Anda di halaman 1dari 15

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi budidaya lobster air tawar (Cherax

quadricarinatus) sangat besar, karena iklim dan siklus musim yang

memungkinkan lobster dapat di budidayakan sepanjang tahun. Selain itu, sumber

makanan di alam sangat melimpah dan mudah didapatkan. Indonesia menjadi

salah satu negara produsen utama pemasok terbesar lobster air tawar di pasar

internasional, dalam pengembangan sektor usaha lobster air tawar seiring

permintaan kebutuhan pasar dunia artinya permintaan lobster konsumsi tidak

hanya dating dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri (Gusnanto dkk, 2013).

Lobster air tawar merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang

menjadi unggulan saat ini. Karena lobster air tawar memiliki kelebihan

dibandingkan dengan lobster air laut, kelebihannya yaitu relatif mudah

dibudidayakan, dapat dibudidayakan secara massal, dapat dijadikan sebagai udang

hias, harga benih maupun ukuran konsumsi cukup tinggi terutama untuk konsumsi

di rumah makan sea food maupun pasar ekspor, mengandung gizi relatif tinggi

dan rasanya sangat lezat. Sehingga lobster air tawar menjadi komoditas pengganti

lobster air laut yang selama ini untuk pemenuhannya masih mengandalkan tangkapan

dari alam (laut) dan nantinya diharapkan sebagai primadona ekspor komoditas

ikan/udang air tawar (Mukti, 2009).

Lobster air tawar dalam pertumbuhannya ditandai dengan terkelupasnya kulit

tubuh dan diganti oleh kulit baru yang disebut dengan proses molting. Proses
2

molting memerlukan kalsium untuk membentuk kulit baru yang keras. Akan tetapi

lobster air tawar menghadapi banyak hambatan dalam upaya peningkatan

produksi seperti tingkat pertumbuhan yang kurang optimal serta tingginya tingkat

kematian pada fase pasca larva, salah satunya karena faktor salinitas. Selain itu,

faktor yang dapat menentukan pertumbuhan lobster air tawar yaitu adanya faktor

dalam dan luar. Faktor dalam meliputi sifat genetik, tabiat molting, dan daya

osmoregulasi. Sedangkan faktor luar meliputi kualitas air, dan ketersediaan pakan

dalam perairan (Warisidi, 2008).

Munculnya penyakit lobster air tawar yang dapat menyerang pada bagian

system kekebalan tubuh udang yang diman pada system ini yang berpengaruh

besar pada limpoid organ. Serangan penyakit ini akan membuat kegagalan dalam

usaha budidaya udang bahakan akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar

(Zulpikar dkk, 2016).

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilaksankan praktek mengenai

histologi pada udang kaki putih, agar guna mengetahui kemampuan tubuh pada

genjala klinis yang terjangkit parasit, sehingga dapat mengantisipasi

menanggulangi parasit yang menyerang udang kaki putih yang kita budidayakan,

di dalam tambak

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Praktikum ini bertujuan untuk pengamatan tentang penyakit pada struktur

terkecil atau anatomi mikroskopis crayfish. Praktikum diharapkan agar mahasiswa

dapat mengetahui tingkat serangan penyakit pada bagian anatomi mikroskopis


3

lobster air tawar selain itu mahasiswa dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman tentang penyakit.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Crayfish (Cherax quadricarinatus)

Wiryanto dan Hartono (2003) dalam Priyono (2009) menyatakan bahwa

klasifikasi cryfish adalah sebagai berikut Filum Arthropoda; Kelas Crustacea; Sub

kelas Malacostraca; Ordo Decapoda; Famili Parastacidae; Genus Cherax; Spesies

Cherax quadricarinatus

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)


(Priyono, 2009)

Lobster air tawar jenis lobster besar tidak memiliki tulang dalam (internal

skeleton), karena seluruh tubuh ditutupi oleh cangkang yang terbuat dari zat

tanduk, cangkang akan mengelupas secara periodik seiring dengan pertumbuhan

tubuhnya (Bahtiar, 2006 dalam Priyono, 2009). Bentuk tubuh lobster air tawar

terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian depan terdiri atas kepala dan dada yang di

sebut chepalothorax dan bagian belakang yang terdiri atas badan serta ekor yang

di sebut abdomen (Iskandar, 2003 dalam Priyono, 2009). Kelopak kepala depan

yang disebut rostrum, bentuknya meruncing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri

dari 6 ruas pada ruas pertama terdapat sepasang mata yang bertangkai (Priyono,
5

2009). Bagian kepala dan perut dihubungkan dengan bagian yang bernama

subcephalothorax. Selain itu, Cephalothorax ditutupi oleh kulit atau cangkang

kepala (carapace) yang berfungsi untuk melindungi otak, insang, hati dan

lambung (Bahtiar, 2006 dalam Priyono, 2009).

2.2 Penyakit Pada Crayfish (Cherax quadricarinatus)

Penyakit dapat didefinisikan sebagai suatu penyimpangan negatif yang

dibuktikan dari keadaan normal (kesehatan) dari kehidupan organisme (Kinne,

1980 dalam Edgerton et al, 2002). Definisi tersebut, Kinne melakukan

pengukuran dalam hal pengurangan potensi ekologi yaitu kelangsungan hidup,

pertumbuhan, reproduksi, metabolism energy, respon stress dan daya tahan tubuh.

Karena menggunakan suatu frase negative penyimpangan dalam hal gangguan

fungsional dan structural. Penyebab penyakit tersebut yaitu luas, beragam dan

mencakup baik faktor biotik dan abiotik. Namun, dalam konteks sinopsis ini,

penyebab hanya biotik penyakit yang dianggap (Edgerton et al, 2002).

Sejak tahun 1994, penyakit menjadi isu yang semakin penting dalam

kehidupan Cherax quadricarinatus untuk budidaya di Queensland utara.

Munculnya bintik-bintik hitam pada kutikula lobster menjadi perhatian awal,

karena dapat mempengaruhi pemasaran (Edgerton 1996, in press dalam Edgerton

et al, 2000). Akan tetapi, hubunga bintik-bintik hitam dengan produksi yang

buruk belum terbukti. Karena sejak tahun 1993 pertanian Queenslann utara telah

dikaitkan dengan sev-patogen era 1. Studi awal oleh Edgerton et al. (1995) dalam

Edgerton et al. (2000) penulis ini menyimpulkan bahwa rickettsia sistemik seperti

organisme adalah patogen sangat penting di episode kematian, karena dapat


6

dianggap sebagai penyebab paling mungkin dari morbiditas di sekitar sepertiga

kematian C. quadricarinatus. karya terbaru oleh CK Tan (James Cook University,

unpubl penelitian. 1998, pers. comm. dalam Edgerton et al. 2000) menunjukkan

bahwa jumlah lobster hampir mati masih dapat terdeteksi dan RLO memiliki

kejadian kira-kira 80% pada udang karang yang sakit dan sekarat.

2.3 Histopatologi Pada Crayfish (Cherax quadricarinatus)

Jaringan Crayfish kemudian diproses secara rutin untuk proses histologi.

Karena semua udang karang dikumpulkan untuk proses histopatologi yang

diawetkan dengan injeksi larutan Davidson ke dalam cephalothorax dan ekor.

Setelah itu cephalothorax diputuskan dari perut, kemudian potongan-potongan

diawetkan ke dalam larutan Davidson selama 24 sampai 48 jam, sebelum

histologis pengolahan dilakukan. Selanjutnya kutikula pada cephalothorax dibagi

secara longitudinal di sepanjang punggung dan garis tengah ventral untuk

memfasilitasi penetrasi fiksatif ke organ dan jaringan di bawahnya (Bancroft &

Stevens 1990 dalam Bowater et al, 2002). Jaringan diwarnai dengan hematoksilin

dan eosin (H & E). Khusus noda disiapkan dan termasuk Feulgen, phloxine

tartrazine, Giemsa dan Brown & Brenn yang gram (Bancroft & Stevens 1990

dalam Bowater et al, 2002).

Menentukan populasi yang lence pathogen pada Cherax quadricarinatus

di utara Queensland peternakan dengan melakukan survei histopatologi pada

tahun 1992 dan 1996 (Edgerton 1996, Edgerton & Owens 1999 dalam Edgerton,

2000). Jumlah patogen dan kondisi patologis yang diamati, dan beberapa memiliki

prevalensi yang sangat tinggi di beberapa peternakan. Khususnya, C.


7

quadricarinatus bacilliform virus (CqBV) adalah umum dan prevalensinya telah

di nyata pada periode antara 2 survei. Namun, kurangnya laporan kematian yang

signifikan di peternakan, dimana prevalensi CqBV sangat tinggi (sampai 70,5%).

Para penulis mengingatkan bahwa CqBV dapat menyebabkan tingkat rendah

kematian pada pertumbuhan dan bahkan Immunocompromise akan terinfeksi C.

Quadricarinatus (Edgerton, 2000).


8

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Penyakit Organisme Akuakultur tentang Histopatologi pada

crayfish, pengamatan tersebut dilakukan pada hari kamis, 04 April 2019 pada

pukul 15.00 WITA sampai dengan selesai. Praktikum ini bertempat di

Laboratorium Basa, Laboratorium Kualitas Air dan Biologi Akuatik, Fakultas

Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum histopatologi pada crayfish tertera

pada tabel 1.

Tabel 1. Alat-alat yang di gunakan pada praktikum


No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Kaca preparat Tempat obyek sampel
2. Mikroskop Mengamati obyek mikroskopis
3. Alat tulis Mencatat hasil praktikum
4. Kamera Mengambil dokumentasi

Bahan-bahan yang digunakan pada pada saat praktikum histologi udang kaki

putih yaitu, tissue, buku pengamtan dan slide cryfish.

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja tentang histologi udang kaki putih adalah sebagai berikut:

1. Pertama-tama mengambil slide preparat yang telah disediakan.

2. Selanjutnya mengambil tissue untuk membersihkan slide preparat jaringan.

3. Kemudian mengamati slide preparat jaringan dengan menggunakan

mikroskop dan memakai pembesaran empat


9

4. Selanjutnya pada saat diamati melakukan pengamatan pada patologi dan

jenis organ.

5. Mencatat hasil praktikum disesuaikan dengan buku penuntun

6. Mengambil dokumentasi selama praktikum.

3.4 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam praktikum adalah analisa deskriptif

yang digunakan untuk menggambarkan mengetahui pewarnaan haematoksilin dan

eosin.
10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil praktikum yang didapatkan dari pengamatan histologi pada

jaringan redclaw crayfish sebagaimana terlampir pada tabel 2.

Tabel 2. Histopatologi redclaw crayfish (Cherax quadricarinatus)


No No Slide Potongan Pewarnaan Jenis Organ Perubahan
Kelamin Patologi
1. 12.1026.4a.1 Longitudinal H - Insang Terdapat
bintik
merah
merupakan
parasit
temnosipali
Filamen Normal
2. 12.1026.4b.1 Transversal H ♀ Cepalatorax
Hepatopankreas Normal
Lapari Normal
Sitoplasma Normal
Masal Normal
3. 12.1027.7a.1 Longitudinal H Insang Tidak
normal
Filamen Bintik
hitam
4. 12.1027.7b.1 Transversal H ♀ Cepalatorax
Hepatopankreas Normal
Sitoplasma Normal
Otot Normal
5. 12.1027.8e.1 Transversal H Mata - Tidak
normal
- Terdapa
11

t bintik
hitam
6. 12.1027.3b.3 Transversal H ♀ Limfoid organ Normal

Berdasarkan hasil praktikum tentang pengamatan histologi pada redclaw

crayfish (lobster air tawar) bagian jaringan terkecil atau anatomi mikroskopis.

Pengamatan tersebut menggunakan 6 sampel. Sampel yang diamati telah di beri

pewarnaan haematoksilin, kemudian sampel tersebut diamati dibawah mikroskop

sesuai dengan nomor slide. Slide pertama dan ketiga itu memiliki jenis organ

yaitu insang dan pada organ insang terdapat bintik-bintik hitam dan terjadi

perubahan warna pada bagian filamen, kemudian slide kedua dan keempat yaitu

cepalatorax dan pada organ ini bersifat normal, karena tidak ada serangan

patologi, selajutnya pada slide kelima yaitu organ mata terdapat bintik hitam dan

organnya tidak normal karena terjadi berbagai perubahan dan slide keenam yaitu

limfoid organ, akan tetapi pada limfoid organ tidak ditemukan gejala sedikit pun

sehingga limfoid organ normal.

Lightner (1978) menunjukkan bahwa konsumsi beberapa hasil ganggang

biru hijau di enteritis haemocytic pada udang. Bakteri gram negatif filamen dan

lainnya juga diduga menyebabkan enteritis haemocytic pada udang (Lightner

1996 dalam Edgerton, 2000). C. quadricarinatus memiliki Berat fouling dengan

enteritis haemocytic menunjukkan bahwa kualitas air yang buruk menunjukan

kondisi lobster kurang baik. Selain itu, peternakan kedekatan satu sama lain pada

sempit timur jalur pantai Queensland utara. Oleh karena itu, ketika biomassa

tambak tinggi maka biota kolam alami cenderung serupa pada kedua peternakan
12

dan dilakukan di musim panas tahun 1996. Namun, racun dari sumber abiotik

dilaporkan menyebabkan patologi pada udang (Nimmo, Lightner & Bahner 1977;

dikutip di Lightner 1978 dalam Edgerton, 2000) dan tidak dapat diabaikan sebagai

penyebab perubahan dalam laporan ini. Sekarang juga dicatat bahwa peternakan

proksimal yang telah mengalami kerugian serius sejak tahun 1994. Mortalitas

udang telah dikaitkan dengan beberapa virus. Namun, hanya sedikit yang

konsisten Lesi mikroskopis telah diamati dan enteritis haemocytic telah menjadi

salah satu dari sedikit yang konsisten terhadap perubahan patologi pada udang

dari tambak mengalami kematian. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk

menentukan penyebab enteritis haemocytic di C. Quadricarinatus (Edgerton,

2000).

Histopatologi memiliki peran penting dalam patologi krustasea. Hampir

semua crustacea memiliki virus yang telah dijelaskan pertama kali diamati

dengan mikroskop elektron setelah deteksi lesi dengan mikroskop cahaya. Selain

itu, konfirmasi diagnostik histopatologi terhadap penyakit krustasea, terutama

virus penyakit, yang lebih cepat dan sensitif diagnostik terhadap alat yang belum

dikembangkan (Lightner, 1996 dalam Edgerton, 2000). Adapun studi toksisitas

dengan air tawar pada udang karang dapat mencakup komponen histopatologi

sehingga database efek histopatologi racun pada lobster air tawar diproduksi.

Karena lobster air tawar sering dibudidayakan pada lahan yang sebelumnya

digunakan untuk pertanian ddan pengambilan air dari run-off pertanian yang

signifikan. Survei kesehatan dan pemeriksaan episode kematian pada lobster air

tawar harus menggunakan teknik histopatologi yang lebih luas (Edgerton, 2000).
13

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Hasil pengamatan tentang histopatologi pada redclaw crayfish maka dapat

ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Pengamatan tersebut menggunakan 6 sampel.

2. Sampel yang diamati telah di beri pewarnaan haematoksilin, kemudian sampel

tersebut diamati dibawah mikroskop sesuai dengan nomor slide.

3. Slide pertama dan ketiga itu memiliki jenis organ yaitu insang dan pada organ

insang terdapat bintik-bintik hitam dan terjadi perubahan warna pada bagian

filamen

5.2 Saran

Sebaiknya pada saat praktikum atau pengamatan kita semua harus menjaga

keadaan ruangan agar praktikum berjalan dengan aman dan lancar.


14

DAFTAR PUSTAKA

Bowater R. O, Wingfield M, Fisk A, Condon K. M. L, Reid A, Prior H dan Kulpa


E. C., 2002. A Parvo-Like Virus In Cultured Redclaw Crayfish Cherax
quadricarinatus From Queensland, Australia, Queensland Depatment of
Primary Industries, Animal and Plant Health Service, Oonoonba
Veterinary Laboratory, Australia, Diseases Of Akuatic Organisms, Vol.
50 Hal. 2
Edgerton B. F, Webb R, Anderson I. G dan Kulpa E. C., 2000. Description of a
Presumptive Hepatopancreatic Reovirus, and a Putative Gill Parvovirus,
In The Freshwater Crayfish Cherax Quadricarinatus, Departement of
Microbiology and Centre For Microscopy and Microanalysis, University
of Queensland, Australia, Diseases of Aquatic Organisms, Vol. 41 No.
83-90 Hal. 1-2
Edgerton B. F, Evans L. H, Stephens F. J dan Overstreet R. M., 2002. Synopsis of
Freshwater Crayfish Diseases and Commensal Organisms, Department of
Microbiology and Immunology, James Cook University Townsville,
Australia, Hal 1-2
Edgerton B. F., 2000. A Compendium of Idiopathic Iesions Observed In Redclaw
Freshwater Crayfish, Cherax quadricarinatus (Von Martens), Department
of Microbiology and Immunology, James Cook University Townsville,
Queensland, Australia, Journal of Fish Diseases, Vol. 23 Hal. 9-10
Gusnanto A, Susanto G. N dan Murwani S., 2013. Maskulinisasi Lobster Air
Tawar (Cherax quadricarinatus) Dengan Ekstrak Steroid Teripang Pasir
(Holothuria scabra) Pada Umur Larva yang Berbeda, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung,
Hal. 1
Mukti A. T., 2009. Pengaruh Suplementasi Madu Dalam Pakan Induk Betina
Terhadap Persentase Jantan dan Betina, Pertumbuhan dan Kelangsungan
Hidup Benih Lobster Air Tawar Red Claw (Cherax quadricarinatus),
Laboratorium Pendidikan Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan,
FKH Universitas Airlangga, Surabaya, Jurnal Akuakultur Indonesia, Vol.
8 No. 1 Hal. 1-2
Priyono E., 2009. Alternatif Penambahan Suplemen Hayati Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Udang Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus),
Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Hal. 24-28
Warsidi, E., 2008. Keterampilan Membudidayakan Lobster Air Tawar. PT Puri
Delco. Bandung
15

Zulpikar., Ferasyi, T.R. dan Sugito. 2016. Analisis Pengaruh Faktor Kualitas Air
terhadap Resiko Penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Kecamatan Peudada
Kabupaten Bireuen. Depik. Vol. 5 (1) :1

Anda mungkin juga menyukai