Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRATIKUM

SISTEMATIKA HEWAN VERTEBRATA

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI

KELAS ACTINOPTERIGII

OLEH:

KELOMPOK I/ KBI

1. ANNISA VITRI :1810421032


2. EKA YULIASTUTI :1810421014
3. NIKITA ELSA PUTRI :1810421018
4. M.ABYAN :1810421022

ASSISTEN PJ KELOMPOK : 1. VIKA WIDYA WATI

2. ARYA YOGA MAHESTU

LABORATORIUM PENDIDIKAN IV

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan dicirikan sebagai vertebrata poikilotermis yang hidup di dalam air, serta
mempunyai insang dan sirip. Sistematika ikan terbagi menjadi Superkelas
Agnatha (ikan tanpa rahang) dan Superkelas Gnathosomata (ikan berahang).
Gnathostomata kemudian terbagi menjadi Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang
rawan), dan Kelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati). Sebagian besar ikan
tergolong dalam Kelas Osteichthyes. Pada Kelas Osteichthyes terdapat 45 ordo,
435 famili, 4079 genus, dan 23689 spesies. Kelas Osteichthyes kemudian terbagi
menjadi dua subkelas yaitu, Sarcopterygii (ikan bersirip lobus) dan Actinopterygii
(ikan bersirip keras atau bersirip lunak). Actinopterygii kemudian terbagi lagi
menjadi Chondrostei dan Neopterygii (Nelson 2006).
Jumlah spesies ikan diketahui lebih banyak dari pada vertebrata lainnya.
Menurut Nelson (2006) saat ini terdapat 28000 spesies ikan yang termasuk dalam
515 famili dan 62 ordo. Dari 515 famili tersebut, terdapat sembilan famili yang
memiliki jumlah spesies paling banyak dengan total mencapai 9302 spesies.
Kesembilan famili tersebut adalah Cyprinidae, Gobiidae, Cichlidae, Characidae,
Loricariidae, Balitoridae, Serranidae, Labridae, dan Scorpaenidae.
Ikan dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) cara, yakni identifikasi ikan secara
ex-situ dan in-situ. Identifikasi ikan secara ex situ atau secara taksonomi adalah
suatu usaha untuk mengidentifikasi ikan dengan mengambil sampel ikan, dilihat
ciri-ciri meristik dan morfometriknya (atau dilihat sampel DNA nya) serta
mencocokannya dengan kunci identifikasi dan taksonomi. Identifikasi ikan secara
in situ atau secara hidroakustik adalah suatu usaha untuk mengenali atau
mengidentifikasi ikan dengan gelombang suara pada suatu area tertentu, dan
waktu tertentu tanpa menyentuh ikan tersebut (Fauziyah, 2005).
Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik
individu yang beraneka ragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson.
Pengertian identifikasi berbeda sekali dengan pengertian klasifikasi. Identifikasi
berkaitan erat dengan ciri-ciri taksonomik dan akan menuntun sebuah sampel ke
dalam suatu urutan kunci identifikasi, sedangkan klasifikasi berhubungan dengan
upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri (Ibnu, 2014).
Identifikasi atau determinasi pada umumnya dilakukan dengan urutan
sebagai berikut, penggunaan kunci pendahuluan untuk mencari sub-kelas, ordo
dan familia, penggunaan kunci untuk mencari genus dan species, apabila dapat
memperoleh monografi atau publikasi fauna yang mutakhir, pencocokan atau
penyesuaian dengan katalog dan bibliografi (sumber literatur) lain yang
diterbitkan paling mutakhir, pencocokan dengan deskripsi yang asli, dan
pembandingan dengan tipe specimen yang ada (DKP, 2011).
Tugas identifikasi ini penting artinya ditinjau dari segi ilmiah, sebab seluruh
urutan pekerjaan berikutnya bergantung seratus persen kepada identifikasi yang
benar sesuatu species yang sedang diselidiki (DKP, 2011). Berdasarkan DKP
(2011) hal-hal yang harus diperhatikan untuk identifikasi ikan ialah sifat-sifat,
ciriciri (tanda) bentuk ikan ataupun bagian-bagian anatomi ikan. Tujuan
pemisahan hal-hal tersebut adalah untuk menyusun kunci identifikasi,sehingga
dengan mudah menuju ke taxon-taxon (aturan) yang akan dicari,yaitu dengan cara
melakukan pilihan-pilihan (alternatif).
Oleh karena itu dengan morfologi tubuh makhluk hidup yang berbeda satu
sama lain, diperlukan untuk pengklasifikasian agar lebih muda untuk memahami
dan mempelajari keanekaragaman ikan tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui morfologi dari hewan kelas
actinopterygii dan dapat mengetahui ukuran serta jumlah bagian-bagian tubuh dari
kelas pisces tersebut. Praktikum ini juga bertujuan untuk mengetahui cara
identifikasi dan membuat klasifikasi serta membuat kunci determinasi dari objek
praktikum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan adalah sebutan umum yang dipakai untuk ikan atau sebagai nama super
kelas, dan nama ini diambil dari kata latin. Ichtyes berasal dari kata Yunani berarti
ikan dan kata ini dipakai dalam Ichtyologi yang berarti ilmu yang mempelajari
tentang ikan. Tubuh ikan berskeleton keras, terbungkus oleh kulit yang bersisik,
berbentuk seperti torpedo, berenang dengan sirip dan bernafas dengan insang.
Bermacam spesies terdapat di dalam air tawar atau air bergaram (Irianto, 2009).
Ikan merupakan hewan yang berdarah dingin, bernafas dengan ingsang,
tubuh ditutupi oleh sisik dan bergerak menggunakan sirip. Hidup di air tawar dan
air laut. Berdasarkan tulang penyusunnya, kelas pisces dibedakan atas ikan
bertulang sejati ( Osteichtyes) dan ikan yang bertulang rawan ( Chondrichtyes).
Kalau dilihat dari jumlah spesiesnya, ikan merupakan spesies yang dikatakan
terbanyak dari vertebrata. Penyebaran ikan boleh dikatakan hamper diseluruh
permukaan bumi ditemukan di air tawar maupun air laut (Nelson 2006).
Ikan air tawar adalah ikan yang menghabiskan sebagian atau seluruh
hidupnya di air tawar, seperti sungai dan danau, dengan salinitas kurang dari
0,05%. Dalam banyak hal, lingkungan air tawar berbeda dengan lingkungan
perairan laut, dan yang paling membedakan adalah tingkat salinitasnya. Untuk
bertahan di air tawar, ikan membutuhkan adaptasi fisiologis yang bertujuan
menjaga keseimbangan konsentrasi ion dalam tubuh. 41% dari seluruh spesies
ikan diketahui berada di air tawar. Hal ini karena spesiasi yang cepat yang
menjadikan habitat yang terpencar menjadi mungkin untuk ditinggali
(Kartamihardja et.al, 2008).
Spesies yang bermigrasi antara air laut dan air tawar membutuhkan adaptasi
pada kedua lingkungan. Ketika berada di dalam air laut, mereka harus menjaga
konsentrasi garam dalam tubuh mereka lebih rendah dari pada lingkungannya.
Ketika berada di air tawar, mereka harus menjaga kadar garam berada di atas
konsentrasi lingkungan sekitarnya. Banyak spesies yang menyelesaikan masalah
ini dengan berasosiasi dengan habitat berbeda pada berbagai tahapan hidup. Belut,
bangsa salmon, dan lamprey memiliki toleransi salinitas di berbagai tahap
kehidupan mereka (Borgstrom, Reidar & Hansen, Lars Petter, 2008).
Ruaya merupakan satu mata rantai daur hidup bagi ik an untuk menentukan
habitat dengan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan suatu tahapan kehidupan ikan.
Studi mengenai ruaya ikan menurut Ibnu (2014) merupakan hal yang fundamental untuk
dunia perikanan karena dengan mengetahui lingkaran ruaya ikan akan diketahui daerah
dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya ini mempunyai arti penyesuaian,
peyakinan terhadap kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi dan untuk reproduksi
spesies. Ttidak semua ikan melakukan ruaya. Ada ikan bukan peruaya yaitu ikan yang
tidak pernah meninggalkan habitatnya. Ikan peruaya pada waktu tertentu meninggalkan
habitatnya untuk melakukan aktivitas tertentu, sehingga ada beberapa spesies ikan
mempunyai daerah ruaya yang berbeda baik secara musiman maupun pada tahapan
perkembangan hidup.
Bentuk umum ikan bervariasi seperti fusiform, compresiform, depressiform,
anguilliform, sagittitiform dan gibliform. Variasi juga ditemukan pada tipe sirip
ekor, letak mulut dan sisik. Berdasarkan bentuknya, sirip ekor dibedakan atas tipe
rounded, truncate, emerginate, lunate, dan forked. Tipe mulut berdasarkan
letaknya yaitu tipe inferior, superior, terminal dan sub terminal. Berdasarkan
bentuk sisik dibedakan atas sisik placoid, ganoid, ctenoid, dan cycloid (Nelson
2006).
Bentuk tubuh ikan biasanya berkaitan erat dengan tempat dan cara mereka
hidup. Secara umum, tubuh ikan berbentuk setangkup atau simetris bilateral, yang
berarti jika ikan tersebut dibelah pada bagian tengah-tengah tubuhnya (potongan
11 sagittal) akan terbagi menjadi dua bagian yang sama antara sisi kanan dan sisi
kiri. Selain itu, ada beberapa jenis ikan yang mempunyai bentuk non-simetris
bilateral, yang mana jika tubuh ikan tersebut dibelah secara melintang (cross
section) maka terdapat perbedaan antara sisi kanan dan sisi kiri tubuh, misalnya
pada ikan langkau (Psettodes erumei ) (Nelson,2006).
Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik
individu yang beraneka ragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson.
Pengertian identifikasi berbeda sekali dengan pengertian klasifikasi. Identifikasi
berkaitan erat dengan ciri-ciri taksonomik dan akan menuntun sebuah sampel ke
dalam suatu urutan kunci identifikasi, sedangkan klasifikasi berhubungan dengan
upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri. Menurut Ibnu (2014), klasifikasi
merupakan penataan hewan-hewan ke dalam kelompokkelompok berdasarkan
kesamaan dan hubungan di antara mereka..
Identifikasi ikan didasarkan atas morfometrik dan meristik yang dilakukan
sesuai petunjuk identifikasi. Langkah-langkah penggunaaan kunci identifikasi
yaitu, pada setiap nomor terdapat lebih dari dua alternative atau dari dua
pernyataan yang berbeda. Jika alternatife pertama tidak sesuai maka diharuskan
memilih pada alternatif yang lainnya pada nomor terpilih berikutnya yang juga
terdapat dua alternatif. Seperti apa yang dikerjakan sebelumnya, pada nomor ini
pun harus memilih alternatif yang sesuai dengan ciri spesies ikan yang sedang
diidentifikasi. Identifikasi dimulai dari kunci untuk menetapkan subordo dan
seterusnya sampai pada genus dan spesies ( Haryono, 2009 ).
Menurut Haryono (2009), adapun cara pengukuran dan perhitungan ikan
adalah sebagi berikut. Pengukuran Panjang Total (PT): Merupakan ukuran tubuh
terpanjang. Panjang Standar (PS): Ukuran panjang ini banyak digunakan oleh para
taksonomis, diukur mulai moncong terdepan sampai pangkal sirip ekor. Tinggi
Badan (TB): Diukur pada bagian tubuh yang tertinggi. Panjang Pangkal Ekor
(PPE): Diukur mulai bagian akhir dari pangkal sirip dubur sampai pertengahan
pangkal sirip ekor. Tinggi Pangkal Ekor (TPE):. Panjang Depan Sirip Punggung
(PDP): Diukur mulai moncong terdepan sampai awal dari pangkal jari-jari sirip
punggung pertama. Panjang Pangkal Sirip Punggung (PPP) atau Sirip Dubur
(PPD): Diukur mulai pangkal jari-jari pertama sampai pangkal jari-jari sirip
terakhir. Tinggi Sirip Punggung (TSP) atau Sirip Dubur (TSD): Diukur
berdasarkan jari-jari sirip yang terpanjang mulai dari pangkal sampai ujungnya.
Panjang Sirip Dada (PSD) atau Sirip Perut (PSP): Panjang ini diukur mulai dari
pangkal sirip sampai ujung filamen terpanjang. Panjang Kepala (PK). Lebar
Kepala (LK): Merupakan bagian yang paling lebar dari jarak antar kedua tutup
insang. Tinggi Kepala (TK): Diukur mulai dari pertengahan kepala sampai
pertengahan dada. Panjang Moncong (PM). Diameter Mata (DM) Panjang Rahang
Atas (PRA)
Penghitungan Gurat Sisi: Merupakan jumlah sisik berpori di sepanjang
gurat sisi. Sisik Melintang Sisik Sebelum Sirip Punggung: Jumlah sisik pada
pertengahan punggung mulai dari pertangahan kepala sampai awal sirip
punggungSirip : Sirip punggung, dubur dan ekor disebut dengan sirip tengah dan
tunggal; sedangkan sirip dada dan perut disebut dengan pasangan sirip. Duri atau
Jari-Jari Keras. Jari-jari sirip pada bagian depan yang tidak bersekat dang
mungkin mengeras. Jari-Jari Lemah. Bagian sirip yang lunak atau bersekat dan
umumnya bercabang.
BAB III
METODE PRATIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Sitematika Hewan Vertebrata Tentang Identifikasi Morfologi Dan
Kunci Determinasi ini dilaksanakan pada Jumat, 18 Oktober 2018 di
Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum diantaranya : penggaris, loop, dan
alat tulis. Bahan atau objek yang di pakai adalah ikan lele (Clarias bathracus),
ikan nila (Oreochromis niloticus), belut (Monopterus albus), ikan tongkol (Auxis
rochei), ikan pinang-pinang (Upenenus vittatis) dan ikan baledang (Trichiurus
lepturus).

3.3 Cara Kerja


Ikan diletakkan pada styrofoam hitam dengan posisi kepala di sebelah kiri lalu
diamati dan dilakukan pengukuran serta penghitungan terhadap setiap karakter
ikan. Ditentukan termasuk tipe apakah bentuk umum, mulut, sisik, dan sirip
ekornya. Data dicatat pada data sheet actinopterygii.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi
Dari hasil pratikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
4.1.1 Oreochromis niloticus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichtes
Sub Kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphii
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis Gambar 1. Oreochromis niloticus
Spesies : Oreochromis niloticus
Author : Linnaeus
Sumber : Fish Base, 2016

Berdasarkan pratikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pengukuran


morfometrik dan meristik pada Oreochromis niloticus yaitu : (B) Berat : 250 gr,
(PT) Panjang Total : 230 mm, (PS) Panjang Standar : 180 mm, (TBE) Tinggi
Batang Ekor : 30 mm , (PBE) Panjang Batang Ekor : 60 mm , (PPr) Panjang
Predorsal : 50 mm , (PdSD) Panjang dasar Sirip Dorsal : 110 mm, (PdSA)
Panjang dasar Sirip Anal : 35 mm , (TB) Tinggi Badan : 75 mm , (PSP) Panjang
Sirip Pectoral : 55 mm, (PSPe) Panjang Sirip Pelvic : 32 mm , (PDT) Panjang
Sirip Dorsal terpanjang : 35 mm , (PK) Panjang Kepala : 55 mm , (LK) Lebar
Kepala : 60 mm , (PM) Panjang Mata : 30 mm, (DM) Diameter Mata : 11 mm ,
(PRA) Panjang Rahang Rtas : 30 mm , (JDD) Jumlah Duri Dorsal : 29 , (JDL)
Dumlah Duri Lunak Dorsal : D2X1, (DA) Duri Anal : 12, (DLA) Duri Lunak Anal
: A1XI, (DPT) Duri Pectoral Total : 12 (JSG) Jumlah Gurat Sisi : 30 .
Oreochromis niloticus memiliki tubuh dengan bentuk bulat pipih dengan
punggung yang lebih tinggi. Memiliki warna kulit hitam, perak dan kuning, tidak
memiliki sungut dan sirip ekor dengan tipe truncatus. Tipe mulut pada
Oreochromis niloticus adalah tipe terminal dan sisiknya bertipe cycloid.
Hal ini sesuai dengan literatur adapun morfologi ikan nila menurut Amri
dan Khairuman (2007) yaitu lebar badan ikan nila umumnya sepertiga dari
panjang badannya. Bentuk tubuhnya memanjang dan ramping, sisik ikan nila
relatif besar, matanya menonjol dan besar dengan tepi berwarna putih. Ikan nila
mempunyai lima buah sirip yang berada di punggung, dada, perut, anus, dan
ekor.Ikan nila memiliki sisik cycloid yang menutupi seluruh tubuhnya.
Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus), mempunyai ciri-ciri bentuk
tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caundal fin)
ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis lurus
memanjang. Ikan Nila (oreochormis niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan
mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup
insang yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah Sirip,
yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin),
sirip 3 anal (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang
dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga
sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang
hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya
hanya satu buah dengan bentuk bulat ( Irianto, 2019).

4.1.2 Monopterus albus


Dari hasil pratikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Synbranchiformes
Family : Synbranchidae
Genus : Monopterus
Spesies : Monopterus albus Gambar 2. Monopterus albus
Author : Linnaeus
Sumber : Fish Base, 2016
Berdasarkan pratikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pengukuran
morfometrik dan meristik pada Monopterus albus yaitu : (B) Berat : 45 gr, (PT)
Panjang Total : 35 mm, (PS) Panjang Standar : 30 mm, (TBE) Tinggi Batang Ekor
: 5 mm , (PBE) Panjang Batang Ekor : 10 mm , (PPr) Panjang Predorsal : tidak
ada , (PdSD) Panjang dasar Sirip Dorsal : tidak ada, (PdSA) Panjang Dasar Sirip
Anal : tidak ada , (TB) Tinggi Badan : 18 mm , (PSP) Panjang Sirip Pectoral :
tidak ada, (PSPe) Panjang Sirip Pelvic : tidak ada , (PDT) Panjang Sirip Dorsal
Terpanjang : tidak ada , (PK) Panjang Kepala : 25 mm , (LK) Lebar Kepala : 15
mm , (PM) Panjang Mata : 6 mm, (DM) Diameter Mata: 1 mm ,(PRA) Panjang
Rahang Atas : 24 mm , (JDD) Jumlah Duri Dorsal : tidak ada , (JDL) Jumlah Duri
Lunak Dorsal : tidak ada, (DA) Duri Anal : tidak ada, (DLA) Duri Lunak Anal :
tidak ada (DPT) Duri Pectoral Anal : tidak ada (JSG) Jumlah Gurat Sisi : tidak
ada .
Monopterus albus memiliki bentuk tubuh anguilliform atau berbentuk sepeti
ular, belut tidak memiliki sirip dan sisik. Tipe mulut pada Monopterus albus
adalah tipe superior dan memiliki ekor dengan tipe meruncing aau pointed. Tidak
memiliki sungut dan warna tubuhnya kecoklatan.
Secara taksonomi, belut termasuk kedalam Kelas Pisces, akan tetapi ciri
fisiknya sedikit berbeda dengan Kelas Pisces lainnya. Tubuh belut hampir
menyerupai ular, yaitu gilig (silindris) memanjang, tidak bersisik, hanya dilapisi
kulit yang hampir mirip dengan plastik. Kulit belut berwarna kecoklatan, mulut
dilengkapi dengan gigi-gigi runcing kecil-kecil berbentuk kerucut dengan bibir
berupa lipatan kulit yang lebar di sekitar mulut. Belut merupakan hewan
karnivora, oleh karena itu memiliki lambung yang besar, palsu, tebal, dan elastis.
Panjang tubuhnya mencapai 90 cm.. Belut di habitat aslinya hidup pada media
berupa 80% lumpur dan 20% air (Roy 2009).
Belut merupakan salah satu jenis ikan yang tidak memiliki sirip dada,sirip
punggung dan sirip dubur. Belut juga memiliki kulit yang tidak berjari atau beruas
selain itu belut tidak bersisik dan tidak bersirip perut. Letak dubur jauh ke
belakang badan. Tempat hidupnya dari kecil hingga dewasa dan bertelur adalah
perairan air tawar yang berlumpur. Belut juga dapat ditemukan disungai atau
dirawa-rawa yang tawar maupun payau. Belut memiliki air breathing sebagai alat
bantu pernafasannya ( Sarwono, 2011 ).
4.1.3 Claris batrachus
Dari hasil pratikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Famili : Claridae
Genus : Claris
Spesies : Claris batrachus Gambar 3. Claris batrachus
Author : Linnaeus
Sumber : Fish Base, 2016

Berdasarkan pratikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pengukuran


morfometrik dan meristik pada Claris batrachus yaitu : (B) Berat : 140 gr, (PT)
Panjang Total : 260 mm, (PS) Panjang Standar : 235 mm, (TBE) Tinggi Batang
Ekor : 20 mm , (PBE) Panjang Batang Ekor : 115 mm , (PPr) Panjang Predorsal :
470 mm , (PdSD) Panjang dasar Sirip Dorsal : 155 mm, (PdSA) Panjang dasar
Sirip anal : 95 mm , (TB) Tinggi Badan : 35 mm , (PSP) Panjang Sirip Pectoral :
30 mm, (PSPe) Panjang Sirip Pelvic : 23 mm , (PDT) Panjang Sirip dorsal
terpanjang : 17 mm , (PK) Panjang Pepala : 60 mm , (LK) Lebar Kepala : 40 mm ,
(PM) Panjang Kepala : 40 mm, (DM) Diameter Kepala : 5 mm ,(PRA) Panjang
Rahang Atas : 40 mm , (JDD) Jumlah Duri Dorsal : 67 , (JDL) Jumlah Duri Lunak
Dorsal : D2XXXXXVI, (DA) Duri Anal : 35, (DLA) Duri Lunak Anal : A XX, (DPT)
Duri Pectoral Anal : 5 (JSG) Jumlah Gurat Sisi : tidak ada .
Claris batrachus memiliki mulut dengan tipe terminal dan tidak memiliki
sisik. Ikan Lele memiliki 4 pasang sungut , tipe ekor rounded dan memiliki 5
sirip, yakni sirip dada, sirip punggung, sirip perut, sirip anus, dan sirip
ekor. Warna tubuhnya abu-abu kehitaman dan kulit yang licin. Hal ini sesuai
dengan literatur menurut Khairuman dan Khairul (2002) bentuk tubuh ikan lele
dumbo memanjang, agak silindris (membulat) dibagian depan dan mengecil ke
bagian ekornya. Kulitnya tidak memiliki sisik, berlendir, dan licin. Jika terkena
sinar matahari, warna tubuh ikan lele dumbo berubah menjadi pucat dan jika
terkejut warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam-putih.
Mulut ikan lele dumbo relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya .
Ikan lele memiliki kepala dengan bagian seperti tulang mengeras di bagian
atasnya. Mata ikan lele berukuran kecil dengan mulut di ujung moncong
berukuran cukup lebar.Pada ikan lele dari daerah sekitar mulut menyembul empat
pasang barbel (sungut peraba) yang berfungsi sebagai sensor untuk mengenali
lingkungan dan mangsa. Lele memiliki alat pernapasan tambahan yang dinamakan
Arborescent. Arborescent ini merupakan organ pernapasan yang berasal dari
busur insang yang telah termodifikasi. Pada kedua sirip dada lele terdapat
sepasang duri (patil), berupa tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa
spesies ikan lele, duri-duri patil ini mengandung racun ringan. Hampir semua
species lele hidup diperairan tawar (Witjaksono,2009).

4.1.4 Trichiurus lepturus


Dari hasil pratikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Perciformes
Famili : Trichiuridae
Genus : Trichiurus
Spesies : Trichiurus lepturus Gambar 4. Trichiurus lepturus
Author :(Linnaeus, 1758)
Sumber : Fish Base, 2016

Berdasarkan pratikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pengukuran


morfometrik dan meristik pada Trichiurus lepturus yaitu : (B) Berat : 199 gr, (PT)
Panjang Total : 630 mm, (PS) Panjang Standar : 520 mm, (TBE) Tinggi Batang
Ekor : 50 mm , (PBE) Panjang Bataang Ekor : 120 mm , (PPr) Panjang Predorsal :
35 mm , (PdSD) Panjang dasar Sirip Dorsal : 465 mm, (PdSA) Panjang dasar
Sirip Anal : tidak ada , (TB) Tinggi Badan : 45 mm , (PSP) Panjang Sirip
Pectoral :25 mm, (PSPe) Panjang Sirip Pelvic : tidak ada , (PDT) Panjang Sirip
Dorsal Terpanjang : 30 mm , (PK) Panjang Kepala : 90 mm , (LK) Lebar Kepala :
30 mm , (PM) Panjang Mata : 35 mm, (DM) Diameter Kepala : 110 mm ,(PRA)
Panjang Rahang Atas : 2 mm , (JDD) Jumlah Duri Dorsal : D 29.0 D7 , (JDL)
Jumlah Duri Lunak Dorsal : 7 (DA) Duri Anal : tidak ada , (DLA) Duri Lunak
Anal : tidak ada, (DPT) Duri Pectoral Anal : 14 (JSG) Jumlah Gurat Sisi : tidak
ada .
Trichiurus lepturus atau ikan layur memiliki bentuk tubuh memanjang dan
pipih. Tipe mulut superior, tidak memiliki sisik dan tipe ekor pointed. Memiliki
warna abu-abu cerah. Sirip perut tidak ada, sedangkan sirip duburnya terdiri dari
sebaris duri-duri kecil. Rahang bawah lebih panjang daripada rahang atasnya.
Mulutnya lebar dan kedua rahangnya bergigi yang kuat dan tajam.
Menurut Haryono (2009), Ikan layur dapat dikatakan memiliki perut dan
atau tidak memiliki perut, hal ini dikarenakan perutnya berubah menjadi alat
berupa sisik. Sirip dadanya kecil, sedangkan sirip dubur berjari – jari keras. Dan
sirip ekornya kecil atau dapat juga dikatakan tidak ada sirip ekor. Serta jumlah
tulang belakang 100 hingga 160 ruas. Kedua rahang ikan layur ini dilengkapi
dengan gigi yang kuat sehingga mangsa dapat dengan mudah ditangkap. Rahang
bawahnya lebih menonjol dibandingkan dengan rahang atasnya. Siripnya
berwarna sedikit kekuningan atau kuning dengan pinggiran gelap. Pada bagian
depan sirip punggung terdapat jari-jari sirip keras. Kadang-kadang antara kedua
sirip punggung yang keras dan sirip lemah terdapat notch yang sangat jelas.
Warna badannya pada umumnya adalah keperakan, bagian punggungnya agak
sedikit gelap.
Trichiurus lepturus mulut lebar, memiliki tonjolan kulit pada ujung-ujung
rahang. Sirip punggung relatif tinggi; sirip dubur mengecil menjadi spinula yang
biasanya menempel di kulit atau sedikit menonjol; ujung depan sirip dada tidak
bergerigi. Sirip perut dan sirip ekor tidak ada. Gurat sisi berawal dari bagian atas
tutup insang, miring memanjang hingga ke belakang ujung sirip dada, kemudian
lurus mendekati bagian perut di bagian belakang. Dalam kondisi hidup atau segar
ikan ini berwarna kebiruan dengan bercak keperakan. Jika ikan sudah mati
warnanya berubah menjadi abu-abu perak secara merata. Beberapa karakter yang
perlu diperhatikan untuk membedakan spesies ikan layur antara lain sirip
punggung, duri sirip ekor dan panjang tubuh ( Yahya, 2008).

4.1.5 Upeneus vittatis


Dari hasil pratikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Perciformes
Famili : Mullidae
Genus : Upeneus
Spesies : Upeneus vittatis Gambar 5. Upeneus vittatis
Author : Linnaeus
Sumber : Fish Base, 2016

Berdasarkan pratikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pengukuran


morfometrik dan meristik pada Upeneus vittatis yaitu : (B) Berat : 50 gr, (PT)
Panjang Total : 165 mm, (PS) Panjang Standar : 130 mm, (TBE) Tinggi Batang
Ekor : 18 mm , (PBE) Panjang Batang Ekor : 50 mm , (PPr) Panjang Predorsal :
27 mm , (PdSD) Panjang dasar Sirip Dorsal : 19 mm, (PdSA) Panjang dasar Sirip
Anal : 15 mm , (TB) Tinggi Badan : 40 mm , (PSP) Panjang Sirip Pectoral : 8
mm, (PSPe) Panjang Sirip Pelvic : 8 mm , (PDT) Panjang Sirip Dorsal
Terpanjang : 29 mm , (PK) Panjang Kepala : 37 mm , (LK) Lebar Kepala : 25 mm
, (PM) Panjang Mata : 15 mm, (DM) Diameter Mata : 18 mm ,(PRA) Panjang
Rahang Atas : 30 mm , (JDD) Jumlah Duri Dorsal : 13 , (JDL) Jumlah Duri
Lunak Dorsal : D2VI , (DA) Duri Anal : 7, (DLA) Duri Lunak Anal : A 1VIII (DPT)
Duri Pectoral Anal : 6, (JSG) Jumlah Gurat Sisi : 47.
Upeneus vittatisi memiliki bentuk tubuh pinang memiliki bentuk tubuh
bundar, warna tubuh terang polos dengan gurat sisi berwarna kekuningan-
kuningan yang dimulai dari tutup insang sampai ekor. Ikan ini memiliki sisik yang
sangat jelas dengan tipe cycloid. Dengan tipe mulut subterminal dan tipe sirip
ekor forked. Hal ini sesuai dengan literatur menurut Ruth (2011) Upeneus vittatisi
.merupakan salah satu ikan demersal dengan bentuk badan yang memanjang
hingga mencapai panjang maksimum 23 cm, memiliki dua garis kuning, dan agak
pipih. Tubuh tertutup oleh sisikctenoid. Ikan ini banyak ditemukan di
kedalaman 10-90 meter yang dekat dengan perairan pantai.
Berdasarkan Noegroho (2007) Ikan pinang- pinang memiliki bentuk tubuh
bundar, warna tubuh terang polos dengan gurat sisi bewarna kekuningan yang
dimulai dari tutup ingsang hingga ekor. Ikan ini memiliki sisik yang sagat jelas
dengan tipe ctenoid. Tipe mulut subterminal dan memiliki sepasang sungut, ikan
ini terdapat didaerah perairan air laut atau payau dengan jenis makanan ikan kecil-
kecil.

4.1.6 Auxis rochei ( Ikan Tongkol Lisong)


Dari hasil pratikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Oistechthyes
Sub kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Scombridae Gambar 6. Auxis rochei
Genus : Auxis
Spesies : Auxis rochei
Author : Linnaeus
Sumber : Fish Base, 2016

Berdasarkan pratikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pengukuran


morfometrik dan meristik pada Auxis rochei yaitu : (B) Berat : 964 gr, (PT)
Panjang Total : 408 mm, (PS) Panjang Standar : 365 mm, (TBE) Tinggi Batang
Ekor : 12 mm , (PBE) Panjang Batang Ekor : 16 mm , (PPr) Panjang Predorsal :
34 mm , (PdSD) Panjang dasar Sirip Dorsal : 46 mm, (PdSA) Panjang dasar Sirip
Anal : 21 mm , (TB) Tinggi Badan : 95 mm , (PSP) Panjang Sirip Pectoral : 23
mm, (PSPe) Panjang Sirip Pelvic : 42 mm , (PDT) Panjang Sirip Dorsal
Terpanjang : 45 mm , (PK) Panjang Kepala : 110 mm , (LK) Lebar Kepala : 84
mm , (PM) Panjang Mata : 28 mm, (DM) Diameter Kepala : 19 mm ,(PRA)
Panjang Rahang Atas : 50 mm , (JDD) Jumlah Duri Dorsal : 17 , (JDL) Jumlah
Duri Lunak Dorsal : tidak ada , (DA) Duri Anal : 9, (DLA) Duri Lunak Anal :
tidak ada (DPT) Duri Pectoral Anal : 22, (JSG) Jumlah Gurat Sisi : tidak ada .
Auxis rochei memiliki tubuh dengan bentuk fusiform dan tidak memiliki
sisik. Tipe mulut terminal, sirip ekor dengan tipe forked dan memiliki warna
tubuh abu-abu kebiruan. Hal ini sesuai dengan literatur bentuk tubuh Auxis rochei
bulat dengan toraks memanjang, meruncing di bagian moncong dan pangkal ekor
kokoh padat, tubuh telanjang tanpa sisik kecuali di wilayah barut badan (corselet).
Tubuh tanpa sisik kecuali di wilayah corselet di tengah sisi tubuh, dimana terdapat
6 deret sisik atau lebih di bawah awal sirip punggung kedua. Pada bagian
punggung berwarna kebiruan, beralih menjadi ungu dan pekat atau hampir
berwarna hitam pada bagian kepala dengan pola garis bergelombang atau miring
hampir ke vertikal berjumlah 15 atau lebih di daerah yang tidak mempunyai sisik
(scaleless) atas gurat sisi, perut berwarna putih tanpa gar is atau bintik-bintik, sirip
dada dan sirip perut berwarna ungu, dengan sisi dalam berwarna hitam, bintik
(patch) hitam di perbatasan postero-ventral mata. Sisik saring biasanya berjumlah
43-48 pada lengkung insang yang pertama (Valeiras dan Abad, 2006).
Sirip punggung pertama dengan jumlah 10 - 12 jari-jari keras (duri).
Terpisahkan dari sirip punggung yang pertama, sirip punggung yang kedua diikuti
oleh 7 - 8 buah sirip-sirip kecil tambahan (finlet) dan sirip dubur diikuti oleh 6 - 7
buah finlet. Sirip dada pendek dengan jumlah 22 - 25, ujungnya tidak mencapai
garis vertikal maya sejajar batas anterior wilayah yang tidak bersisik di atas
corselet. Terdapat satu tonjolan besar (flaps) berujung tunggal di antara kedua
sirip perut. Tedapat sebuah lunas (keel) yang besar dan kuat diapit oleh dua lunas
yang lebih kecil, terdapat di masing-masing sisi di pangkal sirip ekor (Ruth,2011).

4.2 Kunci Determinasi


1. a. Hidup Di Air Laut……………………………… 2
b. Hidup Di Air Tawar……………………………. 5
2. a. Ada Sungut……….…………………………… Upeneus vittatis
b. Tidak Ada Sungut……….……………………. 3
3. a. Sisik Ganoid…………………………………… Auxis rochei
b. Sisik Tidak Ganoid …………………………… 4
4. a. Mulut Superior………….…………………….. Triciurus leptusus
b.Mulut Tidak Superior………… ………………. 5

5. a. Ekor Truncatus …………………………………. Oreochromis niloticus


b. Ekor Tidak Truncatus…………………………… 6

6. a. Warna Abu-abu………………………………… Clarias batracus


b. Warna Tidak Abu-abu ….…………………….. 7

7. a. Bentuk Mengular…………………………….. Monopterus albus


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktiku yang dilaksanakan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1) Oreochromis niloticus memiliki mulut dengan tipe terminalis, sisik bertipe


cycloid dan tipe ekor rounded.

2) Monopterus albus memiliki sungut, mulut dengan tipe terminalis, sisik bertipe
cycloid dan tipe ekor forked.

3) Claris batrachus memiliki sungut yang sangat panjang dan jelas, sisik tidak
terlihat jelas karena tubuh ditutupi lender dan berwarna abu kehitaman.

4) Upeneus vittatis memiliki tipe mulut subterminal, bentuk ekor forked dan tipe
sisik cycloid.

5) Auxis rochei memiliki tipe mulut terminal, bentuk ekor forked dan tipe sisik
ganoid.

6) Trichiurus lepturus memiliki tipe mulut terminal, tidak memiliki sisik dan
memiliki warna abu-abu cerah.

5.2. Saran
Dalam praktikum ini sangat diperlukan ketelitian karena kita menggunakan
penggaris sebagai alat bantu dalam melakukan pengukuran. Diharapkan seluruh
praktikan paham dengan penggunaan alat ini. Dalam melakukan pengamatan dan
pengukuran morfologi ikan lakukan pembagian tugas antar praktikan dalam satu
kelompok sehingga lebih mengefisienkan waktu, dan hal yang tidak dipahami
dapat ditanyakan langsung kepada asisten yang mendampingi.
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K Dan Khairuman. 2007. Budidaya Ikan Nila Secara


Intensif. Jakarta: Agromedia.

Etty Riani dan Yunizar Ernawati. 2002. Hubungan Perubahan Jenis


KelaminDan Ukuran Tubuh Ikan Belut Sawah (Monopterus Albus).
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fauziyah, 2005. Klasifikasi dan Identifikasi Ikan air tawar. Bogor. Jilid Satu. IPB
Press.
Fishbase, Amico. 2011. Species Summary. http : // www. Fishbase.
Org/summary/spesies summary, php 20 Maret 2019.
Haryono, 2009. Identifikasi Ikan. Buku Panduan Lapangan : Ikan Perairan
Gambut. Penerbit LIPI Press. Jakarta.
Ibnu, Umar. 2014. Identifikasi Ikan Air Tawar Hasil Tangkapan Nelayan Di
Sungai Meureubo Hulu Kecamatan Pante Ceureumen Kabupaten Aceh
Barat.[Skripsi]. Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Universitas Teuku Umar.

Irianto, K. 2009. Sukses Budidaya Hewan Air. Bandung: Sarana Ilmu Pustaka.

Kartamihardja et.al, 2008. Perairan Umum Indonesia Secara Terpadu. PT


Pradnya Paramitha. Jakarta.
Nelson, J. S. 2006. Fishes of the World. Fourth Edition. Jhon Wiley and Sons.
Inc., New York, USA. 601 p.
Noegroho MA. 2007. Stuktur komunitas ikan terumbu karang di Kepulauan
Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Roy Ruslan. 2009. Buku Pintar Budidaya dan Bisnis Belut. PT. Agromedia.


Pustaka, Jakarta.
Sarwono. 2011. Budi Daya Gurami. Jakarta : Penebar Swadaya 

Ruth A., Damian C. Odimegwu., Romanus I. Iroha., Charles O. Esimone. 2011.


Antimicrobial Resistance status and prevalence rates of Extended
Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) producers isolated from a mixed human
population. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences. 11 (2): 92-96.

Witjaksono. 2009. Kinerja Produksi Pendederan Lele Sangkuriang Clarias sp.


Melalui Penerapan Teknologi Ketinggian Media Air 15 Cm, 20 Cm, 25
Cm, dan 30 Cm. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Valerias X and Abad E. (2006). Bullet Tuna: ICCAT Manual, International


Commission for the Conversation of Atlantic Tuna.

Yahya, Ahmad. 2008. Model Pertumbuhan Ikan Layur (Trichiurus Lepturus


Linnaeus, 1758) Di Palabuhanratu, Jawa Barat. Jawa Barat : Agrocience.

Anda mungkin juga menyukai