EKOFISIOLOGI HEWAN
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
yang terintregasi dari respon sistem efferent dan sentral. Reseptor sensitif suhu
terdapat pada kulit dan membran mukosa yang selanjutnya akan berintregasi menuju
spinal cord dan berakhir di hipotalamus anterior yang merupakan pusat control
sistem termoregulasi (Fauzi et al., 2017).
Proses transfer energi di dalam tubuh manusia menyebabkan terjadinya
transfer panas. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan
ekresi adalah elemen- elemen homeostasis, utamanya pada manusia. Dalam
termoregulasi, dikenal istilah eksoterm, dan endoterm pada sumber panas yang
diperoleh tubuh. Manusia mendapatkan sumber panas yang berasal dari dalam
tubuh sehingga disebut sebagai endoterm (Purwanti dan Minarsih, 2017).
Suhu tubuh manusia memiliki kemampuan mempertahankan konstan yang
diatur oleh hipotalamus dan mampu beradaptasi terhadap perubahan suhu
lingkungan. Bila suhu lingkungan dingin, maka tubuh melakukan mekanisme
peningkatan laju metabolism melalui perubahan-perubahan hormon-hormon yang
terlibat di dalamnya sehingga dihasilkan produksi panas optimal. Sedangkan bila
suhu lingkungan panas, maka mekanisme pengurangan produksi panas melalui
pengeluaran cairan tubuh agar terjaga keseimbangan suhu endoterm (Barone, 2009).
Kenaikan suhu tubuh yang terlalu cepat juga berpengaruh terhadap kadar air
dalam tubuh manusia, semakin tinggi suhu tubuh sebagai akibat proses metabolisme
pada saat latihan, maka semakin banyak pula residu air berupa keringat yang dibuang
melalui kulit. Ketika beraktivitas darah terpompa lebih cepat sebagai akibat suhu
permukaan kulit meningkat yang diiringi pula peningkatan suhu pada otot-otot tubuh,
darah dialirkan lebih cepat sebagai bentuk penanggulangan akibat meningkatnya
suhu, selain suhu tersebut meningkat akibat proses metabolisme dan proses
perubahan energi (Mintarto dan Fattahilah, 2019).
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
2.2. Termoregulasi
Termoregulasi adalah proses yang melibatkan mekanisme homeostatis yang
mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan
mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas
yang dikeluarkan. Proses mempertahankan suhu tubuh tersebut dikenal dengan
termoregulasi atau pengaturan panas. Manusia adalah makhluk endotermik dimana
suhu tubuhnya relatif konstan terhadap perubahan suhu disekitarnya. Sistem
termoregulasi diatur oleh fisiologis yang terintregasi dari respon sistem efferent dan
sistem sentral (Amir et al., 2017).
Termoregulasi adalah mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu
internal agar berada di dalam kisaran yang optimal. Mekanisme termoregulasi terjadi
dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas. Bila
suhu lingkungan dingin, maka tubuh akan meningkatan laju metabolisme melalui
perubahan hormon yang terlibat di dalamnya sehingga dihasilkan produksi panas
optimal. Sedangkan bila suhu yang terdapat pada lingkungan panas, maka tubuh
melakukan mekanisme penrangan produksi panas melalui proses pengeluaran cairan
tubuh agar terjaga keseimbangan suhu endoterm. Kontrol keseimbangan suhu pada
tubuh manusia dilakukan dengan cara menyeimbangkan antara heat production dan
heat loss (Fatmawati et al., 2021).
Termoregulasi adalah kemampuan sistem otonomi saraf tubuh yang vital untuk
berespon terhadap dingin dan heat stress. Suhu tubuh memiliki 2 komponen yaitu
suhu inti tubuh dan suhu perifer tubuh. Suhu inti tubuh diukur dari suhu trunkus dan
kepala, sedangkan suhu perifer tubuh diukur dari suhu ekstrimitas. Suhu inti tubuh
cenderung lebih stabil dan dalam kondisi lingkungan moderat suhu perifer lebih
rendah 2-4 derajat dibanding suhu inti tubuh.16 Termoregulasi bekerja dengan
menjaga suhu inti tubuh dalam jarak 1-2 derajat dari 37oC untuk menjaga sel
berfungsi dengan normal. Panas diproduksi dan dihilangkan dari tubuh supaya tubuh
tetap berada dalam keadaan normotermia (Isnaeni, 2006).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PENELITIAN
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan tentang thermoregulasi pada
manusia, didapatkan hasil sebagai berikut :
No Tempat Suhu
1. CavitaOris 33 0C
(Normal)
2. CavitaOris 27 0C
(Setelahkumur 3 kali)
3. Fossa Axillaris 35 0C
(Normal)
4. Fossa Axillaris 42 0C
(Setelahlari 5 menit)
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan Termoregulasi pada Manusia didapati bahwa suhu
setelah beraktivitas dapat meningkat atau menurun. Suhu tubuh normal pada mulanya
sekitar 33 0C, setelah berkumur sebanyak 3kali suhu menurun menjadi 27oC,
sedangkan lari ditempat mengakibatkan kenaikan suhu menjadi 42oC. Hal ini sesuai
dengan penelitian Wahyuning dan Laksemi (2021), mekanisme fisiologis tubuh untuk
mengatur suhu tubuh atau disebut dengan termoregulasi. Termoregulasi dilakukan
oleh tubuh manusia sebagai cara penyesuaian fisiologis tubuh terhadap paparan suhu
tinggi maupun rendah. Dalam cekaman panas tubuh manusia akan menaikkan suhu
kulit dan menjaga suhu mendekati 37℃, denyut jantung dan cardiac output akan
meningkat dan mengarahkan aliran sirkulas darah ke kulit.
Terpaparnya tubuh oleh suhu tinggi dan rendah mendesak tubuh untuk
beradaptasi dengan melakukan penyesuaian suhu tubuh melalui proses termoregulasi
yang diatur oleh hipotalamus. Beberapa faktor yang menyebabkan tubuh melakukan
termoregulasi dikelompokkan menjadi dua factor yaitu faktor internal dan eksternal.
Menurut Mulyadi et al., (2021), peningkatan dan penurunan suhu tubuh dapat
dipengaruhi oleh proses metabolisme tubuh dan kerja organ (faktor internal) juga
intensitas aktivitas dan suhu lingkungan, jenis pakaian yang digunakan (faktor
eksternal). Bila suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh maka hipotalamus
posterior akan merespon dengan meningkatkan metabolisme tubuh melalui
vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.
Kondisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan pengecekan suhu tubuh
menggunakan termometer. Menurut Achlison (2020), bagian tubuh yang dapat
digunakan untuk mengukur suhu tubuh dengan akurat yaitu di bagian mulut (bagian
bawah lidah), rektal, ketiak. Pengukuran suhu telah banyak dilakukan oleh beberapa
peneliti, salah satu cara terbaru untuk memantau suhu adalah dengan menggunakan
sensor inframerah. Hal ini dipilih sebagai alternatif penggunaan termometer yang
dinilai lebih praktis untuk penderita tunanetra. Suhu tubuh normal berkisar antar
36,5⁰C - 37,5⁰C. Pengukuran suhu tubuh saat ini dilakukan tanpa kontak langsung
Universitas Sriwijaya
mengingat keadaan pandemi saat ini. Panas tubuh dapat diturunkan melalui proses
evaporasi dan konduksi.
Suhu tubuh manusia akan menurun ketikamengonsumsi ataupun berkumur
dengan air es. Suhu yang ada di dalam mulut juga dapat dipengaruhi dari makanan
ataupun minuman yang dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh dan juga dipengaruhi
dari kondisi lingkungan saat manusia bernafas. Saat praktikan melakukan lari selama
5 menit suhu tubuh juga akan meningkat. Menurut Mulyadi et al., (2021), latihan
fisik berupa aktivitas yang dilakukan dan suatu akibat dari kontraksi otot dengan
melibatkan system ketahanan untuk menjalankan kegiatan sehari-hari. Latihan fisik
dengan intensitas berat selama 20 menit akan meningkatkan suhu tubuh dari 37⁰C
menjadi 40⁰C.
Aktivitas manusia merupakan faktor penting yang menjadi penentusuhutubuh.
Penelitian yang dilakukan oleh Triana (2021) mengatakan bahwa, faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh ada beberapa yaitu laju metabolisme basal semuasel
tubuh, laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk
kontraksi otot yang disebabkan oleh menggigil, metabolisme tambahanyang
disebabkan oleh hormon tiroksin terhadap sel, metabolisme tambahanyangdisebabkan
oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan simpatisterhadap sel dan
metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnyaaktivitas kimiawi.
Ketiak dan mulut merupakan bagian tubuh yang biasanya digunakan untuk
mengukur suhu tubuh manusia. Bagian tubuh yang digunakan akan menunjukkan
hasil yang berbeda jika diukur dengan bagian tubuh manusia yang lainnya. Hal ini
sesuai dengan penelitian Winekher (2020) mengatakan, suhu tubuh pada manusia
dibagi menjadi 2 jenis yaitu Core temperatur (Suhu inti), suhu pada jaringan dalam
dari tubuh, seperti kranium, thorax, rongga abdomen dan rongga pelvis, dan yang
kedua Surface temperature merupakan suhu pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak.
Suhu ini berbeda, naik turunnya tergantung respon terhadap lingkungan. Termometer
merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur suhutubuh manusia.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Amir, A., Bagus P. P., dan Idat G. P. 2017. Termoregulasi Sapi Perah pada Energi
Ransum yang Berbeda. JITP. Vol. 5 (2).
Barone, James E. 2009. Fever : Fact and Fiction. The Journal of Trauma. Vol. 67 (2)
: 406 - 409.
Fatmawati, N. A., Dewi, B. S., Rusita, R., dan Fitriana, Y. R. 2021. Analisis
Persebaran Reptil di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung
(Reptile Distribution Analysis in the Integrated Field Laboratory, University
of Lampung). Jopfe Journal. 1(2): 1-10.
Mintarto, E., dan Fattahilah, M. 2019. Efek Suhu Lingkungan Terhadap Fisiologi
Tubuh pada saat Melakukan Latihan Olahraga. JSES: Journal of Sport and
Exercise Science. 2(1): 9-13.
Mulyadi, S. Y., Arti, W., Widanti, H. N., dan Anjasmara, B. 2021. Pengaruh
Adaptive Exercise terhadap Temperatur Tubuh Anak dengan Gangguan
Neurologis Sistem Saraf Pusat. Physiotherapy Health Science (PhysioHS).
3(1): 53-57.
Universitas Sriwijaya
Purwanti, S., dan Winarsih, N.A. 2017. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap
Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia di Ruang Rawat Inap
RSUD. Dr. Moewardi Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan. Issn 1979- 2697,
Vol. 1 (2).
Supu, I., Usman, B., Basri, S., dan Sunarmi. 2017. Pengaruh Suhu terhadap
Perpindahan Panas pada Material yang Berbeda. Jurnal Dinamika. Vol. 7 (1) :
62 – 73.
Triana, D. 2021. Asuhan Keperawatan Klien Demam Typhoid Dengan Masalah
Keperawatan Ketidakefektifan Termoregulasi di RSUD Piring Sewu Tahun
2021 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Pringsewu).
Wahyuning, C. S., dan Laksemi, D. B. 2021. Kajian Pengaruh Heat Stress terhadap
Beban Kerja Fisik Berat pada Kegiatan Lapangan. In Seminar Nasional
Teknik dan Manajemen Industri. 1(1): 167-174.
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya