Anda di halaman 1dari 19

OSMOREGULASI

Oleh :
Nama
: Rukhayati
NIM
: B1J013045
Rombongan: VII
Kelompok : 3
Asisten
: Venthyana Lestary

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan
keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Evans (1988) menyatakan, osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan air dan
ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi
problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan
diantara ekstra sel dengan lingkungan secara kolektif, Soetarto (1986)
menambahkan mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat
terlarut dan distribusi zat terlarut. Dimana makhluk hidup mempertahankan
kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air
yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar. Fujaya (2004)
menambahkan ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan
lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau
kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung
dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan ini disebut
osmoregulasi.
Berdasarkan kemampuan adaptasi terhadap tingkat salinitas maka hewan
air dapat diklasifikasikan dalam stenohalin dan eurihalin. Stenohalin merupakan
hewan yang hanya mampu bertahan pada lingkungan salinitas yang sempit,
sedangkan eurihalin merupakan hewan yang mampu bertahan pada tingkat
salinitas yang beragam. Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan tingkat
kelulushidupan (survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu.
Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks populasi individu muda yang harus
bertahan hidup hingga siap berkembang biak (Yuwono, 2006).
Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan tingkat kelulushidupan
dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Istilah ini biasanya dipakai
dalam konteks populasi individu muda yang harus bertahan hidup hingga siap
berkembang biak. Percobaan sintasan ikan nila dan nilem dilakukan dengan
perlakuan direct transfer dan indirect transfer. Perlakuan direct transfer
maksudnya adalah pengukuran ikan nila dan nilem secara langsung, yaitu
dimasukkan pada salinitas yang diinginkan, sedangkan indirect secara tidak

langsung atau bertahap dari salinitas rendah ke salinitas tinggi. Perubahan


salinitas lingkungan akan memicu mekanisme osmoregulasi pada ikan yang
berfungsi untuk menjaga osmolaritas plasma dan media sesuai dengan keadaan
lingkungan (Goenarso, 1989). Ketika suatu organisme air (ikan) dimasukkan
kedalam suatu lingkungan dengan salinitas yang berbeda. Maka proses
osmoregulasi akan lebih cenderung tinggi di bandingkan dengan lingkungan
awalnya. Dalam proses ini organisme air tersebut akan cenderung mengontrol
keseimbangan dalam tubuhnya. Oleh karena itu, jika pada kondisi tersebut
organisme air tidak dapat menetralkannya maka akan berdampak pada fungsi
kehidupan organisme itu sendiri (Kusrini, E. 2007).
I.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan
eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup
luas), ikan nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin ikan nilem (Osteochilus
hasselti) dan kepiting (Scylla sp.).

II. MATERI DAN CARA KERJA


II.1

Materi
Alat yang digunakan adalah gelas plastik, pinset, stopwatch, saringan,

baskom, spuit, kertas cakram, tabung efendorf, sentrifuge, wadah plasma, wadah
pendingin, mikropipet dan osmometer.
Bahan yang digunakan adalah larva ikan nila (Oreochromis sp.), larva ikan
nilem (Osteochilus hasselti), ikan nila (Oreochromis sp.), kepiting (Scyllasp.), air
laut dengan salinitas 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt, air tawar, dan larutan EDTA.
II.2

Cara Kerja

2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas


a. Direct Transfer
1. Empat media salinitas masing-masing 0, 10, 20, 30 ppt disiapkan.
2. Dimasukkan 10 larva ikan ke masing-masing media.
3. Diamati larva yang masih hidup pada pengamatan 10, 20, 30, dan 40
menit.
4. Dihitung sintasannya dengan rumus :
SR = Nt x 100%
No
b. Gradual Transfer
1.
2.
3.
4.
5.

Disiapkan media dengan salinitas 0 ppt.


Dimasukkan 10 larva ikan.
Diamati 24 jam pengamatan.
Larva ikan dipindahkan ke salinitas 10, 20, 30 ppt secara bertahap.
Dihitung sintasannya dengan rumus :
SR = Nt x 100%
No

2.2.2 Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada ikan nila


1. Diambil sampel darah ikan nila yang telah diaklimasi pada salinitas medium
selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah dibasahi
dengan EDTA. Darah ikan diambil dengan cara menyuntikkan spuit ke bagian
vena caudalis atau jantungnya.
2. Darah ditampung pada cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam pipa
kapiler hematokrit.

3. Darah disentrifuge untul memperoleh plasma darah pada kecepatan 12.000


rpm selama 3 menit.
4. Sebanyak 10 l plasma diteteskan pada kertas cakram.
5. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.
6. Dihitung kapasitas osmoregulasi dengan rumus :
Kapasitas osmoregulasi = osmolalitas plasma
osmolalitas media

7. Dicatat semua data yang diperoleh.


2.2.3. Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada hemolimfa kepiting
1. Diambil hemolimfa kepiting yang telah diaklimasi pada salinitas medium
selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah dibasahi
dengan EDTA. Hemolimfa diambil dari ruas-ruas kaki yang paling dekat
dengan tubuh.
2. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.
3. Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
4. (kapasitas osmoregulasi) dengan rumus :
Kapasitas osmoregulasi = osmolalitas plasma
osmolalitas media

5. Dicatat semua data yang diperoleh.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Sintasan ikan Nila pada Perlakuan direct transfer
No

Salinitas

1
2
3
4

0
10
20
30

10
100%
100%
100%
100%

WaktuPengamatan (Menit)
20
30
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%

40
100%
100%
100%
100%

Tabel 2. Pengamatan Sintasan ikan Nila pada Perlakuan direct transfer


No

Salinitas

1
2
3
4

0
10
20
30

24
90%
80%
70%
60%

Waktu Pengamatan (Jam)


48
72
60%
0%
60%
0%
50%
0%
40%
0%

96
0%
0%
0%
0%

Tabel 3. Pengamatan Sintasan Ikan Nila Perlakuan gradual transfer


No

Salinitas

1
2
3
4

0
10
20
30

24
100%

Waktu Pengamatan (Jam)


48
72

96

60%
20%
0%

Tabel 4. Pengamatan Sintasan ikan Nilem pada Perlakuan direct transfer


No

Salinitas

1
2
3
4

0
10
20
30

10
60%
100%
0%
0%

Waktu Pengamatan (Menit)


20
30
50%
30%
70%
70%
0%
0%
0%
0%

40
30%
60%
0%
0%

Tabel 5. Pengamatan Sintasan ikan Nilem pada Perlakuan direct transfer


No
.
1
2
3

Salinitas (ppt)
0
10
20

Waktu Pengamatan (Jam)


24
48
72
10%
0%
0%
20%
0%
0%
0%
0%
0%

96
0%
0%
0%

30

0%

0%

0%

0%

Tabel 6. Pengamatan Sintasan ikan Nilem pada Perlakuan gradual transfer


No
.
1
2
3
4

Salinitas (ppt)
0
10
20
30

Waktu Pengamatan (jam)


24
48
72
30%
0%
0%

96

0%

Tabel 7. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan Nila


No
1
2
3
4
5
6
7

Salinitas
(ppt)
0
5
10
15
20
25
30

Osmolalitas (mmol/kg)
Plasma
Media
687
393
512
509
427
685
832
740
493
806
477
831
729
857

Kapasitas
Osmoregulasi
1,748
1,005
0,623
1,124
0,611
0,574
0,851

Tabel 7. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan Nilem


No
1
2
3
4
5
6
7

Salinitas
(ppt)
0
5
10
15
20
25
30

Osmolalitas (mmol/kg)
Plasma
Media
426
393
Lisis
509
Lisis
685
Lisis
740
Lisis
806
387
831
408
857

Kapasitas
Osmoregulasi
1,083
0,465
0,476

Tabel 8. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Kepiting


No
1
2
3
4
5
6
7

Salinitas
(ppt)
0
5
10
15
20
25
30

Osmolalitas (mmol/kg)
Hemolimfe
Media
563
393
839
509
747
685
871
740
518
806
938
831
680
857

Kapasitas
Osmoregulasi
1,432
1,648
1,090
1,177
0,642
1,128
0,793

2
1.8
1.6
1.4
1.2

Ikan Nila

Ikan Nilem

0.8

Kepiting

0.6
0.4
0.2
0
0

10

15

20

25

30

Grafik 1. Hubungan Kapasitas Osmoregulasi Ikan Nila, Ikan Nilem dan


Kepiting dalam Berbagai Salinitas

III.2 Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari perlakuan direct transfer pada ikan Nila
dan Nilem berbeda. Pada ikan Nila dari salinitas 0 sampai 30 ppt masih
terdapat ikan yang hidup hingga 48 jam pengamatan sedangkan pada
ikan Nilem hanya betahan pada salinitas 10 ppt sampai 40 menit
pengamatan. Hasil dari perlakuan gradual transfer pada kedua ikan tersebut

juga berbeda. Pada ikan nila percobaan kelompok kami, hingga 20 ppt masih
tredapat ikan yang hidup hingga 72 jam pengamatan sedangkan pada ikan Nilem
hanya bertahan pada 0 ppt di 24 jam pengamatan. Hal ini karena ikan Nilem
tidak mampu menjaga keseimbangan cairan pada tubuhnya. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Chervinsky (1984) dalam Tang et al. (2000) yang
menyatakan bahwa pada umumnya ikan asli air tawar hanya mampu
beradaptasi terhadap salinitas sampai 9,75 ppt dan ada batas tertentu
pertumbuhannya menurun dan pada salinitas 15 ppt akan mati.

Pengamatan osmolalitas plasma ikan nila diperoleh hasil kapasitas


osmoregulasi dari salinitas 0 hingga 30 ppt berkisar satu dan mengalami
penurunan seiring meningkatnya salinitas medium sedangkan pada ikan nilem
banyak mengalami lisis dan pada salinitas 0 ppt kapasitas osmoregulasi berkisar
satu dan pada salinitas 25 sampai 30 ppt mengalami penurunan hingga di bawah
satu yang menandakan ikan dalam kondisi hipoosmotik, hal ini karena ikan nilem
memiliki sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih tinggi
dari pada nilai konsentrasi medianya dan ikan Nilem tidak mampu beradaptasi
terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi (Hurkat and Mathur, 1976).
Pengamatan pengamatan osmolalitas hemolimfe kepiting diperoleh hasil kapasitas
osmoregulasi rata-rata berkisar satu pada salinitas 0, 10, 15, dan 25 ppt, di bawah
satupada salinitas 20 dan 30 ppt, dan mendekati dua pada salinitas 5 ppt. Hal ini
tidak sesuai dengan referensi yang menyatakan bahwa kepiting dan
ikan nila mempunyai tingkat osmolalitas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
sampai salinitas yang cukup tinggi, sedangkan ikan nilem tidak mampu
hidup

pada

salinitas

yang

cukup

tinggi.

Berdasarkan

hasil

pengamatan, maka ikan nila merupakan hewan eurihalin dan ikan

nilem merupakan ikan stenohalin. Semakin tinggi salinitasnya maka


semakin tinggi pula nilai osmolalitas plasma dan medianya (Hurkat dan
Martur, 1976).
Media pemeliharaan dengan salinitas beragam akan berdampak
pada respon prilaku dan kondisi fisiologis larva yang selanjutnya dapat
berdampak pada sintasan larva. Salinitas merupakan salah satu faktor
lingkungan yang berpengaruh pada kehidupan organisme akuatik.
Perubahan salinitas media akan berpengaruh pada osmolaritas media
dan cairan tubuh (plasma) larva. Semakin tinggi salinitasnya maka
kapasitas osmoregulasinya semakin kecil. Perbedaan osmolaritas
media dan plasma larva yang disebabkan oleh perbedaan salinitas
akan menentukan tingkat kerja osmotik (beban osmotik) larva yang
selanjutnya akan mempengaruhi sintasan larva. Perubahan osmolaritas
plasma dapat terjadi sebagai respon terhadap perubahan salinitas
media (Karim, 2006).

Peningkatan salinitas pada beberapa ppt merupakan fase bagi hewan untuk
menyesuaikan diri, semakin singkat waktu penyesuaian maka semakin besar
kesempatan hidupnya. Teori yang ada menyatakan bahwa difusi substansi akan
keluar dari tubuh melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat
mempengaruhi difusi tersebut. Ikan kecil dengan metabolisme tinggi mempunyai
permukaan insang luas dari pada ikan besar dalam satu spesies (Johnson et
al.,1984). Ikan Nila digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Ikan ini
merupakan ikan air tawar yang bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga
bila dimasukkan dalam air dengan salinitas tinggi maka ikan akan bersifat
hipotonik terhadap lingkungan barunya (Hurkat and Mathur, 1976).
Perbedaan dalam hasil sintasan menunjukkan adanya mekanisme berbeda
dalam osmoregulasi antar ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan air tawar
memiliki insang yang berbeda dengan ikan air laut sehingga berpengaruh terhadap
transport ion. Kadar salinitas berpengaruh terhadap asupan ion dalam tubuh bagi
hewan air laut kelebihan ini mampu diantisipasi dengan pengeluaran produk
buangan sedangkan pada ikan air tawar hampir semuanya memiliki sel klorida.
Selain itu, masuknya ion ini juga sangat berpengaruh pada timbulnya HCO 3-

dalam plasma darah ini disebabkan kelebihanya asupan Na + (Evans, 2010).


Tingkat osmollitas plasma pada hewan hewan euryhalin dapat berubah ubah
menyesuaikan habitatnya. Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport aktif
dalam

upaya

menjaga

konsentrasi

osmotik

internal

homeostasis,

ikan

memanfaatkan protein membran seperti Na+, K+ dan ATPase untuk melakukan


transport aktif ion yang terjadi di inang, eosofagus, dan intestine (Susilo, 2010).
Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah
air dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk
mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan
yang tepat karena adanya perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu
banyak air maka ia akan meletus, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air
maka sel akan mengerut serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis
atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi
menuju ke yang lebih rendah. Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan
dapat

dibedakan

menjadi

hipoosmotik,

isoosmotik

dan

hiperosmotik.

Hipoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih rendah


dibandingkan lingkungannya. Isoosmotik adalah cairan yang konsentrasi
osmotiknya sama dengan lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan yang
konsentrasi osmotiknya lebih tinggi dibandingkan lingkungannya (Susilo, 2010).
Hewan

dengan

keterbatasan

toleransi

terhadap

bermacam-macam

lingkungan disebut stenohalin. Sedangkan hewan dengan kemampuan toleransi


yang besar terhadap berbagai macam keadaan lingkungan disebut eurihalin. Selain
stenohalin dan eurihalin, hewan juga dapat dibagi menjadi kelompok berdasarkan
pola perubahan yang terjadi pada internal tubuhnya terhadap konsentrasi osmosis
cairan tubuh sebagai respon terhadap variasi eksternalnya. Contoh ikan euryhalin
adalah Cyprinodon variegates, Mozambique tilapia, Morone saxatillis, dan
Oreochromis niloticus (Prosser, 1961). Menurut Djarijah (1995), menyebutkan
ikan yang termasuk stenohalin yaitu mempunyai toleransi terhadap salinitas yang
sempit yaitu mencapai 35 ppt, sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara
0-10 ppt, untuk ikan eurihalin yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas
yang luas toleransi salinitasnya mencapai 60 ppt.

Berdasarkan kemampuan osmoregulasinya, hewan dibagi menjadi


dua kelompok yaitu osmoregulator dan osmokonformer. Osmoregulator
adalah hewan yang konsentrasi cairan tubuhnya konstan terhadap
konsentrasi

lingkungan

eksternalnya,

ikan

nila

termasuk

dalam

kelompok osmoregulator. Osmokonformer merupakan hewan yang


konsentrasi osmotik cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan
konsentrasi lingkungan eksternalnya misalnya pada ikan laut. (Hoar,
1984).
Hewan eurihalin adalah hewan yang dapat hidup dalam
perairan dengan rentang salinitas yang cukup luas. Hewan-hewan
tersebut memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan
tekanan osmotik dalam tubuh dengan media, contoh dari hewan ini
adalah ikan Nila (Oreochromis sp.). Hewan stenohalin adalah hewan
yang dapat hidup dalam perairan dengan rentang salinitas yang
sempit. Hewan ini tidak mampu hidup di lingkungan yang salinitasnya
selalu berubah-ubah, Hewan ini dapat hidup dalam perairan dengan
salinitas sekitar 30 ppt atau lebih. Contoh hewan ini adalah ikan Nilem
(Osteochilus hasselti) (Hickman, 1972). Ikan, seperti semua vertebrata,
perlu mempertahankan konsentrasi intraseluler garam agar tetap
stabil. Akibatnya, di kondisi air tawar, ikan perlu tetap hiperosmotik
berjuang melawan hilangnya garam konstan dan overhydration,
sedangkan di air laut, mereka ditantang dengan kelebihan garam dan
dehidrasi. Osmoregulasi Efisien merupakan fungsi fisiologis penting
dalam organisme air, memungkinkan kelangsungan hidup jangka
panjang di lingkungan salinitas yang berbeda (Papakostas et al., 2012).

Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan


yang lain disebut hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih
rendah daripada larutan lainnya disebut hipoosmotik. Apabila konsentrasi
osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik atau isoosmotik (Fujaya,
2004). Ada tiga pola regulasi ion dan air, yakni : (1) Regulasi hipertonik
atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan
tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada
potadrom (ikan air tawar). (2) Regulasi hipotonik atau hipoosmotik,
yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih

rendah dari konsentrasi media, misalnya pada oseandrom (ikan air


laut).; (3) Regulasi isotonik atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi
cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang
hidup pada daerah estuari (Fujaya, 2004).

Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan antara


plasma darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa
semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan
konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah lebih besar
jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan karena hewanhewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi
daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air akan masuk ke
dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar secara difusi. Karena lingkungan
yang hiperosmotik maka ikan nila akan mengalami permasalahan kemasukan air
melalui osmosis dan kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi. Berdasarkan hal
tersebut ikan nila harus mempertahankan ion tubuhnya dan mengeluarkan urin
hipoosmotik untuk mengeluarkan air dan mengganti ion tubuh atau garam yang
hilang dengan absorbsi melalui permukaan tubuh tertentu seperti insang (Kay,
1998). Ikan nila pada umumnya memiliki toleransi salinitas sempit yaitu sebesar
0,1 sampai 10 ppt (Gordon, 1982).
Mekanisme menjaga konsentrasi tubuh pada ikan dapat dilihat
melaui osmoregulasi pada ikan bertulang sejati yang hidup di air laut
dan air tawar. Seekor ikan laut, seperti ikan Nila, adalah hipoosmotik
terhadap air laut disekitarnya, dengan demikian secara konstan
kehilangan air melalui osmosis. Ikan Nila meminum banyak sekali air
laut, insang pada permukaan tubuh umumnya membuang natrium
klorida

(sel-sel

khusus

yang

mengangkut Cl- keluar dan Na+

disebut

sel

klorida

secara

aktif

mengikutinya secara pasif) dan

ginjalnya mengeluarkan kelebihan ion-ion kalsium (Ca 2+), magnesium


(Mg2+) dan sulfat (SO42-) sementara mengekskresikan hanya sejumlah
kecil air. Menghadapi situasi yang berlawanan, seekor ikan air tawar
seperti ikan Nilem secara konstan mendapatkan air karena berada
dalam keadaan hiperosmotik dibandingkan dengan sekelilingnya. Ikan
Nilem menyeimbangkan perolehan air dengan cara mengekskresikan

banyak sekali urin yang hipoosmotik terhadap cairan tubuhnya. Garam


yang hilang dalam urin dipulihkan kembali melalui makanan dan
melalui pengambilan melewati insang, sel-sel klorida pada insang
secara aktif mentrasnspor Cl- masuk ke dalam (Campbell et al., 2004).
Kapasitas osmoregulasi yang mencerminkan besarnya kerja osmotik
yang dilakukan ikan dapat dinyatakan oleh perbedaan osmolalitas plasma
darah dengan osmolalitas medium. Pada ikan nila yang dipaparkan di medium
air tawar memiliki kapasitas osmoregulasi yang paling tinggi di
antara perlakuan yang lain, hal ini menunjukkan bahwa ikan di medium air
tawar memiliki kapasitas osmoregulasi yang besar untuk mengatur perbedaan
osmotik internalnya dengan medium hidupnya (Susilo et al., 2012).
Pada umumnya ikan yang hidup di air tawar meregulasi cairan osmotik
internal untuk selalu dipertahankan lebih tinggi dari pada konsentrasi osmotik
lingkungannya atau bersifat hiper-osmoregulator, sedangkan ikan laut,
terutama ikan teleostei, umumnya bersifat hipo-osmoregulator yaitu
meregulasi cairan internalnya lebih rendah dari pada lingkungannya (SchmidtNielsen, 1990; Randall et al., 2002). Untuk mengatasi problem osmotiknya,
pada umumnya ikan air tawar sedikit minum, menghasilkan urine encer dan
aktif mengabsorpsi garam dari lingkungannya melalui insang (Randall et al.,
2002; Takei dan Hirose, 2001). Sebaliknya ikan laut mengatasi problem
osmotiknya dengan cara minum air laut, mengekskresikan ion lewat insang
dan urine, serta menghasilkan sedikit urine (Randall et al., 2002; Bayenbach
dalam Takei dan Hirose, 2001). Pada umumnya ikan air tawar dan air laut
memiliki kemampuan terbatas untuk mentoleransi perubahan salinitas
medium atau bersifat stenohaline, namun di antara ikan ada yang memiliki
kemampuan besar untuk mentoleransi perubahan salinitas medium dengan
rentang yang luas atau disebut bersifat eurihaline. Ikan nila adalah salah satu
jenis ikan yang termasuk bersifat eurihaline, namun demikian bagaimana dan
sampai seberapa jauh ikan nila mampu merespons terhadap perubahan faktor
lingkungan masih perlu untuk dikaji (Susilo et al., 2012).

Perbedaan pertumbuhan relatif pada media salinitas yang


berbeda diduga terkait dengan tekanan osmotik cairan tubuh dan
lingkungan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmotik tubuh dengan
tekanan osmotik lingkungan, maka akan semakin banyak beban kerja
energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi
sebagai

upaya

adaptasi

pada

lingkungan

yang

bersalinitas.

Peningkatan salinitas media pemeliharaan mengakibatkan energi. yang


berasal dari pakan banyak digunakan untuk osmoregulasi, sehingga
energi yang digunakan untuk pertumbuhan semakin berkurang (Akbar,
2012).

Ikan,

seperti

semua

vertebrata,

perlu

mempertahankan

konsentrasi intraseluler garam agar tetap stabil. Akibatnya, di kondisi


air tawar, ikan perlu tetap hiperosmotik berjuang melawan hilangnya
garam konstan dan overhydration, sedangkan di air laut, mereka
ditantang dengan kelebihan garam dan dehidrasi. Osmoregulasi Efisien
merupakan

fungsi

fisiologis

penting

dalam

organisme

air,

memungkinkan kelangsungan hidup jangka panjang di lingkungan


salinitas yang berbeda (Papakostas et al., 2012).

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara osmoregulasi dapat


ditarik kesimpulan:
1. Osmoregulasi dikelompokan kedalam dua kategori, yaitu

osmoregulator dan

osmokonfermer.
2. Kapasitas regulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma dan osmolalitas
media, nilai kapasita regulasi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
Hiperosmotik, Isoosmotik dan Hipoosmotik.
3. Ikan Nila termasuk hewan yang dapat hidup pada salinitas yang luas (eurihalin),
sedangkan ikan Nilem adalah hewan yang dapat hidup pada salinitas sempit
(stenohalin) dan osmoregulasi pada kedua ikan terdapat perbedaan.

DAFTAR REFERENSI

Untung Susilo, Wahyu Meilina, dan Sorta Basar Ida Simanjuntak.

REGULASI

OSMOTIK DAN NILAI HEMATOKRIT IKAN NILA


(Oreochromis sp.) PADA MEDIUM DENGAN
SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR BERBEDA.

Berk.

Penel. Hayati: 18 (5155), 2012

Astuty, S., Diana, S., & Iskandar. 2000. Studi Biologi Ikan Betutu
(Oxyeleotrismarmorata) di PerairanWadukCirata.JurnalBionatura, 2(1), pp.21-22.
Kusrini, E. 2007. Adaptasi Fisiologis Terhadap Salinitas. Rineka Cipta :

Jakarta

Soetarto,1986. Biologi. Widya Duta, Surakarta.Ville, C.W., W.F. Barnes, R.D.


Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor
Mc Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik 10 (2) : 111119.
Tang, H,C. 2009. Journal of Constant Muscle Water Content and Renal HSP90
Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated to
Different Environmental Salinities. Taiwan.
Yuwono, E. 2006. Fisiologi Hewan II. UNSOED Press, Purwokerto.
Campbell, N.A., J.B Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid III.
erlangga. Jakarta.
Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.
Kanisius, Yogyakrta.
Evans,D.H.1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press, New
York.
Evans, D.H. 2010. Freshwater Fish Gill Ion Transport: August Krogh to
morpholinos

and

microprobes.

Acta

Physiologica

2010

Scandinavian

Physiological Society, doi: 10.1111/j.1748-1716.2010.02186.x.


Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka
Cipta, Jakarta.
Goenarso. 1989. Fisiologi Hewan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, ITB,
Bandung.
Gordon, M S. 1977. Animal Physiology. McMillan Publishing co. ltd., New York.

Akbar, Junius. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan


betook (Anabas testudineus) yang dipelihara pada salinitas
berbeda. Jurnal bioscientiae, 9(2):1-8.

Campbell, N.A., J.B Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi edisi kelima
jilid III. Erlangga. Jakarta.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi ikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Goenarso. 1989. Fisiologi hewan. Pusat antar universitas ilmu hayat
ITB, Bandung.
Hickman, C. F. 1972. Biology of animals. The C. V. Mosby Company,
Saint Louis.
Hoar, W. S. 1984. General and comparative physiology 3rd. Prentice Hall
of India Private Limited, New Delhi
Hurkat and Martur. 1976. A text book of animal physiology. Chank
and Co. Ltd., New Delhi.
Karim, M. Y. 2007. Perubahan osmolaritas plasma larva ikan bandeng
(Chanos Chanos) sebagai respon adaptasi salinitas. J. Sains &
Teknologi, 6 (3): 143148.

Kusrini,

E.

2007. Adaptasi

Cipta :

Jakarta

Fisiologis

Terhadap

Salinitas.

Rineka

Mahyuddin, Kholish, 2011. "Panduan Lengkap Agribisnis Lele", Penebar


Swadaya :Jakarta

Papakostas., S, Vasema., A, Perka., J, Himberg., M, Peil., L, dan


Primmer., CR. 2012. A proteomics approach reveals divergent
molecular responses to salinity in populations of European
whitefish (Coregonus lavaretus). Journal of molecular ecology,
10.1111/j.1365-294X.2012.05553.x

Romihmohtarto. K., 1999. Biologi Laut. Lippi, Jakarta.

Subani, 1984. Kehidupan Di Dalam Air. Tira Pustaka, Jakarta.

Gordon, M.S. 1982. Animal Physiology Principles and Adaptation. Mac Millan
Publishing Co Inc, New York.
Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint
Louis.
Hurkat and Mathur, P. N. 1976. A Text Book of Animal Physiology. S. Chank and
Co (P) Ltd, New Delhi.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.
Johnson, K.D, D.C Rayle and H.L. Alberg. 1984. Biology on Introduction. S.
Chand and Co, New Delhi.
Karim, M. Y. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng (Chanos
Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas. J. Sains & Teknologi, Vol. 6 (3):
143148
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Glos Scientific Publisher United,
New York.
Lagler, K. F. 1977. Ichtilogy. John Wiley and Sons, New York.
Prosser C. 1961. Comparative Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders
Compani, London.

Anda mungkin juga menyukai