Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOFISIOLOGI HEWAN
ADAPTASI PADA HEWAN AKUATIK

OLEH:

NAMA : HAFIS HAIKAL


NIM 08041381924112
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : LILI AISYAH

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ekofisiologi hewan merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang
mempelajari tentang interaksi antara lingkungan dan makhluk hidup yang dalam
ilmu ini adalah hewan. Lingkungan terdiri dari berbagai komponen serta memiliki
faktor pengaruh berupa biotik dan abiotik yang dapat memberikan dampak
terhadap perilaku dan kebiasaan hewan. Faktor biotik terdiri atas manusia, hewan,
lingkungan dan mikroorganisme sedangkan faktor abiotik melingkupi suhu, ph,
kelembapan, salinitas, tekanan dan cahaya (Saroyo dan Koni, 2017).
Sumber air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan harus memenuhi
persyaratan baik parameter fisika dan kimia. Sifat fisik air merupakan tempat
hidup dan menyediakan ruang gerak. Sifat kimia merupakan penyedia unsur-unsur
ion, gas-gas terlarut, pH dan sebagainya. Kondisi kedua hal tersebut harus sesuai
dengan persyaratan untuk hidup dan berkembangnya ikan yang dipelihara.
Karakteristik perairan baik dari segi fisika maupun kimia dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik faktor eksternal maupun internal. Pengaruh eksternal berasal dari laut
lepas yang mengelilinginya antara lain arus, pasang surut, gelombang, suhu dan
salinitas. Kondisi perairan ini umumnya dipengaruhi oleh masukan-masukan yang
bersumber dari aktivitas masyarakat disekitar (Siegers et al., 2019).
Air merupakan media hidup organisme akuatik yang variabellingkungan
nya selalu berubah baik harian, musiman, bahkan tahunan.Kondisi lingkungan
yang selalu berubah tersebut akan mempengaruhi proses kehidupan organisme
yang hidup didalamnya. Air sebagai lingkungan tempat hidup organisme perairan
harus mampu mendukungkehidupan dan pertumbuhan organisme tersebut. Air
adalah material sumber kehidupan dan unsur penting bagi semua bentuk
kehidupan manusia dan semua makhluk hidup diatas bumi (Karangan, 2019).
Dalam suatu habitat terdapat lebih dari satu jenis organisme dan
semuanyaberada dalam satu komunitas-komunitas menyatu dengan lingkungan
abiotikdanmembentuk suatu ekosistem. Dalam ekosistem, hewan berinteraksi
dengan lingkungan biotik yaitu hewan lain, tumbuhan serta

Universitas Sriwijaya
mikroorganismelainnya. Interaksi tersebut dapat terjadi antar individu, antar
populasi danantar komunitas. Lingkungan bagi satwa akuatik adalah semua faktor
biotik dan abiotikyang ada di sekitarnya (Latuconsina, 2021).
Kehidupan organisme air sangat tergantung pada habitatnya,
karenakeberdaan dan kepadatan suatu jenis hewan air di suatu wilayah sangat
ditentukan keadaan daerah itu. Dengan kata lain, keberadaaan dan
kepadatanpopulasi suatu jenis organisme tanah disuatu daerah sangat bergantung
dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Setiap
organismedi muka bumi menempati habitatnya (Muslim et al., 2019).
Setiap makhluk hidup harus mampu beradaptasi dengan terhadap faktor
lingkungan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Interaksi antara makhluk
hidup dengan lingkungnya akan membentuk suatu sistem yang kompleks atau
disebut ekosistem. Faktor lingkungan mempengaruhi proses kehidupan dan
adaptasi makhluk hidup baik secara morfologi, anatomi dan fisiologinya. Hewan
merupakan kelompok makhluk hidup yang memiliki kemampuan dalam
beradaptasi (Karangan, 2019).
Ikan merupakan salah satu hewan akuatik yang bersifat poikiloterm yaitu
dapat menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan sekitarnya. Ikan
memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan serta mengasilkan energi untuk bergerak
dan bereproduksi. Energi tersebut di dapat dari makanan ikan baik alami maupun
buatan. Laju digesti dipengaruhi oleh banyak hal baik internal maupun eksternal
ikan. Laju internal dipengaruhi oleh kondisi kesehatan ikan enzim dan hormone
pada ikan. Sementara faktor eksternal sangat dipengaruhi oleh temperature, dan
salinitas. Temperatur rendah di bawah normal 28-30 0C dapat menyebabkan ikan
kehilangan nafsu makan (Oktavianto, 2017).

1.2. Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui faktor lingkungan atau ekosistem
yang mempengaruhi proses adaptasi hewan akuatik, mengetahui contoh adaptasi
fisiologi dari kelompok hewan akuatik yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
dan mengetahui keterkaitan antara adaptasi fisiologi terhadap morfologi, anatomi
dan perilaku hewan akuatik.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hewan Akuatik


Organisme akuatik yang sebagian atau seluruh hidupnya di lingkungan
perairan air tawar, payau maupun laut. Organisme akuatik akan sering sekali
menghadapi kondisi lingkungan yang sering sekali mengalami fluktuasi, baik
karena faktor alam, maupun karena aktivitas manusia. Perubahan lingkungan
inilah yang harus dihadapi dan disiasati oleh organisme akuatik agar mampu
bertahan hidup. Organisme akuatik akan memberikan respon yang
bermacammacam, tergantung pada jenis ataupun kondisi perubahan lingkungan
yang sedang dihadapi (Firdhausi et al., 2018).
Invertebrata diadaptasi untuk memperoleh oksigen terlarut langsung dari air.
Vertebrata air termasuk ikan bertulang, ikan bertulang rawan, paus, kura-kura,
lumba-lumba, singa laut. Kecuali ikan, semua vertebrata lain perlu mengambil
udara dari atmosfer karena mereka tidak dapat mengekstraksi oksigen terlarut dari
air. Berbeda dengan hewan darat, hewan air seperti ikan, mamalia air memiliki
sirip dan merampingkan tubuh yang memungkinkan mereka bergerak cepat di
dalam air (Nabiu et al., 2018)

2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Hidup Hewan Akuatik


Interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya akan membentuk
suatu sistem yang kompleks atau disebut ekosistem. Faktor lingkungan
mempengaruhi proses-proses kehidupan dan adaptasi makhluk hidup baik secara
fisiologi, morfologi dan anatomi. Setiap makhluk hidup harus mampu beradaptasi
terhadap faktor lingkungan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Hewan
merupakan kelompok makhluk hidup yang memiliki kemampuan dalam
beradaptasi. Adanya keterkaitan antara faktor lingkungan dan fisiologi hewan
dikaji dalam cabang ilmu yang disebut ekofisiologi hewan. Setiap kelompok
hewan memiliki cara adaptasinya masing-masing dalam menyesuaikan diri
terhadap faktor lingkungan (Firdhausi et al., 2018).

Universitas Sriwijaya
Salah satu parameter lingkungan yang mempunyai pengaruh besar terhadap
hewan akuatik adalah suhu. Ikan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan suhu
tubuhnya dengan suhu lingkungannya sehingga disebut hewan poikilothermal.
Jika suhu air turun di bawah 20°C maka pertumbuhan dan reproduksi ikan akan
melambat, serta akan menimbulkanya penyakit. Setiap spesies hewan akuatik
memiliki suhu optimal untuk pertumbuhannya (Muslim et al., 2019).

2.3. Habitat Hewan Akuatik


Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dengan habitat darat.
Sepanjang perjalanan evolusi, diantara keturunan organism laut yang mengalami
perpindahan ke lingkungan air tawar, ada beberapa yang beradaptasi terhadap
lingkungan payau, ada pula yang sepanjang hidupnya mengalami perpindahan
pulang balik ke laut dan ke air tawar, seperti ikan salem dan ikan sidat. Ada yang
terus menyesuaikan diri pada air tawar, bahkan terus menjadi organisme darat dan
ada pula yang menyesuaikan diri untuk hidup di antara air tawar dengan darat,
yaitu pada daerah-daerah tepi sungai, atau tepi kolam (Santoso,2018).

2.4. Adaptasi Pada Hewan Akuatik


Hewan akuatik merupakan kelompok hewan yang hidup pada ekosistem
perairan sehingga faktor perairan tersebut mempengaruhi proses fisiologi hewan
akuatik. Hewan akuatik dapat melakukan adaptasi fisiologis misalnya melalui
pengaturan sistem eksresi dan osmoregulasi, termoregulasi, respirasi, pengaturan
sistem sirkulasi, pencernaan, sistem endokrin dan reproduksi. Adaptasi morfologi,
anatomi dan perilaku juga berpengaruh terhadap fisiologi hewan akuatik dalam
menjaga keseimbangan tubuh atau homeostasis. Komponen utama penyusun
cairan tubuh hewan terdiri atas air. Lingkungan akuatik dapat dibedakan menjadi
lingkungan air laut dan air tawar (Purnamasari dan Santi, 2017).
Tingkah laku hewan yang berhubungan dengan proses fisiologis seringkali
berirama(rhythmic). Pada saat siang atau malam hari atau musimatautahunan
berhubungan dengan siklus eksternal alamiah. Siklus ini dapat dipakai sebagai
derajat kontrol yang pengaruhnya secara keseluruhan tergantung adanyastimuli
yang sesuai dengan perubahan lingkungan (Herjayanto et al., 2021).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu Dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 31 Maret 2022 pada
pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium
Biosistematika Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat Dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah jurnal, buku atau sumber
referensi valid yang berhubungan dengan adaptasi pada hewan akuatik.

3.3. Cara Kerja


Praktikum ini dilakukan dengan metode studi literatur. Setiap kelompok
mencari literature berupa jurnal, buku atau sumber referensi valid lainnya yang
berkaitan dengan adaptasi pada hewan akuatik. Literatur yang didapat masing-
masing kelompok kemudian didiskusikan saat pelaksanaan praktikum. Hasil
praktikum diperoleh dari studi literature masing-masing kelompok dan hasil
diskusi setiap kelompok yang dicatat dan dicantumkan pada laporan praktikum.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

4.1.1. Adaptasi Morfologi dan Fisiologi Terhadap Salinitas

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan pada praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa adaptasi
yang terjadi pada hewan akuatik adalah adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan
adaptasi tingkah laku. Pada adaptasi morfologi yang terjadi berdasarkan literature
yang diketahui faktor lingkungan berupa cahaya dapat mempengaruhi perubahan
morfologi pada hewan akuatik. Ikan yang dipelihara pada kondisi terang akan
memberikan reaksi warna kulit yang lebih cerah dan menarik, berbeda dari ikan
yang dipelihara di tempat gelap atau sedikit cahaya karena ada perbedaan reaksi
melanosom yang mengandung pigmen melanofor terhadap rangsangan warna
cahaya. Menurut Kusuma et al., (2020), intensitas cahaya dalam air media akan
memengaruhi tingkah laku ikan seperti rangsangan untuk makan, melindungi diri.
Fenotipe pada ikan tergantung kepada genotipe, lingkungan, dan interaksi
antara genotipe dan lingkungan. Respons spesifik terhadap lingkungan yang
beragam mengakibatkan adanya adaptasi morfologi interaksi antara genotipe dan
lingkungan (GxL), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan
mengurangi kontribusi dari genetik dalam modifikasi morfologi akhir pada ikan.
Menurut Sari et al., (2020), ikan harus berinteraksi termasuk beradaptasi dengan
habitatnya. Bentuk adaptasi ikan terhadap habitat antara lain adaptasi morfologi
pada tipe letak mulut, tipe gigi rahang bawah dan bentuk sirip ekor. Tipe letak
mulut, tipe gigi rahang bawah dan bentuk sirip ekor menunjukan adaptasi ikan
terkait dengan sumberdaya makanan dan cara memperolehnya (guild).
Intensitas cahaya juga dapat mempengaruhi adaptasi fisiologi pada hewan
akuatik khusunya pada ikan. Menurut Nabiu et al., (2018), faktor-faktor yang
mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya
dan lama waktu pemaparan. Hal ini dapat dilihat dari tingkatan adaptasi mata ikan
terhadap intensitas cahaya. Terjadinya tingkatan adaptasi mata ikan atau respon
ikan terhadap cahaya ditandai dengan naiknya sel kon (cone cell) yang terdapat
pada retina mata ikan. Sel kon yang terdapat di dalam retina ikan bertanggung
jawab pada penglihatan terhadap warna (color vision).
Suhu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi
oksigen. Peningkatan suhu pada batas toleransi akan diikuti dengan peningkatan
laju metabolisme. Perubahan suhu secara fluktuatif akan menyebabkan pengaruh

Universitas Sriwijaya
terhadap fisiologi hewan air. Kenaikan suhu menyebabkan laju konsumsi dan
metabolisme meningkat. Menurut Nugroho (2017), penurunan suhu menyebabkan
penghambatan proses fisiologi bahkan dapat menyebabkan kematian dan dapat
menurunkan pertumbuhan serta mengurangi kelangsungan hidup ikan dan daya
tarik terhadap pakan. Kecepatan reaksi laju metabolisme dipengaruhi suhu dimana
pertumbuhan lebih cepat dengan meningkatnya suhu dalam batas toleransinya.
Respon hewan akuatik terhadap perubahan suhu dari suhu habitat asalnya
dan adanya aktivitas berlebihan yang dilakukan ikan dalam rangka adaptasi pada
kondisi lingkungan yang baru. Menurut Sumarto(2017), untuk merespon
perubahan suhu tersebut ikan memerlukan energi agar fungsi dari fisiologis
berlangsung secara normal. Bila terjadi kerusakan fisiologis maka hewan akuatik
tersebut akan terhambat pertumbuhannya bahkan dapat menyebabkan kematian.
Suhu yang sangat ekstrim ikan bisa saja mati karena pada suhu yang terlalu dingin
darah ikan akan membeku.
Ikan memiliki kepekaan terhadap intensitas cahaya dan panjang gelombang
tertentu. Pengenalan warna cahaya tersebut oleh ikan berlangsung sangat cepat
yaitu sekitar 10-20 detik. Sensitivitas retina terhadap warna cahaya tergantung
dari pigmen yang terdapat pada sel kon dan sel rod. Menurut Nabiu et al., (2018),
seperti halnya pada semua hewan vertebrata, ukuran sel kon (sel kerucut)
menunjukkan kesensitifitasan retina terhadap spektrum cahaya. Sel kerucut
pendek sensitif terhadap gelombang cahaya pendek sedangkan sel kerucut panjang
sensitif terhadap gelombang cahaya terpanjang. Sel kon tersebut selanjutnya
dihitung kon indeksnya untuk mengetahui rasio atau perbandingan pergerakan
panjang sel kon antar intensitas yang berbeda.
Dari studi literature yang dibahas, warna lingkungan berpengaruh terhadap
rangsangan dan berperan penting dalam pola makan ikan karena warna dan
cahaya pada lingkungan memengaruhi kemampuan ikan dalam mendeteksi
makanan. Menurut Kusuma et al., (2020), bahwa sel kerucut pada retina mata
ikan yang dapat membuat ikan melihat warnawarna hanya bekerja pada cahaya
terang. Jika ikan mengalami stress pada saat beradaptasi dengan lingkungan, nafsu
makan ikan yang stres akan menurun, sehingga ikan menjadi lemah. Selain itu,
warna badan ikan saat mengalami stres akan cenderung memucat.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan kesimpulan


sebagai berikut:
1. Ikan yang dipelihara pada kondisi terang akan memberikan reaksi warna
kulit yang lebih cerah dan menarik
2. Bentuk adaptasi ikan terhadap habitat antara lain adaptasi morfologi pada
tipe letak mulut, tipe gigi rahang bawah dan bentuk sirip ekor.
3. Suhu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi
oksigen. Peningkatan suhu pada batas toleransi akan diikuti dengan
peningkatan laju metabolisme.
4. Sensitivitas retina pada ikan terhadap warna cahaya tergantung dari
pigmen yang terdapat pada sel kon dan sel rod.
5. Warna dan cahaya lingkungan berpengaruh terhadap rangsangan dan
berperan penting dalam pola makan ikan karena warna dan cahaya pada
lingkungan memengaruhi kemampuan ikan dalam mendeteksi makanan.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Firdhausi, Nirmala. F., Rijal, M., Husen, dan Hasni. Y. 2018. Kajian Ekologis
Sungai Arbes Ambon Maluku. Jurnal Biology Science & Education. 7
(1) : 13-22.

Herjayanto, M., Aulia, I., Solahudin, E. A., Wahyuningsih, M., Ramadhan, A. B.,
Dewi, E. K.,dan Gani, A. 2021. Performa Adaptasi Pasca Pengangkutan
Ikan Padi Oryzias javanicus Dengan Kepadatan Berbeda. Jago Tolis:
Jurnal AgrokompleksTolis. 1(1) : 1-5.

Karangan, J., Sugeng, B., dan Sulardi. 2019. Uji Keasaman Air Dengan Alat
Sensor Ph Di Stt Migas Balikpapan. Jurnal Keilmuan Teknik Sipil. 2 (1) :
65-72.

Kusuma, P. R., Prasetiyono, E., dan Bidayani, E. 2020. Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Ikan Pala Pinang (Desmopuntius pentazona) dalam Wadah
Pemeliharaan dengan Warna Berbeda. Limnotek: perairan darat tropis di
Indonesia. 27(1).

Latuconsina, H. 2021. Ekologi Ikan Perairan Tropis: Biodiversitas Adaptasi


Ancaman dan Pengelolaannya. UGM PRESS

Muslim, M., Zairin Jr, M., Suprayudi, M. A., Alimuddin, A., Boediono, A., dan
Diatin, I. 2019. Adaptasi ikan sepatung (Pristolepis grootii) dalam wadah
budidaya. Uwais Inspirasi Indonesia.

Nabiu, N. L. M., Baskoro, M. S., Zulkarnain, Z., dan Yusfiandayani, R. 2018.


Adaptasi Retina Ikan Selar (Selaroides Leptolepsis) terhadap
IntensitasCahaya Lampu. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 9(1)
: 97-102.

Nugroho, E. D. 2017. Studi Morfologi Ikan Mudskippers Sebagai Upaya


Karakterisasi Biodiversitas Lokal Pulau Tarakan. Jurnal Harpodon
Borneo. 9(1): 1-9.

Oktavianto, D., Susilo, U., dan Priyanto, S. 2017. Respon Aktivitas Amilase dan
Protease Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. Terhadap Perbedaan
Temperatur Air. Scripta Biologica, Vol. 1 (4) : 14-18.

Purnamasari, R., dan Santi, D.R. 2017. Fisiologi Hewan. Surabaya: Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel.

Universitas Sriwijaya
Santoso, H., 2018. Kajian Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dalam
Habitat Air Tawar dan Air Payau. Biosaintropis (Bioscience-Tropic).
3(3) : pp.10-17.

Sari, T., Hertati, R., dan Syafrialdi, S. 2020. Studi Keanekaragaman Jenis-Jenis
Ikan di Sungai Batang Pelepat Kabupaten Bungo Propinsi
Jambi. SEMAH Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Perairan. 4(1).

Saroyo, S. dan Koni, K. 2017. Komposisi Pakan Tikus Ekor Putih (Maxomys
hellwandii) di Kandang. Jurnal Ilmiah Sains. Vol. 17 (1) : 7-12.
Siegers, W. H., Prayitno, Y., dan Sari, A. 2019. Pengaruh Kualitas Air Terhadap
Pertumbuhan Ikan Nila Nirwana (Oreochromis sp.) Pada Tambak
Payau. The Journal of Fisheries Development. 3(2) : 95-104.
Sumarto, S. dan Koneri, R. 2017. Ekologi Hewan. CV Patra Media Grafindo
Bandung : Bandung.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai