TINJAUAN PUSTAKA
2.7. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan seekor induk betina dalam
sekali pemijahan. Pada batas-batas tertentu, nilai fekunditas biasanya berhubungan
dengan berat induk. Semakin besar ukuran induk ikan semakin banyak pula telurnya.
Secara alami, jenis ikan yang telurnya kecil diimbangi dengan fekunditas yang besar,
demikian pula sebaliknya (Komarudin, 2000).
Effendie (1997) menyatakan bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur
yang terdapat di dalam ovari ikan. Untuk menentukan fekunditas ikan apabila ikan
tersebut dalam tahap tingkat kematangan gonad yang ke-IV dan yang paling baik sesaat
sebelum terjadinya pemijahan, dengan mengetahui fekunditas secara tidak langsung kita
dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula
jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-
faktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat kaitannya dengan strategi
reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies tersebut di alam.
2.8. Faktor Lingkungan
Pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh ikan belanak sangat erat
kaitanya dengan upaya untuk mencari kondisi terbaik bagi kelangsungan hidupnya.
Pada dasarnya pemanfaaan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh ikan belanak
biasanya disesuaikan dengan orientasi untuk mencari makan, berpijah atau untuk
berlindung dari predator. Namun demikian, ikan belanak memanfaatkan habitat
mangrove sesuai dengan tahap perkembangannya. Dapat dikatakan bahwa keterkaitan
antara perkembangan ontogenetik ikan belanak dengan pemanfaatan ekosistem
mangrove sebagai habitatnya sangat erat.
Dalam pola pemanfaatan habitat, ikan yang berukuran kecil akan membutuhkan
kondisi yang lebih spesifik bila dibandingkan dengan ikan yang sudah besar (Reichard
et al., 2002). Misalnya ikan belanak yang berada pada stadia larva maka kehadirannya
di ekosistem mangrove lebih ditujukan untuk mendapatkan perlindungan dan kecocokan
makanan sesuai dengan bukaan mulutnya. Sementara pada ikan dewasa penempatan
habitat lebih ditujukan untuk mencari makan, sehingga ekosistem mangrove yang
dipilih merupakan habitat dengan ketersediaan makanan yang melimpah.
Diketahui ikan belanak adalah suatu jenis ikan yang hidup di perairan pantai,
sering masuk di perairan muara dan air tawar. Dalam siklus hidup ikan belanak berbagai
variasi strategi telah dikembangkan dan seringkali menunjukkan fleksibilitas fenotipik
dalam merespon pola dan proses faktor-faktor abiotik dan biotik. Strategi yang
digunakan menggambarkan pola perpindahan ikan belanak berdasarkan ruang dan
waktu (misalnya migrasi pemijahan dari daerah laut lepas menuju habitat pengasuhan di
daerah pantai).
Ikan belanak sebagai pemakan detritus dari tanaman, cara mengambil
makanannya sangat khas. Ikan belanak yang berukuran sampai 30 mm sebagai pemakan
larva nyamuk, copepoda dan zooplankton. Effendie (1997) mengemukakan bahwa ikan
belanak pada ukuran dewasa mengambil makanannya atau memilih makanannya
dengan tiga cara yaitu:
1) Menghisap lapisan atas permukaan air dengan menonjolkan mulutnya untuk
memakan mikro alga,
2) Sambil berenang melakukan penghisapan bagian atas permukaan lumpur, dan
3) Untuk makan butiran pasir, ikan menukikan tubuh dan kepalanya membentuk sudut
15–20 derajat sambil menonjolkan premaxilla.
Spesialisasi kebiasaan makanan ikan tidak terlepas dari kualitas dan kuantitas
makanan yang akan dimakan serta bagaimana cara pengambilan makanan tersebut di
dalam perairan. Hal tersebut disebabkan kebiasaan atau kesukaan ikan terhadap macam-
macam makanan yang ada di perairan berhubungan dengan morfologi fungsional dari
tengkorak, rahang dan alat pencernaan makanan suatu jenis ikan yang merupakan faktor
pembatas dari kebiasaan makan yang timbul selama masa pertumbuhan ikan.
Proses pencernaan di lambung dilakukan pada ikan ada yang kimiawi dan ada
pula pencernaan secara mekanik juga dilakukan di lambung. Pada ikan hebivora
contohnya ikan ini menggerus makanan pada lambung, lambung tersebut sering disebut
gizzard atau lambung khusus (Fujaya, 2004). Ikan belanak sebagai pemakan detritus
yang banyak berasal dari serasah mangrove yang memiliki kandungan selulosa yang
tinggi dan sulit dicerna.
Pada ikan belanak bagian pylorus dan lambung membesar (menggelembung)
dan menebal akibat terjadi penebalan otot melingkarnya dan pada bagian epitelumnya
sering terdapat lapisan yang mengeras seperti zat tanduk. Untuk memudahkan
pencernaan, lambung ikan belanak bermodifikasi menjadi alat penggiling, yang disebut
gizzard. Gizzard yang dindingnya tebal dan berotot berfungsi untuk menggerus
makanan. Dalam proses penggiligan makanan dalam gizzard menggunakan pasir. Pasir
dalam lambung bertindak sebagai “gigi” untuk memotong dan menggiling makanan
dengan demikian sangat membantu pencernaan.
Affandi et al. (2009) mengemukakan bahwa pada bagian gizzard tidak terdapat
kelenjar macam apapun, sehingga gizzard benar benar berfungsi untuk menggerus
makanan (pencernaan secara fisik). Gizzard merupakan kompensasi ketidaksempurnaan
atau ketidak beradaan gigi pada rongga mulut. Gizzard ini dianggap sebagai lambung
khusus pada golongan ikan mikrofagus (makanannya berukuran kecil).