Anda di halaman 1dari 42

“SISTEM OSMOREGULASI”

Disusun Oleh Kelompok


II:
Sermita Cherri Salu (21502018)
Hermina Susana Ngutra (21502027)
Irwan Muikhtiar Latip (215020

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


FAKULTAS MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN
ALAM DAN KEBUMIAN
PROGRAM STUDI BIOLOGI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah ini membahas mengenai “Proses Fisiologis Sistem Osmoregulasi dan
Ekskresi”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan. Selain itu,makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah,semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Tondano, 07 November 2023

Penulis
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………………...
A.Latar Belakang.................................................................................................................
B.Rumusan Masalah............................................................................................................
C.Tujuan...............................................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN………………………………………………………………………………
A. Lingkungan Osmotik Hewan..…………………………………………………….….
B. Fungsi Organ Ekskretoris………….………….....……..…………………………..…
C. Mekanisme Osmoregulasi……………………...….….…..….…………………..…....
D. Mekanisme Pembentukan Urine……….…….…........................................................
BAB III. PENUTUP ……………………………………………………………………………………
A. KESIMPULAN................................................................................................................
B. DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara didalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme
pengaturan tekanan osmosis. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan
konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu
banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya. Jika terlalu sedikit air, maka
sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang
zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
Osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena
cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Seekor hewan osmoregulator harus
membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hiperosmotik dan kemampuan
untuk mengadakan osmoregulasi membuat hewan mampu bertahan hidup, misalnya dalam air
tawar, dimana osmolaritas tertentu rendah untuk mendukung osmokonformer, dan didarat
dimana air umumnya tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas. Semua hewan air tawar dan
hewan air laut adalah osmoregulator.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah lingkungan osmotik hewan?
2. Apa saja fungsi dari organ ekskresitoris?
3. Bagaimana mekanisme dari proses osmoregulasi?
4. Seperti apakah mekanisme pembentukan urine ?
C. Tujuan
1. Mempelajari bagaimana lingkungan osmotik hewan.
2. Untuk mempelajari fungsi dari organ-organ ekskresitoris.
3. Dapat memahami mekanisme osmoregulasi.
4. Mempelajari tentang mekanisme pembentukan urine.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Lingkungan Osmotik Hewan
Osmoregulasi adalah suatu proses pengaturan tekanan osmosa, yaitu upaya hewan air untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya. Jika sebuah sel menerima
air terlalu banyak maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya jika terlalu sedikit air maka sel
akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang
zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup. Osmoregulasi penting dilakukan
terutama oleh organisme air, karena harus ada keseimbangan antara substansi tubuh dan
lingkungan, membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang
bergerak cepat, dan adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh dan lingkungan.
Lingkungan hidup hewan
Pada dasarnya lingkungan hewan dapat dibagi menjadi lingkungan air dan lingkungan darat.
Lingkungan air sendiri terdiri atas lingkungan air laut dan air tawar. Sedikit sekali hewan darat
yang benar-benar telah meninggalkan lingkungan air. Misalnya serangga dan beberapa hewan
darat yang lain, meskipun dianggap paling berhasil beradaptasi dengan kehidupan didarat,
namun hidupnya sedikit banyak masih berhubungan dengan air tawar. Kebanyakan hewan selain
serangga hidup didalam air atau sangat tegantung pada air.
Komposisi cairan tubuh kebanyakan hewan, khususnya konsentrasi komponen utama,
merefleksikan komposisi air lautan permulaan. Air laut mengandung sekitar 3,5 % garam. Ion
utama adalah natrium, klorida, magnesium, sulfat, dan kalsium yang berada dalam jumlah yang
besar.

Perbandingan kandungan ion-ion dalam air laut dan air tawar (Soewolo, 2000)
Jumlah konsentrasi garam sangat bervariasi sesuai tempat geografisnya. Dilautan tengah
dimana penguapan tinggi tidak diikuti dengan jumlah yang sama masuknya air tawar dari sungai,
maka lautan tengah memiliki kandungan garam mendekati 4 %.
Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan konsentrasi cairan
tubuhnya berubah-ubah mengikuti perubahan hidupnya (osmokonformer). Kebanyakan
invertebrata laut tekanan osmotik cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotik air laut. Cairan
tubuh demekian dikatakan isotonik atau isosmotik dengan medium tempat hidupnya. Bila terjadi
perubahan konsentrasi dalam mediumnya, maka cairan tubuhnya disesuaikan dengan perubahan
tersebut (osmokonformitas).
Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan tubuhnya relatif
konstan lebih rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih tinggi dari mediumnya
(hiperosmotik). Untuk mempertahankan cairan tubuh relatif konstan, maka hewan melakuakn
regulasi osmotik (osmoregulasi), hewannya disebut regulator osmotik atau osmoregulator. Ada
dua macam regulasi osmotik yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi hiperoosmotik. Pada
regulator hipoosmotik, misalnya ikan air laut, hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi
cairan tubuhnya rendah dari mediumnya (air laut). Sedangkan pada regulator hiperosmotik,
misalnya ikan air tawar, hewan ini sealalu mempertahakan konsentrasi cairan tubuhnya lebih
tinggi dari mediumnya (air tawar).
Fenomena lain yang biasanya berbungan erat dengan tingkat perkembangan kapasitas
osmoregulasi adalah kemampuan hewan mengontrol kadar air dalam tubuhnya.
Osmokonformitas rupanya adalah hasil kombinasi dari ketidak mampuan hewan mengontrol
volume tubuh dan ketidak mampuan mengontrol isi larutan tubuh. Sebaliknya osmoregulasi
merupakan manifestasi perkembangan kemampuan yang baik dfari kedua proses tersebut,
sehingga dapat dikatakan bahwa hewan osmokonformer juga merupakan konformer volume,
sebaliknya osmoregulator merupakan regulator volume.

B. Fungsi Organ Ekskretoris


Dalam memenuhi kebutuhannya akan energy (ATP), hewan menyelenggarakan berbagai
reaksi metabolisme, akan tetapi tidak hanya menghasilkan ATP dan zat-zat yang bermanfaat
lainnya melainkan juga menghasilkan zat sisa, yang tidak digunakan lagi didalam tubuh, dan
harus dikeluarkan untuk menjaga konsep homeostatis dalam tubuh.
Claude Bernard seorang fisiolog besar Perancis dari abad ke-XIX mengungkapkan lahirnya
sebuah konsep Homeostatis yang merupakan kosep stabilitasi internal pada tubuh hewan, melalui
pembelajarannya terhadap glukosa darah dan glikogen hati, yang pertama dia temukan adalah
sekresi internal. Bernard mengembangkan prinsipnya melalui penelitian dan eksperimen,
menurutnya yang paling dia ingat adalah kekuatan lingkungan internal yang meliputi fisiologi
serta pengaruh obat-obatan dalam satuan waktu. Kemudian, di Harvard University, Amerika
Walter B. Cannon kembali menyajikan ide yang dimiliki Bernard, dalam studinya tentang sistem
saraf dan reaksi stress, dia menggambarkan keseimbangan yang terjadi pada proses fisiologis
dalam menjaga stabilitas serta mengembalikan keadaan normal ketika dia terganggu. Dia juga
yang memberikan nama Homeostatis. Untuk itu hewan harus memiliki alat atau organ yang
digunakan untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolisme, sisa obat, sisa hormone dan
berbagai zat toksik atau zat beracun. Sistem pengeluaran atau sitem ekskresi ini juga
berpengaruh terhadap proses osmoregulasi.
Organ ekskretori memiliki beberapa fungsi yang berhubungan dengan pemeliharaan
komposisi lingkungan internal tubuh yang konstan dimana memerlukan suatu syarat dasar, yaitu
setiap zat yang diambil organisme dari lingkungan eksternalnya harus diimbangi dengan
pengeluaran dalam jumlah yang sama.
Adapun beberapa fungsi dari organ ekskresi adalah:
1) Memelihara konsentrasi ion-ion tunggal yang tepat (Na+, K+, Cl-, Ca++, H+, dan sebagainya)
2) Memelihara volume air tubuh yang tepat.
3) Memelihara konsentrasi osmotik (mengikuti fungsi 1 dan 2)
4) Mengekskresikan sisa-sisa metabolisme (urea, asam urat, dll)
5) Mengekskresikan zat-zat asing dan atau hasil-hasil metabolisme.
Kebanyakan sisa-sisa metabolisme dibuang oleh organ-organ ekskretori. Semua organ
memisahkan bermacam-macam zat asing, yang mana zat tersebut dapaat tetap dalam bentuk
aslinya, namun ada yang dimodifikasi dulu menjadi bentuk yang tidak berbahaya.
Peran utama organ ekskretori adalah memindahkan kelebihan sejumlah zat yang diregulasi
dari tubuh secara tepat. Jadi membantu memelihara suatu keadaan homeostasis dalam merespon
semua pengaruh yang cenderung menyebabkan perubahan.
Sistem-sistem ekskresi umumnya tebuat dari jejaring tubulus kompleks yang memberikan
area permukaan yang luas untuk pertukaran air dan zat terlarut, termasuk zat-zat buangan
bernitrogen.
Organ-Organ Ekskresi
a. Alat-alat Ekskresi pada Coelenterata dan Echinodermata
Coelenterata dapat mengekskresikan dengan mudah sisa metabolismenya melalui proses
difusi, dari sel tubuh menuju epidermis, selain itu Coelenterata juga memiliki astrosit-astrosit,
yaitu sel-sel fagosit yang dapat menelan dan memindahkan zat-zat asing. Fenomena regulasi
ionic lain yang menarik telah dijumpai pada beberapa Coelenterata misalnya, komposisi ionic
mesoglea dari medusa pelagic berbeda dengan air laut tempat hidupnya. Air laut memiliki
konsentrasi SO4ˉ dan Mg++ yang lebih rendah tetapi konsentrasi Na+ lebih tinggi daripada cairan
pada medusa. Mekanisme regulasi ionik hewan tersebut dimaksudkan juga untuk mencapai suatu
kemampuan mengapung yang tepat. Protozoa dan Coelenterata cenderung menempatkan
transport aktif sebagai dasar osmoregulasi dan aktivitas yang lain. Echinodermata tidak memiliki
masalah dalam osmoregulasi, sebab cairan tubuh pada hewan ini selalu isosmotik dengan air
laut. Echinodermata melakukan ekskresi dimulai dari mulut menuju esophagus, menuju ke
cardiac stomach, lalu ke pyloric stomach, kemudian langsung menuju rectum dan dikeluarkan
lewat anus.

Gambar 1 Sistem ekskresi pada Echinodermata

b. Vakuola Kontraktil
Vakuola kontraktil merupakan organela berbentuk bulat yang berisi cairan yang dibatasi oleh
membran. Vakuola kontraktil merupakan organ ekskresi yang dimiliki Protozoa dan
Coelenterata, yang bekerja dengan cara mengatur tekanan osmotik didalam tubuhnya. Protozoa
di air tawar selalu memiliki vakuola kontraktil, sedangkan yang hidup di air laut tidak banyak
yang memilikinya. Cairan tubuh protozoa air tawar hiperosmosis terhadap mediumnya, dan
permukaan tubuhnya permeable terhadap air, maka tubuhnya cenderung menggelembung,
namun hal ini tidak terjadi sebab Protozoa terus-menerus mengeluarkan kelebihan air didalam
tubuhnya, selain itu protozoa juga harus mengganti zat-zat terlarut yang ikut hilang.

Gambar 2 Vakuola Kontraktil pada Paramecium caudatum

Vakuola kontraktil dapat memiliki tempat yang tepat didalam sel, misalnya pada
Parameccium atau dapat memuncul disembarang tempat dalam tubuh misalnya Amoeba. Pada
Amoeba, lumen vakuola kontraktil terbatasi oleh membran tunggal yang tipis, disekitar membran
tersebut terdapat suatu lapisan tebal (spongiome) yang memiliki tebal 0,52 µm, yang penuh
dengan vesikel-vesikel kecil yang masing-masing penampangnya antara 0,02-0,2 µm. pada
sekitar vesikel-vesikel tersebut terdapat lapisan mitokondria, yang diperkirakan menyediakan
energi yang diperlukan untuk kerja osmotik dalam membentuk isi vakuola yang hipoosmotik.
Vakuola kontraktil terutama berfungsi sebagai organ regulasi osmotic dan regulasi volume.
Pada vakuola kontraktil yang dimiliki oleh Amoeba Chaos-chaos ditunjukkan bahwa dimana
jumlah air yang masuk setara dengan jumlah air yang dikeluarkan. Proses pemasukan air ke
vakuola maupun pengosongan vakuola diduga merupakan proses yang memerlukan ATP,
dugaan tersebut didukung adanya kenyataan bahwa vakuola kontraktil dikelilingi oleh sejumlah
mitokondria (Khususnya pada Amoeba proteus). Kemungkinan ATP diperlukan untuk
menstranspor ion melewati membran vakuola agar konsentrasi ion berubah yang dimana
menyebabkan terjadinya pergerakan air secara osmotik.
Vakuola kontraktil terbentuk dengan isi yang hipoosmotik terhadap sitoplasma, vesikel-
vesikel kecil yang mengelilingi vakuola kontraktil mula-mula berisi cairan yang isotonik dengan
sitosol, kemudian vesikel-vesikel tersebut memasukkan Na + kecairan vesikel dan mengeluarkan
K+ secara transport aktif dengan menggunakan energy ATP yang dibuat dalam mitokondria,
akhirnya setelah konsentrasi osmotik cairan vesikel berkurang sampai sekitar setengah
konsentrasi dalam sitosol cairan vesikel menjadi hipoosmotik dan vesikel-vesikel bergerak
menuju vakuola kontraktil dan menuangkan isinya (fase pengisian) fase pengisian ini akan
terjadi terus menerus sampai volume vakuola kontraktil cukup besar. Kemudian vakuola
kontraktil berkontraksi secara tiba-tiba,sehingga cairanya disemprotkan keluar melalui pori-pori
permukaannya (fase pengosongan) setelah itu akan dimulai fase pengisian berikutnya.
Mekanisme seperti ini memungkinkan terjadinya ekskresi larutan hiposmotik dengan menahan
garam yang bermanfaat. Aktivitas vakuola kontraktil tersebut menyebabkan Na + banyak yang
hilang, untuk menjaga konsentrasinya dalam sitoplasma, protozoa menggantinya dengan
memasukkan secara aktif dari mediumnya.
c. Organ-organ Nefridial
Nefrida merupakan suatu pembuluh sederhana atau pembuluh yang bercabang yang terbuka
keluar melalui suatu lubang (nephridial pore). Terdapat dua tipe utama yaitu protonefrida dan
metanefrida. Nefridial merupakan organ ekskresitoris invertebrate yang paling umum.
1) Protonefridium
Protonefridium (protonefrida) merupakan sistem ekskresi yang dimiliki oleh cacing pipih
(Plathelminthes), cacing pipih ini tidak memiliki selom atau rongga tubuh. Protonefrida
membentuk jejaring tubulus buntu yang terhubung keluar, tubulus tersebut bercabang-cabang
keseluruh tubuh, pada setiap cabang protonefrida terdapat unit-unit selular yang disebut dengan
sel api. Sel api terbentuk dari satu sel tubulus dan satu sel tudung dan memiliki silia. Protonefrida
juga ditemukan pada rotifera, beberapa annelida, larva moluska serta lanselet, diantara hewan-
hewan ini protonefrida fungsinya bervariasi. Pada cacing pipih air tawar, protonefrida berfungsi
dalam osmoregulasi, sebagian besar zat buangan metabolisme berdifusi keluar dari hewan
melintasi permukaan tubuh atau diekskresikan kedalam rongga gastrovaskular dan dibuang
melalui mulut. Pada beberapa cacing pipih yang isoosmotik terhadap cairan tubuh organisme
inang disekitarnya. Protonefrida mempunyai fungsi utama yaitu untuk pembuangan zat-zat
buangan bernitrogen.
Protonefrida merupakan organ pengeluaran yang berbentuk tubulus/pipa tertutup, tidak
berhubungan dengan rongga tubuh hewan dan ditemukan pada hewan Coelenterata. Sel
penyusun bagian tubulus yang tertutup dilengkapi dengan silia. Silia yang tunggal disebut
dengan solenosit dan apabila silia banyak disebut dengan sel api (flame cell). Dalam planaria,
sistem protonefridiumnya itu membentuk dua sistem saluran yang bercabang yang hasilnya dapat
didistribusikan keseluruh tubuh.

Gambar 3 Susunan organ ekskretoris pada


cacing pipih (Ian Kay, 1998)
Cara kerja protonefrida menggunakan tekanan negatif. Pada saat silia bergetar akan timbul
tekanan negatif yang menyebabkan cairan tersedot kedalam ujung tubulus yang buntu dengan
melewati membran pada ujung tubulus, selain itu cairan yang melewati penyaringan, mekanisme
ini disebut dengan ultrafiltrasi. Dalam proses tersebut, hanya molekul kecil saja yang tersaring
dan masuk, sedangkan molekul yang besar seperti protein tetap dipertahankan didalam cairan
tubuh. Akhirnya dalam saluran protonefrida akan terbentuk urin yang mempunyai konsentrasi
osmotik lebih rendah daripada cairan tubuh. Hal Ini menunjukkan bahwa protonefrida juga
melakukan reabsorpsi, zat aktif sekresi masuk ke dalam cairan melewati protonefrida untuk
menghasilkan urin yang diekskresikan. Reabsorpsi pada ekskresi dapat mengubah kandungan
akhir dari urin yang berbeda dari hasil ultrafiltrasi.
Protonefridia Asplanchna (rotifer), berfungsi dengan dasar filtrasi dan reabsorpsi.
Asplanchna memiliki cairan tubuh yang hiperomostik terhadap mediumnya dengan
menghasilkan urin yang encer. Bila hewan dipindahkan ke medium yang lebih encer, maka akan
dihasilkan urin yang lebih encer juga. Hal ini menunjukkan bahwa protonefridia terlibat pada
osmoregulasi dan ekskresi air.
Daniel dan Pantin (1950) menunjukkan bahwa alkalin fosfatase, suatu enzim yang sering
terdapat dalam konsentrasi tinggi pada tempat terjadinya transpor aktif, tidak ada pada ujung
buntu protonefridia, meskipun zat ini terdapat pada bagian tubuh yang lebih rendah. Karena tidak
adanya urin pada ujung buntu menunjukkan bahwa urin tidak dibentuk melalui transport aktif,
urin terdapat dalam bagian pembuluh, menunjukkan terdapat suatu pembentukan urin secara
reabsorpsi. Suatu pembentukan urin semacam ini juga didukung oleh panjang dan diffrensiasi
saluran protonefridia pada beberapa invertebrata, misalnya Rotifera. Pada invertebrata laut
keseluruhan sistem tersebut hilang, cairan tubuhnya hampir-hampir isosmotik dengan air laut.
2) Metanefridium
Metanefridia (nefridia) merupakan suatu pembuluh sempit yang tidak bercabang ujung
sebelah dalam berbentuk corong terbuka kedalam rongga selom. Saat silia berdenyut, cairan
tertarik kedalam tubulus pengumpul yang mencakup kandung kemih sebagai penyimpan urin
yang membuka keluar. Metanefridia hanya dijumpai pada hewan yang memiliki selom (misalnya
Anelida) tetapi tidak berarti hewan yang memiliki selom pasti memiliki matanefridia.

Gambar 4 Struktur metanephridia dalam cacing Annelida. Cairan memasuki melalui


nephridiostome dan hasil akhirnya (urin) dikeluarkan melalui nephridiopore (C. P., Hickman, L. S., Roberts, S.
L., Keen, A., H., Anson, D. J., Einsenhour, 2008)
Metanephridium merupakan alat pengeluaran yang lebih baik dari protonephridium, dengan
alasan pertama, tubulus pada metanefrida dapat terbuka, untuk memungkinkan cairan dapat
meneruskan ke tubulus melalui lubang corong seperti bersilia yaitu nephrostome, kedua,
metanephridium dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah yang dapat membantu reklamasi dari
cairan tubular air dan bahan yang dibutuhkan seperti garam, gula, dan asam amino.
Cara kerja nefridium dengan mula-mula cairan dari selom masuk kedalam nefridium melalui
nefrostom yang berbentuk corong. Cairan yang telah melewati saluran nefridium yang panjang
tersebut akan mengalami perubahan. Pada saat masuk ke nefridium, cairan adalah isosmotik,
tetapi garam-garam direabsorpsi pada akhir organ ini, dan urin yang dikeluarkan berupa urin
encer. Dapat dipahami bahwa metanefridium berfungsi seperti ginjal filtrasi reabsorpsi, dimana
mula-mula cairan dibentuk secara ultrafiltrasi, kemudian cairan mengalami reabsorpsi selama
melewati pembuluh yang urinferous.
Saat urin bergerak disepanjang tubulus, epitelum transpor membatasi lumen untuk menyerap
kembali sebagaian besar zat-zat terlarut dan mengembalikannya ke darah didalam kapiler. Zat-
zat buangan bernitrogen tetap berada didalam tubulus dan diekskresikan keluar. Cacing tanah
yang menghuni tanah yang lembab dan biasanya mengalami pengambilan air melalui osmosis
lewat kulit, metanefridianya menyeimbangkan aliran masuk air dengan menghasilkan urin yang
cair.
3) Nefridium Moluska
Kelompok besar moluska adalah Cephalopoda (octopus dan cumi-cumi), Bivalvia (kerang),
dan Gastropoda (keong). Octopus dan cumi-cumi merupakan hewan laut, tetapi kerang dan
keong ada yang hidup di air tawar maupun air laut, dan keong juga ada yang hidup di darat.
Gambar 5 Organ ekskresi pada Cephalopoda

Pada semua anggota kelompok Molusca pembentukan urin di mulai dengan ultrafiltrasi dari
darah. Filtrasi berisi zat-zat seperti yang terdapat dalam darah, kecuali protein. Jadi, berisi tidak
saja zat-zat yang harus di buang, tetapi juga zat-zat yang masih berguna direabsorpsi dulu
sebelum cairan dibuang. Disamping reabsorpsi juga terjadi sekresi aktif zat-zat khusus kedalam
cairan urin pada bagian tubulus distal dan penggumpal dari ginjal. Dua senyawa yang
disekresikan secara aktif pada ginjal (temasuk ginjal vertebrata) adalah asam paraaminohipurat
(PAH) dan zat warna phenol-red (phenolsulfonphthalein).
Sekresi Moluska yang nampak agak khusus, yaitu bahwa fungsi kedua ginjal tidak selalu
sama (misalnya pada Haliotis), karena cairan tubuhnya isotonik dengan air laut dan tidak
memiliki masalah dalam regulasi air, dia tidak melakukan reabsorpsi air dalam ginjalnya.

d. Kelenjar Antenal Crustacea


Organ renal pada Crustacea adalah kelenjar antenal atau kelenjar hijau. Sepasang kelenjar
terletak pada kepala, yang masing-masing terdiri dari suatu kantung awal, yaitu suatu aliran
ekskretori bergulung yang panjang, dan suatu kandung kencing, yang bermuara pada lubang
ekskretori dekat dasar antenna.

Gambar 6 Kelenjar Antenal Crustacea (Ian Kay, 1998)

Urin dibentuk dalam kelenjar antenal melalui filtrasi dan reabsorpsi, ditambah sekresi
tubular. Ultrafiltrasi dapat ditunjukkan dengan penyuntikan inulin, yang kemudian muncul dalam
urin. Lobster suatu tipe Crustacea laut yang menghasilkan urin dengan konsentrasi inulin yang
sama dengan darah dimana menunjukkan bahwa air tidak direabsorpsi. PAH dan ‘’ phenol-red’’,
dijumpai dalam urin dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan darah, hal ini menunjukkan
bahwa PAH dan’’phenol-red’’ disekresi kedalam urin, yang berarti selain proses filtrasi
reabsorpsi, dalam pembentukan urin terjadi pula proses sekresi.
Carcinus (kepiting pantai yang umum) melakukan rebsorosi air dari ultrafiltrat. Carcinus
merupakan osmoregulator yang baik dan dapat bertahan di dalam air payau. Konsentrasi inulin
dalam urinya mungkin lebih banyak dari pada dalam darahnya, sebagai berikut terjadi reabsorpsi
air dari ultrafiltrat. Reabsorpsi aktif dari natrium diikuti oleh reabsorpsi pasif dari air dan
hasilnya berupa kandungan natrium dalam urin lebih rendah daripada dalam darah.
Pada crustacea laut, kelenjar antenal bekerja menahan kalium dan kalsium, serta
mengeluarkan magnesium dan sulfat. Konsentrasi magnesium urin sangat bervariasi, tetapi
cenderung meningkat secara subtansial bila kepiting pindah ke air laut, magnesium secara aktif
ditranspor ke dalam urin pada saat urin berada dalam kantung kencing dan bahwa konsentrasinya
meningkat sewaktu urin dibiarkan dalam kantung kencing.
Suatu perbandingan antara Grammarus pulex (amphipoda air tawar) dan Grammarus dubeni
(amphipoda air payau), G pulex menghasilkan urin yang sangat encer dan bahkan mungkin lebih
encer daruipada mediumnya yang berarti bahwan mampu membuang kelebihan air yang masuk
karena osmosis sedangkan G duebeni , juga dapat toleran terhadap air tawar, tetapi konsentrasi
urinya lebih pekat mendekati konsentrasi darahnya. Hewan ini tidak mampu membebtuk urin
yang sangat encer, yang berarti memerlukan energy tambah untuk mengganti zat terlarut yang
hilang. Pada air tawar hewan ini dapat bertahan, tetapi tidak mampu bersaing dengan G pulex.

e. Saluran Malpighi Serangga


Sistem ekskretori serangga terdiri dari saluran-saluran yang dikenal sebagai saluran Malpighi,
jumlahnya bekisar dari dua sampai beberapa ratus. Setiap saluran bemuara ke intestine, pada
perbatasan antar usus tengah dan usus belakang, ujung lain yang buntu pada kebanyakan
serangga terletak dalam’’hemocoele’’ (rongga tubuh yang banyak mengandung darah).
Saluran Malpighi merupakan saluran yang tipis dan elastis, yang beroperasi langsung
menuju dinding rectum. Pembentukan urin diproduksi oleh mekanisme sekresi tubular oleh sel-
sel yang melapisi saluran Malphigi (yang banyak mengandung darah), proses tersebut banyak
menggunakan transport aktif, hal ini terjadi pada Serangga Herbivora dan omnivora. Ion
hidrogen masuk ke dalam lumen tubular Malphigi kemudian pindah kembali ke dalam sel yang
melapisi tubulus menggunakan transporter protein, ion hidrogen ini bergerak dalam pertukaran
natrium atau kalium. Pada Serangga karnivora, seperti nyamuk penghisap darah, awalnya
melakukan eksekresi dengan tekanan tinggi pada plasma darah yang mengandung garam yang
tinggi. Sel-sel darah merah yang dicerna oleh nyamuk, mengandung natrium yang sedikit dan
mengandung banyak ion kalium. Sekresi ion menciptakan tekanan osmotik sehingga menarik air,
zat terlarut, dan limbah nitrogen, terutama asam urat, dalam tubulus. Asam urat memasuki
segmen distal yang terakhir dari tubulus, asam urat larut, kemudian mengalami pendapan dalam
ujung proksimal dari pipa kecil. Setelah urin formatif masuk ke dalam bagian rektum, air dan
garam dapat diserap kembali oleh kelenjar dubur khusus, dan dikeluarkan sebagai asam urat
dalam bentuk kotoran. Kelenjar dubur dari tahap larva serangga air menyerap zat terlarut, tetapi
sedikit air, sedangkan serangga penghisap darah dapat mengubah jumlah garam dan reabsorpsi
air selama waktu makan (menghisap darah). Kotoran serangga penghisap darah akan
mengandung garam yang tinggi dalam air sebelum dan setelah menghisap darah (makan), tapi
rendah garam dan airselama waktu makan. Saluran Malphigi merupakan sistem ekskresi yang
cocok untuk serangga yang hidup di tempat kering.
Kumbang, serangga yang makan makanan kering, memiliki suatu susunan khusus saluran
Malpighi yang berhubungan dengan kemampuan luar biasa dalam menarik air dari kotoran.
Ujung saluran yang buntu terletak sangat dekat dengan rectum, keseluruhan struktur dikelilingi
oleh membran perirektal. Rongga yang dibentuk oleh membrane ini terisi dengan cairan
perirektal, yang mengelilingi baik saluran Malpighi maupun epithelium rektal, tetapi dipisahkan
dari hemolimfa umum.
Gambar 7 Saluran Malpighi pada Serangga (C. P., Hickman, L. S., Roberts, S. L., Keen, A., H., Anson, D. J.,
Einsenhour, 2008)
Sekresi terbentuk di tubulus melewati ke hindgut (saluran usus) dengan keadaan kekurangan air
dan masuk ke dalam rectum dalam bentu kosong dan masuk kedalam dubur sebagai urin yang
terkonsentrasi. Sistem trakea untuk respirasi pada serangga kurang penting dalam sistem
peredaran darah, hal ini menyebabkan saluran malphigi tidak menerima langsung suplai darah
yang tinggi, sebagai gantinya, saluran malphigi dikelilingi dengan darah, yang pada dasarnya
tekanannya tidak lebih besar dari tekanan di dalam tubulus, karena tidak ada tekanan diferensial
yang signifikan di dinding saluran Malphigi, sehingga filtrasi tidak bisa terjadi dalam
pembentukan urin pada serangga. Sebaliknya, urine harus dibentuk seluruhnya oleh sekresi,
dengan berikutnya reabsorpsi beberapa konstituen dari penyekresian cairan. Rincian formasi
urine oleh sekresi tubular berbeda antara serangga yang berbeda, namun pada beberapa serangga
komponen utama adalah KCl, selanjutnya NaCl dalam konsentrasi yang lebih sedikit. KCl dan
NaCl diangkut dari hemocoel (cairan darah pada serangga) ke tubular lumen, bersama dengan
produk limbah seperti metabolisme nitrogen, asam urat dan allantoin. Transportasi K +
merupakan kekuatan pendorong utama untuk pembentukan pra-urin di tubulus Malphigi, dengan
sebagian besar zat lain. Dapat disimpulkan bahwa Pra-urin isotonik atau sedikit hipertonik,
relative mengandung darah, Pra-urin memiliki konsentrasi K + yang tinggi konsentrasi pada
semua serangga, laju pembentukan pra-urin adalah fungsi dari konsentrasi K + dalam cairan
sekitar saluran, K+ dengan konsentrasi yang tinggi memproduksi praurine lebih cepat.
Pembentukan pra-urin juga tergantung pada konsentrasi Na + dari cairan sekitarnya. Meskipun K
+ adalah osmotik zat yang paling penting aktif diangkut, transpor aktif berperan penting dalam
sekresi asam urat dan limbah nitrogen lainnya. Pra-urin yang terbentuk di saluran Malphigi
komposisinya relative sama pada spesies-spesies serangga, masing-masing spesies itu tetap
isotonik. Cairan yang terbentuk di tubulus Malphigi melewati ke hindgut (saluran usus), di mana
beberapa perubahan komposisi terjadi, di hindgut (saluran usus), air dan ion dikurangi dan
dipertahankan dalam jumlah yang tepat, oleh karena itu, dalam hindgut (saluran usus) komposisi
urin akhir ditentukan dari konsentrasi air dan ion yang kemudian ditransfer dengan lumen
tubulus.
Gambar
8 Kerja Saluran Malpighi (David J. Randall, dkk., 1997)

Ketika hernolymph (darah pada serangga) masuk ke dalam hindgut (saluran usus) dari serangga,
air, K+, Na+, dan Cl- diserap ke dalam hemolymph (darah pada serangga) sekitarnya. Ion diangkut
secara aktif dengan air. Membran apikal memompa klorida dan kalium agar berada pada tengah-
tengah saluran dan menyerap KCl dari lumen hindgut (saluran usus) ke dalam sel-sel dari lapisan
usus. Serapan KCl dari lumen ini digabungkan dengan penyerapan asam amino, KCl kemudian
bergerak dari sel hemolyph (darah pada serangga) menuju membran basoteral, sedangkan
natrium dikeluarkan dari sel ke dalam hemolymph (darah pada serangga) oleh Na + / K + ATPase.
Asam diekskresikan ke dalam lumen hindgut (saluran usus) oleh ATPase. Belalang mampu
menyerap ion dan air serta membung kelebihan ion dan produk-produk limbah sehingga
dikeluarkan dalam bentuk urin. Urin yang dihasilkan adalah hipertonik dengan osmolaritas
hingga empat kali lipat dari darah.
Kerja saluran Malpighi adalah Kalium dikeluarkan secara aktif ke dalam lumen saluran
Malpighi dan air mengikuti secara pasif, karena kekuatan osmosis, hasilnya terbentuk cairan
yang banyak mengandung kalium yang berlebihan dalam saluran. Cairan ini isotonic dengan
darah, tetapi memiliki komposisi yang sangat bebeda. Di dalam saluran Malpighi cairan dirubah
oleh proses sekresi dan reabsorpsi. Cairan kemudian masuk ke usus akhir, didalam usus akhir zat
terlarut dan kelebihan air di reabsorpsi, dan asam urat diendapkan, dimana ini memudahkan
penarikan air lebih lanjut, sisa dalam rectum adalah berupa campuran urin dan feses.
Serangga yang hidup pada vegetasi berair, makan makanan dengan kandungan air yang
tinggi dan mengekskresikan urin yang belebihan. Serangga yang hidup pada makanan kering
dapat menghasilkan ekskret yang sangat kering. Larva kumbang (Tenebrio molitor) misalnya,
menghabiskan keseluruhan siklus hidupnya dalam tepung kering.

f. Ginjal Vertebrata
Ginjal vertebrata : ikan, amfibi, Reptil, burung dan Mamalia, prinsip-prinsip fungsi filtrasi
reabsorpsi dan sekresi tubulus adalah sama. Pada beberapa ikan Teleostei, dalam pembentukan
urin ikan ini tidak menggunakan mekanisme ultrafiltasi, tetapi keseluruhannya hanya dengan
mekanisme sekresi tubular. Ada keuntungan dan kerugian mekanisme filtasi. Ultrafiltrat primer
mengandung semua senyawa yang ada dalam darah, kecuali zat-zat yang bermolekul besar,
misalnya protein. Banyak senyawa yang difiltrasi masih berguna bagi hewan (misalnya glukosa,
asam amino, vitamin) dan senyawa tersebut tidak boleh dibuang. Oleh karena itu zat-zat tersebut
harus direabsorpsi.

Gambar 9 Ginjal
Anatomi ginjal mamalia ditunjukkan pada (Gambar 9). Setiap individu biasanya memiliki dua
ginjal, satu terletak di setiap sisi terhadap permukaan dalam dorsal punggung bagian bawah, di
luar peritoneum, ginjal mempunyai ukuran yang kecil (sekitar 1% dari total berat badan pada
manusia), ginjal menerima aliran darah yang sangat besar, setara dengan sekitar 20% -25% dari
total darah yang berada pada jantung. Ginjal menyaring volume darah setiap 4-5 menit. Lapisan
luar ginjal adalah korteks, dikombinasi oleh kapsul jaringan ikat yang kuat. Lapisan dalam ginjal
berupa medula. Ginjal filtasi-reabosorpsi dapat memproses hasil berupa cairan dalam jumlah
besar serta lebih dari 99% volume yang difilter direabsorpsi dan kurang dari 1% diekskresikan
sebagai urin. Ditinjau dari kerja reabsorpsi tersebut, ginjal merupakan organ yang melakukan
sekresi tubular lebih maju dari organ-organ ekskresi yang lain, karena ginjal dapat menghemat
energi dalam reabsorpsi. Semua vertebrata dapat memproduksi urin yang isotonik dan hipotonik
terhadap darah, tetapi hanya burung dan Mamalia dapat memproduksi urin yang hipertonik
terhadap cairan tubuh. Pada ikan air tawar, kelebihan air dibuang sebagai urin yang encer.
Hewan air laut tidak dapat membuang kelebihan garam sebagai urin encer atau urin isotonic,
tetapi dikeluarkan melalui organ garam ekstrarenal sebagai organ tambahan untuk mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme (misalnya insang, kelenjar rektal, kelenjar garam). Mamalia laut memiliki
ginjal yang mampu mengkonsentrasi urin serta hewan ini dapat mengatasi masalah garam
dengan kelenjar ekstrarenal. Untuk mamalia darat kemampuan memproduksi urin yang kental
merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan air. Kemampuan burung dan
reptile mengekskresikan asam urat, memungkinkan mereka untuk menghasilkan urin setengah
padat.
Nefron sebagai Unit Fungsional Ginjal
Nefron merupakan organ fungsional terkecil penyusun ginjal yang merupakan organ
pengeluaran utama pada vertebrata yang nantinya membentuk urin dan nefron juga berfungsi
untuk memelihara kekonstanan komposisi ekstraseluler tubuh. Berdasarkan letaknya dalam
ginjal, nefron dapat dibedakan antara nefron korteks dan nefron juxtamedula. Nefron korteks
terletak dibagian korteks yang pada umumnya ditandai dengan adanya saluran Henle yang
pendek sedangkan nefron juxtamedula mempunyai glomerulus yang letaknya dibagian korteks
dekat bagian medulla, selain itu mempunyai saluran Henle yang panjang yang menjular jauh
kebagian medulla.
Setiap nefron memiliki unsur pembuluh dan unsur tubular, dimana keduanya ini sangat
berhubungan. Unsur pembuluh merupakan bagian nefron yang merupakan pembuluh darah
yaitu: arteriol aferen, glomerulus, arteriol eferen dan kapiler peritubular. Arteriol aferen
berfungsi membawa darah ke glomerulus. Glomerulus merupakan suatu jaringan kerja dari 20-40
kapiler yang berfungsi untuk memfilter air dan zat terlarut dari darah melalui dinding kapiler,
cairan tersebut susunannya mirip dengan plasma darah kemudian mengalir didalam unsur tubular
dari nefron dan mengalami berbagai proses transport untuk diubah menjadi urin. Atriol eferen
membawa darah dari glomerulus dan mengalirkannya ke kapiler peritubular. Kapiler peritubular
berfungsi memasok darah ke jaringan ginjal dan berperan penting dalam pertukaran zat antara
sistem tubular dengan darah selama pengubahan filtrate glomerulus menjadi urin.
Unsur tubular merupakan bagian nefron yang berupa pembuluh yang berisi cairan yang
dindingnya tersusun atas satu lapis sel-sel epitel. Unsur tubular terdiri atas : Kapsula Bowman’s,
tubulus proksimal, saluran Henle yang terdiri atas saluran turun dan saluran naik, tubulus distal
dan saluran penampung. Kapsula Bowman’s merupakan ujung permulaan dari tubulus proksimal
yang meluas dan melekuk kedalam sehingga membentuk lekukan seperti mangkuk berdinding
rangkap, didalam lekukan ini tersimpan glomerulus. Karena berhubungan yang sangat erat antara
Kapsula Bowman’s dan glomerulus, gabungan keduanya disebut dengan korpuskel ginjal. Dari
Kapsula Bowman’s filtrate glomerulus masuk kedalam tubus proksimal yang terletak sebagian
besar didaerah korteks, berkelok-kelok didaerah korteks. Bagian selanjutnya merupakan saluran
henle, saluran henle berbentuk huruf U yang berada didaerah medulla. Garis tengah saluran
henle lebih kecil daripada garis tengah tubulus proksimal maupun tubulus distal. Saluran naik
dari saluran Henle menuju kearah korteks dan bersambung dengan tubulus distal yang juga
berkelok-kelok didaerah korteks, tubulus distal ini kemudian bermura kesaluran penampung.
Tingkat produksi urin bervariasi secara bergantian, produksi urin tinggi pada siang hari dan
rendah di malam hari, hal ini mencerminkan waktu asupan air dan produksi air metabolik. Urin
mengandung air dan produk sampingan lainnya dari metabolisme, seperti urea, serta NaCl, KCl,
fosfat, dan zat lainnya. Tujuan dikeluarkannya zat-zat tersebut adalah untuk mempertahankan
komposisi tubuh yang lebih banyak atau tidak konstan; Oleh karena itu, volume dan komposisi
urin mencerminkan volume cairan yang diambil dan jumlah dan komposisi makanan yang
tertelan. Volume urin yang sebenarnya dihasilkan ditentukan oleh volume air yang tertelan
ditambah air yang dihasilkan selama metabolisme dikurangi kehilangan air evaporasi melalui
paru-paru dan berkeringat dan, pada tingkat yang lebih rendah, hilang dengan kotoran. Saat urine
biasanya bersih dan transparan, tapi setelah makan banyak kandungan, urine bisa menjadi basa
dan sedikit keruh. Bau dan warna urine juga berubah.
Pelepasan urin dilakukan dengan kontraksi otot polos pada dinding kandung kemih dan
relaksasi otot rangka di sekitar pembukaan kandung kemih. Karena dinding kandung kemih
diregangkan dengan pengisian kandung kemih secara bertahap, reseptor peregangan di dinding
kandung kemih menghasilkan impuls saraf yang dibawa oleh neuron sensorik menuju ke
sumsum tulang belakang dan otak, menghasilkan sensasi kepenuhan, kemudian bisa diendapkan
oleh penghambatan impuls motorik, yang memungkinkan otot polos dinding kandung kemih
berkontraksi di bawah kontrol otonom dan harus dikeluarkan untuk mengosongkan isinya.
Sehingga kita dapat merasakan keinginan untuk buang air kecil.
Adanya kandung kemih memungkinkan pelepasan urin yang tersimpan dapat terkendali.
Bukannya terus menerus mengalirkan arus urin dari ginjal ke dalam kandung kemih. Pelepasan
terkendali tersebut digunakan oleh beberapa hewan untuk menandai wilayah mereka.

Gambar 10 Sistem Ekskresi pada manusia, bagian-bagian ginjal, bagian-bagian dari nefron (C. P., Hickman, L.
S., Roberts, S. L., Keen, A., H., Anson, D. J., Einsenhour, 2008)
Nefron terbagi menjadi tiga wilayah utama yaitu tubulus proksimal, lengkung Henle, dan
tubulus distal. Tubulus proksimal terdiri dari kapsula Bowman dan tubulus proksimal, lengkung
Henle terdiri dari saluran turun dan saluran naik, sedangkan tubulus distal, terdiri atas saluran
pengumpul.
Nefron pada ginjal pada berbagai macam vertebrata bervariasi jumlahnya. Lengkung Henle,
hanya ditemukan pada ginjal burung dan mamalia, karena lengkung Henle ini dianggap sangat
penting dalam mengkonsentrasikan urin burung dan mamalia. Vertebrata yang tidak memiliki
lengkung Henle tidak mampu menghasilkan urine yang bersifat hiperosmotik pada darah.
Sel-sel tubulus proksimal digunakan untuk pengangkutan garam dan zat lainnya dari
membran apikal menuju darah. Membran apikal yang menghadap lumen dikeluarkan ke
mikrovili agar dapat meningkatkan luas permukaannya, permukaan tersebut disebut sebagai
border kuas. Mitokondria terdapat pada permukaan basolateral (serosal), yang dikeluarkankan ke
dalam celah dalam basal, hal tersebut memungkinkan konsentrasi garam dalam ginjal dapat
terstruktur dengan pengangkutan garam secara aktif melintasi membran basal.

A. OSMOREGULASI
1. Pengertian Osmoregulasi

Hewan pada dasarnya harus menjaga volume tubuh dan konsentrasi larutan
tubuhnya dalam rentangan yang sempit, akan tetapi yang menjadi masalah adalah bahwa
konsentrasi yang tepat dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada pada
lingkungannya, perbedaan konsentrasi tersebut cenderung menganggu keadaan dari
kondisi internal. Kebanyakan hewan menjaga konsentrasi tubuhnya agar tetap konstan
daripada mediumnya (regulasi hiperosmotis) atau lebih rendah dari mediumnya (regulasi
hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi gangguan dengan
menurunkan (1) permeabilitas membrane atau kulitnya dan (2) gradient konsentrasi
antara cairan tubuh dengan lingkungannya.1

Beberapa kelompok hewan menggunakan organ yang berbeda untuk


melaksanakan proses regulasi, serta mekanisme melaksanakan proses regulasi juga
menggunakan kombinasi organ-organ. Zat yang diregulasi melibatkan senyawa-senyawa
seperti hormone, vitamin dan larutan yang signifikan terhadap perubahan nilai osmotik.

Osmoregulasi adalah suatu proses pengaturan tekanan osmosa, yaitu upaya hewan
air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya. Jika

1
sebuah sel menerima air terlalu banyak maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya jika
terlalu sedikit air maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda
sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme
hidup. Osmoregulasi penting dilakukan terutama oleh organisme air, karena harus ada
keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan, membran sel yang permeabel
merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat, dan adanya
perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh dan lingkungan.

a. Prinsip-Prinsip Dasar Osmoregulasi

Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan


konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah mengikuti perubahan hidupnya
(osmokonformer). Kebanyakan invertebrata laut tekanan osmotik cairan tubuhnya
sama dengan tekanan osmotik air laut. Cairan tubuh demekian dikatakan isotonik
atau isosmotik dengan medium tempat hidupnya. Bila terjadi perubahan
konsentrasi dalam mediumnya, maka cairan tubuhnya disesuaikan dengan
perubahan tersebut (osmokonformitas).

Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan


tubuhnya relatif konstan lebih rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih
tinggi dari mediumnya (hiperosmotik). Untuk mempertahankan cairan tubuh
relatif konstan, maka hewan melakuakn regulasi osmotik (osmoregulasi),
hewannya disebut regulator osmotik atau osmoregulator. Ada dua macam
regulasi osmotik yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi hiperoosmotik. Pada
regulator hipoosmotik, misalnya ikan air laut, hewan ini selalu mempertahankan
konsentrasi cairan tubuhnya rendah dari mediumnya (air laut). Sedangkan pada
regulator hiperosmotik, misalnya ikan air tawar, hewan ini sealalu
mempertahakan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi dari mediumnya (air
tawar).
Fenomena lain yang biasanya berbungan erat dengan tingkat
perkembangan kapasitas osmoregulasi adalah kemampuan hewan mengontrol
kadar air dalam tubuhnya. Osmokonformitas rupanya adalah hasil kombinasi dari
ketidak mampuan hewan mengontrol volume tubuh dan ketidak mampuan
mengontrol isi larutan tubuh. Sebaliknya osmoregulasi merupakan manifestasi
perkembangan kemampuan yang baik dfari kedua proses tersebut, sehingga dapat
dikatakan bahwa hewan osmokonformer juga merupakan konformer volume,
sebaliknya osmoregulator merupakan regulator volume.

b. Mekanisme Osmoregulasi

Pada dasarnya regulator hiperosmotik menghadapi dua masalah fisiologis :

1) Air cenderung masuk ke tubuh hewan.


2) Zat terlarut cenderung keluar tubuh.

Untuk mengatasi masalah ini maka regulator hiperosmotik harus


mengurangi masuknya air ke dalam tubuh (meningkatkan impermeabilitas
dinding tubuh) atau mengeluarkan kelebihan air yang ada dalam tubuh (lewat
urine dan feses), sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus memasukkan
garam-garam ke dalam tubuh (lewat makan dan minum) atau mempertahankan zat
terlarut yang ada dalam tubuhnya.

Sebaliknya regulator hipoosmotik menghadapi masalah fisologis :

1) Air cenderung keluar tubuh.


2) Zat terlarut cenderung masuk kedalam tubuh.

Untuk menghadapi masalah tersebut maka regulator hipoosmotik harus


menghambat keluarnya air dalam tubuh atau mempertahankan air yang ada dalam
tubuh, sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan haeus berusaha mencegah
masuknya garam kedalam tubuh atau mengeluarkan kelebihan garam yang masuk
kedalam tubuh.

Untuk mengatur kadar air dan zat yang terlarut dalam tubuhnya, hewan
menggunakan organ-organ eksresi yang dalam bekerjanya banyak menggunakan
mekanisme transpor aktif.

2. Osmoregulasi Pada Invertebrata


a. Osmoregulasi pada invertebrata air laut

Kebanyakan invertebrata laut dan endoparasit memiliki konsentrasi osmotik


cairan tubuh sama dengan air laut (isosmotik). Hewan demikian disebut osmokonformer.
Dari sudut pandang osmotik, osmokonformer tidak harus berjuang mengatasi masalah
gerak osmotik air. Meskipun demikian rupanya cairan tubuh osmokonformer tidak sama
persis dengan mediumnya. Kenyataanya banyak invertebrata laut osmokonformer
menjaga konsntrasi garam tertentu dalam cairan tubuhnya tidak seimbang dengan
lingkungannya.

Tabel 5 Konsentrasi ion-ion penting (dalam milimoles per kilogram air) dalam air laut dan dalam cairan tubuh
beberapa Invertebrata laut
Na Mg Ca K Cl SO4
Air laut 478,3 54,5 10,5 10,1 558,4 28,8
Ubur-ubur (Aurilia) 474 53,0 10,0 10,7 580 15,8
Polychaeta (Aphrodite) 476 54,6 10,5 10,5 557 26,5
Cumi-cumi (Loligo) 456 55,4 10,6 22,2 578 8,1
Isopoda (Ligia) 556 20,2 34,9 13,3 629 4,0
Kepiting (Maia) 488 44,1 13,6 12,4 554 14,5
Kepiting pantai (Carcinus) 531 19,5 13,3 13,3 557 16,5

Pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada beberapa hewan memiliki
konsentrasi ion-ion relative sama dengan air laut, akan tetapi yang lainnya memiliki
perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dijaga apabila permukaan tubuh termasuk
membrane permukaan yang tipis pada ingsang impermeabel terhadap ion-ion yang
bersangkutan, walaupun permukaan tubuh lebih impermeabel, namun sejumlah ion-ion
masuk kedalam tubuh bersama berbagai makanan dan minuman yang dikonsumsi. Jadi
hewan harus mengeluarkan beberapa ion melalui mekanisme agar dapat menjaga
keseimbangan tubuhnya.2

b. Osmoregulasi Pada Invertebrata Air Tawar dan Payau


Hewan air payau merupakan osmoregulator yang mirip hewan air tawar, tetapi
memiliki perbedaan besar dalam konsentrasi cairan tubuhnya. Udang-udangan air tawar,
misalnya udang Patomobius, memelihara konsentrasi osmotik cairan tubuh pada sekitar
500 mOsm per liter, tetapi kerang air tawar Anodonta memiliki konsentrasi osmotik
kurang dari sepersepuluhnya, hanya sekitar 50 mOsm per liter. Namun cairan tubuh
Anandota masih dalam keadaan hiperosmotik terhadap air tawar, dan tidak ada hewan air
tawar diketahui osmokonformer. Pada dasarnya semua hewan air tawar, termasuk ikan,
amfibi, reptil, dan mamalia adalah regulator hiperosmotik.
Sebagai hewan yang memiliki cairan tubuh hiperosmotik terhadap mediumnya,
maka invertebrata air tawar menghadapi dua masalah osmoregulasi :

2
Soewolo, Ibid., 299
1) Tubuhnya cenderung menggelembung karena gerakan air masuk ke dalam tubuhnya
mengikuti gradien kadar.
2) Hewan menghadapi kehilangan garam tubuhnya, karena medium disekitarnya
mengandung garam lebih sedikit.

Oleh karena itu inveretebrata air tawar sebagai regulator hiperosmotik harus
mengatur jumlah air yang masuk dan jumlah air yang keluar tubuhnya. Pada umunya
regulator hiperosmotik memiliki urine yang lebih encer dari cairan tubuhnya.

Semua hewan pada umumnya menggunakan organ eksresinya sebagai organ


osmoregulasi utama. Secara umum, organ osmoregulasi invertebrata menggunakan
mekanisme filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang prinsipnya sama dengan kerja ginjal
vetebrata dalam memproduksi urin. Pada ikan dan kebanyakan invertebrata air, ingsang
berperan sebagai organ osmoregulatori utama yang melengkapi fungsi ginjal.

c. Osmoregulasi Pada Invertebrata Darat


1) Osmoregulasi pada serangga

Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh hewan darat temasuk
invertebrata darat adalah kehilangan air dalam tubuhnya. Untuk mengatasi masalah
ini, hewan meningkatkan impermeabilitas kulitnya. Kehilangan air pada serangga
terutama melaui penguapan, sebab serangga memiliki luas permukaan tubuh 50 kali
lebih besar daripada volume tubuhnya. Jalan penting kehilangan uap air pada
serangga adalah spirakel. Untuk mengurangi kehilangan air, pada kebanyakan
serangga menutup spirakelnya antara dua gerakan pernafasannya. Species yang tidak
menutup spirakelnya akan kehilangan air yang lebih cepat.

Invertebrata menunjukkan keberagaman evolusi lebih besar daripada


vertebrata dan telah mengembangkan berbagai organ osmoregulasi yang tidak sama
dengan ginjal vertebrata. Namun secara umum, organ-organ osmoregulatori
invertebrata menggunakan mekanisme filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang secara
prinsip mirip dengan mekanisme ginjal membentuk urine. Serangga dan mungkin
beberapa laba-laba adalah sekelompok invertebrata darat yang membentuk urine
pekat. Terdapat beberapa bukti, meskipun masih kontroversial, bahwa pada beberapa
serangga, urine dan fesesnya di dehidrasi melalui transpor aktif air menembus
eoitelium saluran pencernaan bagian belakang. Pada Periplaneta yang mengalami
dehidrasi cairan rektal, maka osmokonsentrasi urinenya menjadi 2 kali
osmokonsentrasihemolimfanya.

Pada serangga, saluran malpighi bersama-sama dengan saluran pencernaan


bagian belakang membentuk sistem ekskretori-osmoregulasi utama. Secara garis
besar, sistem ini terdiri atas saluran malpighi tipis, panjang, yang bermuara kedalam
saluran pencernaan pada tempat antara usus depan dan usus belakang, dan ujung yang
lain berada di dalam hemocoe. Sekresi yang dibentuk dalam tubulus masuk kedalam
usus belakang, kemudian didehidrasi dan masuk kedalam rektum dan diekskresikan
melalui anus sebagai urine pekat.jarena serangga memiliki sitem sirkulasi terbuka,
maka saluran malpighi tidak mendapat darah langsung dari arteri seperti pada ginjal
pada vertebrata. Saluran malpighi dikelilingi oleh darah, yang tekanannya tidak lebih
tinggi daripada tekanan cairan dalam saluran. Selama tidak ada perbedaan tekanan
yang berarti sebelah-menyebelah membran saluran malpigi, filtrasi tidak dapat
berperan dalam pembentukan urine pada serangga. Oleh karena itu urine harus
dibentuk keseluruhannya melalui sekresi, yang mungkin diikuti reabsorbsi beberapa
cairan yang disekresikan.3

3
Soewolo, Ibid., 304
Gambar 31 Lapisan lipatan lilin pada serangga seperti epidermis yang berfungsi sebagai penghalang air yang
utama, selain itu dapat mengurangi air secara evaporative pada serangga. Lapisan lilin ini diendapkan pada
daerah-daerah kecil di intergumen. (David J. Randall, dkk., 1997)

2) Osmoregulasi pada Cacing Tanah, Keong dan Siput.


Cacing tanah adalah Anelida yang telah beradaptasi hidup di tanah yang
basah, dimana sters osmotik terletak antara air tawar dan udara. Cacing tanah
merupakan hewan malam, menghindari tanah kering, dan akan menggali tanah lebih
dalam apabila permukaan tanah kering.
Cacing tanah misalnya Lumbricus terrestris, merupakan regulator
hiperosmotik yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-ion, dapat
memproduksi urine encer yang secara essensial hipoosmotik terhadap darahnya atau
hipoosmiotik mendekati isosmotik. Diduga bahwa konsentrasi urine disesuaikan
menurut kebutuhan keseimbangan air. Dalam keadaan normal penurunan titiuk beku
cairan tubuhnya berkisar antara 0,3 oC- 0,5 oC.4
Moluska darat, misalnya keong dan siput, permukaan tubuhnya yang
berdaging sangat permeabel. Bila dikeluarkan dari cangakngnya, misalnya pada
keong Helix aspera, akan kehilangan air hampir secepat penguapan pada permukaan
air seluas permukaan tubuhnya. Semua keong dan siput bernafas terutama dengan

4
Soewolo, Ibid., 305
paru-paru yang terbentuk dari mantel tubuhnya, dan terbuka keluar melalui lubang
kecil. Bentuk demikian memungkinkan kehilangan air melaui pernafasan.
Pada beberapa spesies, toleransi terhadap kehilangan air adalah tinggi dan
tekanan osmotik internal bervariasi secara luas tergantung pada kandungan air
habitatnya. Banyak siput dan keong harus pergi mikrohabitat yang lembab. Bila
mondis makin kering, moluska darat bersembunyi dibalik dedaunan atau pelindung
yang lain. Pada keong yang memiliki penutup cangkang, akan menutup cangkangnya
dengan operkulum, sehingga tubuhnya terlindung dari kehilangan air.

Gambar 32 Organ ekskresi pada bekicot

Banyak keong darat secara rutin mengeluarkan zuatu zat yang mengandung
sisa nitrogen sebagai asam urat yang sulit larut dan terdapat bukti bahwa zat ini
meningkat pada beberapa spesies selama kesulitan air. Selama estivasi, asam urat
disimpan di ginjal dalam beberapa bentuk, sehingga mengurangi kehilangan air untuk
eksresi nitrogen. Banyak spesies menyimpan air dalam rongga mantelnya dan
digunakan pada saat lingkungan kering.

3. Osmoregulasi pada vertebrata


a. Osmoregulasi pada mamalia

Pengaturan keseimbangan pada mamalia memungkinkannya untuk hidup pada


udara lembap atau kering, dalam air tawar atau laut, dan meliputi rentangan luas suhu
lingkungan. Mamalia mengatasi stres osmotik dan pemeliharaan keseimbangan air
dehidrasi dengan variasi pengambilan air dan dengan mengontrol jalan kehilangan air.
Mamalia memiliki kapasitas lebih daripada burung dalam memproduksi urine yang
hiperosmotik terhadap darah, tidak perlu bantuan kelenjar ekstrarenal kecuali kelenjar
keringat.

Pada manusia dengan berat badan 70 kg misalnya, kehilangan air per hari adalah
600-1200 ml melalui urine, 50-200 melalui feses, 350-700 ml melalui penguapan kulit,
50-400 ml melalui keringat, dan 350-400 ml melalui paru-paru. Pada ibu yang menyusui,
keadaan diatas masih ditambah dengan kehilangan 900 ml lebih banyak. Jadi kehilangan
air per hari secara normal berkisar antara 1-9 lioter, tergantung pada suhu, aktivitas fisik,
tersedianya air tubuh dll. Kehilangan ini diganti dengan air minum, air dalam makanan,
dan air metabolik.

Bebreapa Rodensia dan Marsupialia (seperti domba dan unta) dimusim dingin
tidak membutuhkan minum air, cukup dari air metabolik saja. Rodensia yang tetap
tinggal dalam liang pada siang hari akan mrengurangi kehilangan air sebesar 25%. Pada
tikus gurun (Dipodomys) pada udara kering, kehilangan air lewat pernafasan.

Gambar 33 Pemeliharaan air pada tikus secara strategis kebanyakan menempati lubang kecil dan
mengeluarkan fesesnya. (David J. Randall, dkk., 1997)

Mamalia laut seperti singa laut, anjing laut, lumba-lumba dan ikan paus, tidak
memiliki organ eksresi garam ekstrarenal seperti kelenjar pada burung laut dan Reptile,
atau insang pada ikan. Seperti mamalia yang lain, mamalia laut memiliki ginjal dengan
kemampuan efisien dalam memproduksi urine yang sangat hipertonik. Untuk membantu
kerja ginjal, mamalia laut tidak minum air laut, tetapi hanya menelan air bersama
makanan yang dimakan. Sumber air yang lain seperti mamalia gurun adalah air
metabolik.

b. Osmoregulasi Pada Vertebrata Air

Konsentrasi osmotik semua Vertebrata air tawar jauh lebih tinggi daripada
mediumnya (air tawar). Vertebrata air memiliki osmolaritas darah antara 200-300 mOsm,
sedangkan air tawar kurang lebih hanya 50 mOsm. Keadaan demikian menimbulkan
masalah penggelembungan tubuh hewan dan terus menerus akan kehilangan garam
tubuh, meskipun antara hewan yang satu dengan hewan yang lain berbeda. Perbedaan
tersebut dapat terjadi tergantung pada (1) perbedaan jumlah membran absolut relatif yang
berhadapan dengan medium, (2) perbedaan permeabilitas absolut terhadap air dan zat
terlarut, (3) perbedaan tingkat perkembangan mekanisme pengambilan zat terlarut pada
membran, dan (4) perbedaan efisiensi organ-organ eksretori (terutama ginjal) dalam
menjaga kehilangan zat terlarut.

Hewan laut dibagi menjadi dua kelompok : (1) kelompok yang konsentrasi
osmotiknya sama (isosmotik) atau sedikit diatas air laut (misalnya pada hagfish
elasmobranchili, dan katak pemakan kepiting), dan (2) kelompok yang konsentrasi
osmotik kira-kira 1/3 air laut (belut, teleostei).

1) Ikan air laut

Secara eklusif cairan tubuh hewan air laut isosmotic terhadap medium pada
rentangan 600-1540 mOsm. Ikan-ikan tersebut memiliki kemampuan regulasi ionik dan
total dari osmokonsentrasi berbeda-beda secara luas dengan mengubah asam amino.
Vertebrata laut memiliki konsentrasi garam dalam tubuhnya lebih rendah (hiposmotik)
dari air laut kecuali pada ikan hag.5 Sebagian besar invertebrata laut adalah
osmokonformer. Osmolaritasnya (jumlah konsentrasi semua zat terlarut) adalah sama
dengan osmolaritas air laut. Oleh karena itu mereka tidak menghadapi tantangan besar
5
Soewolo, Ibid., 307
dalam menyeimbangkan air, akan tetapi karena konsentrasi zat terlarut spesifik didalam
tubuh berbeda dari air laut, hewan harus secara aktif mentraspor zat-zat terlarut ini untuk
mempertahankan homeostasis.

Ikan air laut yang hiposmotik akan kehilangan air dari tubuh dan sekaligus zat-zat
terlarut dapat masuk dalam tubuh karena gradient konsentrasi. Permukaan tubuh,
terutama permukaan ingsang permeabel terhadap air, air dapat banyak keluar melalui
ingsang, selain itu melalui urin dan feses. Untuk mengganti air yang keluar ikan minum
air laut. Meskipun minum dapat mempengaruhi kadar air, akan tetapi sejumlah garam
juga ikut tertelan yang kemudian akan diabsorpsi oleh dinding usus bersama air, maka
akan mengakibatkan konsentrasi garam akan meningkat, dan seharusnya garam-garam ini
harus dikeluarkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari air laut.

Ginjal ikan bertulang sejati tidak dapat memproduksi urin lebih pekat daripada
darah, sehingga ginjal dibantu oleh ingsang. Selain melakukan pertukaran gas, ingsang
membantu ginjal untuk melawan gradient kadar menggunakan transport aktif.

Sebagian vetebrta laut dan beberapa invertebrata laut merupakan osmoregulator.


Bagi sebagian besar hewan ini laut adalah lingkungan yang sangat mendehidrasi.
Misalnya ikan laut bertulang kelas, misalnya ikan koi terus menerus kehilangan air
melalui osmosis. Ikan-ikan semacam itu menyeimbangkan kehilangan air dengan
meminum banyak sekali air laut. Mereka kemudian memanfaatkan ikan dan ginjalnya
untuk membuang garam. Didalam insang, sel klorida yang terspesialisasi secara aktif
mentransfor ion klorida (Cl-) keluar dan ion natrium (Na+) mengikuti secara pasif.
Didalam ginjal, kelebihan ion kalsium, magnesium, dan sulfat dieskresikan bersama
dengan kehilangan sejumlah kecil air.
Gambar 34 Penambahan air dalam ion garam pada ikan dilaut. (David J. Randall, dkk., 1997)

Pada gambar diatas penambahan air dalam ion-ion garam dari makanan dan air
laut yang diminum, setelah itu eksresi ion-ion garam dalam insang juga kehilangan air
osmotik melaui insang dan bagian-bagian lain dari permukaan tubuh selanjutnya ada juga
yang diekresikan dalam urin kental dari ginjal.6

Pada ikan killi (Fundulus heteroclitus) yang telah beradaptasi terhadap air tawar
dan laut, telah dipelajari perubahan permeabilitas terhadap natrium dan klorida yang
terjadi selama adabtasi terhadap berbagai onsentrasi. Permeabilitasnya turun dalam
beberapa menit setelah dimasukkan kedalam air tawar, tetapi peningkatan permeabilitas
setelah dikembalikan kedalam air laut memerlukan waktu sampai beberapa jam.
Pengangkutan ion-ion tidak dilakukan oleh sel-sel khusus yang disebut dengan sel-sel
klorida.

Pada ikan betulang rawan (Chondrichthyes) yang hidup di air laut maupun tawar,
misalnya hiu dan sebangsanya, memiliki konsentrasi garam darah selalu lebih tinggi
daripada mediumnya (air laut). Bagian terbesar konsentrasi osmotik terbentuk oleh
banyaknya urea, dan beberapa oksida trimethylamine (TMO) yang berada dalam jaringan
dan cairan tubuhnya. Jadi ikan bertulang rawan memelihara gradien osmotik dalam air
laut sama dengan dalam air tawar, dan dapat terus mengeluarkan urine yang hipoosmotik
dar darahnya.

2) Ikan air tawar


6
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Ibid., 118-119
Kondisi osmotik ikan air tawar mirip invertebratta air tawar. Ikan air tawar
memiliki osmokonsentrasi plasma sebesra 130-170 mOsm, urine banyak dan encer.
Kulitnya relatif impermeabel, sedikit air masuk lewat minum dan makan, tetapi sejumlah
air masuk secara osmotikn melalui insang dan membran mulut. Kelebihan air masuk akan
diimbangi dengan eksresi lewat ginjal, sebab ginjalnya memilki glomeruli yang telah
berkembang dengan baik untuk filtrasi. Begitu filtrat melalui tubulus, sebagian besar zat
terlarut direabsorbsi, sehingga menghasilkan uerine yang encer, karena memiliki cairan
internal dengan osmolaritas yang lebih tinggi daripada sekitarnya hewan perairan tawar
menghadapi masalah penambahan air melalui osmosis dan kehilangan garam melaui
difusi. Sehingga garam yang hilang selain melalui urine, juga melalui difusi dan feses.
Garam yang holang sebagian diganti lewat makanan, ikan perairan tawar, misalanya
perch, juga menggantikan garam yang hilang dengan mengambil melalui insang. Sel-sel
klorida dalam insang ikan secara aktif mentranspor Cl- kedalam tubuh, kemudian Na+ .

Gambar 35 Ikan air tawar dalam mencegah penambahan air dan pengeluaran garam melalui ekskresi dengan
mencairkan urin dan yang mana sebagian besar garam di reabsorpsi. (David J. Randall, dkk., 1997)

c. Osmoregulasi Pada Amfibi

Sebagian besar amfibi adalah hewan air atau semiakuatik. Regulasi osmotik
amfibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai organ osmoregulasi utama. Pada
saat hewan berada di dalam air tawar, terdapat aliran osmotik air kedalam tubuhny, yang
akan dikeluarkan sebagai urine yang sangat encer. Bersama urine ikut terbuang garam-
garam. Disamping itu garam hilang melalui kulitnya. Kehilangan garam ini diganti
dengan jalan pengambilan secara aktif dari dalam air tawar melalui kulitnya 7.

Gambar 36 Pertukaran air dan zat terlarut dalam katak. Air yang permeabel dengan kulit masuk dan
diekskresikan oleh ginjal. Kulit juga aktif mengangkut ion (natrium klorida) dari lingkungan. Ginjal pada katak
membentuk urin encer dan menyerap natrium klorida. Urine mengalir ke kandung kemih, dan disimpan
sementara, sebagian besar sisa natrium klorida dihapus dan dikembalikan ke darah. C. P., Hickman, L. S.,
Roberts, S. L., Keen, A., H., Anson, D. J., Einsenhour, 2008)
Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam
beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jadi katak dan salamander adalah regulator
hiperosmotik sempit. Namun ada sejenis katak pemakan kepiting, hidup di daerah rawa
mangrove, mencari mkan dan berenang dalam air laut. Pada saat katak berada didalam air
laut ia menjadi hewan regulaor hipoosmotik. Untuk mencegah kehilangan air osmotik
melalui kulitnya, katak menambah jumlah urea dalam darahnya, yang dapat mencapai
480 mmol urea per liter. Sebab kulit amfibi relatif permeabel terhadap air, sehingga
secara sederhana untuk mencegah kehilangan air dibuat konsentrasi osmotik darah seperti
mediumnya. Karena urea esensial bagi katak untuk hidup normalmaka urea ditahan
dalam tubuh dan tidak dieksresikan bersama urine. Pada katak pemakan kepiting, urea
ditahan dengan mereduksi volume urine pada saat katak berada dalam air laut. Katak
7
Soewolo, Ibid., 313
pemakan kepiting yang muda memiliki toleransi lebih besar terhadap salinitas tinggi
daripada yang dewasa.

d. Osmoregulasi Pada Reptile

Ada empat ordo utama dalam reptile yaitu ular, kadal, kura-kura, dan buaya.
Diantara ke empat ordo tersebut, buaya sangat bergantung pada air, sedangkan ordo yang
lain telah beradaptasi dengan baik terhadap habitat yang kering, dan hanya sedikit sekali
yang akuatik atau semi akuatik.

Kulit reptile kering, berzat tanduk dan impermeabel terhadap air. Reptile
mengeksresikan asam urat lewat urine. Karena asam urat tidak larut dalam air, maka
untuk mengeksresikan sedikit air. Jadi reptile dapat kehilangan air lewat penguapan,
pernafasan dan urine.

Gambar 37 Organ ekskresi pada reptil

Pada beberapa reptile laut, eksresi garam dilakukan oleh kelenjar garam di
kepalanya, disamping ginjalnya. Kelenjar garam menghasilkan cairan dengan konsentrasi
tinggi, terutama natrium dan klorida yang konsentrasinya lebih tinggi daripada air laut.
Kelenjar garam tidak berfungsi secara tersu menerus seperti ginjal, akan tetapi hanya
berfungsi apabila kadar garam dalam darah sangat tinggi sehingga ginjal tidak mampu
berfungsi. Kelenjar garam lebih sedikit menggunakan air. Pada kadal laut kelenjar
garamnya (kelenjar nasal) mengeksresikan hasilnya kebagian anterior rongga hidungnya,
dan ekshalasi yang tiba-tiba menyemprotkan cairan keluar seperti spray melalui lubang
hidungnya.
Kura-kura laut pemakan tumbuhan atau karnivora, memiliki kelenjar garam yang
besar pada sekitar kedua matanya (kelenjar orbital). Kelenjar ini bermuara pada sudut
posterior matanya, dan pada saat mengeluarkan eksresi kura-kura nampak seperti
menangis. Ular laut juga mempunyai kelenjar garam yang bermuara kedalam rongga
mulutnya (kelenjar bawah lidah). Sedangkan buaya laut sebagian tidak memiliki kelenjar
garam, sebagian yang lain memiliki kelenjar garam memilhara keseimbangan garam
cairan tubuhnya dengan hidup dimuara sungai, memakan ikan, dan memiliki kulit yang
sangat impermeabel.

e. Osmoregulasi Pada Burung

Gambar 38 Ketika burung minum air laut, burung tersebut mensekresikan NaCl dengan kelenjar garam,
burung tersebut mengeluarkan 80% menjadi garam dan 20% menjadi air. (David J. Randall, dkk., 1997)

Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan erat dengan proses
mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup didaerah pantai dan memperoleh
makanan dari laut (burung laut) menghadapi masalah berupa pemasukan garam yang
berlebihan. Hal ini berarti bahwa burung tersebut harus berusaha mengeluarkan kelebihan
garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan kelebihan garam tersebut melalui kelenjar
garam, yang terdapat pada cekungan dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap
matanya, didekat hidung. Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm
tubuhnya, hewan itu akan menyekresikan cairan pekat yang banyak mengandung NaCl.
Kelenjar garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung dijenuhkan oleh garam.

MEKANISME PEMBENTUKAN URINE

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal dan di duktus kontortus kolektivus bersifat
permeabel terhadap urea. Di sini urea keluar dari filtrat secara difusi. Demikian
juga dengan air yang bergerak keluar dari filtrat secara osmosis. Keluarnya air
ini menyebabkan konsentrasi urine menjadi tinggi.Dari duktus kolektivus, urine
dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urine mengalir melalui ureter
menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan tempat penyimpanan
sementara bagi urine.
Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi
memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil
pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak
berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna
empedu, dan asam urat .

Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran
zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa
tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa
zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan
PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, misalnya sebagai pelarut .

Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat


yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh.
Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan
dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna
empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh
hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi
urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat
merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia)
dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya
larutnya di dalam air rendah .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah pada makalah ini, maka dapat dismpulkan bahwa:

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai