Anda di halaman 1dari 15

31

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iktiologi berasal dari bahasa latin: Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu

ichtyes diartikan sebagi ikan dan logos berarti ajaran. Secara harfiah iktiologi

adalah salah satu cabang ilmu bilogi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang

ikan beserta segala aspek kehidupannya. Iktiologi meliputi taksonomi, biologi

(morfologi, anatomi, fisiologi, genetika, reproduksi, dan lain-lain) dan ekologi

(struktur komunitas, pupulasi, habitat, predator, dan persaingan serta

penyakitnya).

Ikan termasuk hewan bertulang belakang, berdarah dingin, berinsang dan

hidup di perairan. Diantara hewan bertulang belakang (vertebrata), ikan

merupakan kelompok terbesar dengan jumlah jenis terbanyak yaitu 42,6% dari

jumlah vertebrata yang sudah dikenal. Tubuh ikan dapat dibagi menjadi tiga

bagian yaitu : kepala, badan dan ekor. Batas kepala mulai dari moncong sampai

bagian belakang tutup insang, batas mulai dari belakang tutup insang sampai

dubur, sedangkan batas ekor mulai dari dubur sampai ujung sirip ekor.

Integumen berasal dari bahasa latin integumentum yang berarti penutup.

Sistem integumen merupakan sistem organ yang membedakan, memisahkan, dan

menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem integumen

adalah kulit dam derivate-derivatnya yang termasuk modifikasi sisik adalah gigi

pada ikan hiu, jari jari sirip, guate, keel, dan beberapa potongan tulang tengkorak.

Kulit merupakan pembalut pembalut tubuh yang berfungsi sebagai alat pertahanan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka pentingnya dilakukan

praktikum sehingga kami dapat mengetahui sistem integumen pada ikan.


32

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan pratikum ini adalah untuk mengamati struktur penutup tubuh ikan,

dan deviat-deviatnya, seperti sisik, jari-jari sirip, lendir, scute, dan kelenjar racun.

Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui tentang

sistem integumen pada Ikan,bentuk sisik, jari-jari sirip serta bagian-bagiannya.


33

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Ikan

Klasifikasi ikan cakalang menurut (Sartimbul, dkk) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis

Gambar 7. Ikan cakalang (K. pelamis)


(Sumber : Dok. Pribadi, 2019)

Klasifikasi Ikan Ekor Kuning Menurut Bloch (1791) yaitu :

Kingdom : Animalia
Phylum: Chordata
Class : Osteichthyes
Ordo : Perciformes
Family : Caesionidae
Genus : Caesio
Species : Caesio cuning
34

Gambar 8. Ikan Ekor Kuning (C. cuning)


(Sumber : Dok. Pribadi, 2019)

Ikan julung-julung memiliki klasifikasi menurut petunjuk Saanin (1984)

dalam Sumlang (2009) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Class : Teleostomi
Ordo : Beloniformes
Famili : Hemirhamphidae
Genus : Hemirhamphus
Spesies : Hemirhamphus far

Gambar 9. Ikan julung-julung (H. far)


(Sumber : Dok. Pribadi, 2019)
35

B. Morfologi dan Anatomi Ikan

K. pelamismerupakan satu-satunya spesies dari genus katsuwonus, memiliki

bentuk tubuh fusiform (seperti torpedo), memanjang dan membulat. Bagian dorsal

hitam gelap keungu-unguan dan bagian abdomen (perut) keperak-perakan dengan

4 sampai 6 buah garis hitam memanjang sepanjang abdomen. Tubuhnya tidak

bersisik kecuali dibagian corselet dan di linea lateralis. Kedua sirip dorsalnya

terpisah dengan sedikit jarak (tidak lebih besar dari mata), sirip dorsal memiliki

14-16 jari-jari sirip keras dan dibelakang sirip dorsal kedua terdapat 7-9 finlet.

Sirip pectoral pendek dan berbentuk segitiga. Memiliki gillraker yang banyak (53-

63) pada gill arch pertama dan memiliki lebih banyak vertebrae dari pada thunnus

(41 dibandingkan 39) serta tidak memiliki gelembung renang (Sartimbul, dkk).

Ikan ekor kuning (C. cuning) termasuk ke dalam famili Caesionidae,

merupakan jenis ikan yang hidup di perairan karang. Memiliki karakteristik

berbadan compressed. Berwarna kuning pada bagian atas sirip ekor dan bagian

belakang. Bagian bawah dan perut putih atau kemerah-merahan (merah muda).

Sirip dada, sirip perut, dan sirip anal, berwarna putih hingga merah muda

(Juanitadkk., 2016).

Morfologi dari H. far(ikan julung-julung) yaitu bentuk tubuh memanjang,

rahang bagian bawah lebih panjang dan runcing dengan bagian ujung berwarna

merah, sedangkan rahang bagian atas pendek berbentuk segitiga, sirip kaudal

menggarpu (forked) dengan bagian bawah lebih panjang daripada bagian atas

(Madihah, 2018).
36

C. Habitat dan Penyebaran

Ikan cakalang terdapat diseluruh perairan tropis dan subtropis. Suhu yang

ideal untuk ikan cakalang antara 26⁰C-32⁰C, dan suhu yang ideal untuk

melakukan pemijahan 28⁰C-29⁰C dengan salinitas 33%.

Penyebaran ikan cakalang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu

penyebaran horizontal dan penyebaran menurut letak geografis perairan dan

penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran

cakalang di perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan subtropics. Di

Indonesia, ikan cakalang banyak terdapat disebelah selatan Kepulauan Nusa

Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, sebelah Barat Sumatra (Sartimbul, dkk).

Daerah penyebaran ikan ekor kuning ditemukan diperairan Pasifik

barat,mulai dari Srilanka,hingga perairan Indonesia,Vanuatu,selatan Jepang dan

perairan utaraAustralia. Ikan ekor kuning di Srilanka ditangkap dengan

menggunakan pancing ulur,di Thailand dan Malaysia menggunakan

bubu,diIndonesia, Filipina dan Papua New Guinea biasanya menggunakan bubu,

gillnet dasar dan pancing ulur.Habitatutamaikaniniadalahdaerahyangberbatu dan

terumbu karang, biasanya membentuk gerombolan kecil hingga besar pada

kedalaman antara2-60m (Prihatiningsih, 2018).

Ikan julung-julung tergolong jenis ikan pelagis hidup di perairan pantai dan

cenderung oceanis yang umumnya tersebar di perairan Indonesia Timur yang

berkadar garam tinggi (Kawimbang, 2012).

D. Reproduksi dan Fisiologi


37

Cakalang mempunyai sifat pemijahan asynchronous, dimana dalam satu

irisan gonad terdapat beberapa ukuran oosit. Keadaan ini seperti yang terjadi pada

ikan tuna sirip kuning yang tertangkap di Pelabuhan Benoa – Bali. Hal ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Matsumotoetal yang menyatakan

bahwa cakalang melakukan pemijahan sepanjang tahun dan telur dikeluarkan

secara bertahap dalam waktu yang panjang (Jatmiko dkk., 2015).

Ukuran pertama kali matang gonad (Length of first maturity, Lm) C. cuning

di perairan Kepulauan Seribu berada pada ukuran 22,92 cm, dengan batas

kepercayaan antara 21,86 cm sampai dengan 24,03 cm. (Juanitadkk., 2016).

Ikan julung-julung atau biasa dikenal dengan ikan roa adalah ikan pelagis

yang hidup di perairan pantai ke arah lepas pantai dan hanya terlihat bergerombol

di sekitar perairan karang ketika akan memijah karena ikan ini melepaskan telur di

terumbu karang yang subur dan memiliki sumber makanan alami bagi induk

maupun anakan ikan roa. Gerombolan ikan roa yang mengadakan migrasi ke

perairan ini untuk melakukan pemijahan karena ikan yang tertangkap hampir

seluruhnya dalam kondisi hampir bertelur. Dalam kondisi matang gonad ini tubuh

ikan menjadi berat dan gerakan renang ikan menjadi lambat (Kawimbang, 2012).

E. Makanan dan Kebiasaan Makan

Ikan Cakalang mempunyai kebiasaan makan secara aktif pada pagi hari,

kurang aktif pada siang hari, mulai aktif lagi pada sore hari, dan hampir tidak

makan sama sekali pada malam hari (Tuli, 2018).

Ikan Caesio cuning muda makanannya adalah copepoda, sedangkan untuk

ikan dewasa memakan ubur-ubur, larva dan jenis ikan kecil. Hasil yang berbeda

dengan penelitian dimaksud menunjukkan bahwa ada perubahan pola makan ikan
38

Caesio cuning. Hal ini diduga disebabkan oleh rendahnya kelimpahan

zooplankton yang tersedia di alam dan tingginya tingkat persaingan dalam

memperoleh jenis makanan tersebut. Hobson (1974), menyatakan bahwa

kebiasaan makan ikan ini berubah dalam daur hidupnya, paling tidak untuk

kebanyakan ikan, biasanya dengan perubahan-perubahan yang nyata dalam

tingkah laku dan morfologinya (Zamani, 2011).

Kebiasaaan makanan ikan julung-julung dapat juga diprediksi dari

perbandingan panjang saluran pencernaannya dengan panjang total tubuhnya. ikan

herbivora saluran pencernaannya beberapa kali panjang tubuhnya dapat mencapai

lima kali panjang tubuhnya, sedangkan panjang usus ikan karnivora lebih pendek

dari panjang total badannya dan panjang usus ikan omnivora hanya sedikit lebih

panjang dari total badannya.Kebiasaan makan ikan juga dipengaruhi ukuran

makanan, warna makanan dan selera makan ikan terhadap makanan tersebut.

Sedangkan jumlah makanan yang dibutuhkan oleh ikan tergantung pada kebiasaan

makan, kelimpahan makanan, nilai konversi makanan serta kondisi makanan ikan

tersebut (Zuliani dkk., 2016).

F. Nilai Ekonomis

Ikan cakalang merupakan salah satu sumber daya perikanan pelagis yang

banyak dijadikan objek dalam usaha perikanan tangkap. Spesies ikan ini

digunakan sebagai bahan baku oleh berbagai jenis industri pengolahan seperti

cakalang fufu, ikan kayu, ikan kaleng, abon cakalang, dan masih banyak lagi. Ikan

cakalang menjadi komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku, maupun

olahan. Cakalang banyak digemari karena tekstur dagingnya yang baik dengan

cita rasa yang tinggi. Sebagai bagian dari sumber daya ikan tuna, ikan cakalang
39

menjadi salah satu sumber protein hewani yang bermanfaat bagi masyarakat

(Yanglera dkk., 2016)

Perairan Indonesia memiliki kurang lebih 132 jenis ikan yang bernilai

ekonomi, 32 jenis diantaranya hidup di terumbu karang. Jenis ikan karang yang

menjadi penyumbang produksi perikanan antara lain dari famili Caesionidae,

Holocentridae, Serranidae, Siganidae, Scaridae, Lethrinidae, Priachantidae,

Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae. Diantara famili tersebut, Caesionidae

seperti ikan Caesio cuning merupakan kelompok ikan karang yang dapat

dieksploitasi secara komersil (Zamani dkk., 2011).

Ikan ini merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting karena

memiliki rasa yang gurih dan sangat diminati oleh pasar apalagi untuk produk

ikan julung-julung asap, sehingga harganya juga tetap stabil. Hal ini mendorong

nelayan Sangihe ber-usaha untuk mendapatkan hasil tangkapan maksimal,

meskipun sering mengabaikan aspek biologi dan lingkungan dari ikan julung-

julung tersebut. Jika kehadiran ikan julung-julung di perairan Kabupaten Kepu-

lauan Sangihe untuk memijah, maka alat tangkap Soma Giob akan memberikan

dampak yang sangat serius terhadap keter-sediaan ikan julung-julung di alam

(Wuatendkk., 2011).
40

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Pratikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober 2019 pukul

12.30 WITA-selesai bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat disajikan

pada tabel 1 berikut.

Tabel 5. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Praktikum Morfologi Ikan,
Morfometrik dan Sistem Integumen Beserta Kegunaannya.
No Alat dan Bahan Satuan Kegunaan
1 Alat
- Mistar cm Untuk mengukur obyek
- Baki - Tempat untuk meletakan
bahan
- Kotak alat - Untuk menyimpan alat
perlengkapan lainnya
- Pingset - Untuk membuka sisik ikan
- Laminating - Tempat dokumentasi objek
- Kamera - Sebagai dokumentasi
- Alat tulis - Mengambar dan menulis
hasil pengamatan
2 Bahan
- ikan cakalang Ind Sebagai obyek yang diamati
- ikan ekor kuning Ind Sebagai obyek yang diamati

- ikan julung-julung Ind Sebagai obyek yang diamati


41

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum sistem integumen adalah

sebagai berikut :

- Siapkan preparat (spesies ikan) yang bertipe sisik berbeda-beda (seperti ikan

mas dan ikan betok), ikan yang mempunyai jari-jari keras (ikan betok, kerapu),

jari-jari lemah (ikan mas), ikan yang berkelenjar beracun (ikan Sembilan, lele)

ikan yang berlunas (ikan cakalang)

- Siapkan papan preparat, mikroskop/lup, pinset, buku gambar dan peralatan

lainnya

- Letakkan ikan diatas papan preparat, lalu amati bagian-bagian luar ikan yang

berhubungan dengan sistem integument, amati dibawah mikroskop sisik ikan.


42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan sistem integumen ikan dapat dilihat pada Tabel 2

berikut.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Sistem Integumen Ikan


Keterangan Individu
NO Parameter
1 2 3
1. Tipe sisik (Squama) Cosmoid Cycloid Cycloid
Sisik Duri (Scute) Ada Ada Tidak ada
2.
(Ada/tidak ada)
3. Lendir(Ada/TIdak ada) Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Lunas(Keep) (Ada/Tidak Ada Ada Tidak ada
4.
ada)
5. Bentuk sisik Cosmoid Cycloid Ctenoid
Hitam putih Hitam putih Abu-abu
6. Warna sisik
merah
7. Jumlah Primery Radii 16 1 -
8. Jumlah Secondary Radii - - -

Keterangan:
1. Ikan Cakalang(K. palemis)
2. Ikan Ekor Kuning (C. cuning)
3. Ikan Julung-julung (H. far)

B. Pembahasan

Sistem integumen merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung

dengan lingkungan luar atau habitat hidup. Sistem integumen mencakup kulit dan

derivatnya serta modifikasinya. Derivat integumen merupakan suatu struktur yang

secara embriogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit yang

sebenarnya. Pengamatan pada praktikum sistem integumen ikan dan objek yang
43

diamati yaitu Ikan Cakalang(K. palemis),Ikan Ekor Kuning (C. cuning) danIkan

Julung-julung (H. far).

Berdasarkan hasil pengamatan maka tipe sisik pada ikancakalang ialah

cosmoid, memiliki sirip duri, tidak memilki lendir. Fungsi lendir yaitu

mengurangi gesekan tubuh dengan air dan membuat ikan dapat berenang dengan

cepat. Ikan cakalang memiliki kell, warna sisik hitam putih kemerahan, bentuk

sisik cosmoid, tidak memilki secondary radii namun memiliki primery radii yang

berjumlah 16.

Pada ikan ekor kuning, tipe sisik ialah cycloid, memiliki sirip duri, tidak

memiliki lendir, memiliki kell, dengan warna sisik hitam putih, memiliki bentuk

sisik cycloid, memiliki jumlah primery radii sebanyak 1 dan tidak memiliki

secondary radii.

Sedangkan pada ikan julung-julung memiliki tipe sisik cycloid, tidak

memiliki sisik duri, tidak berlendir, tidak memiliki kell, mempunyai warna sisik

abu-abu, dan tidak memiliki jumlah primery radii maupun secondary radii.
44

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum sistem integument adalah sebagai berikut:

1. Pada ikan cakalang memiliki tipe sisik cosmoid, memiliki sirip duri, tidak

memilki lendir.

2. Pada ikan ekor kuning, tipe sisik ialah cycloid, memiliki sirip duri, tidak

memiliki lendir.

3. Pada ikan julung-julung memiliki tipe sisik cycloid, tidak memiliki sisik duri,

tidak berlendir.

B. Saran

Saran saya pada paktikum ini agar semua teman-teman praktikan dapat

bekerja sama dalam praktikum dan mematuhi tata tertib yang ada dalam

laboratorium sehingga praktikum dapat berjalan dengan tertib.


45

Anda mungkin juga menyukai