Anda di halaman 1dari 15

OSMOREGULASI

Oleh :
Nama : Marizqa Dwi Noor R.
NIM : B1A015073
Rombongan :I
Kelompok :5
Asisten : Dian Krisna Arifiani

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fisiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi, mekanisme


dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme. Fisiologi mencoba
menerangkan faktor-faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi seluruh proses
kehidupan. Fisiologi ikan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi dan
kegiatan kehidupan zat organisme dan fenomena fisika dan kimia
yangmempengaruhi seluruh proses kehidupan ikan. Fisiologi ikan mencakup proses
osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme,
pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi.
Fisiologi hewan air adalah Ilmu yang mempelajari fungsi, mekanisme dan cara kerja
dari organ, jaringan dan sel dari suatu organisme (ikan sebagai hewan air). Termasuk
dalam fisiologi hewan air adalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan (adaptasi),
Metabolisme, Peredaran darah, Respirasi, Reproduksi dan Pengambilan makanan
(nutrisi) (Fujaya, 2008).
Kehidupan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik
faktor fisika, faktor kimia dan faktor biologi. Salah satu faktor yang mendukung
kehidupan organisme di perairan adalah kadar salinitas dalam perairan. Tinggi
rendahnya salinitas disuatu perairan baik itu air tawar, payau maupun perairan asin
akan mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di perairan tersebut, hal ini
sangat terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan
kehidupannya. Ikan akan mengalami stress dan bahkan akan mengalami kematian
akibat osmoregulasi yang tidak seimbang. Perubahan salinitas juga dapat
mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika salinitas mengalami perubahan. Pada
saat tersebut ikan akan mengalami kecenderungan untuk mampau atau tidaknya ikan
untuk melakukan keseimbangan osmotiknya dalam rangka mengatur dan berfungsi
dengan normal sesuai dengan kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan pada
media yang berbeda juga akan mempengaruhi proses metabolisme untuk
pertumbuhannya (Campbell, 2000).
Pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang
dilakukan untuk mengatasi masalah osmotik dan mengatur perbedaan di intrasel dan
ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif disebut mekanisme Osmoregulasi
(Evans, 1998). Mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut
dan distribusi zat terlarut. Mahluk hidup mempertahankan kekonstanan volume air
dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama
dengan jumlah air yang keluar (Soetarto, 1986). Mengingat betapa pentingnya
mengetahui bagaimana ikan menyeimbangkan tekanan yang ada dari dalam tubuh
ikan itu sendiri sehingga ikan tetap dapat melangsungkan kehidupannya, maka
praktikum ini menjadi begitu penting artinya untuk dilaksanakan (Evans, 1998).

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan
eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup
luas), ikan Nila (Oreochromis sp.) serta hewan stenohalin, ikan Nilem (Osteochilus
hasselti) dan atau kepiting.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1. Materi

Alat yang digunakan adalah gelas plastik, stopwatch, saringan, baskom, spuit,
kertas cakram, tabung eppendorf, sentrifuge, wadah plasma, wadah pendingin,
mikropipet, kertas cakram, kertas label, pipet, akuarium, timbangan analitik, dan
osmometer.
Bahan yang digunakan adalah larva ikan nila (Oreochromis sp.), larva ikan
nilem (Osteochilus hasselti), ikan nila (Oreochromis sp), air laut dengan salinitas 10
ppt, 20 ppt, dan 30 ppt, air tawar, dan EDTA.

2.2. Cara Kerja


2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas
1. Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt
masing-masing sebanyak 4 liter.
2. Medium dibagi kedalam 16 wadah percobaan, masing-masing terdiri atas
dua wadah percobaan. Masing-masing wadah diberi label sesuai dengan
salinitasnya.
3. Dimasukkan kedalam tiga wadah percobaan dengan salinitas berbeda yaitu
10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt masing-masing 10 ekor benih ikan nila.
4. Untuk direct transfer dilakukan pengamatan dan catat waktu kematian tiap
ekor pada masing-masing wadah percobaan setiap 10 menit hingga menit
ke- 40.
5. Untuk gradual transfer ikan dimasukkan kedalam wadah dengan salinitas
rendah kemudian pindahkan ke wadah dengan salinitas yang lebih tinggi
setiap 24 jam selama 4 hari pengamatan.
6. Dihitung sintasannya dengan cara :
Nt
SR = x 100%
No

2.2.2 Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada ikan nilem


1. Diambil sampel darah ikan nila yang telah diaklimasi pada salinitas
medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah
dibasahi dengan EDTA. Darah ikan diambil dengan cara memotong bagian
ekornya atau dengan menyuntikkan spuit ke bagian vena caudalis atau
jantungnya.
2. Darah ditampung pada cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf.
3. Dilakukan sentrifugasi darah untuk memperoleh plasma darah.
4. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.
5. Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
(kapasitas osmoregulasi).
6. Dicatat semua data yang diperoleh.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1.1 Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer
Salinitas Waktu Pengamatan (menit)
No.
(ppt) 10 20 30 40
1 0 100% 100% 100% 100%
2 5 100% 100% 100% 100%
3 15 100% 100% 100% 100%
4 25 100% 100% 100% 100%
5 35 90% 30% 20% 10%

Tabel 3.1.2 Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Gradual Transfer
Waktu Pengamatan (jam)
No. Salinitas (ppt)
24 48 72 96
1 0 60% - - -
2 5 - 40% - -
3 15 - - 20% -
4 25 - - - 0%
5 35 - - - -

Tabel 3.1.3 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Direct Transfer
Waktu Pengamatan (menit)
No. Salinitas (ppt)
10 20 30 40
1 0 100% 90% 90% 90%
2 5 100% 100% 100% 100%
3 15 100% 100% 100% 100%
4 25 100% 100% 100% 80%
5 35 90% 40% 20% 0%
Tabel 3.1.4 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual Transfer
Waktu Pengamatan (jam)
No. Salinitas (ppt)
24 48 72 96
1 0 60% - - -
2 5 - 20% - -
3 15 - - 10% -
4 25 - - - 0%
5 35 - - - -

Tabel 3.1.5 Pengamatan Kadar Air pada Ikan


Kadar Air (%)
Salinitas
No. Nila Nilem
(ppt)
24 jam 48 jam 24 jam 48 jam
1 0 77.15% 82.8% 76.62% 70.38%
2 5 86% 75.2% 75% 76.03%
3 15 71.23% 76.9% 73.23% 66.9%
4 25 73.54% 74% 79.62% 78.37%
5 35 75.1% 74.8%

Perhitungan:
SR = Nt x 100 %
No

1. Toleransi Salinitas Larva Ikan Nila/Nilem secara Direct Transfer


a. SR pada 10 menit 10
= SR = 10 x 100%
Nt
SR 0 ppt = SR = No x 100% = 100%
10 Nt
= SR = 10 x 100% SR 25 ppt = SR = No x 100%

= 100% 10
= SR = 10 x 100%
Nt
SR 5 ppt = SR = No x 100% = 100%
100 Nt
= SR = x 100% SR 35 ppt = = SR = No x 100%
10

= 100% 9
= SR = 10 x 100%
Nt
SR 15 ppt = SR = No x 100% = 90%
SR pada 20 menit 10
= SR = 10 x 100%
Nt
SR 0 ppt = SR = No x 100% = 100%
9 Nt
= SR = 10 x 100% SR 35 ppt = SR = No x 100%

= 90% 2
= SR = 10 x 100%
Nt
SR 5 ppt = SR = No x 100% = 20%
10 c. SR pada 40 menit
= SR = 10 x 100%
Nt
= 100% SR 0 ppt = SR = No x 100%
Nt 9
SR 15 ppt = SR = x 100% = SR = x 100%
No 10
9 = 90%
= SR = 10 x 100%
Nt
= 90% SR 5 ppt = SR = No x 100%
Nt 10
SR 25 ppt = SR = No x 100% = SR = 10 x 100%
10 = 100%
= SR = 10 x 100%
Nt
= 100% SR 15 ppt = SR = No x 100%
Nt 10
SR 35 ppt = SR = No x 100% = SR = 10 x 100%
4 = 100%
= SR = x 100%
10

= 40%
Nt
b. SR pada 30 menit SR 25 ppt = SR = No x 100%
Nt 8
SR 0 ppt = SR = No x 100% = SR = 10 x 100%
9 = 80%
= SR = 10 x 100%
SR 35 ppt = 0%
= 90%

Nt
SR 5 ppt = SR = No x 100%
10
= SR = 10 x 100%

= 100%
Nt
SR 15 ppt = SR = No x 100%
10
= SR = 10 x 100%

= 100%
Nt
SR 25 ppt = SR = No x 100%
2. Toleransi Salinitas Larva Ikan Nila/Nilem secara Gradual Transfer
a. SR pada 24 jam c. SR pada 72 jam
6 SR 0 ppt = 0%
SR 0 ppt = 10 x 100%
SR 5 ppt = 0%
= 60%
2
SR 5 ppt = 0% SR 15 ppt = 10 x 100%

SR 15 ppt = 0% = 20%
SR 25 ppt = 0% SR 25 ppt = 0%
SR 35 ppt = 0% SR 35 ppt = 0%
b. SR pada 48 jam d. SR pada 96 jam
SR 0 ppt = 0% SR 0 ppt = 0%
4 SR 5 ppt = 0%
SR 5 ppt = 10 x 100%
SR 15 ppt = 0%
= 40%
SR 25 ppt = 0%
SR 15 ppt = 0%
SR 35 ppt = 0%
SR 25 ppt = 0%
SR 35 ppt = 0%

3. Perhitungan Kadar Air pada Ikan


BB BK
kadar air ikan nila = 100 %
BB
10 2.49
= 100 %
10
= 75.1 %
BB BK
kadar air ikan nilem = 100 %
BB
8 2.01
= 100 %
8
= 74.8 %
Grafik 3.1.1 Hubungan Persentase Sintasan dan Salinitas untuk metode Direct
Transfer

Hubungan Persentase Sintasan dan Salinitas


untuk metode Direct Transfer
120%

100%

80%
10 menit
Presentase

60% 20 menit
30 menit
40% 40 menit

20%

0%
0 ppt 5 ppt 15 ppt 25 ppt 35 ppt

Grafik 3.1.2 Hubungan Persentase Sintasan dan Salinitas untuk metode


Gradual Transfer

Hubungan Persentase Sintasan dan Salinitas untuk


metode Gradual Transfer
70

60

50
Presentase

40
24 jam
30 48 jam

20

10

0
0 ppt 5 ppt 15 ppt 25 ppt 35 ppt
3.2 Pembahasan

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan


keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. Secara
sederhana hewan dapat diumpamakan sabagai suatu larutan yang terdapat di dalam
suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh (Wulangi, 1993). Ikan
merupakan hewan akuatik yang sudah tentu habitat utamanya di lingkungan berair
berbeda dengan manusia yang membutuhkan air maka, ikan yang sudah hidup di
dalam air harus memiliki sistem osmoregulasi untuk mengatur air air yang
dikonsumsi maupun dikeluarkan dari dalam tubuhnya. Ikan mempunyai tekanan
osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah
kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya
dapat berlangsung dengan normal (Fujaya, 2004).
Organisme air dibagi menjadi dua kategori berdasarkan mekanisme
fisiologisnya dalam menghadapi tekanan organisme air media, yaitu (Fujaya, 2004) :
1. Osmonkonformer; adalah organisme air yang secara osmotik labil dan
mengubah-ubah tekanan osmotik cairan tubuhnya untuk menyesuaikan dengan
tekanan osmotik air media hidupnya. Fujaya (2004) menambahkan hewan yang
termasuk osmokonformer adalah hewan osmokonformer seperti ubur-ubur,
rajungan dan kerang-kerangan.
2. Osmoregulator, adalah organisme air yang secara osmotik stabil (mantap), selalu
berusaha mempertahankan cairan tubuhnya pada tekanan osmotik yang relatif
konstan, tidak perlu harus sama dengan tekanan osmotik air media hidupnya.
Semua hewan air tawar dan hewan air laut adalah osmoregulator.
Selain itu, karena penggolongan osmokonformer dengan osmoregulator ini maka,
secara tidak langsung mempengaruhi pembagian hewan akuatik karena, tidak semua
hewan akuatik berhabitat pada air yang sama. Salinitas merupakan salah satu
indikator kecocokan habitat dengan ikan sehingga tidak sembarang ikan bisa hidup di
salinitas yang berbeda-beda. Namun, beberapa penelitian menunjukkan kemampuan
untuk beradaptasi ikan dalam segala macam lingkungan dengan salinitas berbeda
memunuculkan hewan-hewan yang disebut euryhalin atau hewan akuatik yang hidup
dengan rentang salinitas yang cukup tinggi sehingga mampu hidup di berbagai
tiungkat salinitas hal ini, kemudian stenohalin yaitu hewan yang hanya mampu hidup
dalam kisaran salinitas yang pendek atau sempit. Ikan yang dapat beradaptasi pada
dua lingkungan berbeda sering disebut ikan eurihaline, mampu berpindah dari erairan
tawar ke perairan laut atau sebaliknya. Salah satu contoh ikan yang mampu
melakukan migrasi dari air tawar ke laut atau sebaliknya adalah ikan sidat (Anguilla
bicolor McClelland) (Susilo, 2010). Ikan nila jika dilihat dari toleransinya terhadap
perubahan kadar garam termasuk ke dalam ikan yang eurihalin. Menurut Ville et al
(1988), organisme eurihalin mempunyai mekanisme pengaturan renal dan ekstrarenal
dalam merespon perubahan salinitas yang terjadi dalam lingkungannya. Kebalikan
dari eurihalin adalah kelompok hewan stenohalin, contohnya ikan nilem. Semakin
tinggi konsentrasi, maka semakin kecil nilai sintasannya atau semakin banyak ikan
yang mati.
Air dan kosentrasi larutan cairan tubuh konstan dengan lingkungannya, antara
hewan air laut, air tawar, dan hewan darat sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang
berbeda menggunakan organ yang berbeda. Rentangan zat-zat yang diregulasi sangat
luas, melibatkan senyawa-senyawa seperti hormon, vitamin dan larutan yang
signifikan terhadap perubahan nilai osmotik (Fahn, 1991). Salinitas lingkungan yang
berbeda dari konsentrasi osmotik internal ikan teleostei memprovokasi kerugian atau
keuntungan dari garam dan air. Untuk menjaga konsentrasi ion dari cairan tubuh,
organ-organ osmoregulator bekerja sama. Insang mungkin organ yang
mengkonsumsi energi paling banyak selama osmoregulasi. Pada insang, ion-ion
seperti Na +, K+, dan ATPase yang terletak di sel klorida, membutuhkan masukan
energi dan memainkan peran penting dalam osmoregulasi baik dalam lingkungan
hiperosmotik dan hiposmotik. Kegiatan ATPase ini menghabiskan setidaknya
setengah dari energi yang dikonsumsi selama pertukaran ion Na + dengan H + di
ionocytes. Untuk alasan ini, Na +, K + ATPase dianggap biomarker yang baik dari
osmoregulasi di teleostei. Memahami aktivitas pompa ini pada konsentrasi garam
yang berbeda dapat membantu untuk memperjelas salinitas yang sesuai untuk
perikanan (Sterzelecki et.al, 2013).
Ikan air tawar memiliki sistem regulasi hiperosmotik, regulator hiperosmotik
menghadapi dua masalah fisiologik yakni air cenderung masuk ke dalam tubuh
hewan, sebab kosentarsi zat terlarut dalam tubuh hewan lebih tinggi dari pada dalam
mediumnya, zat terlarut cenderung keluar tubuh sebab kosentrasi didalam tubuh.
Disamping itu pembuangan air sebagai penyeimabang air masuk juga membawa zat
terlarut didalamnya yang lebih tinggi dari pada di luar tubuh (meningkatkan
permeabilitas dinding tubuh) atau mengeluarkan kelebihan air yang ada dalam tubuh
(lewat urin dan feses). Sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus mengurangi
jumlah air yang masuk kedalam tubuhnya, memasukkan garam-garam kedalam
tubuhnya (lewat makan dan minum) atau mempertahankan zat terlarut dalam
tubuhnya (Gordon, 1979).
Ikan air tawar memiliki sistem regulasi hipoosmotik, regulator hipoosmotik
menghadapi masalah fisiologik yakni air cenderung keluar tubuh, sebab kadar air
dalam tubuh tinggidari pada mediumnya, dan zat terlarut cenderung masuk ke dalam
tubuh, sebab kadar zat terlarut didalam tubuh (dalam medium) lebih tinggi dari pada
dsalam cairan tubuhnya. Untuk menghadapi hal tersebut maka regulator hipoosmotik
harus menghambat keluarnya air dari dalam tubuh atau mempertahankan air yang
ada dalam tubuh, sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus berusaha mencegah
masuknya garam kedalam tubuh atau mengeluarkan kelebihan garan yang masuk
tubuh (Kimball, 1988).
Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu
kilogram air laut, dalam hal mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida,
brom, dan yodium yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang telah
dioksidasi. Salinitas media akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan.
Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan antara plasma darah,
media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa semakin tinggi
konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan konsentrasi plasma darahnya
sehingga dapat menyebabkan terjadinya lisis pada darah hewan. Besarnya
osmolalitas pada plasma darah lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas
media. Hal ini disebabkan karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar
garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air).
Oleh karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar
secara difusi. Ikan nila akan mengalami permasalahan kemasukan air melalui
osmosis dan kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi. Berdasarkan hal tersebut ikan
nila harus mempertahankan ion tubuhnya dan mengeluarkan urin hipoosmotik untuk
mengeluarkan air dan mengganti ion tubuh atau garam yang hilang dengan absorbsi
melalui permukaan tubuh tertentu seperti insang (Kay, 1998).
Kematian ikan yang terjadi pada tiap perlakuan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya ialah salinitas. Semakin tinggi salinitas makasemakin tinggi pula tingkat
kematian benih ikan nila, karena jika tingkat osmoregulasi tinggi sedangkan
kemampuan ikan nila rendah maka akan berakibat kematian pada ikan nila.
Kelangsungan hidup benih ikan nila dipengaruhi oleh kemampuan osmoregulasi ikan
nila yang bersifat euryhaline, walaupun habitat aslinya adalah di lingkungan air
tawar. Benih ikan nila dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam tinggi. Ikan
nila mampu mempertahankan hidupnya hingga salinitas 20% (Rahim et.al, 2015).
DAFTAR REFERENSI

Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid
3. Alih Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.

Evans, D.H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press. New York.

Fahn, A. 1991. Anatomi Hewan Edisi Ketiga. Gajah Mada Universitas Press,
Yogyakarta.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka


Cipta, Jakarta

Gordon, M. S. 1979. Animal Physiology. Mc Millan Publishing Co. Ltd, New York.

Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. New York: Glos Scientific


Publisher United.

Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi
Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga, Jakarta.

Rahim, Taufik. Rully, Tuiyo. Hasim. 2015. Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap
Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah
(Oreochromis Niloticus) di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan 3(1).

Soetarto,1986. Biologi. Widya Duta, Surakarta.Ville, C.W., W.F.


Barnes, R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Sterzelecki, FC.a. Rodrigues, E.b. Fanta, E.a & Ribeiro, CAO. 2013. The effect of
salinity on osmoregulation and development of the juvenile fat snook,
Centropomus parallelus (POEY). Braz. J. Biol (73)3, p. 609-615

Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor Mc


Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Jurnal Sains Akuatik 10 (2) :
111-119.

Villee, C.A., W.F. Walker and R.D. Barnes. 1988. General Zoology. W.B. Saunders
Company, Philadelphia.

Wulangi, K.S. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. DepDikBud, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai