Anda di halaman 1dari 9

PENGUKURAN KADAR POLIFENOL

Oleh :
Nur Afiyati Fazrin (B1J013010)
Silviyatun Nimah (B1J013016)
Gita Nurani Ramadhan (B1J013036)
Agustina Pancawati (B1J013175)
Ika Febriani (B1J013207)
Gabriella Ashari T (B1K014008)
Kelompok :1
Rombongan : IV
Asisten : Yovi Utami

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai electron tidak
berpasangan, terbentuk sebagai hasil antara dalam suatu reaksi organic melalui
proses homolisis dari ikatan kovalen. Karena, reaktivitasnya, senyawa radikal bebas
akan segera mungkin menyerang komponen seluler yang berada disekelilingnya,
baik berupa senyawa lipid, lipoprotein, protein, karbohidrat, RNA, maupun DNA.
Akibat lebih jauh dari reaktivitas radikal bebas adalah terjadinya keruskaan struktur
maupun fungsi sel (Samin, 2010).
Tubuh kita membentuk radikal bebas secara terus menerus, berupa proses
metabolism sel normal, peradangan, kekurangan gizi dan akibat respon terhadap
pengaruh dari luar tubuh. Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh ini bias
dihambat oleh antioksidan yang melengkapi system kekebalan tubuh. Namun,
dengan bertambahnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami degenerasi yang
berdampak pada menurunnya respon imun di dalam tubuh. Akibatnya radikal bebas
yang terbentuk didalam tubuh tidak lagi diimbangi oleh produksi antioksidan. Oleh
karena itu, tubuh kita memerlukan suatu antioksidan eksogen yang dapat diperoleh
dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Teh, seledri, dan kunyit merupakan bahan
makanan yang kaya akan antioksidan, khususnya senyawa fenol (Samin, 2010).
Proses mendapatkan senyawa fenol dari teh, seledri, dan kunyit dapat
dilakukan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa
perpindahan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang
tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif
yang dapat larut dan senyawa aktif yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein
dan lain-lain. Setelah dilakukan ekstraksi, kandungan fenol dapat diukur dengan dua
metode yaitu, metode Folin-Ciocalteu dan metode identifikasi-karakterisasi (Viranda,
2009).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengukur senyawa-senyawa


polifenol yang ada dalam simplisia.
II. MATERI DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Teh (Camellia sinensis),
Kunyit (Curcuma longa), Seledri (Apium graviolens), Na karbonat 20%, akuades,
asam galat, dan reagen Folin-Ciocalteu.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah timbangan analitik, tabung
reaksi, Erlenmeyer, labu takar, mikro pipet, spektrofotometer UV-Vis, yellow tip, dan
blue tip.

2.2 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum acara ekstraksi senyawa


dengan metode maserasi adalah sebagai berikut:
1. Asam galat dan ekstrak kental ditimbang sebanyak 50gr dan dimasukan ke
erlenmeyer
2. Ditambahkan 250 l reagen folin ciocalte lalu diamkan selama 1 menit
3. Setelah 1 menit tambahkan 750 l Na karbonat 20% untuk mengikat polifenol
4. Ditambahkan aquades hingga 10 ml lalu tutup dengan alumunium foil
5. Diinkubasi pada suhu 250C selama 90 menit
6. Dispektrofotometer 760 nm

3.1 Pembahasan

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat Kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus
hidroksil yang berikatan langsung dengan cincin fenil. Fenol memiliki kelarutan
terbatas dalam air, yaitu 8,3 gram/1oo ml. fenol memiliki sifat cenderung asam,
artinya dapat melepas ion H+ dari gugus hidroksilnya. Adanya proses pelepasan
tersebut akan membentuk senyawa anion fenoksida C6H5O- yang dapat dilarutkan
dalam air. Senyawa fenol larut baik dalam alkohol, eter, dan pelarut organic lainnya.
Fenol mempunyai sifat antiseptic, beracun, dan mengikis. Pembagian senyawa fenol
yaitu, fenol bermartabat satu, dan fenol bermartabat banyak. Fenol bermartabat satu
dengan fenol bermartabat banyak. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang
ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus
fenol dalam molekulnya. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan
pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada
senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol
sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi
berantai dari pembentukan radikal bebas. Polifenol merupakan komponen yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dalam buah dan sayuran. Beberapa
senyawa dari polifenol mempunyai aktivitas antihipertensi. Beberapa penelitian juga
memperlihatkan bahwa flavonoid dan tanin yang umumnya terdapat dalam buah-
buahan, sayursayuran, serta minuman mampu menghambat nicotinamida adenine
dinucleotida phosphat (NADPH) oksidase melalui penghambatan ACE, peningkatan
eNOS-spesifik, dan juga mengubah ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) (Dhianawati
dan Ruslan, 2015).
Teh mengandung hampir 4000 senyawa bioaktif yang sepertiganya berupa
polifenol. Polifenol dapat berupa flavonoid atau non-flavonoid, namun kebanyakan
polifenol yang dikandung teh berupa flavonoid. Meskipun terdapat banyak flavonoid,
namun mereka dapat dikelompokkan ke dalam 6 golongan, yaitu:
1. Catechin, misalnya EGCG, EG, ECG, dan catechin
2. Flavonols, misalnya Kaempferol dan Quercetin
3. Anthocyanidin, misalnya Malvidin, Cyanidin, dan Delphinidin
4. Flavones, misalnya Apigenin dan Rutin
5. Flavonones, misalnya Myricetin
6. Isoflavonoids, misalnya Genistein dan Biochanin A.
Catechin merupakan kelompok senyawa yang menyusun 20 30% dari berat
kering teh hijau. Catechin utama antara lain epicatechin gallate (ECG), epicatechin
(EC), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG). Catechin-
catechin tersebut tidak berwarna dan bisa larut dalam air. Mereka ikut menyebabkan
rasa sepat pada teh. Karakteristik teh seperti rasa, warna, dan aroma sering
dihubungkan secara langsung maupun tak langsung dengan modifikasi catechin-
catechin tersebut. Misalnya, penurunan kandungan catechin dilaporkan
meningkatkan kualitas aroma teh. Flavonols seperti Quercetin, myricetin, dan
kaempferol merupakan falvonols utama yang menyusun 2-3% ekstrak teh yang bisa
terlarut dalam air. Berdasarkan hasil praktikum kadar polifenol pada daun teh
sebanyak -30.61 ppm. Kelompok ini terutama berbentuk glycosidic karena bentuk-
bentuk non-glycosidic tidak bisa larut dalam air. Dalam beberapa publikasi ilmiah,
dilaporkan proporsi flavonols ini dalam daun teh berbeda-beda. Perbedaan itu pada
dasarnya disebabkan metode yang digunakan untuk pengukuran yang berbeda.
Anthocyanidin utama dalam daun teh adalah dari golongan delphenidin dan cyanidin.
Daun dari tanaman teh yang dipangkas (misalnya yang ditanam secara komersial di
perkebunan teh) dari pada tanaman yang dibiarkan tidak dipangkas. Senyawa ini
dianggap yang menentukan kualitas teh hitam, namun hal ini bukanlah sesuatu yang
signifikan (Juheini, 2002).
Senyawa polifenol pada kunyit adalah curcumin dimana Kurkumin
mempunyai rumus molekul C21H20O6 (BM = 368). Berdasarkan hasil yang didapat,
kadar polifenol kunyit sebanyak -32.76 ppm. Sifat kimia kurkumin yang menarik
adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Kurkumin berwarna
kuning atau kuning jingga pada suasana asam, sedangkan dalam suasana basa
berwarna merah. Kurkumin dalam suasana 7 basaatau pada lingkungan pH 8,5-10,0
dalam waktu yang relatif lama dapat mengalami proses disosiasi, kurkumin
mengalami degradasi membentuk asamferulat dan feruloilmetan. Warna kuning
coklat feruloilmetan akan mempengaruhi warna merah dari kurkumin yang
seharusnya terjadi. Sifat kurkumin lain yang penting adalah kestabilannya terhadap
cahaya. Adanya cahaya dapat menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa
tersebut. Hal ini karena adanya gugus metilen aktif(-CH2-) diantara dua gugus keton
pada senyawa tersebut. Kurkumin mempunyaiaroma yang khas dan tidak bersifat
toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh
manusia adalah 10 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Miller, 2001).
Berdasarkan hasil praktikum kadar polifenol seledri adalah -32.97
ppm. terdapat beberapa senyawa polifenol diantaranya apigenin merupakan salah
satu senyawa yang terdapat dalam seledri dan dapat digunakan sebagai obat asam
urat. Apigenin pada seledri memiliki sifat antibakteri. Apigenin juga dapat mencegah
penyempitan pembuluh darah dan Phthalides yang dapat mengendurkan otot-otot
arteri atau membuat rileks pembuluh darah. Kandungan itulah yang mengatur aliran
darah yang memungkinkan pembuluh darah membesar dan mengurangi tekanan
darah. Sebuah skripsi di UNDIP membuktikan bahwa flavonoid (apigenin), senyawa
butil phthalide, dan kalium pada seledri (Apium graveolens Linn) dapat menurunkan
tekanan darah pada penderita hipertensi. Apigenin merupakan komponen flavonoid
utama dari seledri yang termasuk ke dalam golongan flavon (Harborne 1986). Rumus
molekulnya adalah C15H10O5 dengan bobot molekul 270,23 g/mol. Nama
internasionalnya adalah 5,7-dihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-1-benzopiran-4-
on.Tanin, daun seledri mengandung tanin sebayak 2,09-7,42 %, sedangkan pada
tangkai daun lebih banyak. Kumarin, senyawa kumarin yang banyak ditemukan
dalam biji yaitu bergapten, seselin, isoimperatorin, astenol, isopimpinelin dan
apigrafin. Senyawa bergapten yang dapat digunakan sebagai tabir surya.kandungan
kumarin fitokimia dalam seledri mampu mencegah pembentukan dan perkembangan
kanker usus dan perut (Febrina, 2009).
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar polifenol dapat dilakukan
dengan dua metode, yaitu metode Folin Ciocalteu, dan metode identifikasi-
karakterisasi. Metode Folin Ciocalteu merupakan metode sederhana untuk
menentukan fenolik yang terdapat pada suatu tanaman. Metode ini merupakan
metode pengembangan dari reagen Folin Denis yang digunakan pada awal abad ke-
19 dalam menentukan tirosin. Reagen FC dapat dibuat dengan melarutkan 100 gram
sodium tungstate (VI) dihidrat dan 25 gram sodium molybdate (VI) dihidrat dengan
700 ml akuades, 100 ml asam hidroklorid, dan 50 ml asam fosforik 85% yang
ditambahkan 150 ghram lithium sulfat hidrat. Mekanisme dasar dari metode ini
adalah proses oksidasi/reduksi yang menyebabkan kelompok fenolik mengalami
oksidasi (Agbor, 2014).
Alternatif lainnya adalah dengan teknik identifikasi dan karakterisasi masing-
masing senyawa fenol, seperti dengan teknik Thin layer chromatography, Liquid
chromatography, dan gas chromatography. Hasil yang didapatkan adalah jenis-jenis
fenol yang dikandung, kuantitas masing-masing, dan kadar totalnya. Nilai yang
didapat dari metode teknik identifikasi dan karakterisasi dengan kromatografi
biasanya lebih rendah daripada yang diestimasi dengan metode FC (Viranda, 2009).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kadar polifenol yang terkandung dalam daun teh sebanyak -30,61 ppm.
Seledri sebanyak -32.97 ppm, serta pada kunyit sebanyak -30.61 ppm.
4.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih efektif dalam praktikum dan
penjelasan yang lebih jelas dalam perhitungan agar praktikan lebih paham
DAFTAR REFERENSI

Agbor., Gabriel A., J.A Vinson., dan P.E. Donnelly. 2014. Folin-Ciocalteu Reagent
for Polyphenolic Assay. International Journal of Food Science, Nutrrition and
Dietetics, 3(8) : 147-156.

Dhianawaty, Diah., dan Ruslin. 2015. Kandungan Total Polifenol dan Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Metanol Akar Imperata cylindrical (L) Beauv.
(Alang-Alang). MKB, 47(1): 60-64.

Febrina, E., E. Halimah, dan S.A. Sumuwi. 2009. Aktivitas Antihiperlipidemia


Ekstrak Etanol Herba Seledri (Apium graveolens L.) dari Daerah Bandung
Barat. Laporan. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Padjajaran. Bandung.

Juheini. 2002. Pemanfaatan herba teh (Camelia sinensis L.) untuk menurunkan
kolesterol dan lipid dalam darah tikus putih yang diberi diit tinggi
kolesterol dan lemak. Makara Sains. 6(2):65-69.

Miller, A.L. 2001. Antioxidant flavonoids: Structure, function and clinical usage. Alt.
Med. Rev. 1(2):103-111.

Samin, Adi Ahmad., N.Bialangi., dan Y.K Salimi. 2010. Penentuan Kandungan
Fenolik Total dan Aktivitas Antioksidan dari Rambut Jagung yang Tumbuh di
Daerah Gorontalo. Gorontalo: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Negeri Gorontalo.

Viranda P.M. 2009. Pengujian Kandungan Polifenol. Jakarta: FK UI.

Anda mungkin juga menyukai