pH
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fisiologi adalah adalah turunan biologi yang mempelajari bagaimana kehidupan berfungsi
secara fisik dan kimiawi.Istilah ini dibentuk dari kata Yunani Kuna physis, "asal-usul" atau
"hakikat", dan logia, "kajian".Fisiologi menggunakan berbagai metode ilmiah untuk mempelajari
biomolekul, sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme secara keseluruhan menjalankan
fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan (Hariyadi, 2005).
Fisiologi hewan air adalah Ilmu yang mempelajari fungsi, mekanisme dan cara kerja dari
organ, jaringan dan sel dari suatu organisme (ikan sebagai hewan air). Termasuk dalam Fisiologi
Hewan Air adalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan (adaptasi), Metabolisme, Peredaran
darah, Respirasi, Reproduksi dan Pengambilan makanan (nutrisi) (Fujaya,2008).
Air merupakan media hidup organisme akuatik yang variabel lingkungannya selalu
berubah baik harian, musiman, bahkan tahunan. Kondisi lingkungan yang selalu berubah tersebut
akan mempengaruhi proses kehidupan organisme di dalamnya khususnya ikan. Air sebagai
lingkungan tempat hidup ikan harus mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan
tersebut (Fujaya, 2008).
Tubuh ikan dapat merespon perubahan lingkungan karena dilengkapi alat penerima
rangsang (indera), baik fisik maupun kimia. Misalnya mata, bertugas untuk menentukan
perubahan cahaya, linea lateralmerekam perubahan arus dan gelombang, telinga dalam merekam
perubahan arah dan gravitasi, indera pembau dan pengecap. Perubahan lingkungan yang direkam
alat indra tersebut dilaporkan ke otak untuk selanjutnya dilakukan penyesuaian dengan cara
perubahan tingkah laku atau metabolisme untuk mengatasi gangguan keseimbangan (Fujaya,
2005).
Lingkungan perairan tempat ikan yang dibudidayakan tumbuh dan berkembang biasa
disebut dengan media. Media yang dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan budidaya ikan
ada beberapa persyaratan-persyaratan agar ikan dapat tumbuh dan berkembangbiak pada wadah
yang terbatas tersebut. Dalam menghitung atau mengukur kualitas air pada suatu perairan maka
data-data atau parameter yang biasanya diukur adalah keasaman (pH), oksigen terlarut, suhu, dan
lain sebagainya. Derajat keasaman air merupakan faktor pembatas pada pertumbuhan jasad
renik dan juga ikan (Gusrina, 2008).
Perubahan pH yang terjadi dapat mempengaruhi siklus kehidupan biota yang ada
diperairan termasuk ikan. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk
itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi
dengan cara perlahan (Sary, 2006).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mengamati respon ikan terhadap perubahan pH
lingkungan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui sejauh mana ikan dapat
bertahan hidup dan mengetahui perbandingan asam,basa, dan netral.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius sp)
Adapun sistematika ikan Patin (Pangasius sp) menurut Saanin (2003), yaitu sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
phylum : Chordata
sub phylum : Vertebrata
class : Pisces
sub class : Teleostei
ordo : Ostariophysi
sub Ordo : Siluroidei
family : Schilbeidae
genus : Pengasius
spesies : Pangasius sp
Ikan patin memiliki warna tubuh putih agak keperakan dan punggung agak kebiruan,
bentuk tubuh memanjang, kepala relatif kecil, pada ujung kepala terdapat mulut yang dilengkapi
dua pasang sungut yang pendek. Pada sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang
berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk
cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak mempunyai sisik, sirip dubur relatif panjang
yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya
memiliki enam jari-jari lunak. Memiliki sirip dada 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras
yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil, di bagian permukaan punggung ikan
patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil (Saanin, 2003).
Ikan Patin nama Inggrisnya Catfish, yang termasuk dalam FamiliPangasidae, Ikan Patin
bersifat nocturnal (lebih banyak melakukan aktivitas di malam hari), juga sifatnya yang
Omnivora (pemakan segala macam makanan), antara lain cacing, serangga, udang, ikan yang
kecil–kecil dan biji–bijian , bahkan sabun detergen batangan (Affandi, 2001).
Ikan Patin, termasuk ikan dasar, dapat terlihat dari bentuk mulutnya yang terletak lebih
kebawah, dan habitat ikan ini di sungai–sungai besar , dan muara– muara sungai, dan tersebar di
Indonesia, Myanmar dan india (Affandi, 2001).
Banyak kerabat Ikan Patin ini yang termasuk dalam keluarga Pangasidae ini, antara lain
yang tersebar di Indonesia pada umumnya memiliki ciri–ciri bentuk badannya sedikit memipih,
tidak bersisik atau ada yang bersisik sangat halus, mulutnya kecil dan ada sungutnya berjumlah
2-4 pasang yang berfungsi sebagai alat peraba, terdapat Patil/panting pada sirip punggungnya
juga sirip dadanya, sirip duburnya panjang dimulai dari belakang dubur hingga sampai pangkal
sirip ekor (Affandi, 2001).
2.2. Habitat dan Penyebaran Ikan Patin
Habitat dan penyebaran ikan patin (pangasius sp) dimana patin tidak pernah ditemukan di
daerah payau atau di air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga,
waduk, sawah yang tergenang air (Affandi, 2001).
Habitat atau lingkungan hidup ikan patin banyak ditemukan di perairan air tawar, di
dataran rendah sampai sedikit payau. Penyebaran ikan patin di Indonesia berada di Pulai Jawa,
Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Ikan patin secara alami berada di perairan umum, namum
seiring dengan semakin banyaknya petani yang membudidayakan ikan patin ini, pemeliharaan
ikan patin banyak dilakukan di kolam-kolam buatan (Affandi, 2001).
Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari ataunocturnal. Ia termasuk ikan ikan
dasar . Secara fisik memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan demersal lain
seperti lele dan ikan gabus. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan
renik yang terdiri dari cacing, serangga, udang sungai, jeni–jenis siput dan biji–bijian juga. Dari
sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang
besar (Affandi, 2001).
Ikan patin mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder).
Berdasarkan jenis pakannya, ikan patin digolongkan sebagai ikan yang bersifat omnivora
(pemakan segala). Namun, pada fase larva, ikan patin cenderung bersifat karnivora. Pada saat
larva, ikan patin bersifat kanibalisme atau bersifat sebagai pemangsa. Oleh karena itu, ketika
masih dalam tahap larva, pemberian pakan tidak boleh terlambat (Affandi, 2001).
Setiap spesies mempunyai kisaran suhu yang berbeda, maka bila terjadiperubahan di luar kisaran
suhu tersebut akan membuat ikan stess bahkan bisamengakibatkan kematian. Suhu yang lebih
tinggi dari kisaran suhu optimal akanmeningkatkan toksisitas dari kontaminan terlarut yang
kemudian meningkatkanpertumbuhan dari patogen, menurunkan konsentrasi oksigen
terlarut,meningkatkan konsumsi oksigen dari peningkatan suhu tubuh, serta meningkatkanlaju
metabolisme. Sebaliknya suhu yang lebih rendah dari kisaran suhu optimumakan mengakibatkan
respon imunitas menjadi lebih lambat, mengurangi nafsumakan, aktifitas dan pertumbuhan .
Demikian juga diungkapkan oleh Effendi (2000) bahwa suhu airberpengaruh tehadap
aktifitas penting terutama pernafasan, reproduksi serta lajumetabolisme. Secara umum fluktuasi
suhu yang membahayakan bagi ikan ialah 50C dalam waktu 1 jam. Untuk transportasi jarak jauh
dan lama (lebih dari 24 jam)oksigen harus selalu tersedia dan suhu tidak boleh melebihi 280C,
adapun suhuyang ideal untuk transportasi ikan tropis adalah 20-24oC. Suhu pemeliharaan
ikanpatin umumnya berkisar antara 26,5-28oC untuk pembesaran dan29-32oC untuk pembenihan
(Effendi,2000).
2.4.2. Derajat Keasaman (pH).
Aktifitas ikan patin yang memproduksi asam dari hasil proses metabolisme dapat
mengakibatkan penurunan pH air, kolam yang lama tidak pernah mengalami penggantian air
akan menyebabkan penurunan pH, hal ini disebabkan karena peningkatan produksi asam oleh
ikan patin yang terakumulasi terus-menerus didalam kolam dan ini dapat menyebabkan daya
racun dari amoniak dan nitrit dalam budidaya ikan nila akan meningkat lebih tajam. pH yang
sesuai agar pertumbuan ikan patin optimum adalah pada pH 6 – 7 (Subani, 2000).
2.4.3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter kualitas air yang penting. Kekurangan oksigen
biasanya merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah besar.
Mempertahankan kondisi DO dalamkisaran normal akan membantu mempertahankan kondisi
ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu rendah menimbulkan pengaruh yang
buruk terhadap kesehatan ikan seperti anoreksia, stres pernafasan, hipoksia jaringan,
ketidaksadaran, bahkan kematian.Bobot ikan dan suhu air merupakan faktor penting yang
mempengaruhikonsumsi oksigen ikan dalam kaitannya dengan metabolisme selama
transportasi.Ikan yang lebih berat dan yang diangkut menggunakan air yang lebih
hangatmemerlukan oksigen yang lebih banyak. Apabila suhu air meningkat 10°C(misalnya dari
10°C menjadi 20°C), maka konsumsi oksigen akan meningkat 2 kali lipatnya. Oksigen terlarut di
dalam mediatransportasi ikan harus lebih besar dari 7 mg/l dan lebih kecil dari tingkat
jenuh,sebab kebutuhan oksigen akan meningkat pada saat kadar CO2 tinggi dan stres
penanganan sehingga untuk persiapan disediakan dua kali kebutuhan normal. Kandungan
oksigen terlarut yang baik untuktransportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l (Rianaya,2011).
Konsumsi oksigen tertinggi pada ikan terjadi 15 menit pertama dari saat transportasi.Pada
benih ikan patin siam, tingkat konsumsi oksigen benih yang berukuran lebih besar cenderung
lebih tinggi dibandingkan benih ukuran yanglebih kecil namun bila berdasarkan tingkat
konsumsi oksigen perkilogram nya, benih yang berukuran lebih kecil memiliki tingkat konsumsi
oksigen yang lebih besar.(Rianaya,2011).
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Fisiologi Hewan Air ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar
Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Indralaya pada hari Rabu, 4 Maret 2015 pukul 14.30 WIB sampai dengan selesai.
3.2.1. Metoda
Adapun cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Bersihkan wadah yang akan digunakan untuk lingkungan idup ikan.
2. Isi toples dengan air 2 liter.
3. Ukur pH awal air dengan menggunakan kertas lakmus dan kemudian catat berapa pH-nya.
4. Masukkan ikan kedalam toples yang telah diisi dengan air yang memiliki pH 7, amati tingkah
laku ikan selama 10 menit.
5. Tambahkan NaOH sampai pH menjadi 9, amati tingkah laku ikan selama 10 menit.
6. Tambahkan H2SO4 sampai pH menjadi 5, amati tingkah laku ikan selama 10 menit.
BAB 4
Pada percobaan pengamatan respon ikan terhadap perubahan pH ini ada beberapa
langkah yang digunakan yaitu dengan menambahkan larutan H2SO4 yang merupakan asam kuat
dan NaOH yang merupakan basa kuat. Pada percobaan ini, ikan diberikan respon dengan kondisi
yang dinaikkan yaitu mulai dari pH 3-11. Bisa kita lihat dari tabel hasil bahwa ikan mampu
bertahan pada kisaran pH 5-9, itu menunjukkan bahwa kisaran pH yang bisa menjadi tempat
hidup ikan berkisar 5-9. Ketika ikan berada pada pH dibawah batasannya ikan akan pingsan.
Semakin tinggi pH yang diberikan, akan membawa dampak buruk bagi ikan. Hal yang terjadi
biasanya ikan mengalami stres sampai mati.
Percobaan ini pH yang diberikan kedalam air tidak sebesar pada percobaan pertama.
Percobaan ini menggunakan pH dari 5-9. Menaikkan pH dapat menggunakan larutan NaOH
yang merupakan basa kuat. Pada percobaan ini, ikan masih dapat bertahan hidup, karena ikan air
tawar mampu bertahan hidup pada kondisi kisaran pH dari 5-9. Kamampuan hidup ikan dalam
perubahan pH tidak sama, hal ini dapat terlihat dari percobaan yang dilakukan bahwa ikan patin
langsung lemas atau tidak begitu aktif dan mengalami stres saat kondisi pH lingkungannya
berubah.
BAB 5
5.2. Saran
Sebaiknya alat yang akan digunakan untuk praktikum disesuaikan dengan jumlah kelompok
praktikan agar bisa menghemat waktu.