Anda di halaman 1dari 16

EMBRYO VOL. 5 NO.

1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188




82
Kajian Nilai Ekologi Melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks Penting
(INP) Mangrove Terhadap Perlindungan Lingkungan
Kepulauan Kangean

Romadhon, A. Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak. Pertanian Unijoyo

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksploratif, memiliki tujuan 1) Mengidentifikasi
jenis mangrove dan mengetahui indeks nilai penting mangrove di Kepulauanan Kangean, .2)
Mengetahui bentuk pemanfaatan dan kontribusi ekosistem mangrove dalam melestarikan
lingkungan, di Kepulauanan Kangean, Kabupaten Sumenep.
Analisa yang digunakan meliputi analisa, kerapatan jenis relatif , frekuensi jenis relatif, penutupan
jenis relatif dan indeks nilai penting ( INP) serta analisa deskriptif untuk mengetahui kontribusi
hutan mangrove.
Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian sebagai berikut : 1)Nilai indeks penting (INP) dari
mangrove didapatkan dari akumulasi nilai kerapatan relatif (RD
i
), frekuensi relatif (RD
i
) dan
penutupan relatif (RC
i
), menunjukkan peran mangrove dalam menjaga kelestarian lingkungan
pesisir, tergolong kategori sedang (INP berkisar antara 1,06 2,04 (skala 0 3), 2) Bentuk
pemanfaatan ekosistem mangrove, masih tergolong rendah, karena pengetahuan yang terbatas
mengenai inovasi pemanfaatan produk mangrove (kayu bakar, kayu konstruksi bangunan dan
tambak), .3) Kontribusi yang diberikan hutan mangrove di desa Pabiyan, mampu memberikan
nilai, baik nilai perlindungan, ekonomi dan biologi. Hal ini ditunjukkan dengan terjaganya
lingkungan pesisir dan aktifitas penangkapan ikan yang berlangsung di daerah pesisir.

Keywords : mangrove, Kepulauan Kangean, kerapatan jenis relatif , frekuensi jenis relatif,
penutupan jenis relatif, indeks nilai penting dan Desa Pabiyan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan
komunitas dari tumbuhan atau hutan yang
beradaptasi dengan salinitas dan pasang-
surut air laut. Ekosistem ini memiliki
peranan penting dan manfaat yang besar
bagi kehidupan masyarakat khususnya di
sekitar pantai. Secara umum mangrove
adalah pohon dan semak-semak yang
umumnya tumbuh di zona intertidal dan
mampu beradaptasi dengan lingkungan di
bawah level air tertinggi pada pasang..
Manfaat hutan mangrove secara
fisik antara lain menjaga garis pantai agar
tetap stabil, melindungi pantai dari abrasi,
menahan tiupan angin kencang dari laut,
serta menjadi wilayah penyangga terhadap
rembesan air laut (intrusi). Secara biologis
hutan mangrove berfungsi sebagai tempat
memijah dan berkembangbiaknya berbagai
hewan air, tempat berlindung dan
berkembang biak burung dan satwa lain,
serta berfungsi sebagai sumber plasma
nutfah. Selain itu, secara ekonomis, hutan
mangrove berfungsi juga sebagai penghasil
kayu dan bahan bangunan, penghasil
Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


83
bahan baku industri, bibit ikan, tempat
pariwisata, serta penelitian dan pendidikan
Begitu pentingnya manfaat
mangrove, sehingga memerlukan sejumlah
upaya untuk meminimalisasi
kerusakannya, diantaranya melalui
kegiatan inventarisasi jenis dan keberadaan
ekosistem mangrove. Hal tersebut penting
dilakukan, mengingat upaya inventarisasi
yang dilakukan akan bermanfaat dalam
mengestimasi manfaat keberadaaan
ekosistem mangrove terhadap kelestarian
lingkungan.
Kepulauan Kangean merupakan
salah satu Kepulauan kecil di Kabupaten
Sumenep yang memiliki keanekaragaman
hayati berupa ekosistem mangrove yang
terdiri dari beberapa jenis atau spesies
mangrove. Selama ini keberadaan
ekosistem mangrove di Kepulauanan
Kangean berkurang sangat drastis akibat
pemanfaatan yang salah, seperti
penebangan liar (illegal loging) dan
cenderung merusak lingkungan.
Permasalahan tersebut memerlukan
sejumlah tindakan pencegahan yang
konkrit berupa upaya penyadaran akan
pentingnya keberadaan ekosistem
mangrove melalui kajian terhadap
besarnya nilai keanekeragaman dan peran
penting mangrove dalam menjaga
kelestarian lingkungan Kepulauan
Kangean.
Penelitian ini akan mempelajari
sebaran jenis, sebagai salah satu cara untuk
mengetahui besarnya nilai
keanekeragaman dan peran penting
mangrove yang ada di Kepulauan
Kangean. Hasil dari penelitian ini,
diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi pembangunan berwawasan
lingkungan di Kepulauan Kangean..


METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada
kawasan hutan mangrove desa Pabiyan,
Kecamatan Arjasa, Kepulauan Kangean,
Kabupaten Sumenep. Adapun waktu
pelaksanaanya pada Bulan Januari Maret
2008. Kepulauan Kangean terletak pada
posisi 6
0
55 00 LS dan 115
0
30 00
BT. Adapun batas-batas wilayah desa
Pabiyan sebagai berikut :
o Sebelah utara : Laut Jawa
o Sebelah selatan : Desa Pandeman
o Sebelah barat : Desa Angon-
angon
o Sebelah timur : Desa Daandung
Materi
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188


84
Pengukuran parameter yang
dilakukan di daerah pengamatan meliputi
suhu, salinitas, pH (derajat keasaman).
Adapun alat yang digunakan sebagai
berikut (Tabel 1) :
Tabel 1. Alat dan Bahan
No Nama alat Kegunaan Satuan
1. Termometer Mengukur suhu
0
C
2. Refraktormeter Mengukur salinitas
3. Tali rafia Membuat transek m
4. Meteran Mengukur lingkar batang pohon cm
5. Kompas menetukan arah transek garis
6. Hand tally counter Menghitung mangrove
7. Gunting Memotong tangkai mangrove
8. Buku floristik Determinasi jenis tumbuhan mangrove

Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan untuk
mendapatkan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu
proses untuk mencari data secara langsung
dengan cara komunikasi dengan
masyarakat pesisir dan aparat Desa
Pabiyan. Diharapkan dengan cara ini dapat
mengumpulkan informasi mengenai nilai
dan manfaat dari ekosistem mangrove.
2. Metode observasi
Metode observasi merupakan
pengamatan secara langsung dan
mengadakan pencatatan secara sistimatis
terhadap jenis pohon, jumlah pohon, dan
indeks nilai penting mangrove. Dalam
metode ini akan menghasilkan data primer
yang sangat diperlukan dalam
pengumpulan data.
3. Studi pustaka
Studi pustaka merupakan
pengadaan tinjauan pustaka pada buku
maupun literatur guna memperdalam
pemahaman teori dalam mendekati
permasalahan tentang struktur hutan
mangrove. Dalam studi pustaka ini penulis
akan mendapatkan penguasaan materi
yang lebih dalam lagi.
Tahap Pelaksanaan
Penentuan Stasiun Pengamatan
Penentuan pengamatan stasiun-
stasiun pengamatan didasarkan atas
keterwakilan zonasi mangrove. Pada
penelitian ini terdapat 3 stasiun yaitu;
stasiun I di tepi pantai , stasiun II berada di
tambak, dan stasiun III berada di muara
Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


85
sungai . Pada tiap stasiun terdapat 3 petak
(plot) pengambilan sampel.
Pemilihan lokasi stasiun
didasarkan atas pertimbangan (Bengen,
2000) :
o Lokasi yang ditentukan untuk
pengamatan vegetasi mangrove harus
mewakili wiayah kajian, dan juga
harus dapat mengindikasikan atau
mewakili setiap zona mangrove yang
terdapat di wilayah kajian.
o Pengamatan secara konseptual
berdasarkan keterwakilan lokasi
kajian.
Analisa Data
Kerapatan Jenis (Di)
Kerapatan jenis (Di) merupakan
jumlah tegakan jenis ke-1 dalam suatu
unit area (Bengen, 2002). Penentuan
kerapatan jenis melalui rumus :
Di =
A
ni

Dimana : Di : Kerapatan jenis ke-i
ni : Jumlah total induvidu ke-i
A : Luas total area pengambilan
contoh (m)


Kerapatan Relatif (RDi)
Kerapatan Relatif (RDi)
merupakan perbandingan antara jumlah
jenis tegakan jenis ke-I dengan total
tegakan seluruh jenis (Bengen, 2000).
Penentuan Kerapatan Relatif (RDi)
menggunakan rumus :
RDi = 100 x
n
ni


Dimana : RDI : Kerapatan Relatif
ni : Jumlah Total
n : Total tegakan seluruh
jenis
Frekuensi Jenis (Fi)
Frekuesi jenis (Fi) yaitu peluang
ditemukan suatu jenis ke-i dalam semua
petak contoh dibanding dengan jumlah
total petak contoh yang dibuat (Bengen,
2000). Untuk menghitung frekuensi jenis
(Fi) digunakan rumus :
Fi =
F
pi


Dimana : Fi : Frekuensi Jenis ke-i
Pi : Jumlah petak contoh
dimana ditemukan jenis ke-i
F : Jumlah total petak contoh
yang dibuat (3 Plot)
Frekuensi Relatif
Frekuesi relatif (RFi) adalah
perbandingan antara frekuensi jenis ke-i
dengan jumlah frekuensi seluruh jenis
(Bengen, 2000). Untuk menghitung
frekuensi relatif menggunakan rumus :
RFi = 100 x
F
Fi


Dimana : Rfi : Frekuenmsi Relatif Jenis
ke-i
Fi : Frekuensi jenis ke-i
Persamaan .4
Persamaan 3
Persamaan .2
Persamaan 5
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188


86
F : Jumlah total petak contoh
yang dibuat (3 Plot)


Penutupan Jenis (Ci)
Penurupan jenis (Ci) adalah luas
penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area
tertentu (Bengen, 2000).
Ci =
A
BA

Dimana : Ci : Penutupan Jenis
BA : d
2
/4 (d=diameter
batang setinggi dada, = 3,1416)
A : Luas total area
pengambilan contoh (m
2
)

Penutupan Relatif (RCi)
Penutupan Relatif (RCi) yaitu
perbandingan antara penutupan jenis ke-i
dengan luas total penutupan untuk seluruh
jenis (Bengen, 2000). Untuk menghitung
RCi, maka digunakan rumus :
RCi = 100 x
C
Ci


Dimana : RCi : Penutupan Relatif
Ci : Penutupan jenis ke-i
C : Penutupan total untuk
seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP)
adalah penjumlahan nilai relatif (RDi),
frekuensi relatif (RFi) dan penutupan
relatif (RCi) dari mangrove (Bengen,
2000).

Dimana
INP : Indeks Nilai Penting
RDi : Kerapatan Relatif
RFi : Frekuensi Relatif
RCi : Pentupan Relatif
Indeks nilai penting suatu jenis
berkisar antara 0 - 300. nilai penting ini
memberikan gambaran tentang peranan
suatu jenis mangrove dalam ekosistem dan
dapat juga di gunakan untuk mengetahui
dominansi suatu spesies dalam komunitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Identifikasi Ekosistem Mangrove
Kegiatan identifikasi ekosistem
mangrove dilakukan untuk mengetahui
keberadaan sejumlah jenis mangrove yang
terdapat di lokasi penelitian. Parameter
yang digunakan untuk melakukan
identifikasi terhadap jenis mangrove,
meliputi bentuk akar, daun dan buah.
Adapun hasil identifikasi morfologi
mangrove sebagai tahap untuk
membedakan tiap jenis mangrove di lokasi
penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Identifikasi Jenis Mangrove di Lokasi Penelitian
N
o
Morfologi
Kesimpulan
Batang dan Akar Daun Buah dan Bunga
INP = RDi +RFi + RCi
Persamaan 7
Persamaan 6
Persamaan 8
Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


87
1. o Berakar tongkat
yang berlentesil
untuk
pernafasan
o Permukaan
batangnya abu-
abu, ketika
masih muda
halus, ketika
dewasa ramping
dan berlentesil.

o Daun sebelah
atas berwarna
hijau sampai
kuning
kehijauan,
bagian
bawahnya
kuning
kehijauan,
bagian
tengahnya pada
bagian yang
menurun
kadang-kadang
kemerahan.
o Panjang daun
10-20 cm,
lebarnya 5-8 cm,
berbentuk
elips,tirus.
o Tedapat bintik-
bintik hitam
dibagian bawah
daun yang tua.
o Bunganya selalu
kembar, panjang
kelopaknya 12-14
mm, lebarnya 9-10
mm, berwarna
oranye kekuningan.
o Panjang buahnya
antara 25-30 cm
diameternya,15-17
mm, berwarna
coklat dan kulitnya
kasar.
o Kisaran musim
berbunga yaitu
pada bulan april
sampai oktober




Rhizophora
apiculata
(Bakau/Jangka
h/Tinjang)
2 o Halus,
berwarna putih
keabu-abuan
hingga hijau
o berbentuk cakar
ayam
berpneumatofor
a untuk
pernafasan
o Pada sisi sebelah
berwarna hijau
muda, sedangkan
pada sisi sebelah
bawah abu-abu
keperakan atau
putih. Daunnya
berbentuk elips,
dengan panjang
daun kisaran
antara 10 18
cm.
o Bunganya kecil
berwarna oranye,
dan berdiameter 4
5 mm.
o Buahnya berbentuk
membulat dan agak
berbulu dengan
panjang 2.5 4.0
cm, dan berwarna
kuning kehijauan



Aviccennia
alba
(Api-api/
Pe-apeh)

Selanjutnya, kondisi lingkungan
dan hasil identifikasi keberadaan jenis
mangrove di lokasi penelitian, disajikan
pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Hasil Identifikasi Keberadaan Jenis Mangrove Menggunakan Metode
Transek

Stasiu
n
Kondisi Lingkungan Mangrove
Kisaran
Suhu
(
0
C)
Kisaran
Salinitas
(ppm)
Substra
t
Populas
i
sample
Jenis Lingkar
Batang
(cm)
I 29 30 30 - 31 pasir 30,0 Aviccennia a 17,0 -
37,0
Rhizophora a
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188


88
II 27 - 29 10 lumpur 53.0 Aviccennia a 17,0 -
35,0

III

27 - 29

10

lumpur

53.0
Rhizophora a
Aviccennia a

17,0 -
35,0
Keterangan
Stasiun I : tepi pantai
Stasiun II : dekat tambak
Stasiun III : muara sungai

Hasil identifikasi keberadaan
jenis mangrove di lokasi penelitian
menunjukkan, adanya perbedaan jenis dan
kondisi mangrove di tiap stasiun
pengamatan. Pengamatan kondisi
lingkungan terhadap parameter kisaran
suhu, menunjukkan kondisi yang hampir
sama di tiap stasiun. Kisaran suhu di tiap
stasiun berkisar antara 27 30
0
C.
Kisaran salinitas pada 3 stasiun
pengamatan berkisar antara 10 31 ppm,
sedangkan substrat yang ada di berupa
pasir dan lumpur. Pada kisaran kondisi
lingkungan tersebut, mangrove mampu
tumbuh dengan baik (Bengen, 2002). Hal
ini juga ditunjukkan dengan keberadaan
mangrove yang diidentifikasi di sepanjang
stasiun pengamatan.
Nilai Indeks Penting Ekosistem
Mangrove
Indeks Nilai Penting (INP)
adalah penjumlahan nilai relatif (RD
i
),
frekuensi relatif (RF
i
) dan penutupan
relatif (RC
i
) dari identifikasi keberadaan
ekosistem mangrove. Adapun nilai
masing-masing komponen penyusun
Indeks Nilai Penting, sebagai berikut :

Nilai Kerapatan Relatif
Nilai kerapatan jenis merupakan
jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit
area. Adapun kerapatan jenis mangrove di
tiap stasiun sebagai berikut :

Tabel 6. Nilai Kerapatan Jenis Mangrove (D
i
) dan Nilai Kerapatan Relatif (RD
i
) Pada
Tiap Stasiun Pengamatan
Stasiu
n
No
Petak
Plot
Jumlah
Tegakan

n
Luas
Area
(A) ha
Kerapatan
Jenis (Di)
ind/ha
Kerapatan
Relatif (RDi)
Av Rh Av a Rh a Av a Rh a


I
1 5

30


0,03


833,3
3


166,67


0,83


0,17
2 7 2
3 8 3
ni 25 5
Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


89


II
1 7 11

52


0,03


666,6
7


1066,6
7


0,38


0,62
2 5 9
3 8 12
ni 20 32


III
1 7 12

70


0,03


600,0
0


1733,3
3


0,26


0,74
2 5 24
3 6 16
ni 18 52
Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Keterangan
Av a : Aviccennia alba
Rh a : Rhizophora apiculata
Stasiun I : tepi pantai
Stasiun II : dekat tambak
Stasiun III : muara sungai

Tabel 6 diatas, menunjukkan
perbedaan nilai kerapatan relatif (RD
i
)
masing-masing jenis mangrove di tiap
stasiun pengamatan. Jenis Aviccennia alba,
memiliki kerapatan yang lebih rendah di
bandingkan dengan jenis Rhizophora
apiculata, pada stasiun II (0,38 : 0,62) dan
III (0,26 : 0,74).
Nilai Frekuensi Relatif (RFi)
Nilai frekuensi jenis adalah
perbandingan antara frekuensi jenis ke-i
dengan jumlah frekuensi seluruh jenis
(Bengen, 2000). Adapun kerapatan jenis
mangrove di tiap stasiun sebagai berikut :

Tabel 7. Nilai Frekuensi Jenis (F
i
) dan Frekuensi Relatif (RF
i
) Pada Tiap Stasiun
Pengamatan


Stasiun


No
Petak
Plot
Jumlah
petak/contoh)
jenis (pi)

Frekuensi Jenis
(Fi)

Jumlah
Frekuensi
(F
i
)

Frekuensi
Relatif (RFi)
Av Rh Av Rh Av Rh


I
1 1

1


0,67


1,67


0,60


0,40
2 1 1
3 1 1
p
i
3 2


II
1 1 1

1


1


2,00


0,50


0,50
2 1 1
3 1 1
p
i
3 3


1 1 1








2 1 1
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188


90
III 3 1 1 1 1 2,00 0,50 0,50
p
i
3 3
Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Keterangan
Av a : Aviccennia alba
Rh a : Rhizophora apiculata
Stasiun I : tepi pantai
Stasiun II : dekat tambak
Stasiun III : muara sungai

Tabel 7, diatas menunjukkan
bahwasanya penyebaran dan keberadaan
tiap jenis mangrove dapat ditemukan
hampir di tiap petak/plot pada setiap
stasiun pengamatan.
Penutupan Jenis (C
i
)
Penutupan jenis (C
i
) adalah luas
penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area
tertentu.. Adapun nilai penutupan masing-
masing jenis mangrove di tiap stasiun,
sebagai berikut :
Tabel 8. Nilai Penutupan Jenis (C
i
) dan Penutupan Jenis Relatif (RC
i
) Pada Tiap
Stasiun Pengamatan
Stasiun Spesies CBH DBH DBH
2
BA A
(m
2
)
C
i
C RC
i


I
Av a 26,55
3,14
8,46 71,49 56,12
300
0,19
0,31
0,61
Rh a 21,40 6,82 46,45 36,46 0,12 0,39

II
Av a 28,14 8,96 80,31 63,05 0,21
0,40
0,53
Rh a 26,56
3,14
8,46 71,55 56,17
300
0,19 0,47

III
Av a 26,52 8,45 71,33 56,00 0,19
0,38
0,49
Rh a 27,17 8,65 74,87 58,77 0,20 0,51
Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Keterangan
Av a : Aviccennia alba
Rh a : Rhizophora
apiculata
Stasiun I : tepi pantai
Stasiun II : dekat tambak
Stasiun III : muara sungai
CBH : Lingkaran pohon
DBH : Diameter batang
BA : Basal area

Penutupan jenis relatif (RC
i
)
pada Tabel 8 diatas, menunjukkan
mangrove jenis Rhizophora apiculata
memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan
Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


91
jenis Aviccennia alba, pada stasiun II dan
III. Hal ini menunjukkan bahwasanya
keberadaan mangrove jenis Rhizophora
apiculata mendominasi di unit areal
tersebut.
Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) adalah
penjumlahan nilai relatif (RD
i
), frekuensi
relatif (RF
i
) dan penutupan relatif (RC
i
)
dari mangrove (Bengen, 2000). Berikut
indeks nilai penting (INP) masng-masing
jenis mangrove di tiap stasiun pengamatan

Tabel 9. Nilai Indeks Penting Pada Tiap Stasiun Pengamatan

Stasiun

Jenis
Mangrove
Nilai
Kerapatan
Relatif
(RDi)
Frekuensi
Relatif (RFi)
Penutupan
Relatif (RCi)
Indeks
Penting
(INP)

I
Aviccennia a 0,83 0,60 0,61 2,04
Rhizophora a 0,17 0,50 0,39 1,06

II
Aviccennia a 0,38 0,50 0,53 1,41
Rhizophora a 0,62 0,50 0,47 1,59

III
Avicennia a 0,26 0,50 0,49 1,25
Rhizophora a 0,74 0,50 0,51 1,75
Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Keterangan
Stasiun I : tepi pantai
Stasiun II : dekat tambak
Stasiun III : muara sungai

Indeks Nilai Penting (INP)
merefleksikan keberadaan peran
(dominansi) dan struktur vegetasi
mangrove di suatu lokasi. Berdasarkan
hasil perhitungan INP (Tabel 9), nilai
indeks nilai penting tertinggi terdapat pada
stasiun I (pantai) untuk jenis Aviccennia
alba sebesar 2,04 (skala 0 3) atau 204
(skala 0 300) dan terendah adalah jenis
Rhizophora apiculata.
Pembahasan
Nilai Indeks Penting Ekosistem
Mangrove
Nilai Kerapatan Relatif (RD
i
)
Kerapatan individu, banyak
ditentukan oleh sejumlah faktor, yaitu
faktor lingkungan dan faktor manusia..
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel
4. kondisi lingkungan di stasiun
pengamatan merupakan kondisi yang
cukup baik bagi pertumbuhan mangrove,
baik suhu, salinitas dan substrat. Kondisi
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188


92
lingkungan yang baik akan mendukung
bagi pertumbuhan mangrove. Hal ini
ditunjukkan dengan kisaran lingkar batang
mangrove yang berkisar antara 17 37 cm.
Perbedaan kerapatan masing-masing jenis
mangrove di 3 stasiun pengamatan, lebih
banyak disebabkan oleh perbedaan laju
pertumbuhan sebagai akibat lokasi
perbedaan lokasi. (Bengen, 2002)
Pernyataan tersebut menjelaskan
perbedaan kerapatan masing-masing jenis
mangrove di 3 stasiun pengamatan.
Rhizophora apiculata, memiliki kerapatan
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
Aviccennia alba pada stasiun II (tambak)
dan III (muara sungai), disebabkan karena
letaknya yang ideal (lebih kearah darat)
sehingga pertumbuhan Rhizophora
apiculata lebih optimal dibandingkan
dengan Aviccennia alba. Namun pada
stasiun I (pantai) dekat dengan laut,
letaknya lebih menguntungkan bagi
pertumbuhan Aviccennia alba.
Pernyataan tersebut dipertegas
dengan pendapat Dahuri (2003)
menyatakan jenis mangrove yang biasanya
hidup pada khususnya pulau Jawa adalah
jenis Avicennia sp dan Rhizopora sp.

Nilai Frekuensi Relatif (RFi)
Pada setiap stasiun pengamatan
terutama pada tiap plot/petak pengamatan,
hampir ditemukan jenis Aviccennia dan
Rhizopora. Keberadaan jenis Aviccennia
dan Rhizopora, ditentukan oleh kondisi
lingkungan yang memungkinkan
mangrove untuk tumbuh optimal. Lebih
lanjut dijelaskan penyebaran vegetasi
mangrove ditentukan oleh berbagai faktor
lingkungan, salah satunya adalah salinitas.
De Haan dalam Russell & Yonge, 1968
(Bengen, 2002) membagi zonasi mangrove
menjadi 2 zona.
Berdasarkan zonasi tersebut,
jenis mangrove pada lokasi penelitian
berada pada kondisi lingkungan dengan
kisaran salinitas 10 - 30
0
/
0.
Hal tersebut
menunjukkan mangrove jenis Rhizophora
apiculata dan Aviccenia alba, yang
diidentifikasi, masuk dalam zona A (zona
air payau hingga air laut).
Jika dilihat dari penempatan
lokasi pengamatan, ke tiga stasiun
pengamatan berada pada zona air payau
(muara sungai, tambak) hingga air asin
(pantai). Kondisi tersebut mempertegas,
keberadaan mangrove jenis Rhizophora
apiculata dan Aviccenia alba di tiap
petak/plot pada setiap stasiun pengamatan.
Penutupan Jenis Relatif (RC
i
)
Penutupan jenis relatif (RC
i
)
pada Tabel 8, menunjukkan mangrove
jenis Rhizophora apiculata memiliki nilai
lebih tinggi dibandingkan jenis Aviccennia
alba, pada stasiun II dan III. Hal ini
Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


93
menunjukkan bahwasanya keberadaan
mangrove jenis Rhizophora apiculata
mendominasi di unit areal tersebut.
Kondisi tersebut bermakna, pada
stasiun II dan III, lebih memberikan
kondisi lingkungan yang lebih baik bagi
pertumbuhan mangrove jenis Rhizophora
apiculata. Selain disebabkan oleh lokasi
stasiun II dan III yang lebih kearah darat,
faktor lainnya yang berpengaruh adalah
jenis substrat. Pada stasiun II dan III, jenis
substrat yang diidentifikasi berupa lumpur
(Tabel 5). Jenis substrat hutan mangrove
pada kedua stasiun pengamatan tergolong
lumpur, memiliki karakteristik antara lain :
tanah kering menggumpal tetapi mudah
pecah, basah terasa empuk dan menepung,
mudah saling melekat dan membentuk
gumpalan-gumpalan keras (Villes dan
Spencer, 1995). Pendapat tersebut
dipertegas oleh pendapat Supriharyono
(2007), menyatakan bahwa kualitas jenis
tanah ini paling baik karena sangat subur,
kedap air dan sangat baik dibuat pematang
tambak. Substrat ini juga dapat
mengendalikan tata air dalam tanah berupa
kecepatan infiltrasi, penetrasi dan
kemampuan pengikatan air oleh tanah.
Nilai Indeks Penting
Tingkat dominansi (INP) antara
0-300 menunjukan keterwakilan jenis
mangrove yang berperan dalam ekosistem,
sehingga jika INP 300 berarti mangrove
memiliki peran yang penting dalam
lingkungan pesisir. (Bengen, 2002).
Tingginya nilai indeks penting
(INP), Rhizophora apiculata di stasiun II
(159) dan III (175) pada skala 0 - 300,
menunjukkan Rhizophora apiculata
berperan cukup tinggi dalam menjaga
keberlangsungan ekosistem. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya nilai RD
i
,
RF
i
, dan RC
i,
dari mangrove jenis
Rhizophora apiculata pada stasiun II dan
III (Tabel 8)
Nilai INP dari tiap jenis
mangrove, sangat tergantung kondisi
pertumbuhan mangrove. Mangrove untuk
tumbuh dengan baik, memerlukan
sejumlah faktor pendukung. Salah satu
faktor pendukung utama dalam
pertumbuhan mangrove adalah
ketersediaan nutrien atau bahan organik
(Supriharyono, 2007).
Faktor yang menyebabkan
tingginya bahan organik pada stasiun II
dan III adalah karena serasah yang jatuh
jauh lebih banyak dibandingkan dengan
stasiun I. Kondisi tersebut didukung
dengan keberadaan sejumlah mangrove
dengan kerapatan relatif, frekuensi relatif
dan penutupan relatif yang tinggi di stasiun
II dan III. Lebih lanjut Bengen (2002)
menyatakan bahwa semakin tinggi
kepadatan berarti semakin banyak serasah
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188


94
yang diproduksi. Semakin banyak serasah
yang di hasilkan memungkinkan kondisi
lingkungan semakin subur.Hal tersebut
dijelaskan lebih lanjut oleh Mann (2000)
yang menyatakan bahwa tingkat
kandungan organik sangat tinggi berarti
keadaan perairan tersebut mampu
mendukung/menyokong kehidupan darat
(manusia). Selanjutnya dikatakan
bahwasanya produksi serasah pada hutan
tropis berkisar antara 7,7 ton/ha/tahun
15,5 ton/ha/tahun. Tingginya kandungan
serasah yang jatuh memberikan kontribusi
bagi biota maupun tanaman (fitoplankton,
zooplankton dan algae).
Tingginya nilai indeks penting
(INP) Aviccennia alba pada stasiun I,
diduga karena dipengaruhi jenis substrat
yang berpasir, sebagaimana diungkapkan
oleh Bengen (2002), mangrove jenis
Aviccennia alba hidup pada daerah
dengan ombak dan arus besar dengan
substrat berpasir.

Pemanfaatan dan Kontribusi Mangrove
Pemanfaatan hutan mangrove di
desa Pabiyan, masih tergolong minim.
70% responden (14 orang) hanya
memanfaatkan keberadaan hutan
mangrove sebagai penghasil kayu bakar,
selebihnya (30%) memanfaatkan hutan
mangrove sebagai lahan pertambakan dan
sebagai bahan konstruksi. Minimnya
pemanfaatan hutan mangrove ini, selain
kurangnya informasi akan inovasi
pemanfaatan hutan mangrove, juga banyak
disebabkan penguasaan teknologi yang
masih rendah. Masyarakat desa Pabiyan
belum mengenal teknologi pembuatan
arang dari kayu mangrove. Padahal, arang
yang dibuat dari kayu mangrove memiliki
daya tahan yang lebih lama dan
menciptakan aroma yang lebih kuat
(Muchsin, 2000).
Kontribusi hutan mangrove bagi
keberlangsungan pemukiman penduduk
pesisir di desa Pabiyan (hasil wawancara),
dapat dinilai dari sejumlah indikator,
antara lain :
o tidak ada tanah abrasi pantai
o terlindungnya kawasa pemukiman
(terlindung dari hempasan ombak)
o jarak pantai ke daerah pemukiman,
tidak berkurang
o aktifitas penangkapan ikan masih
disekitar pantai
Kondisi tersebut mengindikasikan
keberadaan mangrove mampu memberikan
sejumlah kontribusi baik dari aspek
perlindungan, ekonomi dan biologi.
Tabel 10. Kegiatan Pemanfaatan Dan Dampak Potensial Yang Terjadi Akibat Aktivitas
Pemanfaatan Mangrove Di Desa Pabiyan.
No Kegiatan Dampak Potensial
Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


95
1 Penebangan pohon mangrove
untuk kebutuhan akan kayu
bakar dan konstruksi bangunan
o Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove
o Tidak berfungsinya daerah mencari makanan
dan pengasuhan
2 Konversi menjadi lahan
perikanan (tambak) dan
lainnya
o Mengancam regenerasi stock ikan dan udang
di perairan lepas pantai yang memerlukan
hutan mangrove
o Terjadinya pencemaran laut oleh bahan
pencemar yang sebelumnya diikat oleh
substrat hutan mangrove
o Pendangkalan perairan pantai
o Erosi garis pantai dan intrusi garam
4 Penambangan dan ekstraksi
mineral (pasir) baik dalam
hutan maupun di daratan
sekitar hutan mangrove
o Keruskan total ekosistem mangrove,
sehingga memusnahkan fungsi ekologis
hutan mangrove (daerah mencari makanan,
asuhan)
o Pengendapan sedimen yang dapat
mematikan pohon mangrove
Sumber : Hasil wawancara, 2008

Ancaman terhadap keberlanjutan
kontribusi hutan mangrove dalam menjaga
kelestarian lingkungan pesisir, dapat
diminimalisasi dengan memberikan
pemahaman dan kesadaran kepada
masyarakat akan pentingnya keberadaan
mangrove. Upaya ini dapat dilakukan
melalui pembentukan kader peduli
lingkungan, kegiatan inisiasi kepada
masyarakat (penyuluhan dan kegiatan
rehabilitasi) serta penggalian kearifan lokal
(local wishdom) dalam pemanfatan dan
perlindungan terhadap keberadaan hutan
mangrove di desa Pabiyan.

SIMPULAN
Simpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan
penelitian terhadap keberadaan ekosistem
mangrove di desa Pabiyan, Kepulauan
Kangean didapatkan beberapa simpulan,
antara lain :
1. Nilai indeks penting (INP) dari
mangrove didapatkan dari akumulasi
nilai kerapatan relatif (RD
i
), frekuensi
relatif (RD
i
) dan penutupan relatif
(RC
i
), menunjukkan peran mangrove
di desa Pabiyan dalam menjaga
kelestarian lingkungan pesisir,
tergolong kategori sedang (INP
berkisar antara 1,06 2,04 (skala 0
3).
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188


96
2. Bentuk pemanfaatan ekosistem
mangrove di desa Pabiyan, masih
tergolong rendah, karena pengetahuan
yang terbatas mengenai inovasi
pemanfaatan produk mangrove (kayu
bakar, kayu konstruksi bangunan dan
tambak).
3. Kontribusi yang diberikan hutan
mangrove di desa Pabiyan, mampu
memberikan nilai, baik nilai
perlindungan, ekonomi dan biologi.
Hal ini ditunjukkan dengan terjaganya
lingkungan pesisir dan aktifitas
penangkapan ikan yang berlangsung di
daerah pesisir.
Saran
1. Perlu kajian lanjutan mengenai tingkat
keanekaragaman dan valuasi nilai
ekonomi mangrove di desa Pabiyan,
Kepulauan Kangean

Kajian Nilai Ekologi Melalui..... 82 - 97 (Romadhon, A.)


97
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem
Dan Sumberdaya Alam Pesisir
Dan Lautan Serta Prinsip
Pengelolaannya..Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Laut -
IPB.Bogor

Bengen, D.G. 2002. Pengenalan dan
Pengelolaan Ekosistem Mangrove
(Pedoman Teknis). Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Laut -
IPB.Bogor

Clark, J.R. 1996. Coastal Zone
Management Handbook. Lewis
Publishers.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati
laut. Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia.
Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Dahuri, R. Rais, J. Ginting, S.P. 2000.
Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. PT. Pradnya
Paramita. Jakarta

Nontji. 1987. Laut Nusantara.PT
Djambatan. Jakarta.
Mann, KH. 2000. Ecological of Coastal
Waters. With Implications for
Management. Second Edition.
Department of Fisheries a
Dartmouth, Nova Scotia. Canada.

Muchsin, I. 2002. Pengelolaan
Sumberdaya Hayati Pesisir dan
Lautan. PKSPL-IPB.Bogor

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa
Oleh M.Eidman, Koesoebiono,
D.G.Bengen, M. Hutomo, S.
Sukarjdo. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. Indonesia.


Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem
Sumberdaya Hayati Di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta

Villes, H and Spencer, T. Coastal
Problems. Geomorphology,
Ecology and Society at The Coast.
Great Britain Press Ltd. London.

Anda mungkin juga menyukai