Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan
energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem seperti pemindahan
energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Penyimpanan energi dalam
ekosistem seperti penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju
produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas primer
(Sumawidjaja,

1979). Besarnya

produktivitas

primer

suatu

perairan

mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut (Pitoyo dan Wiryanto,


2001).
Produktivitas primer berperan dalam reduksi karbondioksida dengan
menggunakan atom hidrogen dari air untuk menghasilkan gula sederhana.
Molekul gula sederhana akan membentuk molekul organik yang lebih kompleks
dengan menggunakan energi matahari yang ditangkap klorofil. Laju sintesis bahan
organik dan perubahan produktivitas primer dapat dihitung dengan teknik
pengukuran laju fotosintesis yang

didasarkan pada reaksi fotosintesis.

Produktivitas primer dapat diketahui pada laju produksi oksigen, laju penggunaan
karbon atau air maupun perubahan konsentrasi bahan organik yang terbentuk
dalam sistem perairan tersebut (Sumawidjaja, 1979). Oleh karena itu dilakukan
praktikum untuk mengukur produktivitas primer pada perairan danau kampus C
Universitas Airlangga.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum pengukuran produktivitas primer
sebagai berikut:
1. Berapa nilai produktivitas primer perairan danau Kampus C Universitas
Airlangga?
2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan danau
Kampus C Universitas Airlangga?
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan pada praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai berikut:
1

1. Mengetahui nilai produktivitas primer perairan danau Kampus C Universitas


Airlangga.
2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan
danau Kampus C Universitas Airlangga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produktivitas Primer


Produktivitas primer suatu ekosistem didefinisikan sebagai jumlah energi
yang diserap dan kemudian disimpan oleh organisme-organisme produsen
melalui kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu
tertentu. Energi disimpan dalam bentuk zat-zat organik yang dapat digunakan
sebagai bahan makanan oleh organisme heterotrofik (Sumawidjaja, 1979).
Produktivitas primer menjadi mata rantai makanan yang memegang peranan
penting bagi sumberdaya ekosistem. Energi akan mengalir dalam ekosistem
perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis.
Zat hara yang tersedia khususnya nitrogen dan fosfor yang meningkat merupakan
faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping
faktor fisik cahaya matahari dan temperatur (Wibisono, 2005).
Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas
disebut produktivitas perairan kotor atau produktivitas total. Sebagian dari
produktivitas total digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup
yang secara kolektif seperti respirasi. Sebagian dari produktivitas primertotal yang
tersedia bagi pemindahan atau pemanfaatan oleh organisme lain. Produktivitas
primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer
kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan. Produktivitas primer kotor yang
sebagian digunakan oleh tumbuhan untuk respirasi yang tersedia bagi tingkatantingkatan tropik lain (Nybakken, 1992).
2.2 Faktor-faktor Produktivitas Primer
Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan meliputi
kekeruhan, suhu, derajat keasaman, penetrasi cahaya, dan kadar oksigen terlarut.
Penjelasan dari setiap faktor sebagai berikut:
2.2.1 Suhu
Suhu merupakan faktor fisik yang sangat memengaruhi kondisi suatu
sistem perairan. Suhu dapat memengaruhi proses fotosintesis pada tumbuhan dan
proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan
laut, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran dan kedalaman dari badan air.

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan
air. Suhu yang tinggi pada perairan dapat meningkatkan metabolisme dan aktivitas
organisme perairan. Jika metabolisme dan aktivitas organisme perairan tinggi
maka laju fotosintesis akan tinggi sehingga nilai produktivitas primer menjadi
tinggi (Barus, 2004).
2.2.2. Derajat Keasaman
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen
dalam perairan. Nilai pH dapat menggambarkan tingkat keasaman atau kebasaan
suatu perairan. Perairan dapat dikatakan bersifat netral jika pH=7, bersifat asam
jika pH>7, dan bersifat basa jika nilai pH<7 (Effendi, 2003). Organisme akuatik
dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran
toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan
organisme akuatik umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat
sangat asam maupun sangat basa akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa
logam berat yang bersifat toksik. Hal tersebut akan membahayakan kelangsungan
hidup organisme di perairan. Jika organisme perairan sedikit maka produktivitas
primer juga akan rendah (Barus, 2004).
2.2.3. Penetrasi Cahaya
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang
peranan penting dalam perubahan produktivitas primer. Jika kedalaman penetrasi
cahaya yang menembus air diketahui, maka dapat ditentukan interval kedalaman
proses asimilasi tumbuhan terjadi. Energi cahaya matahari digunakan dalam
proses fotosintesis diserap oleh pigmen klorofil dan diubah menjadi energi kimia
sehingga terbentuk bahan organik sebagai hasil akhir fotosintesis. Cahaya yang
tampak kemudian dipantulkan terutama pada panjang gelombang hijau dan secara
keseluruhan radiasi matahari yang aktif dalam fotosintesis sebesar 40% (Effendi,
2003).
Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Jika
tingkat intensitas cahaya tinggi maka nilai penetrasi cahaya akan tinggi dan laju
fotosintesis juga akan tinggi. Laju fotosintesis yang tinggi akan menyebabkan
nilai produktivitas primer tinggi. Sebaliknya, jika tingkat intensitas cahaya rendah
maka penetrasi cahaya akan rendah dan laju fotosintesis juga akan rendah. Laju
4

fotosintesis yang rendah akan menyebabkan produktivitas primer rendah (Barus,


2004).
2.2.4 Kekeruhan
Kekeruhan sebagai intensitas kegelapan didalam air yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh
adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik
terlarut,

bakteri, plankton dan organisme

lainnya.

Kekeruhan perairan

menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya


yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam
air (Wibisono, 2005). Kekeruhan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan
padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel- partikel dan warna air. Pengaruh
kandungan lumpur dapat mengakibatkan tingkat kecerahan perairan danau
menjadi rendah sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas pada perairan
(Nybakken, 1992).
2.2.5 Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen
terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme
tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Semakin tinggi kadar
oksigen terlarut maka semakin pesat pula perkembangbiakan organisme sehingga
produktivitas primer menjadi tinggi. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal
dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan
serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen
atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air diam atau terjadi
karena pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen
dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat terjadi pergolakan massa air
atau gelombang (Barus, 2004).
Kondisi oksigen terlarut pada perairan danau lebih banyak dihasilkan oleh
fotosintesis alga dan tanaman air yang terdapat pada zona epilimnion dan zona
litoral. Zona epilimnion adalah lapisan bagian atas perairan yang memiliki suhu
relatif konstan. Zona litoral adalah daerah dangkal perairan yang dasarnya dapat
disentuh oleh penetrasi cahaya. Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat
dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar
5

oksigen akan berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan


berkurangnya tekanan atmosfer (Salmin, 2005).
2.3 Metode Penentuan Oksigen
Oksigen terlarut merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga
ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh
tumbuhan. Metode penentuan oksigen sangat cocok dalam menentukan
produktivitas

primer

ekosistem

perairan,

dengan

fitoplankton

sebagai

produsennya. Metode penentuan oksigen terlarut dengan menggunakan botol


gelap dan botol terang sering digunakan walau hasilnya terbatas pada botol.
Sampel pada metode penentuan oksigen terlarut tidak dibatasi ukuran dan dapat
diukur setiap saat, namun ada kemungkinan terjadi persinggungan oksigen di
atmosfer dan di dalam air. Hasil data metode penentuan oksigen terlarut dapat
diketahui menggunakan pembacaan kurva oksigen per satuan waktu (Pitoyo dan
Wiryanto, 2001).
2.4 Metode Titrasi Winkler
Metode titrasi Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan
kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri dengan
reagen. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnSO4
dengan NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Endapan MnO2 akan
larut dan membebaskan molekul iodium (I2) dengan menambahkan H2SO4 atau
HCl. Molekul iodium (I2) yang terbebas ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium
yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji) (Salmin, 2005).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:
MnSO4 + NaOH

Mn(OH)2 + 2 NaSO4

Mn(OH)2 + O2

2 MnO2 + 2 H2O

MnO2 + 2 KI + 2 H2O

Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

I2 + 2 Na2S2C3

Na2S4O6 + 2 NaI

Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik
akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar
6

kalium bikromat yang tepat. Pengukuran kadar oksigen terlarut dengan mengikuti
prosedur penimbangan kalium bikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis,
akan diperoleh hasil yang lebih akurat. Kandungan oksigen terlarut pada metode
titrasi Winkler dapat dihitung dengan melihat volume titran natrium tiosulfat (V
Na2S2O3) (Salmin, 2005). Perhitungan oksigen terlarut dengan metode titrasi
Winkler dapat menggunakan rumus pada persamaan (1) (Hanafi, 2013).
OT = a.N.8000

(1)

50-(V-2)/V
Keterangan:
OT

= Oksigen terlarut (mg O2/L)

= Volume titran natrium tiosulfat (mL)

= Normalitas larutan natrium tiosulfat (ek/L)

= volume botol Winkler (mL)

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ekologi umum dilakukan di danau Kampus C, Universitas
Airlangga dan di ruang laboratorium 122 Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 10 April 2015,
pukul 06.00-14.30 WIB.

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel (Anonim1, 2015)


Keterangan:
A = Lokasi pengambilan sampel (danau kampus C Universitas Airlangga)

Gambar 2. Lokasi Analisis Oksigen Terlarut (Sumber: Anonim2, 2015)


Keterangan:
B = Laboratorium ruang 122

3.2 Alat dan Bahan


Pada praktikum pengukuran produktivitas primer bahan yang digunakan
yaitu sampel air danau, reagen titrasi Winkler (MnSO4, NaOH-KI, H2SO4),
sedangkan alat yang digunakan yaitu 1 botol blanko, 1 botol gelap, 1 botol terang,
1 secchi disk, 1 termometer raksa, 1 meteran ukuran 100 m, 1 GPS, 1 statif, 2
klem, 1 buret ukuran 50 ml untuk titrasi tiosulfat, 3 pipet volume, 1 pipet tetes, 1
gelas ukur ukuran 50 ml, 1 erlenmeyer ukuran 250 ml, 1 botol polietilen, tali rafia,
karet gelang, kantong plastik hitam, plastik, gunting, isolasi/lakban, penggaris
ukuran 30 cm, label, masker, dan sarung tangan lateks panjang.
3.3 Cara Kerja
Cara kerja pada praktikum pengukuran produktivitas primer, sebagai
berikut: suhu air danau diukur menggunakan termometer raksa. Penetrasi cahaya
diukur menggunakan secchi disk. Panjang tali secchi disk yang terkena air diukur
menggunakan meteran. Lokasi sampling atau koordinat titik sampling dilihat
menggunakan GPS. Sampel air danau diambil perlahan untuk mencegah aerasi
(adanya gelembung) ke dalam botol blanko. Mulut botol ditutup dengan
menggunakan plastik lalu diikat dengan menggunakan karet gelang. Sampel pada
botol blanko dikunci atau diawetkan dengan menggunakan reagen MnSO 4,
NaOH-KI, dan H2SO4 pekat. Penguncian dilakukan dengan cara: sampel yang
sudah ada di dalam botol blanko ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml larutan
NaOH-KI. Botol dikocok hingga terjadi penggumpalan. Gumpalan dibiarkan
mengendap selama 10 menit, setelah mengendap ditambahkan 2 ml H2SO4. Botol
dikocok dengan hati-hati hingga semua endapan larut dan warna larutan berubah
menjadi kuning.
Botol terang dan botol gelap diisi sampel air danau dengan cara diambil
perlahan untuk mencegah aerasi (adanya gelembung). Mulut kedua botol ditutup
dengan menggunakan plastik lalu diikat dengan menggunakan karet gelang.
Lakban dililitkan pada botol gelap secara menyeluruh. Tali rafia diikatkan pada
botol terang dan botol gelap. Panjang tali rafia diukur sesuai dengan panjang tali
secchi disk yang terkena air. Botol terang dan botol gelap yang sudah diikat
dimasukkan ke dalam danau. Ujung lain tali rafia tersebut diikatkan pada pohon di
10

pinggir danau. Lokasi pengambilan sampel diberi penanda. Botol blanko dibawa
ke ruang laboratorium 122 untuk dilakukan titrasi Winkler. Data yang didapatkan
dicatat dan dihitung. Botol terang dan botol gelap diambil setelah dibiarkan
selama 8 jam, lalu dilakukan penguncian dengan reagen MnSO4, NaOH-KI, dan
H2SO4 pekat. Cara penguncian dilakukan seperti perlakuan pada sampel di botol
blanko. Botol terang dan gelap dibawa ke ruang laboratorium 122 untuk dilakukan
titrasi Winkler. Data tersebut dibandingkan dengan data yang diperoleh dari
sampel botol blanko. Skema kerja dapat dilihat pada gambar 3.
Produktivitas primer

Suhu air danau diukur menggunakan termometer raksa


Penetrasi cahaya diukur menggunakan secchi disk
Panjang tali secchi disk yang terkena air diukur menggunakan
meteran
Lokasi sapling atau koordinat titik sampling dilihat menggunakan
GPS

Botol blanko

Sampel air danau diambil perlahan untuk mencegah aerasi (adanya


gelembung) ke dalam botol blanko
Mulut botol ditutup dengan menggunakan plastik lalu diikat dengan
menggunakan karet gelang
Sampel pada botol blanko dikunci atau diawetkan dengan
menggunakan reagen MnSO4, NaOH-KI, dan H2SO4 pekat
Sampel yang sudah ada di dalam botol blanko ditambahkan 1 ml
MnSO4 dan 1 ml larutan NaOH-KI
Botol dikocok hingga terjadi penggumpalan

Botol blanko

Botol blanko

11

Gumpalan dibiarkan mengendap selama 10 menit, setelah


mengendap ditambahkan 2 ml H2SO4
Botol dikocok dengan hati-hati hingga semua endapan larut dan
warna larutan berubah menjadi kuning
Botol blanko dibawa ke ruang laboratorium 122 untuk dilakukan
titrasi Winkler
Data yang didapatkan dicatat dan dihitung

Botol terang dan botol gelap


Botol terang dan botol gelap diisi sampel air danau dengan cara
diambil perlahan, untuk mencegah aerasi (adanya gelembung)
Mulut kedua botol ditutup dengan menggunakan plastik lalu diikat
dengan menggunakan karet gelang
Lakban dililitkan pada botol gelap secara menyeluruh
Tali rafia diikatkan pada botol terang dan botol gelap
Panjang tali rafia diukur sesuai dengan panjang tali secchi disk
yang terkena air
Botol terang dan botol gelap yang sudah diikat dimasukkan ke
dalam danau
Sisi lain tali rafia tersebut diikatkan pada pohon di pinggir danau
Lokasi pegambilan sampel diberi penanda
Setelah 8 jam botol terang dan botol gelap diambil, lalu dilakukan
penguncian dengan reagen MnSO4, NaOH-KI, dan H2SO4 pekat
Cara penguncian dilakukan seperti perlakuan pada sampel di botol
blanko
Data tersebut dibandingkan dengan data yang diperoleh dari sampel
botol blanko
Hasil
Gambar 3. Pengukuran Produktivitas Primer

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
12

4.1 Hasil
Hasil praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai berikut:
4.1.1 Data
Data hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Volume Titran Na2S2O3
Botol

Titrasi

Blanko

Pertama
Kedua
Pertama
Kedua
Pertama
Kedua

Gelap
Terang

Volume Total Titran (V2-V1)


V1
V2
Total
25,6 ml
28,1 ml
2,5 ml
1 ml
3,7 ml
2,7 ml
0,7 ml
5 ml
4,3 ml
5 ml
9,5 ml
4,5 ml
19,9 ml
27,2 ml
7,3 ml
23,6 ml
31,4 ml
7,8 ml

4.1.2 Analisis Data


Analisis data praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai berikut:
4.1.2.1 Pengukuran Oksigen Terlarut
Jumlah Oksigen Terlarut (OT) dapat dihitung menggunakan rumus pada
persamaan (1).
Botol

Titrasi Pertama
Blanko OT = a.N.8000
50. ((V-2)/V)
= 2,5.0,0037.8000
50.((250-2)/250)
= 1,49 mg O2/L

Oksigen Terlarut
Titrasi Kedua
OT = a.N.8000
50.((V-2)/V)
= 2,7.0,0037.8000
50.((250-2)/250)
= 1,61 mg O2/L

Rata-rata
OT = OT I + OT II
2
= 1,49 + 1,61
2
= 1,55 mg O2/L

Gelap

OT = a.N.8000
50. ((V-2)/V)
= 4,3.0,0037.8000
50.((250-2)/250)
= 2,57 mg O2/L

OT = a.N.8000
50. ((V-2)/V)
= 4,5.0,0037.8000
50.((250-2)/250)
= 2,68 mg O2/L

OT = OT I+ OT II
2
= 2,57 + 2,68
2
= 2,62 mg O2/L

Terang

OT = a.N.8000
50. ((V-2)/V)
= 7,3.0,0037.8000
50.((250-2)/250)
= 4,36 mg O2/L

OT = a.N.8000
50. ((V-2)/V)
= 7,8.0,0037.8000
50.((250-2)/250)
= 4,65 mg O2/L

OT = OT I + OT II
2
= 4,36 + 4,65
2
= 4,5 mg O2/L

4.1.2.2 Respirasi Komunitas Plankton (R)

13

Besarnya respirasi komunitas plankton dapat dihitung menggunakan


rumus:
R

=ID
= 1,55 2,62
= -1,07 mg O2/L

4.1.2.3 Produksi Primer Kotor (NPP)


Besarnya produksi primer kotor dapat dihitung menggunakan rumus:
NPP

=LI
= 4,5 1,55
= 2,95 mg O2/L

4.1.2.4 Produksi Primer Bersih (GPP)


Besarnya produksi primer bersih dapat dihitung menggunakan rumus:
GPP

=LD
= 4,5 2,62
= 1,88 mg O2/L

4.1.2.5 Nilai Produktivitas Primer (PP)


Besarnya nilai produktivitas primer dapat dihitung menggunakan rumus:
PP

= NPP GPP
= 2,95 1,88
= 1,07 mg O2/L

4.2 Pembahasan
Praktikum pengukuran produktivitas primer bertujuan untuk mengetahui
nilai produktivitas primer perairan danau kampus C Universitas Airlangga serta
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan danau
kampus C Universitas Airlangga. Metode yang digunakan pada pengukuran
produktivitas primer ini adalah metode penentuan oksigen terlarut. Praktikum ini
terbagi menjadi 2 proses, yaitu proses penanaman sampel dan proses titrasi.
Proses penanaman sampel dilakukan di danau kampus C Universitas Airlangga
pada koordinat S: 0716.199 dan E: 11246.930. Proses penanaman sampel
dimulai dengan pengambilan sampel pada pukul 06.30 WIB. Sampel diambil
dengan 3 botol yang berbeda, yaitu botol blanko, botol terang, dan botol gelap.
14

Langkah yang dilakukan sebagai berikut: pengukuran dilakukan


menggunakan termometer untuk mengetahui suhu perairan dan diperoleh data
suhu air danau tersebut 30C. Pengukuran kedalaman penetrasi cahaya lalu
dilakukan menggunakan secchi disk Hasil pengukuran tersebut menunjukkan
bahwa kedalaman penetrasi cahaya pada koordinat yang telah ditentukan adalah
26,9 cm. Pengukuran kedalaman penetrasi cahaya tersebut dilakukan untuk
mengetahui kedalaman danau yang dapat ditembus oleh cahaya, dengan demikian
dapat diketahui bahwa pada kedalaman 26,9 cm masih dapat terjadi proses
fotosintesis. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol winkler. Sampel
air tersebut kemudian dikunci menggunakan reagen MnSO4, NaOH-KI, serta
H2SO4 agar kadar oksigen terlarut dalam botol tersebut tetap stabil saat dilakukan
proses titrasi. Botol winkler ini berfungsi sebagai botol blanko yang digunakan
sebagai acuan atau pembanding jumlah oksigen terlarut dari botol gelap dan botol
terang.
Botol gelap dan botol terang diisi dengan air sampel danau kampus C
Universitas Airlangga. Pengambilan sampel tersebut dilakukan didalam air untuk
mencegah terjadinya aerasi. Botol gelap yang berisi air sampel ditutup dengan
plastik hitam untuk mencegah cahaya masuk ke dalam botol agar tidak terjadi
fotosintesis didalamnya. Botol terang ditutup dengan plastik bening agar cahaya
dapat masuk ke dalam botol dan terjadi fotosintesis didalamnya. Kedua botol
tersebut lalu diberi label agar dapat dibedakan dengan botol kelompok lain. Botolbotol tersebut kemudian diikat dengan tali rafia dengan panjang lebih dari 26,9 cm
agar dapat diikat pada pohon di tepi danau. Penanaman kedua botol dilakukan
dengan memasukkan botol tersebut ke dalam air dengan kedalaman 26,9 cm. Hal
ini dilakukan karena kedalaman penetrasi cahaya pada danau tersebut 26,9 cm,
sehingga diharapkan terjadi proses fotosintesis pada kedalaman tersebut. Tali rafia
diikatkan pada pohon agar botol berada pada kedalaman yang tetap. Sampel
dibiarkan selama kurang lebih 8 jam agar terjadi fotosintesis. Sampel yang
terdapat pada botol winkler dititrasi setelah botol gelap dan botol terang ditanam.
Titrasi tersebut dilakukan untuk mengetahui kadar oksigen terlarutnya.
Sampel air pada botol gelap dan botol terang yang telah ditanam selama 8
jam dititrasi untuk mengukur kadar oksigen terlarut yang terkandung. Hasil kadar
15

oksigen terlarut yang diperoleh sebagai berikut: botol blanko 1,55 mg O2/L, botol
gelap 2,62 mg O2/L, dan botol terang 4,5 mg O2/L. Terdapat kesalahan pada botol
gelap, seharusnya urutan kadar oksigen terlarut mulai dari terendah adalah botol
gelap, botol blanko, kemudian botol terang. Hal ini disebabkan karena proses
fotosintesis pada botol terang terjadi lebih sempurna, sedangkan pada botol gelap
proses fotosintesis terhalang oleh plastik hitam yang digunakan untuk menutup
botol tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut
pada botol gelap lebih tinggi daripada botol blanko. Penyebab terjadinya
kesalahan tersebut diperkirakan karena plastik penutup botol kurang gelap,
sehingga memungkinkan cahaya tetap dapat menembus plastik dan terjadi
fotosintesis didalamnya meskipun dalam intensitas kecil. Botol gelap
dikondisikan agar terjadi proses respirasi, namun karena terdapat cahaya yang
menembus botol maka proses respirasi terhambat oleh proses fotosintesis yang
terjadi.
Data oksigen terlarut tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan
besarnya respirasi komunitas plankton, produktivitas primer kotor, dan
produktivitas primer bersih. Nilai respirasi komunitas plankton pada danau
kampus C Universitas Airlangga adalah -1,07 mg O2/L. Pada perhitungan ini
diperoleh hasil minus, karena terjadi kesalahan data oksigen terlarut pada botol
gelap sehingga berpengaruh pada nilai respirasi komunitas plankton. Nilai
produktivitas primer kotor pada danau kampus C Universitas Airlangga adalah
2,95 mg O2/L. Nilai tersebut merupakan total energi yang diasimilasi oleh
ekosistem danau dalam interval waktu 8 jam. Nilai produktivitas primer bersih
danau kampus C Universitas Airlangga adalah 1,88 mg O2/L. Nilai tersebut
merupakan total energi yang terkumpul dalam biomassa autotrof, yaitu total
energi yang diasimilasi oleh organisme yang melakukan fotosintesis dalam
ekosistem danau (Campbell, 2004). Nilai produktivitas primer danau kampus C
Universitas Airlangga adalah 1,07 mg O2/L. Nilai tersebut merupakan
pengurangan antara nilai produktivitas primer kotor dengan nilai produktivitas
primer bersih.
Nilai produktivitas primer danau kampus C Universitas Airlangga dapat
dikatakan cukup tinggi karena koordinat yang dipilih berdasarkan kedalamannya
16

merupakan zona limnetik, yaitu lapisan permukaan perairan terbuka dimana sinar
matahari dapat menembus zona ini. Zona tersebut juga didominasi oleh
fitoplankton dan ikan yang berenang bebas. Berdasarkan distribusi suhunya,
koordinat yang dipilih termasuk zona epilimnion yaitu kawasan bersuhu hangat.
Fotosintesis terjadi dengan baik pada zona epilimnion. Hal ini disebabkan karena
intensitas cahaya matahari yang menembus zona tersebut cukup tinggi (Soegianto,
2005).
Nilai produktivitas primer pada danau kampus C Universitas Airlangga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kedalaman penetrasi cahaya,
kekeruhan, dan kadar oksigen terlarut. Suhu berpengaruh terhadap produktivitas
primer perairan karena suhu berpengaruh pada proses fotosintesis tumbuhan.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan
air. Suhu yang tinggi pada perairan dapat meningkatkan metabolisme dan aktivitas
organisme perairan sehingga produktivtas primer juga meningkat (Barus, 2004).
Kedalaman penetrasi cahaya memengaruhi nilai produktivitas primer
danau. Semakin dalam penetrasi cahaya suatu perairan maka semakin banyak
cahaya yang masuk dalam perairan, sehingga memungkinkan terjadinya
fotosintesis dengan baik. Kekeruhan juga merupakan faktor yang berpengaruh,
karena kekeruhan berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang masuk dalam
perairan. Perairan yang keruh menyebabkan cahaya yang masuk dalam air sedikit,
sehingga berakibat pada terhambatnya proses fotosintesis. Sebaliknya, perairan
yang tidak terlalu keruh, menyebabkan intensitas cahaya yang dapat menembus
perairan cukup tinggi, sehingga proses fotosintesis berjalan dengan baik. Oksigen
terlarut juga merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas primer danau
kampus C Universitas Airlangga, karena oksigen terlarut merupakan suatu
cerminan atau acuan terhadap produktivitas primer perairan. Semakin tinggi kadar
oksigen terlarut perairan maka semakin tinggi pula nilai produktivitas primer
perairan tersebut.
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

17

BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
18

Simpulan pada praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai


berikut:
1. Nilai produktivitas primer perairan danau kampus C Unair adalah 1,07 mg
O2/L.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai produktivitas primer danau kampus C
Universitas Airlangga adalah suhu, kedalaman penetrasi cahaya, dan
kekeruhan, serta kadar oksigen terlarut.

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

19

DAFTAR PUSTAKA
Anonim1.
2015.
Universitas
Airlangga
Kampus
C.
https://www.google.co.id/maps/place/Universitas+Airlangga+Kampus+C/
@-7.2692364,112.7835123,206m/data=!3m1!1e3!4m2!3m1!
1s0x2dd7fa2160d0876f:0x4b76831de0adddad?hl=en

20

Anonim2.
2015.
Universitas
Airlangga
Kampus
C.
https://www.google.co.id/maps/place/Universitas+Airlangga+Kampus+C/
@-7.2661629,112.7838185,207m/data=!3m1!1e3!4m2!3m1!
1s0x2dd7fa2160d0876f:0x4b76831de0adddad?hl=en
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.
Medan: USU Press.
Campbell, N. A. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Jakarta:
Erlangga.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogjakarta: Kanisius.
Hanafi, H. 2013. Air Limbah. Jakarta : Buana.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Pitoyo, A. dan Wiryanto. 2001. Produktivitas Primer Perairan Waduk Cengklik
Boyolali. Surakarta: FMIPA Universitas Sebelas Maret.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualiatas Perairan.
Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta.
Sumawidjaja, K. 1979. Limnologi. Bogor: Fakultas Perikanan IPB
Soegianto, A. 2005. Ilmu Lingkungan : Sarana Menuju Masyarakat
Berkelanjutan. Surabaya: Airlangga University Press.
Wibisono, W.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT Grasindo.

21

Anda mungkin juga menyukai