Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

OSMOREGULASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan

Dosen Pengampu : Mahmud Rudini, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 12

1. Icha Apriani (1911060332)


2. Santi Nurafiani (1911060195)
3. Yaumi Khuratul Aini (1911060233)

Kelas/Semester : C/5

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami limpahkan Allah SWT yang telah memberikan limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat mengerjakan makalah tentang
“Osmoregulasi”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman.
Manusia sebagaimana makhluk sosial, tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan orang lain. Maka dari itu kami selaku penyusun makalah
“Osmoregulasi”, mengucapkan terimakasih kepada semua yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini. Dengan selesainya makalah, kami berharap
semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, khusus nya bagi
pembaca.
Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa pembuatan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt dan
kelemahan adalah milik kita sebagai makhluk. Maka, dengan demikian demi
terciptanya makalah yang lebih baik untuk kedepannya, kami mohon sekiranya
para pembaca untuk memberikan kritik dan saran . Semoga Allah Swt senantiasa
memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua.

Bandar Lampung, 07 Oktober 2021

(Kelompok 12)

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Osmoregulasi ........................................................................ 3


2.2 Prinsip-prinsip Osmoregulasi................................................................... 3
2.3 Pengaruh Lingkungan terhadap Osmoregulasi ........................................ 5
2.4 Sistem Osmoregulasi pada Hewan ........................................................... 8
2.4.1 Osmoregulasi Hewan Invertebrata ................................................. 8
2.4.2 Osmoregulasi Hewan Vertebrata .................................................. 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 16

3.2 Saran ...................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sabagai suatu larutan yang
terdapat di dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh. Hewan
harus menjaga volume tubuh dan kosentrasi larutan tubuhnya dalam rentangan
yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari
cairan tubuh hewan selalu berbada dengan yang ada dilingkungannya. Perbedaan
kesentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan manpat dari kondisi internal.
Hanya sedikit hewan yang membiarkan kosentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah
sesuai degan lingkungannya dalam kedaan demikian hewan dikatakan melakukan
osmokonfirmitas. Kebanyakan hewan menjaga agar kosentrasi cairan tubuhnya
tetap lebih tinggi dari mediumaya (regulasi hiporosmotis) atau lebih rendah dari
mediumnya (regulasi hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi
gangguan dengan menurunkan (1) permeabilitas membran atau kulitnya (2)
gardien (landaian) kosentrasi antara cairan tubuh dan lingkungannya. Keadaan
kondisi internal yang mantap dapat dipelihara hanya bila organisme mampu
mengimbangi kebocoran dengan arus balik melawan gradient kosentrasi yang
memerlukan energi.
Untuk memelihara air dan kosentrasi larutan cairan tubuh konstan yang
berbeda dengan lingkungannya, antara hewan air laut, air tawar, dan hewan darat
sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang berbeda menggunakan organ yang
berbeda. Rentangan zat-zat yang diregulasi sangat luas, melibatkan senyawa-
senyawa seperti hormon, vitamin dan larutan yang signifikan terhadap perubahan
nilai osmotik
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan osmoregulasi?
2. Apa saja prinsip-prinsip osmoregulasi?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadaop osmoregulasi?
4. Bagiamana sistem osmoregulasi pada hewan?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis menuliskan tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian osmoregulasi.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip osmoregulasi.
3. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap lingkungan.
4. Untuk mengetahui bagaimana sistem osmoregulasi pada hewan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Osmoregulasi

Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk


mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya
melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose. Proses osmoregulasi diperlukan
karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan
disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus,
begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati.
Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang
tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana
perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat shingga akan tercipta suatu
kondisi konsentrasi yang sama dan disebut dengan isotonis. Isotonis adalah dua
macam larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama (isoosmotik) Pada
kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan osmotik dua macam cairan misal:
tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air laut (lingkungan hidup hewan).
2.2 Prinsip-prinsip Osmoregulasi

Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan konsentrasi


cairan tubuhnya berubah-ubah menngikuti perubahan mediumnya
(osmokonformer). Kebanyakan invertebrata laut tekanan osmotic cairan
tubuhnya sama dengan tekanan osmotic air laut. Cairan tubuh demikian
dikatakan isotonic atau isosmotik dengan medium tempat hidupnya. Bila terjadi
perubahan konsentrasi dalam mediumnya,maka cairan tubuhnya disesuaikan
dengan perubahan tersebut (osmokonformitas).
Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan
tubuhnya relative konstan lebih rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih
tinggi dari mediumnya (hiperosmotik). Untuk mempertahankan cairan tubuh
relatif konstan, maka hewan melakukan regulasi osmotic (osmoregulasi),
hewannya disebut regulator osmotic atau osmoregulator. Ada dua macam

3
regulasi osmotic yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi hiperosmotik. Pada
regulator hipoosmotik, misalnya ikan air laut, hewan ini selalu mempertahankan
konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi daripada mediumnya (air tawar).
Beberapa hewan ada yang toleran terhadap rentangan luas konsentrasi garam
mediumnya, hewan demikian di sebut euryhaline. Sedangkan hewan lain hanya
toleran terhadap rentangan yang sempit konsentrasi garam mediumnya, hewan
demikian disebut stenohaline.Fenomena lain yang biasanya berhubungan sangat
dekat dengan tingkat perkembangan kapasitas osmoregulasi adalah kemampuan
hewan mengontrol kadar air dalam tubuhnya. Osmokonformitas rupanya adalah
hasil kombinasi dari ketidakmampuan hewan mengontrol volume tubuh dan
ketidakmampuan mengontrol isi larutan tubuh. Sebaliknya osmoregulasi
merupakan manifestasi perkembangan kemampuan yang baik dari kedua proses
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa hewan osmokonformer juga
merupakan konformer volume, sebaliknya osmoregulator juga merupakan
regulator volume.
Ada tiga pola regulasi:
a) Regulasi hiperonik atau hiperamok, yaitu pengaturan secara aktif
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misal
pada potadrom (ikan air tawar) Potadrom mempertahankan konsentrasi
cairan tubuhnya dengan mengurangi minum danmemperbanyak
urineOsmoregulasi beberapa golongan ikan( Telesostei).
b) Regulasi hipotonik atau hipoosmorik, yaitu pengaturan secara aktif
konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, misal:
pada oscandrom (ikan air laut), Oseanodrom memperbanyak minum dan
mengurangi volume urine. Diadrom, melakukan aktivitas osmoregulasi
seperti petadrom bila berada di air tawar dan seperti oscanodrom bila
berada di air laut.
c) Regulasi isotonik atau soosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh
sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan pada daerah
estuarine (ikan eurihaline) contohnya Ikan eurihalin, konsentrasi cairan
tubuhnya hampir sama dengan lingkungannya, sehingga hanya sedikit
melakukan osmoregulasi.

4
2.3 Pengaruh Lingkungan terhadap Osmoregulasi
a) Lingkungan Hidup Hewan
Pada dasarnya lingkungan hidup hewan dapat dibagi menjadi lingkungan
air dan lingkungan darat. Lingkungan air masih dibedakan menjadi
lingkungan air laut dan air tawar. Sedikit sekali hewan darat yang benar-benar
telah meninggalkan lingkungan air. Misalnya serangga dan beberapa hewan
darat yang lain, meskipun dianggap paling berhasil beradaptasi dengan
kehidupan didarat, namun hidupnya sedikit banyak masih berhubungan
langsung dengan air tawar. Kebanyakan hewan selain serangga, hidup
didalam air atau sangat tergantung pada air.
Komposisi cairan tubuh kebanyakan hewan, khususnya konsentrasi
komponen utama, mereflesikan komposisi air lautan permulaan,tempat nenek
moyang hewan pertama kali muncul. Air laut mengandung sekitar 3,5%
garam. Ion utama adalah natrium,khlorida,magnesium,sulfat dan kalsium
yang berada dalam jumlah yang besar. Jumlah kosentrasi garam di
lingkungan sangat bervariasi sesuai tempat geografisnya. Di lautan tengah
dimana penguapan tinggi tidak diikuti dengan jumlah yang sama masuknya
air tawar dari sungai, maka lautan tengah memiliki kandungan garam
mendekati 4%. Dilain daerah khussunya di daerah pesisir,kandungan agak
rendah dibandingkan dengan lautan terbuka,tetapi jumlah relative ion-ion
terlarut agak konstan.
b) Osmoregulasi Hewan Invertebrata Laut
Hewan osmokonformer invertebrata laut memiliki konsentrasi osmotik
cairan tubuh sama dengan air laut sehingga terjadi keseimbangan osmotik
cairan tubuh hewan dengan lingkungannya tetapi tidak dalam kondisi
keseimbangan ionik sehingga terjadi perbedaan komposisi ion yang
menghasilkan gradien konsentrasi. Oleh karena itu hewan osmokonformer
dapat memperoleh masukan berbagai macam zat yang dibutuhkan dengan
cara: ion masuk kedalam tubuh dan mengakibatkan cairan tubuh menjadi
hiperosmotik, keadaan ini menyebabkan air dan zat-zat yang dibutuhkan
tubuh yang terlarut di air laut masuk ke dalam tubuh. Konsentrasi osmotik
berbagai ion dalam tubuh hewan tidak berbeda kecuali beberapa spesies

5
hewan laut, misalnya ubur-ubur, mempertahankan konsentrasi ion tetap
berbeda dalam rangka pengaturan fisiologis. Konsentrasi ion yang tidak
diatur dengan cara khusus terjadi melalui permukaan tubuh, insang, makanan
yang ditelan, dan dengan menghasilkan zat sisa (misalnya urin).
c) Osmoregulasi pada Vertebrata Laut

Kelompok hewan ini dibagi menjadi dua yaitu :


1) Kelompok Konformer Osmotik dan Ionik terdiri atas Siklostomata
(hagfish) dan Vertebrata primitif osmoregulasinya sama seperti
invertebrata laut.
2) Kelompok Regulator Osmotik dan Ionik, memiliki ciri regulasi
osmotik dan ionik tidak sama dan memperlihatkan tingkatan; serta
konsentrasi osmotik plasma mendekati sepertiga konsentrasi osmotik
air laut. Kelompok hewan ini disebut hewan Regulator Hipoosmotik.

Teleostei laut memiliki cairan tubuh yang hipoosmotik dan


mengakibatkan kehilangan air sehingga diperlukan mekanisme adaptasi
untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya. Mekanisme untuk
menghindari kehilangan air tubuh dapat dilakukan dengan cara ikan banyak
minum air laut yang mengandung garam, garam masuk ke dalam tubuh
hewan kemudian gara dikeluarkan kembali dari tubuh melalui insang karena
di insang terdapat sel khlorid yang berfungsi mengeluarkan NaCl dari
plasma ke air laut secara aktif.
Berbeda halnya dengan Elasmobrankhii, hewan ini memiliki
masalahpemasukan Na+ yang terlalu banyak ke dalam tubuh (melalui
insang) dan perolehan air yang terlalu sedikit. Untuk mengatasi masalah
tersebutElasmobrankhii menggunakan kelenjar rektal untuk mengeluarkan
kelebihan Na+secara aktif dan menghasilkan sedikit urin (urin dimanfaatkan
untuk mengeluarkan kelebihan NaCl).
Begitu pula yang terjadi pada mamalia laut, seperti lumba-lumba dan ikan
paus. Mamalia laut memiliki masalah pemasukan garam yang terlalu banyak
yang masuk bersama makanan. Hal ini dapat diatasi dengan organ ginjal
yang sangat efisien yang dapat menghasilkan urin yang kepekatannya 3 – 4

6
kali dari cairan plasmanya.

d) Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Air Tawar


Masalah yang dihadapi hewan air tawar kebalikan dari masalah yang
dihadapi hewan laut, yaitu Tekanan Osmotik cairan tubuh hewan air tawar
lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis) sehingga dapat
memungkinkan pemasukan air yang berlebihan dan kehilangan garam.
Masuknya air ke dalam tubuh mengakibatkan ion dari tubuh keluar. Hal ini
harus dibatasi, oleh karena itulah hewan memiliki permukaan tubuh yang
impermeabel terhadap air sehingga ion dapat dipertahankan di dalam tubuh.
Akan tetapi pada kenyataannya air tetap masuk ke dalam tubuh melalui
insang yang terbuka. Untuk itu antisipasi kekurangan ion dapat dilakukan
dengan cara transpor aktif sehingga ion masuk ke dalam tubuh dalam bentuk
garam sedangkan antisipasi kelebihan ion dapat dilakukan dengan cara difusi
ion keluar tubuh dalam bentuk garam.
e) Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Payau

Hewan akutik tidak selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut
atau air tawar)saat tertentu masuk ke daerah payau, misalnya salmon,
lamprey, dan belut. Perpindahan antara air tawar dan air bergaram
merupakan bagian dari siklus hidup yang normal sehingga hewn-hewan
tersebut harus memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan
kadar garam (kadar garam di daerah payau selalu berubah). Ketika laju
hewan meningkat maka akan masuk ion terlarut dalam jumlah berlebih dan
harus dikeluarkan melalui tubulus malpighi dan rektum atau papila anal
yang berfungsi mengeluarkan kelebihan garam pada medium pekat dan
mengambil ion secara aktif pada medium encer.
f) Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Darat
Keuntungan bagi hewan yang hidup di lingkungan darat adalah mudah
memperoleh oksigen sedangkan kerugiaanya adalah sulitnya menjaga
keseimbangan air dan ion sehingga mudah terancam dehidrasi. Kehilangan
air dari tubuh pada hewan darat dapat terjadi melaui penguapan, dimana
penguapan tersebut dipengaruhi oleh kandungan uap air di atmosfer, tekanan

7
barometrik, gerakan udara, luas permukaan penguapan, dan suhu. Vertebrata
yang berhasil berkembang di lingkungan darat memperoleh air dari air
minum dan makanan. Untuk menghemat air vertebrata melakukan berbagai
cara yang cukup bervariasi, misalnya memiliki kulit yang kering dan
bersisik, menghasilkan feses kering, menghasilkan asam urat, dan
mereabsorbsi urin encer yang di kandung kemih. Pengaturan keseimbangan
air berkaitan erat dengan proses mempertahankan suhu tubuh. Pada hewan
mamalia perolehan air berasal dari minuman, makanan, dan air metabolik
serta dari lingkungan yang berupa uap air sedangkan kehilangan air dapat
terjadi melalui keringat.
2.4 Sistem Osmoregulasi pada Hewan

Alasan utama hewan harus melakukan osmoregulasi adalah karena


perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh
memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran air/zat terlarut menuju ke arah
yang tidak diharapkan. Kriteria Hewan dalam Osmoregulasi:
a. Hewan Osmoregulator, yaitu hewan yang mampu melakukan osmoregulasi
dengan baik.
b. Hewan Osmokonformer, yaitu Hewan yang tidak mampu mempertahankan
tekanan osmotik. Hewan osmokonformer harus beradaptasi agar tetap bisa
hidup dengan syarat perubahan lingkungan tidak besar dan dalam kisaran
toleransi tetapi jika perubahan lingkungan terlalu besar maka untuk tetap
hidup hewan osmokonformer harus bermigrasi karena jika tidak hewan
tersebut akan mati.
Lingkungan dimana hewan hidup dapat mendukung dan dapat pula
mengancam kehidupan hewan tersebut sehingga diperlukan mekanisme
osmoregolasi. Mekanisme osmoregulasi setiap hewan berbeda-beda denga
nvariasi yang sangat luas tergantung kemampuan dan jenis organ tubuh hewan
serta kondisi lingkungan hewan.

2.4.1 Osmoregulasi Hewan Invertebrata

Secara umum, organ osmoregulasi invertebrata memakai mekanisme


filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang prinsipnya sama dengan kerja ginjal pada

8
vertebrata yang memproduksi urin yang lebih encer dari cairan tubuhnya.
a) Osmoregulasi pada serangga

Kehilangan air pada serangga terutama terjadi melalui proses penguapan.


Hal ini dikarenakan serangga memiliki ratio luas permukaan tubuh
dengan masa tubuhnya sebesar 50 kali, bandingkan dengan mamalia yang
mempunyai ratio luas permukaan tubuh terhadap masa tubuhnya yang
hanya ½ kali. Jalan utama kehilangan air pada serangga adalah melalui
spirakulum untuk mengurangi kehilangan air dari tubuhnya maka
kebanyakan serangga akan menutup spirakelnya pada saat diantara dua
gerakan pernapasannya. Cara mengatasi yang lain adalah dengan
meningkatkan impermeabilitas kulitnya, yaitu dengan memiliki kutikula
yang berlilin yang sangat impermeable terhadap air, sehingga serangga
sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya. Sebagai organ ekskretori
serangga memiliki badan Malphigi yang bersama-sama dengan saluran
pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori
osmoregulatori.

b) Osmoregulasi pada Annelida

Cacing tanah seperti Lumbricus terestris merupakan regulator


hiperosmotik yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-ion.
Urine yang diproduksinya encer, yang secara esensial bersifat
hipoosmotik mendekati isoosmotik terhadap darahnya. Diduga
konsentrasi urinnya disesuaikan menurut kebutuhan keseimbangan air

9
tubuhnya. Homeostasis regulasi juga dilakukan dengan pendekatan
prilaku yaitu aktif dimalam hari dan menggali tanah lebih dalam bila
permukaan tanah kering.

c) Osmoregulasi pada Molusca

Pada tubuh keong/siput memiliki permukaan tubuh berdaging yang


sangat permeable terhadap air. bila dikeluarkan dari cangkangnya, maka
air akan hilang secepar penguapan air pada seluas permukaan tubuhnya.
Semua keoang atau siput bernapas terutama dengan paru-paru yang
terbentuk dari mantel tubuhnya dan terbuka keluar melalui lubang kecil.
Toleransi terhadap air sangat tinggi.

Tekanan osmotik cairan internal bervariasi secara luas tergantung


kandungan air lingkungannya. Untuk menghindari kehilangan air yang
berlebih, keong atau siput lebih aktif dimalam hari dan bila kondisi
bertambah kering , keoang akan berlindung dengan membenamkan diri
kedalam tanah serta menutup cangkangnya dengan semacam operculum
yang berasal dari lendir yang dikeluarkannya. Banyak keong darat yang
secara rutin mengeluarkan suatu zat yang mengandung nitrogen dalam
bentuk asam urat yang sulit larut dalam air, yang terbukti bahwa ternyata

10
zat ini meningkat pada beberapa spesies dalam masa kesulitan
mendapatkan air. Selama masa estivasi (tidur musim panas) asam urat ini
disimpan dalam ginjal dengan maksud mengurangi kehilangan air untuk
menekskresikan nitrogen tersebut. Banyak spesies keong yang
menyimpan air didalam rongga mantelnya yang rupanya digunakan pada
liungkungan kering.

2.4.2 Osmoregulasi Hewan Vertebrata


a) Osmoregulasi pada Ikan (pisces)

Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang


bersifat hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung
masuk ketubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang
semipermiable. Bila hal ini tidak dikendalikan atau diimbangi, maka
akan menyebabkan hilangnya garam-garam tubuh dan mengencernya
cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fungsi-
fungsi fisiologis secara normal. Ginjal akan memompa keluar
kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomerulus
dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk
lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan
sekaligus memompa air seni sebanyak- banyaknya.

Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan


dan cairan tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit
dan insang, dan kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi
kehilangan air, ikan „minum‟air laut sebanyak-banyaknya. Dengan
demikian berarti pula kandungan garam akan meningkat dalam cairan

11
tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan kelebihan
garam harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi
osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit
dibandingkan dengan ikan air tawar. Tubulus ginjal mampu berfungsi
sebagai penahan air. Jumlah glomerulus ikan laut cenderung lebih
sedikit dan bentuknya lebih kecil dari pada ikan air tawar

b) Osmoregulasi pada amphibi

Sebagian besar Amphibi adalah hewan air atau semi akuatik. Telurnya
diletakkan dalam air, dan larvanya adalah hewan air yang bernafas
dengan insang. melalui metamorphosis, kebanyakan Amphibi (tidak
semua) mengubah alat pernafasannya dengan paru-paru. Beberapa
salamander tetap memiliki insang dan tetap hidup dalam air setelah
dewasa. Dan kebanyakan katak dilain pihak berubah menjadi hewan
darat, meskipun biasanya masih tetap memilih habitat berair.
Regulasi osmotic Amphibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan
sebagai organ osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada dalam air
tawar,terdapat aliran osmotic air ke dalam tubuhnya melalui kulit.
Sehingga urin yang akan dikeluarkan akan menjadi sangat encer.
Sebaliknya, apabila tidak sedang berada di air, katak dapat
mereabsorbsi kembali air yang terdapat di kandung kemih. Sehingga,
urin yang akan dihasilkan akan menadi pekat. Barsama urin ikut
terbuang garam-garam. Selain itu, garam dan mineral juga dapat
dilepaskan melalui kulitnya.

Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati
dalam beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jadi katak dan

12
salamander adalah regulator hiperosmotik sempit. Namun ada
sejenis katak pemakan kepiting, hidup didaerah rawa mangrove,
mencari makan dan berenang dalam air laut.Pada saat katak berada
dalam air laut ia menjadi hewan hiosmotik. Untuk mencegah
kehilangan air osmotic melalui kulitnya, katak menambah umlah urea
dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea perliter.
Mekanisme ini beralasan, sebab kulit amphibi relative permeable
terhadap air, sehinggan secara sedarhana untuk mencegah
kehilangan air dibuat konsentrasi osmotic darah seperti
mediumnya. Karena urea essensial bagi katak untuk hidup
normal, maka urea ditahan dalam tubuh dan tidak diekskresikan
bersama urin. Pada hiu, urea ditahan melalui reabsorbsi aktif dalam
tubuli ginjal. Pada katak pemakan kepiting, urea ditahan dengan
mereduksi volume urin pada saat katak berada dalam air laut.
Nampaknya urea tidak direabsorbsi secara aktif, sebab konsentrasi
urea dalam urin tetap dalam keadaan sedikit di atas urea dalam
plasma. Katak pemakan kepiting, yang muda memiliki toleransi lebih
besar terhadap salinitas tinggi dari pada yang dewasa. Pada
katak muda, pola regulasi osmotiknya mirip dengan teleostei
sedangkan yang dewasa mirip Elasmobrankhii

c) Osmoregulasi pada Aves

Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan erat


dengan proses mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup
didaerah pantai dan memperoleh makanan dari laut (burung laut)

13
menghadapi masalah berupa pemasukan garam yang berlebihan. Hal
ini berarti bahwa burung tersebut harus berusaha mengeluarkan
kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan kelebihan
garam tersebut melalui kelenjar garam, yang terdapat pada cekungan
dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap matanya, didekat
hidung. Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm
tubhnya, hewan itu akan menyekresikan cairan pekat yang banyak
mengandung NaCl. Kelenjar garam ini hanya aktif pada saat tubuh
burung dijenuhkan oleh garam.

d) Osmoregulasi pada Mamalia

Pada mamalia kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat.
Sementara, cara mereka memperoleh air sama seperti vertebrata
lainnya, yaitu dari air minum dan makanan. Akan tetapi, untuk
mamalia yang hidup dipadang pasir memperoleh air denga cara
minum merupakan hal yang mustahil sebagai contoh kangguru.
Kangguru tidak minum air, tetapi dapat bertahan dengan
menggunakan air metabolic yang dihasilkan dari oksidasi glukosa.

e) Osmoregulasi pada Reptil

Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura-kura


memiliki kulit yang kerimg dan bersisik. Keadaan kulit yang kering
dan bersisik tersebut diyakini merupakan cara beradaptasi yang baik
terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak kehilangan banyak air.

14
Untuk lebih menghemat air, hewan tersebut menghasilkan zat sisa
bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya hnya
membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil juga melakukan
penghematan air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan,
Kadal dan kura-kura pada saat mengalami dehidrasi mampu
memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan disimpan dikandung
kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa :
A. Osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya
melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose.
B. Prinsip-prinsip osmoregulasi; Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan
air yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah
menngikuti perubahan mediumnya (osmokonformer). Kebanyakan
invertebrata laut tekanan osmotic cairan tubuhnya sama dengan tekanan
osmotic air laut.
C. Pengaruh Lingkungan terhadap Osmoregulasi
1) Lingkungan Hidup Hewan
2) Osmoregulasi Hewan Invertebrata Laut
3) Osmoregulasi pada Vertebrata Laut
4) Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Air Tawar
5) Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Payau
6) Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Darat
D. Sistem Osmoregulasi pada Hewan
1) Osmoregulasi Hewan Invertebrata
2) Osmoregulasi Hewan Vertebrata

3.2 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya dalam memahami . Dalam penulisan makalah ini kami sebagai
manusia menyadari, masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dari segi
penulisan maupun tata bahasa. Oleh karena itu kritik dan saran membangun
dari pembaca sangat kami butuhkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arsih, Fitri. 2012. Fisiologi Hewan. Padang : UNP Press.

Campbell. 2004. Biologi Jilid Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang : IKIP Malang.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius

17

Anda mungkin juga menyukai