Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

LETAL KONSENTRASI (LC50) PADA IKAN

OLEH:
I WAYAN WIMARTAMA
1913041009
V A PENDIDIKAN BIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI DAN PERIKANAN KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2021
1. Tujuan Praktikum
 Untuk mengetahui letal konsentrasi (LC50) pada ikan kepala timah
(Aplocheilus panchax).
 Untuk mengetahui titik konsentrasi maksimal dan minimal yang mampu
di tolelir oleh ikan kepala timah (Aplocheilus panchax).
 Untuk mengetahui gejala-gejala fisiologis dan perilaku hewan yang
berhubungan dengan efek perubahan salinitas.

2. Dasar Teori
Salinitas adalah jumlah total material dalam gram, termasuk ion-ion
inorganik (sodium dan klorid, fosfor organik, dan nitrogen) dan senyawa
kimia (vitamin dan pigmen tanaman), yang terdapat dalam 1 kg air atau dapat
juga didefinisikan sebagai konsentrasi total ion yang terdapat di perairan yang
dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Salinitas air tawar kurang dari
0,5 ppt; sedangkan salinitas rata-rata di laut terbuka sekitar 35 ppt dan
berkisar antara 33-37 ppt. Salinitas dapat bervariasi secara luas di daerah
teluk dan estuari yang dipengaruhi oleh aliran arus, aliran air tawar, dan
evaporasi (Stickney, 2000).
Salinitas di perairan menimbulkan tekanan-tekanan osmotik yang bisa
berbeda dari tekanan osmotik di dalam tubuh organisme perairan, sehingga
menyebabkan organisme tersebut harus melakukan mekanisme osmoregulasi
di dalam tubuhnya sebagai upaya menyeimbangkan tekanan osmotik tubuh
dengan tekanan osmotik lingkungan di luar tubuh (Fujaya, 2004). Lebih
lanjut dinyatakan bahwa kisaran salinitas yang efektif untuk reproduksi dan
pertumbuhan tergantung dari spesies dan bervariasi untuk tiap tingkatan umur
serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya seperti suhu. Ikan yang
berada pada kondisi lingkungan yang mempunyai tekanan osmosis berbeda
dengan tekanan osmosis dalam tubuhnya akan mengatur tekanan osmosis
dalam tubuh agar seimbang dengan lingkungannya. Peristiwa pengaturan
osmosis dalam tubuh ikan disebut dengan osmoregulasi. Ikan yang tidak
mampu mengontrol proses osmoregulasi yang terjadi dalam tubuhnya akan
mengalami stres dan berakibat pada kematian. Hal ini terjadi karena tidak

2
adanya keseimbangan konsentrasi larutan tubuh dengan lingkungan, terutama
pada saat ikan dipelihara pada lingkungan yang berada di luar batas
toleransinya.
Salinitas merupakan faktor pembatas kehidupan ikan. Salinitas air laut di
daerah tropis rata-rata 35 0/00 dan daya tahan jenis ikan terhadap salinitas
tidak sama. Salinitas pada air tawar berbeda dengan salinitas di air laut.
Salinitas pada air tawar biasnya berkisar antara 0-35 ppt. Ikan memiliki
salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut
(Irianto, 2005).
Semua proses yang terjadi dalam tubuh hewan selalu menyertakan
perubahan energi. Perubahan salinitas yang menyebabkan terjadinya proses
osmoregulasi akan mengakibatkan pula terjadinya peningkatan kebutuhan
energi. Hal tersebut terjadi karena osmoregulasi merupakan suatu proses
metabolik yang menuntut adanya transpor aktif ion-ion untuk menjaga
konsentrasi garam dalam tubuh. Ikan harus mengambil atau mensekresi
garam dari lingkungan untuk menjaga keseimbangan kandungan garam dalam
tubuhnya. Proses tersebut membutuhkan energi yang cukup besar (Stickney,
2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada saat salinitas lingkungan tidak
sesuai dengan konsentrasi garam fisiologis dalam tubuh ikan, maka energi di
dalam tubuh yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan akan digunakan
untuk penyesuaian konsentrasi dalam tubuh dengan lingkungannya sehingga
mengakibatkan proses pertumbuhan terhambat.
LD50 atau LC50 didefinisikan sebagai dosis atau konsentrasi yang
diberikan sekali (tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat yang
secara statistik diharapkan dapat mematikan 50% hewan coba (Priyanto,
2010). Parameter ini sering digunakan jika suatu organisme dipaparkan
terhadap konsentrasi bahan tertentu dalam air atau udara yang dosisnya tidak
diketahui. Uji toksisitas akut seringkali disebut sebagai uji jangka pendek. Uji
ini terdiri atas beberapa tes, yaitu uji dosis respon untuk mencari LD/ LC dan
kemungkinan berbagai kerusakan organ, uji iritasi mata dan kulit, serta
skrining pertama terhadap mutagenesitas.

3
3. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum ini diuraikan sebagai
berikut.
a. Alat
 4 Gelas plastik 200-300 ml
 Sendok teh
 Kertas label
 Alat tulis
 Stopwatch
b. Bahan
 12 ikan kepala timah (Aplocheilus panchax)
 Air PDAM yang telah didiamkan selama semalam
 Garam dapur

4. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dikerjakan pada praktikum ini diuraikan
sebagai berikut.
1. Masing-masing gelas plastik diisi dengan air PDAM sampai penuh sekitar
200 ml.
2. Ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) sebanyak 3 ekor dimasukkan ke
dalam masing-masing gelas plastik.
3. Tingkah laku ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) diamati.
4. 1 sendok teh garam (4,8 g) ditambahkan secara bertahap ke masing-
masing gelas.
5. Garam ditambahkan hingga 50% ikan mati (dihitung dari seluruh gelas)
6. Tingkah laku (lendir, gerakan operculum, aktif berenang, dan lainnya) ikan
kepala timah (Aplocheilus panchax) diamati saat terjadi penambahan
konsentrasi garam sampai ikan mati mencapai 50%.

5. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan prosedur kerja yang sudah dikerjakan pada saat praktikum.
Adapun hasil dari praktikum ini sebagai berikut.

4
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengeluaran Lendir Ikan Kepala Timah
(Aplocheilus panchax)
Penambahan Pengeluaran Lendir
No.
Garam Ke- Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4
1. 1 0 0 0 0
2. 2 0 0 0 0
3. 3 1 1 1 1
4. 4 1 1 1 1
5. 5 2 2 2 2
6. 6 2 2 2 2
7. 7 2 2 2 2
8. 8 3 3 3 3
9. 9 3 3 3 3
10. 10 3 3 3 3
* (0) = tidak ada, (1) = sedikit, (2) = sedang, (3) = banyak
3.5

2.5

2
Gelas 1
1.5 Gelas 2
Gelas 3
1 Gelas 4

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penambahan Garam

Grafik 1. Hasil Pengamatan Pengeluaran Lendir Ikan Kepala Timah


(Aplocheilus panchax)
Berdasarkan tabel 1 dan grafik 1 di atas, dapat dijelaskan bahwa lendir
mulai diproduksi saat penambahan garam ketiga. Hal ini tampak dari
perubahan tingkat kejernihan air pada saat penambahan garam yang ketiga.

5
Selanjutnya, lendir terus diproduksi oleh ikan sejalan dengan penambahan
garam. Menurut teori, salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik air.
Semakin tinggi salinitas akan semakin tinggi tekanan osmotik air. Tingkat
tekanan osmotik yang diperlukan ikan berbeda-beda menurut jenisnya,
sehingga toleransi terhadap salinitasnya pun berbeda-beda (Akbar, 2016).
Pengeluaran sekret yang berupa lendir merupakan parameter yang digunakan
untuk mengetahui batas optimum toleransi pada ikan kepala timah. Semakin
tinggi kadar salinitas NaCl maka semakin tinggi kemungkinan pengeluaran
lendir ikan.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pergerakan Overculum Ikan Kepala Timah


(Aplocheilus panchax)
Penambahan Pergerakan Overculum
No.
Garam Ke- Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4
1. 1 2 2 2 2
2. 2 2 2 2 2
3. 3 2 2 2 2
4. 4 3 3 3 3
5. 5 3 3 3 3
6. 6 3 3 3 3
7. 7 3 3 3 3
8. 8 3 3 3 3
9. 9 1 1 1 1
10. 10 1 1 1 1
* (1) = lambat, (2) = normal, (3) = cepat

6
3.5

2.5

2
Gelas 1
1.5 Gelas 2
Gelas 3
1 Gelas 4

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penambahan Garam

Grafik 2. Hasil Pengamatan Pergerakan Overculum Ikan Kepala Timah


(Aplocheilus panchax)
Berdasarkan tabel 2 dan grafik 2 di atas, dapat dijelaskan bahwa
pergerakan overculum ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) masih dalam
keadaan normal saat penambahan garam pertama hingga ketiga. Selanjutnya,
pergerakan overculumnya menjadi cepat ketika penambahan garam keempat
hingga kedelapan dan menjadi lambat ketika penambahan garam kesembilan
dan kesepuluh. Menurut teori, Hal ini dikarenakan semakin tinggi salinitas,
maka semakin rendah kadar oksigen terlarut dalam air. Oleh karena itu Ikan
kepala timah (Aplocheilus panchax) menggerakkan operkulum dengan lebih
cepat sebagai respon fisiologis untuk mempertahankan konsentrasi oksigen di
dalam tubuhnya. Menurut Fujaya (2004), rendahnya jumlah oksigen dalam
air menyebabkan ikan atau hewan air harus memompa sejumlah besar air ke
permukaan alat respirasinya untuk mengambil O2. Tidak hanya volume besar
yang dibutuhkan tetapi juga energi untuk pemompaan juga lebih besar karena
air 800 kali lebih padat dibanding udara. Pergerakan overculum mulai
menurun karena ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) tidak dapat lagi
beradaptasi dengan lingkungannya dan akhirnya mengalami kematian (letal).

7
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pergerakan Ikan Kepala Timah (Aplocheilus
panchax)
Penambahan Pergerakan Ikan
No.
Garam Ke- Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4
1. 1 2 2 2 2
2. 2 2 2 2 2
3. 3 2 2 2 2
4. 4 3 3 3 3
5. 5 3 3 3 3
6. 6 3 3 3 3
7. 7 3 3 3 3
8. 8 3 3 3 3
9. 9 1 1 1 1
10. 10 1 1 1 1
*1 = Kurang aktif, 2 = Normal, 3 = Sangat Aktif

3.5

2.5

2
Gelas 1
1.5 Gelas 2
Gelas 3
1 Gelas 4

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penambahan Garam

Grafik 3. Hasil Pengamatan Pergerakan Ikan Kepala Timah (Aplocheilus


panchax)
Berdasarkan tabel 3 dan grafik 3 di atas, dapat dijelaskan bahwa pergerakan
ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) normal saat penambahan garam pertama
hingga ketiga. Ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) bergerak menjadi sangat

8
aktif ketika penambahan garam keempat hingga kedelapan dan bergerak kurang
aktif saat penambahan garam kesembilan dan kesepuluh. Menurut teori, kecepatan
bergerak begitu cepat menurun, karena disebabkan oleh daya tahan tubuh ikan
yang sudah tidak sanggup lagi untuk beradaptasi dengan kadar salinitas tinggi.
Selain itu, Ikan membutuhkan energi untuk melakukan pergerakan. Energi ini
didapatkan ikan dari asupan makanan yang diperoleh ikan. Energi dalam tubuh
ikan, selain digunakan untuk bergerak juga digunakan untuk berosmoregulasi
mempertahankan laju metabolisme dalam tubuh. Kegiatan osmoregulasi ini
membutuhkan energi yang lebih besar saat ikan berada dalam kondisi stres
(salinitas tinggi), oleh karena itu pergerakan ikan menjadi lambat karena cadangan
energi yang dimiliki ikan digunakan sebagai energi untuk metabolisme.
Menurut Buwono (2000), pemanfaatan energi pada ikan dimulai dari
makanan yang masuk ke dalam tubuh ikan (food intake), yang dianggap sebagai
energi bruto (gross energy). Gross energy didistribusikan dalam dua kegiatan
yaitu proses pencernaan yang memerlukan kira-kira 85% energi dan proses
pengolahan hasil-hasil buangan proses pencernaan yang memerlukan kira-kira
15% energi. Sementara itu, dalam proses pencernaan, energi didistribusikan
sebagai energi dalam proses pengeluaran urin, energi dalam proses ekskresi
insang, dan energi dalam proses metabolisme. Penggunaan energi dalam proses
pencernaan dan ekskresi diperkirakan sebesar 3% - 5%, sedangkan dalam proses
metabolisme, diperkirakan sebesar 80%. Dengan demikian sekitar 80% energi
yang masuk ke dalam tubuh ikan dipergunakan bagi pertumbuhan dan proses
metabolisme, sehingga biasa disebut sebagai energi fisiologi.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Gejala-Gejala Pendarahan Ikan Kepala Timah


(Aplocheilus panchax)

9
Pendarahan
Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4
N Penamba
I I I I
-han S S S S
o n M n M n M
Permukaan
n M
Garam i i i i
Permukaan s a Permukaan s a Permukaan s a s a
. Ke- r r r Tubuh r
Tubuh a t Tubuh a t Tubuh a t a t
i i i i
n a n a n a n a
p p p p
g g g g

1 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
2 2 - - - - - - - - - - - - - - - -
3 3 - - - - - - - - - - - - - - - -
4 4 - - - - - - - - - - - - - - - -
5 5 - - - - - - - - - - - - - - - -
6 6 - - - - - - - - - - - - - - - -
7 7 - - + - - - + - - - + - - - + -
8 8 - - + - - - + - - - + - - - + -
9 9 - - + - - - + - - - + - - - + -
10 10 - - + - - - + - - - + - - - + -
*(+) = ada, (-) = tidak ada.

Gambar 1. Keadaan Akhir Ikan Kepala Timah (Aplocheilus panchax)


Berdasarkan tabel 4 dan gambar 1 di atas, dapat dijelaskan bahwa terjadi
pendarahan pada insang di setiap gelas. Menurut teori karena salinitas
berhubungan erat dengan tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas akan
semakin tinggi tekanan osmotik air. Tingkat tekanan osmotik yang diperlukan
ikan berbeda - beda menurut jenisnya, sehingga toleransi terhadap salinitasnya
pun berbeda-beda (Akbar, 2016). Terjadinya gejala pendarahan merupakan
parameter yang digunakan untuk mengetahui batas optimum toleransi pada

10
ikan kepala timah. Semakin tinggi kadar salinitas NaCl maka semakin tinggi
kemungkinan gangguan ataupun kerusakan organ yang terjadi pada ikan kepala
timah, yang ditandai adanya gejala pendarahan pada mata, dan insang pada
ikan kepala timah. Apabila hal tersebut berlangsung dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan lisis sel-sel dan pengeluaran sekret lendir yang berlebihan
yang berujung pada kematian.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Tingkat Kekeruhan Air
Penambahan Tingkat Kekeruhan Air
No.
Garam Ke- Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4
1. 1 0 0 0 0
2. 2 0 0 0 0
3. 3 1 1 1 1
4. 4 1 1 1 1
5. 5 1 1 1 1
6. 6 2 2 2 2
7. 7 2 2 2 2
8. 8 2 2 2 2
9. 9 3 3 3 3
10. 10 3 3 3 3
*0 = Jernih, 1 = Agak keruh, 2 = Keruh, 3 = Sangat Keruh
3.5

2.5

2
Gelas 1
1.5 Gelas 2
Gelas 3
1 Gelas 4

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penambahan Garam

11
Grafik 4. Hasil Pengamatan Tingkat Kekeruhan Air
Berdasarkan tabel 5 dan grafik 4 di atas, dapat dijelaskan bahwa
kekeruhan air sejalan dengan penambahan garam. Hal ini terjadi karena ikan
pada perlakuan tersebut mengeluarkan sekret berupa lendir sehingga air
menjadi keruh.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Keadaan Individu Ikan Kepala Timah


(Aplocheilus panchax) saat Penambahan Garam
Penambahan Jumlah Individu Hidup
No.
Garam Ke- Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4
1. 1 3 3 3 3
2. 2 3 3 3 3
3. 3 3 3 3 3
4. 4 3 3 3 3
5. 5 3 3 3 3
6. 6 3 3 3 3
7. 7 3 3 3 3
8. 8 3 3 2 3
9. 9 2 2 2 1
10. 10 0 0 0 0
3.5

2.5

2
Gelas 1
1.5 Gelas 2
Gelas 3
1 Gelas 4

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penambahan Garam

12
Grafik 5. Hasil Pengamatan Keadaan Individu Ikan Kepala Timah
(Aplocheilus panchax) saat Penambahan Garam
Berdasarkan tabel 6 dan grafik 5 di atas, dapat dijelaskan bahwa pada
penambahan garam kedelapan ikan mulai mati dan pada penambahan
kesepuluh, seluruh ikan mengalami kematian. 1 sendok teh garam dapur
setara dengan 4,8 gram, maka konsentrasi letal (LC50) yang dimiliki oleh
ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) adalah 4,8 x 10 = 48 gram. Menurut
teori, kematian ikan ini terjadi karena diakibatkan oleh gagalnya pengaturan
keseimbangan zat di dalam tubuh ikan itu sendiri. Semakin tinggi salinitas
akan mempengaruhi kegiatan respirasi, osmoregulasi dan metabolisme.
Dimana ketiga kegiatan tersebut membutuhkan energi yang besar. Kebutuhan
energi ini tidak diimbangi dengan asupan makanan secara cukup, akibatnya
ikan akan menggunakan energi cadangan. Kehilangan energi secara terus
menerus tanpa ada pemasukan energi membuat ikan tidak dapat
mempertahankan proses-proses penting dalam tubuhnya yang berakibat pada
kematian.
Menurut Arrokhman et al. (2012) yang menyatakan bahwa survival rate
atau kesintasan berkaitan erat dengan tingkat toleransi atau resistensi suatu
organisme pada kondisi tertentu baik kondisi abiotik (contohnya kualitas air)
maupun kondisi biotik (contohnya ada organisme patogen). Dalam kaitannya
dengan salinitas, maka jika suatu spesies ikan mampu bertahan hidup pada
kondisi salinitas tertentu maka ikan tersebut dianggap toleran terhadap
kondisi salinitas tersebut.

6. Simpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
hal sebagai berikut.
a. Pengeluaran lendir ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) mulai
diproduksi saat penambahan garam ketiga dan terus diproduksi sejalan
dengan penambahan garam. Semakin tinggi kadar salinitas NaCl maka
semakin tinggi kemungkinan pengeluaran lendir ikan.

13
b. Pergerakan overculum ikan kepala timah (Aplocheilus panchax)
meningkat sejalan dengan penambahan garam dan pada akhirnya
melambat, karena ikan sudah tidak sanggup lagi beradaptasi dengan
salinitas yang tinggi. Pergerakan overculum dipengaruhi oleh semakin
tinggi salinitas, maka semakin rendah kadar oksigen terlarut dalam air.
Oleh karena itu Ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) menggerakkan
operkulum dengan lebih cepat sebagai respon fisiologis untuk
mempertahankan konsentrasi oksigen di dalam tubuhnya.
c. Pergerakan ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) masih normal saat
penamnaham garam pertama hingga ketiga lalu menjadi sangat aktif
geraknnya saat penambahan garam keempat hingga kedelapan dan
akhirnya kurang aktif pergerakannya saat penambahan garam kesembilan
dan kesepuluh. Hal ini dikarenakan oleh daya tahan tubuh ikan yang sudah
tidak sanggup lagi untuk beradaptasi dengan kadar salinitas tinggi.
d. Ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) di semua gelas mengalami
pendarahan pada insang.Terjadinya gejala pendarahan merupakan
parameter yang digunakan untuk mengetahui batas optimum toleransi pada
ikan kepala timah.
e. Kekeruhan air sejalan dengan penambahan garam. Hal ini terjadi karena
ikan pada perlakuan tersebut mengeluarkan sekret berupa lendir sehingga
air menjadi keruh.
f. Ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) mulai mengalami kematian saat
penambahan garam kedelapan dan pada penambahan kesepuluh, seluruh
ikan mengalami kematian. Konsentrasi letal (LC50) yang dimiliki oleh
ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) adalah 48 gram garam dapur.
Kematian ikan ini terjadi karena diakibatkan oleh gagalnya pengaturan
keseimbangan zat di dalam tubuh ikan itu sendiri.

14
Daftar Pustaka
Akbar, Junius. 2016. Pengantar Ilmu Perikanan dan Kelautan (Budi Daya
Perairan). Lampung : Universitas Lampung Mangkurat.

Arrokhman, Salim, Nurlita Abdulgani, dan Dewi Hidayati. 2012. Survival Rate
Bawal Bintang (Trachinotus blochii) dalam Media Pemeliharaan
Menggunakan Rekayasa Salinitas. Jurnal Sains dan Seni ITS., 1(1): 32 –
35.

Buwono, Ibnu Dwi. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan.
Yogyakarta : Kanisius.

15
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin Makasar, 217 hlm.

Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan


Keperawatan. Jakarta: Pleskonfi.

Stickney, R.R. 2000. Encyclopedia of aquaculture. A WileyInterscience


Publication John Wiley & Sons, Inc. The United States of America, 1,063
pp.

16

Anda mungkin juga menyukai