Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN RESMI

ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN


ABSISI DAUN

Oleh :

Kelompok 2
Pendidikan Sains 2017 U
Nurul Amaliyah (17030654010)
Hasna Muhandisah (17030654051)
Fira Amalia Q.F. (17030654054)
Ilmi Firdaus (17030654075)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SAINS


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
ABSTRAK
ABSISI DAUN

Percobaan berjudul Absisi Daun ini bertempat di Laboratorium Ilmu


Pengetahuan Alam FMIPA-UNESA pada 21 November 2018. Percobaan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh IAA terhadap proses absisi daun.
Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan memanipulasi letak
pemotongan lamina daun. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,
didapatkan hasil bahwa pada tiap percobaan absisi daun dihasilkan data yang
berbeda. Pada hari ke-2 pot A menggugurkan tangkai yang diberi lanolin,
sedangkai tangkai yang di beri AIA dalam lanolin gugur pada hari ke 5. Pada pot
B, tangkai yang diberi AIA dalam lanolin gugur pada hari ke 3. Sementara tangkai
yang diberi lanolin gugur pada hari ke 3. Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tangkai daun yang diberi lanolin saja
mengalami absisi lebih cepat daripada tangkai daun yang diberi dengan lanolin +
AIA, serta tangkai daun paling bawah mengalami absisi paling cepat
dibandingkan dengan tangkai kedua dari bawah. Namun kami berharap percobaan
ini dapat bermanfaat sebagai pembanding dalam percobaan yang sama dengan
metode yang berbeda.

Kata Kunci: absisi, AIA, lanolin

2
DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....3
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………..........5
B. Rumusan Masalah……………………………………………….....…....5

C. Tujuan Percobaan……………………………………………………......5

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Absisi…………………………………………………….….6

B. Zona Absisi Daun………………………………………….....................7


C. Peranan Hormon dalam Absisi Daun .......................................................6

D. Hipotesis...................................................................................................11

BAB III METODE PERCOBAAN

A. Metode Praktikum……………………………………………………....12

B. Waktu dan tempat penelitian…………………………………………....12

C. Alat dan bahan………………………………………………………….12


D. Variabel dan Definisi Opersaional…………………………………...…13

E. Rancangan Percob………………………………………………………14

F. Langkah Percobaan……………………………………………………..14

G. Alur……………………………………………………………………..15

BAB IV DATA DAN ANALISIS PEMBAHASAN

A. Data…………………………………………………………………… 16
B. Analisis…………………………………..…………..…………………16

C. Pembahasan……………………………………………………….……17

D. Diskusi………………………………………………………………….19

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………..……21

B. Saran……………………………………………………………………21

3
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DOKUMENTASI

LAPORAN SEMENTARA

LEMBAR KERJA MAHASISWA

LAMPIRAN DOKUMENTASI

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan untuk


mencegah kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada
saat itu akar tidak mampu menyerap air pada tanah yang membeku.
Pengguguran daun pada setiap musim gugur yang diawali dengan terjadinya
perubahan warna, kemudian daun mengering dan gugur adalah juga
merupakan proses penuaan. Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai
daunnya terlepas dari batang. Daerah yang terpisah ini disebut lapisan absisi
yang merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-sel parenkim berukuran
kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah. Setelah daun rontok, daerah
absisi membentuk parut atau luka pada batang. Sel-sel yang mati menutupi
parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.

Pemisahan bagian atau organ tanaman, seperti daun, bunga, buah atau
batang yang terjadi secara alami disebut dengan Absisi. Faktor alami yang
terjadi dalam proses absisi yaitu panas, dingin, kekeringan dimana faktor-
faktor tersebut akan berpengaruh terhadap absisi. Gugurnya daun dipacu juga
oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek pada musim
gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini
menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin. Auksin
mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun, tetapi
dengan bertambahnya umur daun, jumlah etilen yang dihasilkan juga akan
meningkat dan akan mendorong pembentukan lapisan absisi.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah:
Bagaimana pengaruh IAA terhadap proses absisi pada daun?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk:
Mengidentifikasi pengaruh IAA terhadap proses absisi daun.

5
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Abisisi

Proses gugurnya organ tumbuhan seperti daun, bunga, dan buah tanpa
meninggalkan luka dinamakan absisi (Kusdianti, 2002). Pengguguran daun
atau yang juga absisi terjadi dalam rangka perubahan keadaan pada pangkal
tangkai dan helaian daun. Pengguguran daun juga dilakukan dengan tujuan
menyediakan tempat bagi daun – daun baru yang akan tumbuh pada musim
selanjutnya. Proses ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor air,
nutrisi, serta hormon pada tumbuhan. Gugurnya daun tidak hanya dialami oleh
daun tua, namun juga daun – daun yang masih muda. Faktor alami yang terjadi
dalam proses absisi yaitu panas, dingin, kekeringan dimana faktor-faktor
tersebut akan berpengaruh terhadap absisi.

B. Zona Absisi Daun

Tempat lepasnya daun pada tumbuhan biasanya terjadi pada bagian


pangkal daunya, karena pada bagian ini terdapat suatu lekukan dan juga
terdapat lapisan sel-sel khusus yang memang sudah di siapkan untuk proses
penguguran daun. Sel sel tersebut sering disebut sebagai zona absisi.

Gambar 2.1 Zona absisi daun


Sumber: Gurupendidikan.co.id

6
Menurut Esau dalam Kusdianti (2002), pada zona absisi dapat
dibedakan dua lapisan atau daerah sel. Lapisan pertama adalah lapisan absisi
yang akan mengalami perubahan struktural untuk memudahkan pemisahan
tangkai organ dengan batang. Lapisan kedua adalah lapisan pelindung yang
dibentuk dibawah lapisan absisi dan melindungi permukaan yang terdedah saat
organ tersebut gugur sehingga tidak mengalami kekeringan atau diserang
penyakit. Lapisan pelindung ini dibentuk karena hasil sintesis berbagai
senyawa dalam dinding sel maupun ruang antar sel berfungsi untuk mencegah
kekeringan dan parasit.
Pada tumbuhan gymnospermae dan dicotyledonae, gugurnya daun
diawali dengan terbentuknya zona absisi (daerah pengguguran) pada pangkal
tangkai atau helaian daun. Pada zona ini terdapat berkas – berkas pengangkut
yang berukuran lebih kecil daripada berkas pengangkut yang ada pada organ
tumbuhan lainnya, kemudian tidak ada jaringan penguat seperti kolenkim dan
skelerenkim di zona ini. Selain terdapat berkas pengangkut. di zona ini pula
terdapat sel–sel parenkim yang berdinding tipis, pipih, mengandung tepung,
dan sitoplasma yang kental.
Parenkim–parenkim tersebut terbentuk dari pembelahan antiklinal
melewati tangkai daun. Ketika daun akan gugur, lamela tengah diantara
beberapa sel tertentu di daerah distal zona absisi akan terurai. Terurainya
bagian dinding sel ini, menyebabkan keadaan yang tidak seimbang antara
daerah proksimal zona absisi yang semakin membesar dengan daerah distal
zona absisi yang terus mengalami penuaan, dan akhirnya terjadilah pematahan
pada pangkal tangkai daun.
C. Peranan Hormon dalam Absisi Daun

Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan untuk


mencegah kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada
saat itu akar tidak mampu menyerap air pada tanah yang membeku. Bagi
tumbuhan, gugurnya daun ini berguna untuk membuang organ yang tidak
berguna yang mungkin sebagai sumber infeksi yang potensial dan pada
beberapa spesies untuk memberi tempat bagi daun baru yang akan tumbuh
pada musim berikutnya.

7
Percobaan pertumbuhan suatu bagian tubuh tumbuhan sangat erat
kaitannya dengan pertumbuhan atau aktivitas bagian tubuh tumbuhan yang
lainnya. Diduga hubungan ini terjadi karena adanya suatu senyawa kimia
tertentu yang bergerak dari suatu bagian kebagian yang lainnya. Ada lima
senyawa yang dinamakan hormon, berfungsi sebagai koordinator pertumbuhan
dan perkembangan pada tubuh tumbuhan. Sering pengaruh faktor luar terhadap
pertumbuhan disebabkan karena terjadi pertumbuhan yang disebabkan karena
perubahan yang terjadi perubahan sintesis atau distribusi hormon didalam
tubuh. Hormon yang dimaksud adalah auksin, sitokinin, gibelerin, absisin dan
etilen. Tergantung pada sistem yang dipengaruhi, hormon dapat berfungsi
sendiri atau lebih sering dalam keseimbangan antar hormon itu.

Auksin dan sitokinin berperan menghambat absisi sedangkan asam


absisat dan etilen akan mempercepat absisi. Selama proses absisi, jumlah
auksin dan sitokinin endogenous menurun dan jumlah ABA serta etilen
meningkat. Ketika jumlah auksin menurun, sensitivitas sel-sel pada etilen akan
meningkat dan zona absisi akan terbentuk. Etilen akan menstimulasi ekspresi
gen pada sel-sel di zona absisi untuk memproduksi enzim pendegradasi dinding
sel seperti selulase dan poligalaktonase (Sakamoto et al, 2008). Pada
konsentrasi yang berlebih auksin dapat menghambat pertumbuhan sel.
Aktivitas auksin yang sudah berlebih pada tanaman akan meningkat dengan
adanya giberelin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya level auksin
yang menginduksi sintesis hormon etilen yang umumnya berperan sebagai
inhibitor pemanjangan sel dan memacu proses kerontokan.

1. Auksin

Mengenai hubungan antara absisi dengan zat tumbuh auksin,


Addicot Etall (1955) mengemukakan bahwa absisi akan terjadi apabila
jumlah auksin yang ada di daerah proksimal sama atau lebih dari jumlah
auksin yang terdapat didaerah distal. Tetapi apabila junlah auksin berada
di daerah distal lebih besar daridaerah proksimal maka tidak akan terjadi
absisi. Dengan kata lain proses absisi ini akan terlambat. Teori lain (Biggs
dan Leopld 1957, 1958) menerangkan bahwa pengaruh auksin terhadap

8
absisi ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Konsentrasi auksin
yang tinggi akan menghambat terjadinya absisi, sedangkan auksin dengan
konsentrasi rendah akan mempercepat terjadinya absisi. Teori terakhir
ditentukan oleh Robinstein dan Leopold (1964) yang menerangkan bahwa
respon absisi pada daun terhadap auksin dapat dibagi ke dalam dua fase
jika perlakuan auksin diberikan setelah auksin terlepas. Fase pertama,
auksin akan menghambat absisi dan fase kedua auksin dengan konsentrasi
yang sama akan mendukung terjadinya absisi.

Hormon auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk


tanaman. Dominasi apikal biasanya ditandai dengan pertumbuhan vegetatif
tanaman seperti, pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominasi apikal
dapat dikurangi dengan mendorong bagian pucuk tumbuhan sehingga
produksi auksin yang disintesis pada pucuk akan terhambat bahkan
terhenti. Hal ini akan mendorong pertumbuhan tunas lateral (ketiak daun)
(Hopkins, 1995). Auksin yang terhenti dapat digantikan dengan beberapa
jenis hormon IAA yang berfungsi dengan Lanolin untuk mengetahui
pertumbuhan lateralnya (Paponov, dkk, 2008).

Auksin berperan dalam penghambatan tunas lateral dan menunjang


dominansi apikal, sehingga tanaman menjadi tumbuh dengan cepat ke atas.
Salah satu anggota dari auksin yang paling dikenal adalah IAA. IAA
berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas lateral. Oleh karena itu untuk
meneliti pengaruh IAA, dilakukan percobaan mengenai penghambatan
tunas lateral dan dominansi apical dengan menggunakan kecambah kacang
hijau (Phaseolus radiatus) dengan beberapa perlakuan. Percobaan ini
bertujuan untuk meneliti pengaruh auksin terhadap pertumbuhan tunas
lateral.

Auksin bukan hanya terbentuk pada pucuk yang sedang tumbuh


tetapi juga pada daerah lain termasuk beberapa yang terlibat pada tahap
reproduksi, misalnya serbuk sari, buah, dan biji. Salah satu gejala yang
terkenal yang diperantarai, setidak-tidaknya sebagian oleh auksin ialah
dormansi ujung. Akar lateral seperti halnya kuncup lateral juga

9
dipengaruhi oleh auksin dan pemakaian zat-zat ini dariluar sangat
mendorong pembentukan akar lateral. Penggunaan praktis yang sangat
penting gejala ini adalah dalam menggalakkan pembentukan akar pada
perbanyakan tanaman dengan setek. Salah satu hasil utama penyerbukan
bunga adalah peningkatan kandungan auksin dalam bakal buah.
Pemberian auksin sintetik telah lama dikenal untuk mendorong proses
yang sama tanpa penyerbukan dan menghasilkan buah tanpa biji
(Loveless, 1991).

2. Etilen

Etilen, zat pemacu pengguguran yang terkuat dan tersebar luas


diberbagai organ tumbuhan dan pada banyak spesies tumbuhan
menyebabkan pembesaran sel dan menginduksi sintesis serta sekresi
hidrolase pengurai dinding sel. Ini akibat efeknya pada transkripsi, sebab
jumlah molekul mRNA yang menjadikan hidrolase (paling tidak selulase)
meningkatkan sekali setelah diberi perlakuan etilen.

Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak


diketahui daripada peranannya dalam hal perubahan warna daun yang
rontok dan pengeringan daun. Pada saat daun rontok, bagian pangkal
tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah yang terpisah ini disebut
lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-sel
parenkima berukuran kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah.
Setelah daun rontok, daerah absis imembentuk parut/luka pada batang.
Sel-sel yang mati menutupi parut untuk membantu melindungi tumbuhan
terhadap patogen.

3. Asam Absisat

Asam absisat lebih dikenal dengan sebutan ABA. ABA merupakan


zat pengatur tumbuh berupa hormon yang berperan dalam pengontrolan
organisme. ABA merupakan hormon yang sering memberi isyarat kepada
organ tumbuhan akan datangnya keadaan rawan fisiologis. Keadaan rawan
tersebut antara lain adalah kurang air, tanah bergaram, suhu dingin atau

10
panas. Asam Absisat (ABA) sering menyebabkan timbulnya respon yang
membantu melindungi tumbuhan dari keadaan rawan tersebut. Asam
Absisat yang pertama kali dikenal adalah absisin I dan absisin II yang
menyebabkan gugurnya buah kapas.

Pada perkembangan selanjutnya dikenal dengan Asam Absisat.


ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di
kloroplas dan plastid melalui lintasan asam mevalonat (Salisbury dan Ross
1995). Reaksi awal sintesis ABA sama dengan reaksi sintesis isoprenoid
seperti gibberelin sterol dan karotenoid. Menurut Crellman (1989)
biosintesis ABA pada sebagian besar tumbuhan terjadi secara tak langsung
melalui peruraian karotenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid.
ABA pergerakannya dalam tumbuhan sama dengan pergerakan gibberelin
yaitu dapat diangkut secara mudah melalui xilem floem dan juga sel-sel
parenkim di luar berkas pembuluh. bsisat. Secara umum, ABA banyak
ditemukan pada tumbuhan berpembuluh.

D. Hipotesis

Semakin banyak penambahan IAA maka akan menghambat absisi daun dan
semakin lama proses absisi daun.

11
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Metode Praktikum

Metode yang digunakan dalam praktikum “Absisi Daun” adalah metode


percobaan dengan memanipulasi letak pemotongan lamina dan bahan
pengolesan pada bagian yang terpotong.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Praktikum “Absisi Daun” dilaksanakan pada:

Tanggal : 21-28 November 2018

Waktu : 10.30 WIB

Tempat : Laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam FMIPA-UNESA dan Jl.


Ketintang Timur PTT III No. 38

C. Alat dan Bahan

1. Alat

No. Alat Jumlah

a. Silet 1 buah

2. Bahan

No. Bahan Jumlah

a. Tanaman iler (Coleus sp.) 2 pot tanaman

b. Label 6 buah

c. IAA 1 ppm 4 ml

d. Lanolin 100gr

12
D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Kontrol :Jenis tanaman, jenis hormon, media tanam dan


waktu pemotongan

Definisi Operasional :Pada praktikum jenis tanaman yang di gunakan


adalah Coleus sp dan jenis hormon yang di gunakan
adalah AIA, media tanam yang digunakan adalah
tanah dan waktu pemotongan yang sama
2. Variabel Respon : Waktu gugurnya daun

Definisi Operasional : Pada praktikum ini akan dihasilkan waktu gugurnya


daun dari tangkai daunnya.

3. Variabel Manipulasi :Letak Pemotongan Lamina dan Bahan Pengolesan


pada bagian yang terpotong

Definisi Operasional :Pada praktikum ini memanipulasi letak pemotongan


lamina yaitu bagian atas dan bawah, serta bahan
pengolesan bagian yang terpotong menggunakan
lanolin dan AIA dalam lanolin

E. Rancangan Percobaan

(1) (2)
Menyiapkan dua pot tanaman Coleus sp.

(1) (2)
Pot 1: Memotong lamina daun paling bawah
Pot 2: Memotong lamina daun kedua dari bawah
13
Lanolin + IAA Lanolin Lanolin + IAA Lanolin

(1) (2)

Mengolesi bekas potongan dengan lanolin dan


IAA 1 ppm dalam lanolin dan menandainya

(1) (2)

Mengamati proses pengguguran pada tiap pot


tanaman Coleus sp.

Gambar 3.1 Rancangan Percobaan Absisi Daun


Sumber: (Pratiwi, 2014)

F. Langkah Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Mengambil 2 buah pot tanaman Coleus sp yang memiliki kondisi sama

3. Memotong satu pasang lamina yang terletak paling bawah.

4. Memotong satu pasang lamina yang terletak tepat di atas lamina yang
paling bawah

5. Mengolesi bekas potongan yang satu dengan lanolin dan yang satu dengan
1 ppm AIA dalam lanolin

6. Memberi tanda agar tidak tertukar

7. Mengamati setiap hari dan catat waktu gugurnya tangkai tangkai Coleus sp

14
G. Alur

Tanaman Coleus sp

Pot 1 Pot 2

- Dipotong 1 pasang - Dipotong 1 pasang


lamina yang terletak di lamina yang terletak
paling bawah tepat di atas lamina
paling bawah
- Pada 1 bagian diolesi
dengan lanolin dan - Pada 1 bagian diolesi
diberi tanda dengan lanolin dan
diberi tanda
- Pada bagian lain diolesi
AIA dalam lanolin dan - Pada bagian lain diolesi
diberi tanda AIA dalam lanolin dan
diberi tanda

Diamati setiap hari


hari

Hasil

15
BAB IV

DATA, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

A. Data

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengaruh IAA terhadap proses absisi daun Coleus
Sp.

Hari ke-
Jenis Pot Keterangan
1 2 3 4 5 6 7

 Daun yang gugur 2


Pot IAA - - - - - -
 tangkai, sisa daun
A
Lanolin -  - - - - ada 6 helai

IAA - -  -   - Daun yang gugur ada


2 tangkai dan 4 helai
Pot B
Lanolin - - - - daun, sisanya daun
  
ada 2 helai

Keterangan:

- Pot A: Potongan lamina paling bawah

- Pot B: Potongan lamina kedua dari bawah

- Jumlah daun awal: 8 helai

B. Analisis

Berdasarkan Tabel 4.1 Hasil pengamatan pengaruh IAA terhadap


proses absisi daun tumbuhan Coleus sp. dapat dianalisis bahwa hormon auksin
(IAA) berperan dalam proses absisi daun. Dalam percobaan tersebut digunakan
dua pot tanaman Coleus sp. dengan kondisi yang hampir sama. tetapi dengan
perlakuan yang berbeda tiap tangkai.

16
Berdasarkan tabel di atas ditemukan adanya perbedaan waktu gugurnya
tangkai dan helai daun pada masing-masing cabang tanaman. Pot tanaman A
yaitu pada potongan lamina paling bawah, tangkai yang diolesi dengan lanolin
mengalami luruh lebih cepat yakni pada hari ke 2. Sedangkan pada lamina
yang diolesi lanolin+IAA mengalami luruh lebih lambar jika dibandingkan
denga tangkai yang diolesi lanolin saja yakin pada hari ke 5.

Pot tanaman B yaitu potongan lamina kedua dari bawah, tangkai yang
diolesi dengan lanolin megalami gugur lebih cepat yakin hari ke 2, 3, dan 4.
Sedangkan pada tangkai yang diolesi lanolin+IAA gugur pada hari ke 3, 5, dan
6. Berdasarkan tabel pengamatan menunjukkan bahwa banyak daun yang
gugur di pot B lebih banyak dibandingkan dengan pot A.

C. Pembahasan

Percobaan tentang pengaruh AIA terhadap proses absisi daun Coleus


sp. diberikan manipulasi berbeda, yaitu diolesi lanolin, dan diolesi campuran
lanolin + AIA, untuk diketahui kecepatan absisi daunnya. Gejala absisi yang
diamati dalam eksperimen ini adalah gugurnya tangkai daun yang laminanya
telah dipotong sehingga ujungnya dapat diolesi dengan dua perlakuan.
Pemotongan Lamina Coleus sp. bertujuan untuk menghentikan produksi auksin
alami, yaitu AIA yang dihasilkan oleh pelepasan gugus amino dan gugus
karboksil akhir dari rantai triphtofan. Seperti yang dinyatakan oleh Addicot
Etall (1955) bahwa absisi akan terjadi apabila jumlah auksin yang ada di
daerah proksimal sama atau lebih dari jumlah auksin yang terdapat didaerah
distal. Tetapi apabila junlah auksin berada di daerah distal lebih besar dari
daerah proksimal maka tidak akan terjadi absisi. Dengan kata lain proses absisi
ini akan terlambat.

Penggunaan lanolin dalam eksperimen ini berguna untuk menutup luka


akibat pemotongan lamina daun sehingga jaringan yang terbuka tidak diinfeksi
oleh bakteri. Lanolin merupakan substansi lilin berwarna kuning yang
disekresikan oleh kelenjar sebaseous dari hewan berbulu wool, misalnya
domba domestik. Pemberian lanolin juga diyakini tetap memungkinkan
jaringan untuk melakukan difusi atau pertukaran udara (Barnett, 1986).
17
Berdasarkan data dari tabel percobaan, hormon AIA berpengaruh
terhadap peristiwa absisi pada daun Coleus sp. yaitu menghambat atau
memperlambat proses absisi. Auksin yang terhenti dapat digantikan dengan
beberapa jenis hormon IAA yang berfungsi dengan Lanolin untuk mengetahui
pertumbuhan lateralnya (Paponov, dkk, 2008). Dikarenakan auxin berfungsin
sebagai auksin berperan dalam penghambatan tunas lateral dan menunjang
dominansi apikal, sehingga tanaman menjadi tumbuh dengan cepat ke atas.

Letak atau posisi daun berpengaruh pada proses absisi daun, dimana
tangkai daun yang terletak paling bawah atau daun paling tua gugur lebih
dahulu daripada tangkai daun yang letaknya di atas daun terbawah atau ke-2
dari bawah. Hal ini disebabkan karena daun paling tua berada paling bawah,
dimana cahaya matahari tidak dapat mengenai seluruh permukaan daun karena
terhalang oleh daun di atasnya. Akibatnya, daun paling tua tidak dapat
melakukan fotosintesis dengan baik. Perbedaan kecepatan absisi daun pada
masing-masing pot juga disebabkan karena perbedaan karakteristik tanaman.
Tanaman di pot A memiliki daun yang lebih kecil daripada di pot B.

Proses mekanisme absisi dimulai ketika pemotngan daun, maka daun


akan kekurangan klorofil. Sehingga terjadi mekanisme biokimia yang
menghasilkan oksigen reaktif yang menyebabkan ketahanan atau mekanisme
pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis yang konstan (homeostasis)
pada metabolisme seluler dan perusakan dinding sel. Seperti pernyataan
Sakamoto (2008). Selain itu saat tumbuhan terkonsentrasi pada hormon etilen,
gen mengekspresikan enzim selulose dan poligalakturonase yang berfungsi
mendegradasi dinding sel. Enzim yang mengaktifkan etilen ini ditemukan
berada dalam area promoter (Sakamoto, 2008). Hormon asam absisat yang
diyakini menstimulasi absisi terbukti tidak memegang peranan dominan dalam
proses ini.

Absisi akan terjadi apabila jumlah auksin yang ada di daerah proksimal
sama atau lebih dari jumlah auksin yang terdapat didaerah distal. Tetapi apabila
jumlah auksin berada di daerah distal lebih besar daridaerah proksimal maka
tidak akan terjadi absisi. Seperti menurut Leopod (1964) pengaruh auksin

18
terhadap absisi ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Konsentrasi
auksin yang tinggi akan menghambat terjadinya absisi, sedangkan auksin
dengan konsentrasi rendah akan mempercepat terjadinya absisi.

Auksin dan sitokinin berperan menghambat absisi sedangkan asam


absisat dan etilen akan mempercepat absisi. Selama proses absisi, jumlah
auksin dan sitokinin endogenous menurun dan jumlah ABA serta etilen
meningkat. Ketika jumlah auksin menurun, sensitivitas sel-sel pada etilen akan
meningkat dan zona absisi akan terbentuk. Etilen akan menstimulasi ekspresi
gen pada sel-sel di zona absisi untuk memproduksi enzim pendegradasi dinding
sel seperti selulase dan poligalaktonase (Sakamoto et al, 2008).

Pada dasarnya tanaman akan mengalami gugur daun. Untuk tanaman


iler daun yang tua berada dibawah (nodus bawah) sedangkan yang nodus atas
merupakan daun muda. Ini berarti daun yang berada dibawah akan lebih dahulu
gugur dari pada daun yang terletak diatas (Pratiwi, 2014).

D. Diskusi

Dalam percobaan yang dilakukan diketahui terdapat perbedaan waktu


gugurnya daun pada tanaman Coleus sp. Pada tangkai daun yang diolesi
dengan lanolin waktu gugurnya lebih cepat daripada tangkai daun yang
diolesi dengan lanolin + AIA. Hal ini disebabkan karena bagian pangkal
tangkai daun yang diolesi dengan lanolin akan membentuk daerah absisi.
Daerah ini merupakan bagian yang terlemah dan diameter berkas pengangkut
lebih kecil dari bagian lain, tidak mengandung kolenkim maupun sklerenkim
(sebagai jaringan penguat) sehingga lamella tengahnya larut yang
mengakibatkan tangkai daun dapat putus atau gugur. Putus atau gugurnya
tangkai daun pada daerah absisi yang tidak mengalami penebalan oleh lignin,
suberin, dan selulosa serta dipicu oleh angin atau karena berat dari jaringan
itu sendiri. Selain itu, disebabkan karena lanolin merupakan salah satu
campuran zat yang sifatnya sama dengan ABA dan etilen yaitu mempercepat
penuaan prematur pada sel organ yang akan gugur, termasuk daun.

19
Tangkai daun yang diolesi dengan lanolin + AIA waktu gugurnya
tangkai daun lebih lama daripada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin
saja karena AIA atau auksin menghalangi induksi ABA. Hal ini dapat
diindikasikan bahwa hormon AIA menghambat proses pengguguran tangkai
daun. Selain hormon yang berpengaruh pada proses pengguguran daun, letak
atau posisi daun juga berpengaruh yaitu tangkai daun yang terletak paling
bawah atau daun paling tua gugur lebih dahulu daripada tangkai daun yang
letaknya di atas daun terbawah atau ke-2 dari bawah. Hal ini disebabkan
karena daun paling tua berada paling bawah, dimana cahaya matahari tidak
dapat mengenai seluruh permukaan daun karena terhalang oleh daun di
atasnya. Akibatnya, daun paling tua tidak dapat melakukan fotosintesis
dengan baik, dan selanjutnya akan segera gugur.

20
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah kami laksanakan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Tangkai daun yang diberi lanolin saja mengalami absisi lebih cepat
daripada tangkai daun yang diberi dengan lanolin + AIA. Hal ini
disebabkan karena bagian pangkal tangkai daun yang diolesi dengan
lanolin akan membentuk daerah absisi. Daerah ini merupakan bagian yang
terlemah dan diameter berkas pengangkut lebih kecil dari bagian lain,
tidak mengandung kolenkim maupun sklerenkim (sebagai jaringan
penguat) sehingga lamella tengahnya larut yang mengakibatkan tangkai
daun dapat putus atau gugur. Putus atau gugurnya tangkai daun pada
daerah absisi yang tidak mengalami penebalan oleh lignin, suberin, dan
selulosa serta dipicu oleh angin atau karena berat dari jaringan itu sendiri.
Selain itu, disebabkan karena lanolin merupakan salah satu campuran zat
yang sifatnya sama dengan ABA dan etilen yaitu mempercepat penuaan
prematur pada sel organ yang akan gugur, termasuk daun.

2. Tangkai daun paling bawah mengalami absisi paling cepat dibandingkan


dengan tangkai kedua dari bawah. Hal ini disebabkan karena daun paling
tua berada paling bawah, dimana cahaya matahari tidak dapat mengenai
seluruh permukaan daun karena terhalang oleh daun di atasnya. Akibatnya,
daun paling tua tidak dapat melakukan fotosintesis dengan baik, dan
selanjutnya akan segera gugur.
B. Saran

Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya digunakan tanaman yang memiliki


kondisi yang sama serta jumlah lamella yang sama sehingga tidak mempersulit
praktikan dalam melakukan penelitian.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (1985). Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Bandung: Aksara.
Coder, Kim D. 1999. Falling Tree Leaves: Leaf Abscission. Georgia: School of
Forest Resources, University of Georgia
Dahlia. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. UM Press: Malang.
Darmawan dan Baharsjah. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia.
Jakarta.
Greulach,V.A and J.E. Adam. 1976. Plant and Introduction to Modern Botany.
Macmillan Publishing Co., Inc, New York.
Heddy dan Abidin. 1996. Biologi Edisi III. Jakarta: Erlangga.
Heddy, S. (1989). Hormon Tumbuh . Jakarta: CV. Rajawali.
Kusdianti, dan Wardini, H. 2002. “Pengaruh 6-Benzilaminopurin (BAP) terhadap
Pembentukan Lapisan Pemisah (Zona Absisi) Pada Tangkai Kuntum
Bunga Kacang Hijau, Vigna Radiata (L.) Wilzcek Varitas Walet. Jurnal
Pengajaran MIPA. Vol. 3 No. 1
Leopold, A. C and P. E. Kriedemann, 1965. Plant Growth and Development.
Second Edition. Tata Mc, Grow. Hill Publishing Campany Ltd. New
Delhi
Lovelles, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.
Jakarta: PT. Gramedia Indonesia.
Pratiwi, Diana. 2014. Laporan Resmi Fisiologi Tumbuhan: Absisi Daun.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Rachmadiarti.2007.Fotosintesis.Jakarta : Erlangga.
Rahayu, Yuni Sri; Yuliani dan Lukas S Budipramana. 2010. Petunjuk Praktikum
Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Laboratorium Fistum-Biologi-Unesa.
Sakamoto, M., I. Munemura, R. Tomita, & K. Kobayashi (2008). Reactive oxygen
species in leaf abscission signaling. Plant Signal Behavior, 3(11),
1014-1015
Sallisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Penerbit Angkasa, Bandung.

22
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Menyiapkan 2 pot Gambar 2. Memotong lamina


tanaman Coleus sp. daun Coleus sp.

Gambar 3. Memberikan Gambar 4. Mengamati


Lanolin dan IAA pada bekas banyak daun Coleus sp.yang
potongan gugur

23

Anda mungkin juga menyukai