Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Materi I Fisiologi Hewan Air

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP PERUBAHAN


SUHU

Irfan Adinugraha
4443160039
Kelompok 3

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Respon organisme akuatik terhadap variabel lingkungan berupa proses
adaptasi. Keberhasilan suatu spesies ikan ditentukan oleh kemampuan ikan tersebut
untuk beradaptasi dalam kondisi lingkungan yang berubah ubah dan kemampuan
untuk mempertahankan populasinya. Proses adaptasi tersebut merupakan respon aktif
dari suatu organisme akuatik terhadap variabel lingkungan. Kehidupan organisme
akuatik banyak dipengaruhi oleh berbagai factor lingkungan baik factor fisik, kimiawi
dan biologis. (Satyani, D 2005)
Setiap ikan yang ada dilingkungan perairan memiliki tingkat respon
yang berbeda-beda dengan jenis hewan lain. Sama halnya dengan ikan yang semula
berada dilingkungan bersuhu normal lalu dimasukkan kedalam lingkungan yang
bersuhu dingin, maka ikan akan menunjukkan respon terhadap lingkungannya. Begitu
sebaliknya untuk ikan yang diletakkan dilingkungan air bersuhu panas, ikan akan
menunjukkan respon sebagai upaya penyesuaian diriLingkungan ekosistem akuatik
akan selalu mengalami perubahan secara periodic baik dari pengaruh lingkungan
maupun dari aktivitas manusia. (Satyani, D 2005)
Respon yang terjadi pada organisme sehubungan dengan perubahan
lingkungan tersebut dapat berupa respon biokimia, respon struktur sel atau organ
tubuh, respon fisiologis dan respon tingkah laku. Variabel lingkungan fisika dan
kimia yang penting diperhatikan dan sangat berpengaruh terhadap lingkungan
organism akuatik adalah suhu, salinitas, kekeruhan, tekanan, cahaya, oksigen, pH,
NH, CO serta beberapa macam logam berat. Adapun contoh dari respon organisme
akuatik yaitu pemijahan, aktivitas renang, aktivitas makan, cara makan, aktivitas
enzim dan sebagainnya, Setiap organisme akuatik memiliki batas toleransi pada
setiap perubahan variable lingkungan. (Satyani, D 2005)
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Kenaikan
suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air
berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa
walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu
merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki
toleransi yang sempit. (Satyani, D 2005)
Ikan merupakan hewan yang bersifat poikilotherm yaitu suhu
tubuhnya dipengaruhi suhu lingkungan (air). Ikan di daerah tropis membutuhkan
suhu air relatif tinggi dibandingkan ikan subtropis. Suhu makin naik, maka reaksi
kimia akan ssemakin cepat, sedangkan konsentrasi gas akan semakin turun, termasuk
oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran dan tidak toleran. Naiknya
suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan melakukan prosess
osmoregulasi. (Fahmi 2010)
Secara umum ikan telah beradaptasi untuk hidup pada kisaran suhu
tertentu. Kisaran ini bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Meskipun
beberapa spesies dapat mentolerir perbedaan lintang tertentu, sehingga, misalnya,
memungkinkan ikan-ikan daerah tropis yang memiliki persyaratan hidup berbeda
digabungkan dalam satu akuarium, akan tetapi pengawasan ekstra hati-hati tetap
diperlukan. Suhu rendah dibawah normal dapat menyebabkan ikan mengalami
lethargi, kehilangan nafsu makan, dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Secara
umum ikan telah beradaptasi untuk hidup pada kisaran suhu tertentu. Kisaran ini
bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Suhu rendah dibawah normal dapat
menyebabkan ikan mengalami lethargi, kehilangan nafsu makan, dan menjadi lebih
rentan terhadap penyakit. (Febriyantoro, D 2014)
1.2 Tujuan
Praktikum respon organisme akuatik terhadap variable lingkungan
bertujuan untuk mendeskripsikan respon organisme akuatik terhadap perubahan suhu
dan menentukan kisaran toleransi organisme akuatik terhadap perubahan suhu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Cyprinodontoidea
Family : Poecilidae
Genus : Xyphophorus
Spesies : Xyphophorus helleri
Ikan Plati Pedang (Xiphophorus helleri) Ciri-ciri plati pedang yaitu
tubuh memanjang dengan potongan melintang compressed, mempunyai gonopodium
berbentuk jangkar yang mengembang dan pedang panjang. Plati Pedang ini
sebenarnya adalah sirip anal yang tumbuh memanjang. Sirip punggung dan ekornya
relatif lebar. Ada beberapa alasan mengapa ikan plati pedang (Xiphophorus helleri)
diterima oleh banyak orang yang membudidayakannya, selain keindahan bentuk,
warna, mudah dikembangbiakkan, ikan ini juga bersifat sosial yang tinggi sehingga
dapat hidup berdampingan damai dengan ikan hias lain dalam akuarium. (Saanin H
1984)
Asal ikan famili poecillidae ini adalah perairan anak sungai, kolam
serta muara sungai amazon sebelah utara sepanjang Trinidad dan Barbos. Famili ini
merupakan ikan yang pertama kali dikenal sebagai ikan hias asal sungai amazon.
Induk ikan plati pedang beranak setelah 5-7 hari. Induk plati pedang betina dapat
menghasilkan sekitar 80- 125 ekor dan interval dilakukan pemijahan pemijahan untuk
beranak kembali kadang-kadang membutuhkan waktu sampai 1 bulan. (Saanin H
1984)
Ikan Platy Pedang termasuk ke dalam family Poecilidae yang berasal
dari Amerika Serikat. Ukuran maksimal ikan ini dapat mencapai 12.5 cm untuk
betina dan 10 cm untuk jantan. Ikan Platy Pedang ini hidup pada kisaran suhu 25C -
28C dengan pH antara 7.0-7.5. Ikan ini akan mengeluarkan telur setelah 4 bulan.
Dalam proses pemijahannya membutuhkan media yaitu berupa tanaman hias seperti
eceng gondok dan tanaman air lainnya. (Saanin H 1984)

2.2 Suhu
Suhu menyatakan besarnya bahang (heat) yang dikandung oleh suatu
benda. Di lautan suhu merupakan parameter penting karena berpengaruh secara
langsung terhadap kehidupan organisme di laut dan berbagai proses fisik yang terjadi.
Suhu air laut terutama di lapisan permukaaan sangat tergantung pada jumlah bahang
yang diterima dari sinar matahari dan selalu berubah-ubah terhadap ruang dan waktu
dimana penyebarannya terutama disebabkan oleh gerakan-gerakan air seperti arus dan
turbulensi. (Hutabarat.S dan Evans 2006)
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu air laut adalah penyinaran
matahari yang intensitasnya berubah-ubah terhadap waktu, selain itu suhu permukaan
air laut juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (curah hujan, penguapan,
kelembaban, suhu udara, kecepatan angin dan kecepatan awan). Secara menegak
lapisan massa air terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan permukaan (homogen), lapisan
termoklin dan lapisan dalam. Lapisan permukaan suhunya cenderung homogen
karena proses pengadukan yang masih aktif terutama disebabkan oleh angin.
(Hutabarat.S dan Evans 2006)
Pada lapisan termoklin perubahan suhu cenderung besar terhadap
perubahan kedalaman (1oC/100m). Sedangkan pada lapisan dingin (deep layer),
makin ke bawah suhunya berangsur-angsur turun hingga pada kedalaman lebih dari
1000 m suhu biasanya kurang dari 50C. Distribusi suhu horizontal pada perairan
samudera bervariasi sesuai dengan garis lintang. Daerah yang banyak menerima
bahang sinar matahari adalah daerah-daerah yang terletak pada lintang 100 LU-100
LS. (Hutabarat.S dan Evans 2006)
Oleh karena itu, suhu air laut yang tertinggi akan ditemukan di daerah
ekuator. Semakin ke arah kutub, suhu air laut semakin dingin Suhu permukaan laut
tergantung pada beberapa faktor seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin,
intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi didalam kolom
perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu
permukaan air laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat
adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan. (Idris.F 2009)
Evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,1 C pada
lapisan permukaan hingga kedalaman 10 meter dan hanya kira-kira 0,12 C pada
kedalaman 10 - 75 meter. Suhu air laut terutama pada lapisan permukaan ditentukan
oleh pemanasan matahari yang intensitasnya berubah-ubah setiap waktu. Pada kolam
yang kedalaman airnya kurang dari 2 meter biasanya terjadi stratifikasi suhu yang
tidak stabil. Oleh karena itu, bagi para pembudidaya ikan yang melakukan kegiatan
budi daya ikan kedalaman air tidak boleh lebih dari 2 meter. Selain itu untuk
memecah stratifikasi suhu pada wadah budi daya ikan diperlukan suatu alat bantu
dengan menggunakan aerator atau blower atau kincir air. (Idris.F 2009)

2.3 Respon Fisiologi Ikan Terhadap Suhu


Respon organisme akuatik terhadap variabel lingkungan berupa proses
adaptasi. Respon yang terjadi pada organisme sehubungan dengan perubahan
lingkungan tersebut dapat berupa respon biokimia, respon struktur sel atau organ
tubuh, respon fisiologis dan respon tingkah laku. Variabel lingkungan fisika dan
kimia yang penting diperhatikan dan sangat berpengaruh terhadap lingkungan
organism akuatik adalah suhu, salinitas, kekeruhan, tekanan, cahaya, oksigen, pH,
NH, CO serta beberapa macam logam berat. Adapun contoh dari respon organisme
akuatik yaitu pemijahan, aktivitas renang, aktivitas makan, cara makan, aktivitas
enzim dan sebagainnya. (Satyani, D 2005)
Suhu makin naik, maka reaksi kimia akan ssemakin cepat, sedangkan
konsentrasi gas akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan
membuat reaksi toleran dan tidak toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada
salinitas, sehingga ikan akan melakukan prosess osmoregulasi. Suhu rendah dibawah
normal dapat menyebabkan ikan mengalami lethargi, kehilangan nafsu makan, dan
menjadi lebih rentan terhadap penyakit. ( Idris 2009 )
BAB 3
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Respon Organisme terhadap
Perubahan Suhu telah dilaksanakan pada hari jumat tanggal 13 September 2017
pada pukul 10.00 sampai dengan selesai bertempat di Laboratorium Teknologi
Penanganan Hasil Perikanan (TPHP) Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang akan digunakan pada saat praktikum Fisiologi Hewan Air
terhadaap Perubahan Suhu adalah, akuarium, aerator, water heater, stopwatch,
kamera, lap atau tissue, gayung, termometer, dan timbangan analitik. Sedangkan
bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air terhadap Perubahan Suhu
adalah ikan platy 30 ekor, air tawar, air panas dan es batu.

3.3 Metode Percobaan


Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok dengan 3 perlakuan formulasi yaitu perbandingan suhu antara akuarium A,
B dan C. Masing masing formulasi dibuat 3 kali ulangan. Formulasi yang diicoba
adalah perlakuan A dengan suhu 22, perlakuan B dengan suhu 31 oC dan perlakuan C
dengan suhu 35 oC. gga jumlah satuan percobaan adalah 15 unit. Penelitian
dilakukan dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan pengaruh yang
berbeda hanya dari perlakuan atau homogen. Parameter yang diamati adalah
perubahan fisiologi ikan plati. Variabel dalam penelitian ini adalah variable terikat
dan variabel bebas. Variable terikat adalah survival rate atau perubahan fisiologi ikan
plati sedangkan variable bebas adalah perubahan suhu. ( Lesmana 2015 )
P U A B C - U
a 0 0 0 0 0
b 0 0 0 0 0
c 0 0 5 5 1.666666667
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ikan Plati.

3.3 Metode Analisis


Data dianalisis secara statistik dengan ANOVA untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan dari perlakuan yang diberikan. Data yang diperoleh dianalisis
ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Rancangan Acak Lengkap adalah
rancangan percobaan yang digunakan pada kondisi tempat yang homogen. Model
matematika adalah sebagai berikut :
( Lesmana 2015 )
Yij = + i + ij
Yij = Pengamatan dari perlakuan ke i ulangan ke j
= Nilai tengah populasi
i = Pengaruh perlakuan ke i
ij = Galat perlakuan ke i ulangan ke j
I = Perlakuan (A, B, C)
J = Ulangan (1, 2, 3, 4, 5)

Source of Variation SS df MS F P-value F crit


Between Groups 5.55555556 2 2.777777778 1 0.421875 5.14325285
Within Groups 16.6666667 6 2.777777778

Total 22.2222222 8
Tabel 2.. RAL Penelitian Ikan Plati
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap


survival rate fisiologi ikan plati. Secara umum ikan telah beradaptasi untuk hidup
pada kisaran suhu tertentu. Kisaran ini bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya.
Terjadinya peningkatan maupun penurunan suhu secara ekstrim mengindikasikan
bahwa ikan mengalami stress. Berdasarkan data yang diperoleh pada semua
perlakuan, perubahan fisiologi perlakuan C dengan perubahan suhu 36 0C lebih tinggi
dibandingkan perlakuan suhu yang lain. Adapun hasil didapatkan selama prakikum
berlangsung mempengaruhi ikan dengan perubahan suhu adalah sebagai berikut :
N
Nama Ikan Suhu Respon
NO
1Platy 23C (1-5 menit)
1. - Ikan masih bergerak cepat
- Ikan mulai berpencar
(5-10 menit)
- Ikan mulai bergerombol
- Ikan bergerak melambat
(10-15 menit)
- Ikan tetap bergerombol
- Ikan bergerak lambat
- Ikan bergerak pe dasar

2 32C (1-5 menit)


2. - Ikan masih berpencar
- Ikan mulai agresif
(5-10 menit)
- Ikan bergerak melambat di banding
menit sebelumnya
(10-15 menit)
- Ikan berpencar semua

3 36C (1-5 menit)


.3 - Ikan masih berpencar
- Ikan lebih agresif
(5-10 menit)
- Ikan berkoloni mendekat kea rah
aerator
- Ikan leboh agresif
(10-15 menit)
- Ikan agresif
- Ikan berkoloni
- Menit terakhir ikan mengalami
pingsan
Tabel 3. Hasil Pengamatan Ikan Plati

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu


penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan air tawar dibatasi oleh suhu
di perairan tersebut. Suhu air dapat mempengaruhi biota air secara langsung maupun
tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air.
Semakin tinggi suhu air maka semakin rendah daya larut oksigen didalam air,
begitupun sebaliknya. Semakin rendah suhu terhadap lingkungan hidup ikan maka
semakin tinggi daya larut oksigen didalam air. Ikan yang mengalami stres akan
meningkatkan sekresi katekolamin dan kortisol. Pengaruh fisiologis dari stres akut
seperti (transportasi, penanganan, penjaringan, dan pengurungan) pada sistem
budidaya dapat meningkatkan kadar kortisol dan glukosa dalam plasma serta
meningkatkan aktivitas lisosim. ( Idris 2009 )
Pada Tabel 3. Hasil pengamatan ikan plati, suhu 23 oC dan 32 oC
perubahan fisiologis ikan plati cenderung bergerak lambat dan berkoloni. Hal ini
dikarenakan pada suhu tersebut masih dalam toleransi suhu dan belom mengalami
perubahan suhu secara signifikan. Tentunya sangat berbeda pada suhu 36 oC, ikan
bergerak aktif dan bergerak mendekati aerator. Hal ini disebabkan karena semakin
tinggi suhu maka oksigen didalam akuarium akan berkurang sehingga ikan bergerak
aktif.
Suhu yang dingin dapat mempengaruhi bobot tubuh ikan, hal ini
disebabkan respon ikan terhadap perubahan suhu dari suhu habitat asalnya dan
adanya aktivitas berlebihan yang dilakukan ikan dalam rangka adaptasi pada kondisi
lingkungan yang baru. Sehingga untuk beradaptasinya ikan memerlukan energi agar
fungsi fisiologisnya berjalan secara normal pada suhu dingin. Selain itu, ikan
menunjukan tingkah lakunya yang berupa diam atau pingsan, suhu air yang rendah
juga dapat mempengaruhi gerakan overkulum, kecepatan berenang, dan bukaan
mulut. Pemberian pakan dapat menjadi tolak ukur keberhasilan percobaan. ( Idris
2009 )
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka didapatkan
F hitung (1) < F tabel (5,14). Sehingga gagal tolak Ho dan terima H1. Maka, semua
perlakuan memberikan respon yang sama. Hal ini menunjukan, percobaan penelitian
perubahan fisiologis ikan plati terhadap suhu tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Perubahan suhu yang dilakukan pada percobaan ini, belum memberikan perubahan
suhu hingga melewati batas toleran ikan plati terhadap suhu. Hal ini dikarenakan,
perubahan suhu yang dilakukan belum mengalami perubahan secara drastic serta
kurang lamanya waktu pengamatan agar dapat mengetahui lebih mendalam.
Pada penurunan suhu ikan plati cenderung bergerak lambat sedangkan
pada suhu tinggi ikan plati lebih agresif. Hal ini dikarenakan, pada saat kenaikan suhu
maka oksigen didalam aquarium akan berkurang. Semakin rendah suhu terhadap
lingkungan hidup ikan maka semakin tinggi daya larut oksigen didalam air. Namun,
peningkatan suhu di lingkungan akuarium juga berdampak baik jika suhu mengalami
peningkatan hingga batas rata rata. Peningkatan suhu hingga batas rata rata dapat
mencegah adanya bakteri atau virus yang dapat berkembangbiak didalam akuarium.

5.2 Saran
Untuk mengetahui kelangsungan hidup dari perubahan fisiologis ikan
plati terhadap perubahan suhu seharusnya mahasiswa dapat mempersiapkan secara
teknis dan mempelajari materi terlebih dahulu serta melakukan peningkatan suhu
secara drastis. Menambah percobaan perubahan variabel lingkungan lainnya agar
lebih menarik. Agar pada saat praktikum dilaksanakan tidak ada hambatan dan dapat
mempermudah mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi. 2001. Tingkah Laku Reproduksi pada Ikan. Jurnal Oseana.

Febriyantoro, D. 2014. Pengamatan Pergerakan Sirip Sirip Ikan dan Mekanisme

Hutabarat.S dan Evans.2006. Pengantar Oseanografi.Jakarta. Universitas Jakarta

Idris.F,2009.Distribusi Suhu dan Salinitas Di Perairan Sekitar Muara Sungai


Ikan Mengambil Makanan dan Laju Menghancurkan Makanan di Dalam
Laku Biologi dan Reproduksinya. Jurnal Iktiologi Indonesia. Volume V,
Lambung. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin,

Lesmana, Indra.2015. Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Ikan


Makassar. Mas Koi (Cyprinus carpio).Jurnal Sumberdaya Perairan. 8: 67
68 Nomor 1 : 25-64.Riau.Pekanbaru.UNRI

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta: Bina Cipta.

Satyani, D. 2005. Catfish Kecil Unik, Corydoras Sp. Untuk akuarium, Tingkah
Ungar Kecamatan Kundur Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan
Volume XXVI, Nomor 1: 17 24.
LAMPIRAN 1

Gambar 1. Persiapan pengamatan Gambar 2. Pengamatan perubahan


Akuarium 1 suhu panas

Gambar 3. Persiapan pengamatan Gambar 4. Pengamatan Akuarium

Akuarium 2 suhu dingin


LAMPIRAN 2

Groups Count Sum Average Variance


Row 1 3 0 0 0
Row 2 3 0 0 0
Row 3 3 5 1.666667 8.333333333

Gambar 5. Hasil Perhitungan RAL

Anda mungkin juga menyukai