I. Tujuan Praktikum
a.Mahasiswa mampu mengetahui rentang toleransi hewan air tawar
berupa ikan kepala timah (Aplocheilus panchax ; Vertebrata) dan Planaria
(Invertebrata) terhadap salinitas air.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi gejala-gejala fisiologis dan
perilaku hewan yang berhubungan dengan efek perubahan salinitas.
2. Gelas ukur
3. Pipet tetes
4. Pinset
5. Stopwatch
6. Kertas label
Bahan :
1. Aquadest
2. Larutan NaCl (konsentrasi 0.1%, 0.5%, 1% dan 1.5%, 2%), ikan kepala
timah (Aplocheilus panchax) dan Planaria.
IV. Prosedur Kerja:
No Kuantitatif/semikuantit A B C E
(K (0,1 0,5 D (1,5 F
atif (1) (2)
) ) ) )
1 Pergerakan 2 1 1 1 1 1
2 Presentase individu mati 0 0 50 75 100 10
(%) 0
3 Presentase individu hidup 10 100 50 25 0 0
(%) 0
4 Tingkat kekeruhan 0 0 1 2 2 2
Grafik hubungan kadar konsentrasi NaCl terhadap Planaria
Tabel 2. Pengamatan Parameter Kualitatif Toleransi Planaria terhadap
Salinitas
Perlakuan NaCl(%)
No Parameter Kualitatif
A B C D E F
(K) (0,1) 0,5) (1) (1,5) (2)
1 Pengeluaran sekret/ lendir - + + + + +
VI. Pembahasan
Salinitas merupakan ukuran yang menggambarkan tingkat kandungan
NaCl dari suatu perairan. Satuan salinitas biasanya dalam bentuk promil(%) atau
satu bagian perseribu bagian air. Air tawar memiliki tingkat salinitas sebesar 0%,
air payau memiliki salinitas antara 1%-30%, sedangkan air laut atau asin
memiliki salinitas diatas 30%. Menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007)
salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam yang terkandung di dalam air.
Adapun kadar salinitas yang digunakan pada saat praktikum adalah dengan
kadar 0,1%, 0,5%, 1%,1,5%,2% dan aquadest yang dijadikan sebgaai control
yang diujikan pada Planaria sebagai perwakilan dari hewan invertebrate dan
Ikan Kepala Timah sebagai perwakilan dari hewan vertebrata.
Pada hewan Invertebrata yaitu Planaria sebagai contoh hewan coba, yang
diukur berdasarkan parameter kuantitatif/semikuantitatif diperoleh hasil setelah
10 menit pengamatan yaitu pada perlakuan kontrol (aquadest) pergerakan
Planaria bisa dikatakan normal, pada konsentrasi NaCl 0,1% sampai presentase
NaCl 2% pergerakannya kurang aktif. Kemudian setelah 2 jam pengamatan
dilihat presentase individu yang mati yaitu pada pelakuan C (0,5%) terdapat
individu yang mengalami kematian sebanyak 2 ekor atau 50%, pada pelakuan D
(1%) terdapat individu yang mati sebanyak 3 ekor atau 75%, pada perlakuan E
(1,5%) dan perlakuan F(2%) semua individu yang dijadikan percobaan 100%
mengalami kematian. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
1) kegagalan Planaria dalam proses Aklimatisasi yang menyebabkan Planaria
tersebut stress sehingga menyebabkan kematian; 2) Planaria memiliki tingkat
toleransi yang lebih rendah pada kadar salinitas yang tinggi (konsentrasi diluar
tubuh yang terlalu tinggi) yang memicu terjadinya lisis pada sel-sel yang
berujung pada kematian. Dilihat dari parameter kualitatif yang ditandai dengan
pengeluaran sekret dalam bentuk lendir terjadi mulai pada Planaria yang
diletakkan pada kadar NaCl 0,1%, 0,5%, 1%,1,5%,2%. Hal ini disebabkan
karena konsentrasi larutan diluar tubuh yang terlalu tinggi yang mengakibatkan
terjadinya lisis sel-sel sehingga dikeluarkannya sekret berupa lendir yang
berlebihan sehingga Planaria tidak dapat mempertahankan diri dari salinitas
kadar garam yang menyebabkan kematian. Biasanya hewan invertebrata seperti
Planaria memanfaatkan permukaan tubuhnya untuk melakukan respirasi dan
pertukaran ion-ion tubuh dengan lingkungan.
Pada hewan vertebrata menggunakan hewan coba Ikan Kepala Timah
(Aplochaeilus panchax) merupakan hewan yang hidup di air payau dengan kadar
salinitas yang rendah, sehingga ketika diberi perlakuan dengan kadar salinitas
lebih tinggi maka akan terlihat reaksi yang berbeda dari bentuk normalnya. Pada
ikan, perbedaan tersebut terlihat pada pergerakan, tingkat kehidupan dan sekret
yang dikeluarkan. dilihat dari beberapa parameter Kuantitatif/semikuantitatif
yang terukur diperoleh hasil yaitu pada perlakuan kontrol (aquadest) pergerakan
ikan sangat aktif, Konsentrasi NaCl 0,1%,0,5% serta 1% pergerakannya normal,
dan pada konsentrasi NaCl 1,5% pergerakannya kurang aktif serta pada
konsentrasi NaCl 2% sudah tidak ada pergerakan yang terjadi. Kemudian
ditinjau dari parameter persentase survivat individu diperoleh hasil individu
yang mati yaitu pada perlakuan C (0,5%) terdapat individu yang mengalami
kematian sebanyak 1 ekor atau 25%, pada pelakuan D (1%) terdapat individu
yang mati sebanyak 2 ekor atau 50%, pada perlakuan E (1,5%) terdapat individu
yang mati sebanyak 3 ekor atau 75% dan perlakuan F(2%) semua individu yang
dijadikan percobaan 100% mengalami kematian akibat tidak mampu bertahan
terhadap kadar garam yang sangat tinggi karena Ikan Kepala Timah hidup di
lingkungan air tawar dan tidak memiliki toleransi terhadap salinitas yang tinggi.
Sedangkan pada pengamatan ikan dengan parameter kualitatif diketahui
pada perlakuan D, E, F terdapat pengeluaran sekret berupa lendir pada tubuh
ikan, sedangkan hal ini tidak terjadi pada perlakuan B dan C karena hewan ini
memiliki tingkat toleransi yang cukup tinggi terhadap kadar salinitas. Sementara
pada beberapa perlakuan menunjukkan adannya sedikit pendarahan seperti pada
perlakuan D (1%) dan E (1,5 %) serta pada perlakuan F (2%) terjadi pendarahan
pada bagian tubuh, insang, sirip dan operculum. Kandungan kadar garam dalam
suatu media berhubungan erat dengan sistem (mekanisme) osmoregulasi pada
organisme air tawar. Affandi (2001) berpendapat bahwa organisme akuatik
mempunnyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya. Oleh
karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air agar proses-
proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal. Dalam pengaturan
tekanan osmotik pada setiap ikan, melibatkan peran beberapa organ. Hal ini
sesuai dengan pendapat Affandi (2001) bahwa organ osmoregulasi pada ikan
meliputi ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan.
Dari 2 contoh spesies hewan coba yang digunakan baik invertebrata dan
vertebrata dapat diketahui bahwa pengeluaran secret, lendir , serta terjadinya
gejala pendarahan merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui
batas optimum toleransi pada udang dan ikan kepala timah. Semakin tinggi
kadar salinitas NaCl maka semakin tinggi kemungkinan gangguan atapun
kerusakan organ yang terjadi pada hewan coba, yang ditandai adanya gejala
pendarahan pada mata, sirip dan tubuh pada ikan kepala timah. Apabila hal
tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan lisis sel-sel
dan pengeluaran sekret lendir yang berlebihan yang berujung pada kematian
(Akbar,2016).
VII. Jawaban Pertanyaan
1. Kelompok hewan osmoregulator atau osmokonformer yang lebih
adaptif terhadap perubahan salinitas? Apakah kompleksitas mineral
mempengaruhi kemampuan osmoregulasi organisme?
Jawab:
Rentangan toleransi terhadap salinitas dari ikan kepala timah lebih luas
dibandingkan udang . Ikan tersebut merupakan organisme osmoregulator
(mengontrol osmolaritas internal terlepas dari osmolaritas lingkungannya)
yang sangat baik. Mekanisme osmoregulasi ikan tersebut jika
dibandingkan dengan udang jauh lebih baik sehingga memiliki rentangan
toleransi yang lebih luas terhadap salinitas. Mekanisme yang dilakukan
oleh ikan tersebut adalah mengeluarkan sekret dalam jumlah banyak pada
salinitas tinggi dan mempercepat laju respirasinya dengan meningkatkan
frekuensi pergerakan operkulum. Hal ini juga berfungsi untuk
mengekskresikan kelebihan garam pada tubuh ikan melalui insang.
Sedangkan kemampuan osmoregulasi pada suatu organisme sangat
dipengaruhi oleh kompleksitas mineral.
VIII. Simpulan
Bertolak dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa
1. Ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) memiliki rentang
toleransi salinitas lebih tinggi daripada udang (Litopenaeus vannamei)
2. Gejala-gejala fisiologis dan perilaku hewan yang berhubungan
dengan salinitas dapat diamati melalui parameter kuantitatif yang meliputi
pergerakan, presentase spesies yang mati dan hidup serta tingkat
kekeruhan air. Berdasarkan parameter kualitatif meliputi pengeluaran
sekret dan pendarahan.
IX. Daftar Pustaka
Affandi.2001. Fisiologi Hewan air.UNRI press, Riau
Akbar, Junius. 2016. Pengantar Ilmu Perikanan dan Kelautan (Budi Daya
Perairan). Universitas Lambung Mangkurat. Dalam
http://eprints.unlam.ac.id/1073/1/Naskah%20Buku%20Pengantar
%20Ilmu%20Perikanan%20dan%20Kelautan%20(Budi%20Daya
%20Perairan)%20Junius%20Akbar.pdf. Diunduh 13 Desember 2017
Gufhran dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta : Jakarta
Riawan, I Made Oka., D. Made Citrawathi., I. Made Sutajaya. 2016.
Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Singaraja : Undiksha.
[1] Gilles. M. I. and Ch. Jeanjaux. 1979. Osmoregulasi and Ecology in Media of
Fluctuating Salinity. In Mechanism of Osmoregulasi in Animals. John Willey and
Sons. Toronto. Canada. P: 581-608.