dalam tubuh punya tekanan osmosis yang lebih tinggi dari air tawar
sebagai tempat hidupnya, maka ikan air tawar melakukan usaha penyeimbangan
tekanan osmosis dengan “jarang minum, banyak kecing”.

9
3. Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi
Faktor yang mempengaruhi adaptasi di Faktor yang mempengaruhi adaptasi di
lingkungan air adalah lingkungan darat adalah

Kadar garam ( salinitas) Persediaan air


Suhu ( Temperatur) Suhu
Intensitas cahaya Kelembaban
Arus air Cahaya
Kandungan oksigen terlarut ( Dissolve Cuaca/iklim
oxygen )
BOD ( Biological Oxygen Demand ) Keadaan tanah

4. Pengaruh Ekofisiologi terhadap Perilaku


Satuan pokok ekologi adalah ekosistem atau sistem ekologi. Ekosistem
dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi dan transformasi energi yang
sepenuhnya berlangsung di antara berbagai komponen dalam sistem itu sendiri atau
dengan sistem lain di luarnya. Kehidupan akan berlangsung dalam berbagai
fenomena kehidupan menurut prinsip, tatanan dan hukum alam atau ekologi seperti
homeostatis (keseimbangan), kelentingan (resilience atau kelenturan), kompetisi,
toleransi, adaptasi, suksesi, evolusi, mutasi.
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk
mempertahankan hidup dengan baik. Adaptasi alat-alat tubuh atau secara fisiologis
memungkinkan hewan bertahan hidup pada keadaan lingkungan yang tersedia
Perubahan ini bisa berlangsung cepat ataupun lambat, karena lingkungan berubah
maka agar makhluk hidup dapat bertahan hidup, dia harus menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, adaptasi ini sulit diamati.
Perilaku hewan dapat dikaji melalui beberapa cara salah satunya bisa dapat
dilihat dari fisiologi yang melatar belakangi perilaku suatu individu atau hewan
tersebut. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor
diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, saraf diperlukan untuk
mengkoordinasikan respons, efektor itulah yang sebenarnya melaksanakan aksi.

10
Perilaku dapat juga disebabkan stimulus dari dalam. Hewan yang merasa lapar akan
mencari makanan sehingga hilanglah laparnya setelah memperoleh makanan. Lebih
sering terjadi, perilaku suatu organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari
luar dan dari dalam. Jadi, berdasarkan pernyataan di atas hubungan timbal balik
antara stimulus dan respons yang terjadi pada organisme merupakan sebagian studi
mengenai perilaku. Study lainnya menyangkut masalah pertumbuhan dan
mekanisme evolusioner dari organisme dan sekaligus evolusi perilakunya.
Pokok pembahasannya pembagian perilaku hewan pengenbangannya
berdasarkan prinsip-prinsip fisiologis dan fungsinya (pendekatan
evolusioner). Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Tingbergen yaitu
menempatkan kulit telur burung camar yang pecah dekat dengan telur-telur
kamouflase tersebat tanpa pecahan kulit telur burung camar. Ia kemudian
mengamati, telur-telur mana yang mudah ditemukan oleh camar. Karena camar-
camar tersebut dapat mengidentifikasi atau mengenali warna putih pecahan telurnya
sebagai petunjuk atau penanda, ternyata burung-burung camar tersebut lebih
banyak memakan telur-telur ayam kamouplase yang dekat dengan pecahan kulit
telur-telurnya yang asli. Dari peristiwa ini, Timbergen menarik kesimpulan bahwa
pembuangan cangkang-cangkang telur oleh camar setelah menetas adalah perilaku
adaptif. Hal ini dilakukan oleh camar untuk mengurangi usaha pemangsaan
(predator) sehingga meningkatkan untuk tetap bertahan hidup (Sukarsono, 2009).

5. Ekofisiologi Hewan di Pegunungan


Lingkungan tempat hidup hewan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
hewan tersebut. Salah satunya pegunungan, pegunungan berkaitan dengan faktor
ketinggian yang berpengaruh terhadap kadar oksigen.
Oksigen menjadi kebutuhan utama makhluk hidup untuk bertahan hidup.
Semakin tinggi lingkungan hidup MH tersebut, kadar oksigen yang tersedia
semakin sedikit, sehingga mendorong MH untuk melakukan penyesuaian dengan
lingkungannya. Hal ini terjadi pada manusia dan mamalia. Selain itu, adaptasi
hewan di pegunungan dapat pula berkaitan dengan cara mencari makan, Berikut
contoh adaptasi hewan di pegunungan :

11
a. Pada mamalia, jumlah eritrosit dalam darah berbeda-beda tergantung dari
tempat tinggalnya. Mamalia yang tinggal di daerah pengunungan atau
dataran tinggi, memiliki eritrosit dengan jumlah yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan mamalia yang tinggal di dataran rendah. Hal ini
disebabkan karena jumlah atau kadar dari oksigen di daerah pegunungan
lebih sedikit sehingga dibutuhkan Hb (hemoglobin) yang lebih banyak
untuk mengikat oksigen. Apabila hb yang dibutuhkan banyak, jumlah
eritrosit juga akan meningkat.
b. Monyet memiliki ekor yang panjang yang digunakan sebagai alat untuk
bergelantung di atas pohon apabila sedang mengambil makanan yang
letaknya jauh dari jangkauan tangannya. Monyet ekor panjang memiliki gigi
taring yang tajam, sebagai alat untuk mengupas makanan yang keras,
misalnya buah kelapa. Karena monyet ekor panjang di daerah hutan di
pedalaman lebih banyak menggunakan waktunya di atas pohon untuk
beraktifitas baik itu makan, tidur, maupun aktivitas yang lainnya. Panjang
ekor hampir sama dengan panjang tubuh sekitar 40-65 cm.

6. Ekofisiologi Hewan di Gurun


a. Mekanisme ekofisiologi hewan di gurun
1) Adaptasi hewan gurun untuk mempertahankan air
Padang pasir merupakan lingkungan yang gersang. Harus diklasifikasikan
sebagai gurun, daerah yang hanya mendapatkan tidak lebih dari 10 inci hujan per
tahun. Bandingkan dengan daerah lain seperti New York, di mana curah hujan rata-
rata sekitar 45 inci per tahun, dan menjadi jelas bahwa gurun adalah tempat yang
sangat, sangat kering. Kebanyakan, tetapi tidak semua, gurun juga panas dan dapat
memiliki perubahan suhu yang dramatis antara siang hari dan jam malam.
Meskipun semua ini, gurun adalah rumah bagi berbagai macam tumbuhan
dan hewan. Hewan yang hidup di bioma gurun memiliki adaptasi untuk membantu
mereka menghemat air.
2) Tentang Adaptasi
Adaptasi adalah sesuatu yang hewan atau tanaman miliki atau apakah yang
membantu untuk bertahan hidup, dan lingkungan yang lebih ekstrim cenderung

12
menghasilkan adaptasi yang lebih ekstrim. Ini dapat berupa fisik atau perilaku.
Hewan Gurun harus mengatasi dua hal; suhu ekstrim dan kurangnya air. Oleh
karena itu, kebanyakan adaptasi pada hewan gurun, sementara mereka mungkin
tampak aneh, melayani tujuan membantu hewan yang mengatasi dua masalah ini.
Keduanya penting. Air diperlukan untuk kehidupan, dan menyeimbangkan
persediaan air sangat penting bagi hewan gurun.
3) Menghindari Matahari
Salah satu adaptasi yang terbesar untuk mempertahankan air bagi hewan
gurun adalah dengan menghindari matahari dan panas yang ekstrim. Air digunakan
dalam proses pendinginan, dan dapat dengan cepat mengalami dehidrasi bahkan
hewan kuat pun dapat kekurangan air, sehingga sebagian besar hewan gurun telah
beradaptasi perilaku mereka untuk menghindari terlalu panas.
Beberapa, seperti packrats, aktif di malam hari, hanya aktif di malam hari dan
bersembunyi di liang saat siang hari. Lainnya, seperti ular derik, memiliki
permukaan yang kusam, aktif saat fajar dan senja, ketika suhu tidak begitu ekstrim.
Mereka yang lebih memilih hidup di siang hari, seperti wren kaktus, menghabiskan
bagian terpanas hari di bawah naungan kaktus.
4) Menghindari Harus Minum
Banyak hewan gurun telah menjadi begitu baik dalam mempertahankan air
retensi sehingga mereka mendapatkan semua air yang mereka butuhkan dari
makanan mereka dan tidak perlu minum. Kangaroo tikus adalah vegetarian dan
hanya makan biji tinggi karbohidrat. Biji tinggi lemak mengambil lebih banyak air
untuk diproses, dan dihindari. Tubuh mereka mengambil sebagian besar air dari
urin mereka sehingga mereka mengeluarkan asam urat yang pekat, dan kotoran
mereka hampir benar-benar kering. Tikus kaktus makan buah-buahan dan serangga
air dan memiliki sistem retensi air yang sama, sementara burung hantu elf dan rubah
kit mendapatkan semua air yang mereka butuhkan dari mangsa mereka.
5) Menghindari kehilangan Air Melalui Tubuh
Hewan gurun harus tetap tenang, tetapi untuk meminimalkan kehilangan air,
mereka harus melakukannya dengan cara-cara yang tidak melibatkan banyak
penguapan. Reptil bertanduk seperti kadal Texas memiliki kulit tebal yang tangguh

13
tidak membiarkan air keluar. Mamalia Gurun memiliki kelenjar keringat yang lebih
sedikit dari pada rekan-rekan mereka di lingkungan yang kurang ekstrim.
Contoh hewan gurun:
a) Unta : Eritrosit oval untuk mengatur tekanan hidroosmotik tubuh.Punuk
unta menyimpan lemak yang suatu saat dapat diubah menjadi air.Feses
kering dan urin sangat sedikit Mengurangi laju filtrasi dan meningkatkan
reabsorbsi air.
b) Rubah gurun : Telinga lebar jalinan pembuluh darah yang banyak. Darah
yang melewati pembuluh darah di telinga akan memindahkan panasnya ke
lingkungan, sehingga mengoptimalkan pembuangan panas tubuh.
c) Kura-kura gurun : Kehilangan air dicegah oleh kulit reptil yang keras dan
tertutupi keratin tebal. Salah satu jenis kura-kura gurun bahkan dapat
membawa air cadangan di bawah cangkangnya.
d) Katak gurun : Tubuh memiliki banyak kantung yang berfungsi sebagai
penmpung air sehingga katak gurun tidak kekurangan air pada saat musim
kemarau panjang

B. POPULASI HEWAN
1. Pengertian Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian
ini dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu - individu suatu jenis
organisme dapat tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling
berhubungan untuk mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik,
karena tempatnya terpisah. Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu
dan antara sesamanya dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan
pertukaran informasi genetik dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut
populasi
Dalam penyebarannya individu-individu itu dapat berada dalam kelompok-
kelompok, dan kelompok-kelompok itu terpisah antara satu dengan yang lain.
Pemisahan kelompok-kelompok itu dapat dibatasi oleh kondisi geografis atau
kondisi cuaca yang menyebabkan individu antar kelompok tidak dapat saling
berhubungan untuk melakukan tukar menukar informasi genetik.

14
2. Ciri-Ciri Dasar Populasi
Ada dua ciri dasar populasi, yaitu ciri biologis, yang merupakan ciri-ciri
yang dipunyai oleh individu - individu pembangun populasi itu, serta ciri-ciri
statistik, yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan atau kelompok individu-
individu yang berinteraksi satu dengan lainnya
a. Ciri- ciri biologi
Seperti halnya suatu individu, suatu populasi pun mempunyai ciri- ciri biologi,
antara lain :
 Mempunyai struktur dan organisasi tertentu, yang sifatnya ada yang konstan
dan ada pula yang berfluktuasi dengan berjalannya waktu.
 Ontogenetik, mempunyai sejarah kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi,
menjadi tua = senessens, dan mati)
 Dapat dikenai dampak lingkungan dan memberikan respons terhadap
perubahan lingkungan
 Mempunyai hereditas
 Terintegrasi oleh faktor- faktor hereditas oleh faktor- fektor herediter
(genetik) dan ekologi (termasuk dalam hal ini adalah kemampuan
beradaptasi, ketegaran reproduktif dan persistensi). Persistensi dalam hal ini
adalah adanya kemungkinan untuk meninggalkan keturunan untuk waktu
yang lama.
b. ciri- ciri statistik
Ciri- ciri statistik merupakan ciri- ciri kelompok yang tidak dapat di
terapkan pada individu, melainkan merupakan hasil perjumpaan dari ciri- ciri
individu itu sendiri, antara lain:
 Kerapatan atau ukuran besar populasi berikut parameter - parameter utama
yang mempengaruhi seperti natalitas, mortalitas, migrasi, imigrasi,
emigrasi.
 Sebaran umur
 Komposisi genetik
 Dispersi (sebaran individu intra populasi)

15
3. Jenis-Jenis Populasi
Secara umum populasi dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu
berdasarkan jumlah populasi, berdasarkan sifat populasi, dan berdasarkan
perbedaan lain. Adapun penjelasan jenis-jenis populasi adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan Jumlah Populasi
 Populasi Terbatas, yaitu sumber data yang relatif dapat dihitung jumlahnya
karena batasannya jelas secara kuantitatif. Contoh : Pada tahun 1985
terdapat tiga juta wanita yang mengikuti program KB.
 Populasi tak Terbatas, yaitu sumber daya yang tidak dapat dinyatakan dalam
bentuk jumlah karena tidak terdapat jumlah batasan. Contoh :Narapidana di
Indonesia jumlahnya sangat banyak.
b. Berdasarkan Sifat Populasi
 Populasi Homogen, yaitu populasi dimana unsurnya mempunyai sifat yang
sama sehingga jumlahnya secara kuantitatif tidak perlu dipermasalahkan.
 Populasi Heterogen, yaitu populasi dimana unsurnya terdapat sifat yang
bervariasi sehingga harus ditetapkan batasan-batasan secara kuantitatif dan
kualitatif.
c. Berdasarkan Perbedaan Lain
 Populasi Target, yaitu jenis populasi yang telah ditentukan sesuai dengan
masalah penelitian.
 Populasi Survey, yaitu jenis populasi yang terliput dalam penelitian yang
dilaksanakan.
4. Kerapatan Populasi dan Cara Pengukurannya
Kerapatan populasi adalah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan
satuan ruang (area), yang umumnya diteliti dan dinyatakan sebagai jumlah (cacah)
individu dan biomasa persatuan luas, persatuan isi (volume) atau persatuan berat
medium lingkungan yang ditempati. Misalnya, 50 individu tikus sawah per hektar,
300 individu keratela sp (zooplankton) per meter kubik air, 3 ton udang per hektar
luas permukaan tambak, atau 50 individu afik( kutu daun) per daun.
Pengaruh populasi terhadap komunitas dan ekosistem tidak hanya
tergantung kepada jenis apa dari organisme yang terlibat tetapi tergantung kepada

16
jumlahnya atau kerapatan populasinya kadang kala penting untuk membedakan
kerapatan kasar dari kerapatan ekologi (kerapatan spesifik)
Kerapatan kasar adalah kerapatan yang didasarkan atas kesatuan ruang total,
sedangkan kerapatan ekologi adalah kerapatan yang didasarkan atas ruang yang
benar- benar (sesungguhnya) ditempati (mikrohabitat). Contoh : kerapatan afik
(kutu daun) per pohon dibandingkan dengan kerapatan afik per daun,
Lebih lanjut, kerapatan populasi suatu hewan dapat dinyatakan dalam
bentuk kerapatan mutlak(absolut) dan kerapatan nisbi (relatif). Pada penafsiran
kerapatan mutlak diperoleh jumlah hewan per satuan area, sedangkan pada
penafsiran kerapatan nisbi nisbi hal itu tidak diperoleh, melainkan hanya akan
menghasilkan suatu indeks kelimpahan (lebih banyak atau sedikit, lebih berlimpah
atau kurang berlimpah).
Pengukuran kerapatan populasi kebanyakan dilakukan dengan sensus atau
metode menggunakan sample (sampling).
a. Kerapatan mutlak
Pengukuran kerapatan mutlak dapat dilakukan dengan cara:
1) Pencacahan Total (perhitungan menyeluruh)
Metode ini disebut juga sensus yang digunakan untuk mengetahui jumlah
nyata dari individu yang hidup dari suatu populasi. Metode ini biasanya diterapkan
kepada daerah yang sempit pada hewan yang hidupnya menetap, misalnya porifera
dan binatang karang. Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan populasi
hewan yang berjalan lambat, misalnya jenis hewan dari coelenterata, siput air dan
lain- lain
2) Metode Sampling (cuplikan)
Pada metode ini, pencacahan dilakukan pada suatu cuplikan (sample), yaitu
suatu proporsi kecil dari populasi dan menggunakan hasil cuplikan tersebut untuk
membuat taksiran kerapatan (kelimpahan) populasi.
Pemakaian metode ini bersangkut paut dengan masalah penentuan ukurann
dan jumlah cuplikan, oleh karena itu bersangkut paut pula dengan metode - metode
statistik. Beberapa metode pencuplikan yang digunakan antara lain:
a) Metode kuadrat

17
Pencuplikan dilakukan pada suatu luasan yang dapat berbentuk bujur
sangkar, persegi enam, lingkaran dan sebagainya. Prosedur yang umum dipakai
disini adalah menghitung semua individu dari beberapa kuadrat yang diketahui
ukurannya dan mengekstrapolasikan harga rata - ratanya untuk seluruh area
yang diselidiki.
b) Metoda menangkap – menandai - menangkap ulang
Metode ini dinamakan juga dengan “mark-recapture”, metode ini
mengambil tiga asumsi pokok, yaitu:
 Individu- individu yang tidak bertanda maupun yang bertanda
ditangkap secara acak.
 Individu- individu yang diberi tanda mengalami laju mortalitas yang
sama seperti yang tidak bertanda.
 Tanda- tanda yang dikenakan pada individu tidak hilang ataupun
tidak tampak.
c) Metode removal (pengambilan)
Metode ini umum digunakan untuk menaksir besar populasi mamalia kecil.
Asumsi - asumsi dasar yang digunakan dalm metode pengambilan adalah
sebagai berikut:
 Populasi tetap stasioner selama periode penangkapan.
 Peluang setiap individu populasi untuk tertangkap pada setiap
perioda panangkapan adalah sama.
 Probabilitas penangkapan individu dari waktu selama perioda
penangkapan adalah sama.
b. Pengukuran kerapatan nisbi (relatif)
Beberapa diantara pengukuran kelimpahan relatif adalah sebagai berikut :
1) Menggunakan perangkap
2) Menggunakan jala
3) Menghitung jumlah felet feses
4) Frekuensi vokalisasi, indeks kelimpahan populasi dinyatakan sebagai
frekuensi bunyi persatuan waktu
5) Daya makan
6) Umpan manusia

18
5. Parameter Utama Populasi
a. Natalitas
Natalitas adalah kemampuan suatu populasi untuk meningkatkan jumlahnya
dengan bereproduksi. Pada umumnya, natalitasi dinyatakan dalam bentuk angka
jumlah kelahiran individu baru dibagi dengan waktu. Dalam suatu populasi terdapat
dua jenis natalitas, yaitu:
 Natalitas maksimum, yaitu angka kelahiran atau reproduksi maksimum
dalam keadaan yang ideal dimana faktor fisiologis diabaikan.
 Natalitas ekologi, yaitu angka kelahiran atau pertambahan populasi karena
kondisi lingkungan yang spesifik.
b. Mortalitas
Mortalitas adalah tingkat angka kematian individu di dalam suatu populasi
dalam kurun waktu tertentu. Mortalitas dapat dibagi dua, yaitu;
 Mortalitas ekologi, yaitu angka kematian individu dalam populasi karena
kondisi lingkungan tertentu.
 Mortalitas minimum, yaitu angka kematian individu dalam lingkungan yang
ideal, atau kematian karena usia tua.
c. Densitas
Densitas adalah tingkat kepadatan populasi yang berhubungan dengan
satuan ruang atau area. Contohnya, suatu tambah udang menghasilkan 2 ton udang
per hektar. Kepadatan populasi dibedakan menjadi dua, yaitu
 Kerapatan kasar, yaitu jumlah kepadatan populasi per satuan ruang total.
 Kerapatan ekologi, yaitu jumlah kepadatan per satuan ruang habitat.
6. Distribusi Individu dalam Populasi
Distribusi individu dalam populasi, sering kali disebut sebagai dispersi atau
pola penjarakan (pola penyebaran) secara umum dapat di bedakan atas 3 pola utama
yaitu:
a. Acak (Random)
Pada pola sebaran ini peluang suatu individu untuk menempati sesuatu situs
dalam area yang di tempati adalah sama, yang memberikan indikasi bahwa kondisi
lingkungan bersifat seragam.
b. Seragam (Uniform)

19
Pola sebaran ini terjadi apabila diantara individu - individu dalam populasi
terjadi persaingan yang keras atau ada antagonisme positif oleh adanya teritori -
teritori terjadi penjarakan yang kurang lebih merata. Pola sebaran teratur ini relatif
jarang terdapat di alam.
c. Mengelompok
Merupakan pola sebaran yang relatif paling umum terdapat di alam
pengelompokan itu sendiri dapat terjadi oleh karena perkembangbiakan, adanya
atraksi sosial dan lain-lain.

20
BAB III
KESIMPULAN

Ekofisiologi adalah ilmu yang mengkaji tentang tanggapan dan penyesuaian


diri hewan secara fisiologis terhadap faktor-faktor lingkungan tempat hidupnya,
dimana hewan akan mengadakan suatu penyesuaian diri terhadap lingkungannya
disebut dengan adaptasi.

Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan


sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk
mempertahankan hidup dengan baik. Perilaku hewan dapat dikaji melalui beberapa
cara salah satunya bisa dapat dilihat dari fisiologi yang melatar belakangi perilaku
suatu individu atau hewan tersebut. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu
stimulus dari luar. Contoh fisiologi yang dapat dengan mudah dilihat hubungannya
dengan ciri habitat yang berhubungan dengan respirasi, temperatur, makanan, air,
dan kadar garam (salinitas).

Ikan yang hidup pada air laut dan air tawar akan melakukan adaptasi pada
tempat hidupnya. Pada manusia, adaptasi fisiologi terjadi misalnya pada orang-
orang yang tinggal di daerah pegunungan mempunyai jumlah eritrosit yang jauh
lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di dataran rendah, hal
ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan jumlah oksigen yang berhasil masuk ke
dalam tubuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi organisme di lingkungan air


adalah kadar garam ( salinitas), suhu ( Temperatur), intensitas cahaya, arus air,
kandungan oksigen terlarut ( Dissolve oxygen , dan BOD ( Biological Oxygen
Demand ). Faktor yang mempengaruhi adaptasi organisme di lingkungan darat
adalah persediaan air, suhu, kelembabab, keadaan tanah, cahaya dan cuaca/iklim

Pokok pembahasannya pembagian perilaku hewan pengenbangannya


berdasarkan prinsip-prinsip fisiologis dan fungsinya (pendekatan
evolusioner). Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Tingbergen yaitu

21
menempatkan kulit telur burung camar yang pecah dekat dengan telur-telur
kamouflase tersebat tanpa pecahan kulit telur burung camar. Ia kemudian
mengamati, telur-telur mana yang mudah ditemukan oleh camar. Karena camar-
camar tersebut dapat mengidentifikasi atau mengenali warna putih pecahan telurnya
sebagai petunjuk atau penanda, ternyata burung-burung camar tersebut lebih
banyak memakan telur-telur ayam kamouplase yang dekat dengan pecahan kulit
telur-telurnya yang asli. Dari peristiwa ini, Timbergen menarik kesimpulan bahwa
pembuangan cangkang-cangkang telur oleh camar setelah menetas adalah perilaku
adaptif. Hal ini dilakukan oleh camar untuk mengurangi usaha pemangsaan
(predator) sehingga meningkatkan untuk tetap bertahan hidup (Sukarsono, 2009).

Populasi adalah individu-individu yang hidup disuatu tempat tertentu dan


antara sesamanya dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan
pertukaran informasi genetik dinyatakan sebagai satu kelompok.
Ada dua ciri dasar populasi, yaitu :ciri biologis, yang merupakan ciri-ciri
yang dipunyai oleh individu-individu pembangun populasi itu, serta ciri-ciri
statistik, yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan atau kelompok individu-
individu yang berinteraksi satu dengan lainnya
Ukuran populasi menyatakan banyaknya individu anggota populasi di
suatu daerah tertentu. Jika daerah penyebaran populasi luas sehingga pengukuran
populasi secara menyeluruh sulit di lakukan, besarnya ukuran populasi yang di
gunakan adalah kepadatan populasi, yang menyatakan individu persatuan luas
tertentu. Ukuran dan kepadatan populasi dapat di ukur dengan metode sensus,
sampling atau pengukuran nisbi. Populasi dapat tumbuh cepat atau lambat.
Kecepatan pertumbuhan populasi di tentukan dengan perbedaan angka kelahiran
dan angka kematian. Kecepatan pertumbuhan populasi itu di pengaruhi oleh jumlah
kematian sebelum mencapai umur reproduktif, dan ketahanan hidup pada umur
tertentu.

22
DAFTAR PUSTAKA

Resosoedarmo,R.S., Kuswata K, Aprilani S.1984. Pengantar Ekologi. Bandung:


CV. Remaja Karya.
Rusmendro,Husmar.2004. Struktur komunitas dan Regenerasi. Fakultas Biologi
Universitas Nasional
Soetjipta. Dasar- Dasar Ekologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Sukarsono 2009 Pengantar Ekologi Hewan UMM Pres: Malang
Susanto,Pudyo.2000. Ekologi Hewan. Jakarta :Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Susanto,Pudyo.2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Proyek pengembangan
Guru

Anda mungkin juga menyukai