Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika Ikan Belanak


Menurut Kottelat et al. (1993), ikan belanak diklasifikan kedalam:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Class

: Actinopterygii

Order

: Mugiliformes

Family

: Mugilidae

Genus

: Mugil

Spesies

: Mugil dussumieri

Gambar 1. Morfologi ikan belanak (Mugil dussumieri)


Belanak (Mugil sp.; family Mugilidae) adalah sejenis ikan laut tropis dan
subtropis yang bentuknya hampir menyerupai ikan bandeng. Dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai blue-spot mullet atau blue-tail mullet (Lagler et al., 1997).

Belanak tersebar di perairan tropis dan subtropis (FAO, 1974 dalam Lagler et
al., 1997), ikan belanak merupakan ikan yang suka bergerombol 20-30 ekor di pantai
sekitar 1,5 meter dan memasuki laguna serta estuaria untuk mencari makanan
(Sulistiono, 1987). Ikan ini terdistribusi pada semua perairan terutama di daerah estuari
(coastal) dan laut di daerah tropis dan subtropis yaitu di Indo-Pacific, Filipina, dan Laut
Cina Selatan, hingga Australia. Ikan belanak merupakan jenis ikan pelagis
(benthopelagic) yang bersifat katadromus hidup di perairan tawar seperti sungai, estuari,
dan laut dengan kedalaman sampai 120 meter, temperatur antara 8-240C (Lagler et al.,
1997). Estuaria adalah perairan muara semi tertutup yang merupakan tempat
pencampuran antara air sungai dan air laut (Kaiser et al., 2005).

2.2. Makanan Dan Kebiasaan Makanan


Ikan belanak setiap hari mengkonsumsi sisa tanaman yang mati, detritus,
sedimen berpasir, memakan epifit dan epifauna dari padang lamun juga mencernakan
buih permukaan berisi microalgae. Ikan belanak pada dasarnya memakan lumut
disekitar habitatnya, lumut yang dimaksud adalah lumut yang menempel pada dasar air
di pinggiran kali, selokan, atau kolam tambak. Lumut ini berbeda dengan lumut yang
kita buat mancing ikan Nila atau Mujair, lumut untuk mancing ikan nila biasanya
memiliki helai-helai seperti daun berbentuk jarum namun lembut, sedangkan lumut
untuk makanan ikan belanak berbentuk lembaran yang sangat lembut, saking lembutnya
apabila kita ambil dengan tangan atau dipercikan air maka lumut ini mudah sekali
hancur, oleh karena itu dalam mencari lumut untuk umpan belanak ini diperlukan trik
khusus (Uslichah et al., 2005).
Menurut Effendie (2002), besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara
lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia,
mudahnya tersedia makanan dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam
populasi tertentu. Makanan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan
bagi tiap-tiap individu ikan serta keberhasilan hidupnya (survival). Adanya makanan

dalam perairan juga ditentukan oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya,
ruang, dan luas permukaan.
Apabila satu spesies ikan telah diketahui secara umum kebiasaan makanannya,
tetapi ketika diambil dari perairan tertentu terdapat kelainan dalam lambungnya, hal ini
menunjukkan bahwa habitat itu secara alami tidak sesuai dengan ikan itu. Dengan
demikian penilaian kesukaan ikan terhadap makanannya menjadi sangat relatif.
Beberapa faktor yang diperhatikan adalah faktor penyebaran organisme sebagai
makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan itu sendiri serta
faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan (Effendie, 2002).
Para pemancing yang sudah biasa memancing ikan ini sudah paham cara
memancing dan cara mencari umpan, namun bagi para angler yang baru mau mencoba
untuk mancing ikan belanak ada beberapa trik yang perlu dipahami, karena mancing
ikan belanak berbeda dengan cara memancing ikan lainnya pada umumnya.

2.3. Pertumbuhan Ikan


Menurut Effendie (2002), istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan
sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan
pertumbuhan populasi sebagai pertambahan jumlah. Namun jika dilihat lebih jauh,
pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor yang
mempengaruhinya.
Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan
bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini, dianggap
bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku
untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan panjang atau sebaliknya, akan
menyebabkan perubahan nilai perbandingan tadi (Effendie, 2002).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian besar
yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya sukar dikontrol, antara lain:
keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi
pertumbuhan ialah makanan, suhu perairan dan faktor-faktor kimia perairan, antara lain:
oksigen, karbondioksida, hidrogen sulfida, keasaman, dan alkalinitas (Effendie, 2002).

Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hampir serupa dengan induk. Beberapa
bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya perubahan tadi hanya
merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan kemontokan ikan. Selain itu
terdapat pula perubahan yang bersifat sementara, misalnya: perubahan yang
berhubungan dengan kematangan gonad. Perubahan-perubahan itu dinamakan
pertumbuhan allometrik atau heterogenik. Apabila pada ikan terdapat perubahan terusmenerus secara proposional dalam tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometrik atau
isogenik (Effendie, 2002).

2.4. Habitat Dan Distribusi


Ikan Belanak adalah jenis ikan yang hidup di perairan pantai, sering kali masuk
di perairan laguna, muara-muara, dan air tawar. Sifatnya yang selalu hidup bergerombol
di perairan pantai yang dangkal untuk mencari makan. Makanannya berupa mikro algae,
zooplankton, dan material detritus. Ikan belanak juga memakan pasir dan lumpur. Ikan
belanak sebenarnya termasuk jenis ikan laut (daerah pantai), namun sering juga
tertangkap di daerah air payau dan kadang sampai ke daerah aliran sungai. Hidupnya
lebih banyak di dasar (demersal) perairan yang berlumpur. Jenis makanannya
fitoplankton (diatom) dan detritus pada sedimen dasar. Fujaya (2002) menyatakan
bahwa setiap jenis ikan harus dapat menyesuaikaan diri dengan kondisi lingkungan
hidupnya agar dapat hidup dan berkembang biak dengan baik.
Lebih dari 100 spesies ikan belanak tersebar di daerah Afrika Utara, Amerika
Utara, Australia, Jepang dan pulau-pulau di laut Pasifik, Atlantik, dan Indonesia
(Jannah, 2001). Di Indonesia terdapat lebih kurang sembilan spesies yang mempunyai
daerah penyebaran di seluruh daerah perairan pantai Indonesia, meliputi Sumatera
(Bagan Siapi-Api, Langkat, Pantai Deli, Bengkulu, Trusan, Padang, Bintang, Bangka),
Kalimantan (Singkawang, Stagen, Balikpapan, Kota Baru), Jawa (Laut Jawa, Banten,
Jakarta, Perdana, Semarang, Pasuruan), Bali, Lombok, Flores, Buton, Sulawesi
(Makassar, Danau Sinderang, dan Sungai Minlarang).
Ikan belanak dewasa dan muda (panjang dari 4 cm - 7 cm) memiliki toleransi
pada kadar garam cukup lebar/luas (0 ppt - 35 ppt). Setelah besar akan membentuk

gerombol/kelompok besar pada daerah permukaan pantai berlumpur, berpasir dan


perairan yang berhutan mangrove. Ikan belanak dalam kelompok yang besar akan
beruaya ke lepas pantai untuk bertelur. Larvanya akan bergerak ke perairan pantai
dangkal dan bervegetasi yang kaya akan makanan serta menghindari predator. Ikan
belanak seringkali melompat ke permukaan air diduga karena menghindar dari
pemangsa, namun kemungkinan lainnya adalah karena ikan ini waktunya lebih banyak
dihabiskan pada daerah dengan kelarutan oksigen yang rendah.
Ikan belanak tersebar di perairan tropik dan subtropik (FAO, 1974 dalam Adrim
et al., 1988), ditemukan di air payau dan kadang-kadang di air tawar. Tersebar di IndoPasifik dari Laut Merah sampai Samoa, ke utara menuju Jepang. Di kawasan Pasifik
ikan belanak ditemukan di Fiji, Samoa, New Caledonia, dan Australia. Di Asia, banyak
ditemukan di Indonesia, India, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Srilangka.

2.5. Perbandingan Jenis Kelamin (sex ratio)


Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan
betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina
merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Namun pada kenyataanya di
alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola
distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan
keseimbangan rantai makanan (Effendie, 1997).
Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku
ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio
kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan,
populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi
ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina.
Berdasarkan seksualitasnya, populasi ikan belanak termasuk dalam populasi
heteroseksual yaitu terdiri dari ikan-ikan yang berbeda seksualitasnya (Effendie, 2002).
Untuk dapat membedakan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat dari sifat seksual
primer dan sekunder.

Sifat seksual primer ditandai dengan ovarium dan pembuluhnya (ikan betina)
dan testis dengan pembuluhnya (ikan betina) yang hanya dapat dilihat dengan
melakukan seksi (pembedahan) namun hasil itu belum tentu positif. Sifat seksual
sekunder ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan
betina. Sifat seksual sekunder dapat dibagi menjadi dua yaitu bersifat sementara (hanya
muncul pada musim pemijahan saja) dan bersifat permanen (tetap ada sebelum, selama
dan sesudah musim pemijahan) (Effendie, 2002).

2.6. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)


Menurut Effendie (1997), tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu
perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pengetahuan mengenai
kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara
ikan yang matang gonadnya dengan ikan yang belum matang gonad dari stok yang ada
di perairan. Selain itu dapat diketahui ukuran atau umur ikan pertama kali matang
gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan, dan frekuensi pemijahan dalam
satu tahun (Effendie, 1979).
Dalam biologi perikanan, Effendie (1997) menyatakan bahwa pencatatan
perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad ikan diperlukan untuk mengetahui
perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari
pengetahuan tahap perkembangan gonad ini juga akan didapatkan keterangan bilamana
ikan tersebut akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah.
Menurut Effendie (2002), pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua
cara: Yang pertama cara histologi di laboratorium. Yang kedua cara morfologi yang
dapat dilakukan di laboratorium dan dapat pula dilakukan di lapangan. Dari penelitian
secara histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad tadi lebih jelas dan
mendetail. Sedangkan hasil pengamatan secara morfologi tidak akan sedetail cara
histologi, namun cara morfologi banyak dilakukan para peneliti.
Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara
morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad
yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan daripada

ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih
mudah dilihat daripada sperma yang terdapat di dalam testis (Effendie, 2002).

Tabel 1. Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) menurut Effendie (1997)


adalah sebagai berikut:
Tingkat
I
II
III
IV

Ciri-ciri
Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh,
warna jernih, dan permukaan licin.
Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuningkuningan, telur belum terlihat jelas dengan mata.
Ovari berwarna kuning, secara morfologi telur mulai kelihatan
butirnya dengan mata.
Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir
minyak tidak tampak, mengisi setengah hingga dua per tiga rongga
perut, usus terdekat.
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat
pelepasan, banyak telur seperti pada tingkat II.

2.7. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan seekor induk betina dalam
sekali pemijahan. Pada batas-batas tertentu, nilai fekunditas biasanya berhubungan
dengan berat induk. Semakin besar ukuran induk ikan semakin banyak pula telurnya.
Secara alami, jenis ikan yang telurnya kecil diimbangi dengan fekunditas yang besar,
demikian pula sebaliknya (Komarudin, 2000).
Effendie (1997) menyatakan bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur
yang terdapat di dalam ovari ikan. Untuk menentukan fekunditas ikan apabila ikan
tersebut dalam tahap tingkat kematangan gonad yang ke-IV dan yang paling baik sesaat
sebelum terjadinya pemijahan, dengan mengetahui fekunditas secara tidak langsung kita
dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula
jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktorfaktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat kaitannya dengan strategi
reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies tersebut di alam.

2.8. Faktor Lingkungan


Pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh ikan belanak sangat erat
kaitanya dengan upaya untuk mencari kondisi terbaik bagi kelangsungan hidupnya.
Pada dasarnya pemanfaaan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh ikan belanak
biasanya disesuaikan dengan orientasi untuk mencari makan, berpijah atau untuk
berlindung dari predator. Namun demikian, ikan belanak memanfaatkan habitat
mangrove sesuai dengan tahap perkembangannya. Dapat dikatakan bahwa keterkaitan
antara perkembangan ontogenetik ikan belanak dengan pemanfaatan ekosistem
mangrove sebagai habitatnya sangat erat.
Dalam pola pemanfaatan habitat, ikan yang berukuran kecil akan membutuhkan
kondisi yang lebih spesifik bila dibandingkan dengan ikan yang sudah besar (Reichard
et al., 2002). Misalnya ikan belanak yang berada pada stadia larva maka kehadirannya
di ekosistem mangrove lebih ditujukan untuk mendapatkan perlindungan dan kecocokan
makanan sesuai dengan bukaan mulutnya. Sementara pada ikan dewasa penempatan
habitat lebih ditujukan untuk mencari makan, sehingga ekosistem mangrove yang
dipilih merupakan habitat dengan ketersediaan makanan yang melimpah.
Diketahui ikan belanak adalah suatu jenis ikan yang hidup di perairan pantai,
sering masuk di perairan muara dan air tawar. Dalam siklus hidup ikan belanak berbagai
variasi strategi telah dikembangkan dan seringkali menunjukkan fleksibilitas fenotipik
dalam merespon pola dan proses faktor-faktor abiotik dan biotik. Strategi yang
digunakan menggambarkan pola perpindahan ikan belanak berdasarkan ruang dan
waktu (misalnya migrasi pemijahan dari daerah laut lepas menuju habitat pengasuhan di
daerah pantai).
Ikan belanak sebagai pemakan detritus dari tanaman, cara mengambil
makanannya sangat khas. Ikan belanak yang berukuran sampai 30 mm sebagai pemakan
larva nyamuk, copepoda dan zooplankton. Effendie (1997) mengemukakan bahwa ikan
belanak pada ukuran dewasa mengambil makanannya atau memilih makanannya
dengan tiga cara yaitu:
1) Menghisap lapisan atas permukaan air dengan menonjolkan mulutnya untuk
memakan mikro alga,

2) Sambil berenang melakukan penghisapan bagian atas permukaan lumpur, dan


3) Untuk makan butiran pasir, ikan menukikan tubuh dan kepalanya membentuk sudut
1520 derajat sambil menonjolkan premaxilla.
Spesialisasi kebiasaan makanan ikan tidak terlepas dari kualitas dan kuantitas
makanan yang akan dimakan serta bagaimana cara pengambilan makanan tersebut di
dalam perairan. Hal tersebut disebabkan kebiasaan atau kesukaan ikan terhadap macammacam makanan yang ada di perairan berhubungan dengan morfologi fungsional dari
tengkorak, rahang dan alat pencernaan makanan suatu jenis ikan yang merupakan faktor
pembatas dari kebiasaan makan yang timbul selama masa pertumbuhan ikan.
Proses pencernaan di lambung dilakukan pada ikan ada yang kimiawi dan ada
pula pencernaan secara mekanik juga dilakukan di lambung. Pada ikan hebivora
contohnya ikan ini menggerus makanan pada lambung, lambung tersebut sering disebut
gizzard atau lambung khusus (Fujaya, 2004). Ikan belanak sebagai pemakan detritus
yang banyak berasal dari serasah mangrove yang memiliki kandungan selulosa yang
tinggi dan sulit dicerna.
Pada ikan belanak bagian pylorus dan lambung membesar (menggelembung)
dan menebal akibat terjadi penebalan otot melingkarnya dan pada bagian epitelumnya
sering terdapat lapisan yang mengeras seperti zat tanduk. Untuk memudahkan
pencernaan, lambung ikan belanak bermodifikasi menjadi alat penggiling, yang disebut
gizzard. Gizzard yang dindingnya tebal dan berotot berfungsi untuk menggerus
makanan. Dalam proses penggiligan makanan dalam gizzard menggunakan pasir. Pasir
dalam lambung bertindak sebagai gigi untuk memotong dan menggiling makanan
dengan demikian sangat membantu pencernaan.
Affandi et al. (2009) mengemukakan bahwa pada bagian gizzard tidak terdapat
kelenjar macam apapun, sehingga gizzard benar benar berfungsi untuk menggerus
makanan (pencernaan secara fisik). Gizzard merupakan kompensasi ketidaksempurnaan
atau ketidak beradaan gigi pada rongga mulut. Gizzard ini dianggap sebagai lambung
khusus pada golongan ikan mikrofagus (makanannya berukuran kecil).

Anda mungkin juga menyukai