Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum Biologi Hutan Tropika

KEANEKARAGAMAN HEWAN SERASAH

Oleh:

Tia Russita 1508104010012


Alvin Timang 1508104010058
Siti Husna 1608104010001
Yusliana 1608104010005
Nurhalimah 1608104010013
Aris Munandar 1608104010019
Rina Ramadani 1608104010023
Putri Hidayati 1608104010029
Yanti Sucitawati Tanjung 1608104010043

Asisten : M. Doudi

PROGRAM STUDI SARJANA JURUSAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Ekilogi pada daerah tropis
membicarakan wilayah diantara garis 231/2 lintang utara dan 231/2 lintang selatan. Flora
dan fauna daerah tropis memiliki spesies yang luar biasa banyaknya hampir semua taxon
bila dibangdingkan dengan flora dan fauna daerah sedang. Banyak terdapat bentuk yang
hampir-hampir seragam dari spesies-spesies yang sangat banyak itu, dalam arti sifat
dominan yang tidak menyolok, oleh karena itu terdapat sejumlah daerah yang memiliki
vegetasi yang tampak seragam sedangkan daerah lain perbedaan vegetasinya nyata
(Soendjojo, 1986). Keanekaragaman hayati merupakan asosiasi antara faktor abiotik dan
biotik. Faktor abiotik terdiri dari suhu, kadar air, porositas, tekstur tanah, salinitas, pH,
kadar organik tanah dan unsur mineral. Dikawasan hutan banyak sekali pepohonan yang
kemudian juga mendukung banyaknya serasah yang ada di daerah tersebut.
Lapisan serasah atau lantai hutan merupakan seluruh bahan organik mati yang
berada di atas permukaan tanah. Serasah atau sisa biomasa menjadi sumber bahan
organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah. Serasah yang jatuh
di permukaan tanah dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan
mengurangi penguapan. Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas
bahan organik tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut
dilapuk sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah.

1.2. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis hewan serasah,
mengetahui keterkaitannya diplot pengambilan dan hubungannya dengan faktor abiotik
yang terdapat di daerah pengunungan Desa Cucum, Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh
Besar.
1.3. MANFAAT
Manfaat dari praktikum ini adalah untuk:
1. Mendapatkan informasi tentang keanekaragaman hewan serasah,
mengetahui keterkaitannya diplot pengambilan dan hubungannya dengan faktor
abiotik di Desa Cucum, Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar.
2. Sebagai bahan masukan bagi Mahasiswa FMIPA Biologi khususnya
mahasiswa yang pengikut mata kuliah Biologi Hutan Tropika.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Ekologi berasal dari bahasa yunanai yaitu “oikos” yang berarti tempat tinggal
dan “logos” yang berarti ilmu atau telaah. Ekologi merupakan salah satu ilmu yang
digunakan untuk mempelajarai tentang makhluk hidup, terutama yang berhubungan
dengan adanya saling ketergantungan antara sesame makhluk hidup maupun dengan
lingkungannya. Ekologi adalah ilmu yang memepelajari seluruh pola hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan komponen sekitarnya. Ruang lingkung ekologi tidak
lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor
biotik dan faktor abiotik. Faktor abiotik terdiri dari suhu, udara, air, cahaya matahari,
angin, batu dan tanah. Sedangkan faktor biotiknya adalah makhluk hidup yang terdiri
dari manusia, hewan, tumbuhan dan mikroba (Soendjojo, 2006).
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi yaitu
populasi, komunitas dan ekosistem yang salling memepengaruhi dan merupakan suatu
kesatuan sistem yang menunjukkan kesatuan. Ekologi dapat dibedakan menjadi
autekologi dan sinekologi. Autekologi membahas sejarah hidup dan pola adaptasi
individu-individu organisme terhadap lingkungan, sedangkan sinekologi membahas
golongan atau kumpulan organisme yang berasosiasi bersama sebagai satu kesatuan.
Hubungan jenis serangga dengan lingkungannya dapat diketahui dengan kajian yang
bersifat autekologi, sedangkan studi yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik
lingkungan dimana serangga itu hidup, maka pendekatannya bersifat sinekologi
(Purwowidodo, 2003).
Serangga adalah hewan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan mendominasi
bumi. Serangga dapat ditemukan diberbagai tempat termasuk di permukaan tanah.
Serangga permukaan tanah merupakan serangga pemakan tumbuhan hidup dan
tumbuhan mati yang berada di permukaan tanah. Serangga berperan dalam proses
perombakan atau dekomposisi material organik tumbuhan tanah sehingga membantu
dalam menentukan siklus material tanah sehingga proses perombakan didalam tanah
akan berjalan lebih cepat dengan adanya bantuan serangga permukaan tanah. Salah satu
serangga tanah yang berperan dalam proses dekomposisi tanah adalah ordo Collembola.
Kehidupan serangga tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan antara lain faktor
mikro dan faktor makro lingkungan permukaan tanah. Faktor mikro yang mempengaruhi
kehidupan serangga tanah adalah ketebalan serasah, kandungan bahan organik, pH,
kesuburan, jenis tanah, kepadatan tanah dan kelembapan tanah. Faktor makro yang
mempengaruhi kehidupan serangga adalah geologi, iklim, ketinggian tempat, jenis
tumbuhan dan penggunaan lahan (Samsul, 2014).
Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana
oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah yang lainnya) yang sering
disebut juga mineralisasi yang merupakan proses penghancuran bahan organik yang
berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa organik sederhana. Ada 2 tahap proses
dekomposisi serasah, yang pertama proses leaching yang merupakan mekanisme
hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau
aliran air. Tahap yang kedua yaitu Wathering (penghawaan) merupakan mekanisme
pelapukan oleh faktor–faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan
molekul air dan aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh
makhluk hidup yang melakukan pproses dekomposisi (Widya, 2011).
Jenis penyusunan, tingkat kerapatan pohon dan luas bidang dasar suatu tegakan
akan berpegaruh terhadap produktifitas serasah atau tegakan. Adanya perubahan
produktivitas serasah dari tahun ke tahun disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dan
komposisi pepohonan dalam masing-masing petak. Produktivitas serasah akan
meningkat dan mencapai maksimum pada musim kemarau dan menurunnya pada musim
hujan. hal ini terjadi karena pada musim kemarau persaingan diantara tanaman dan antar
organ dalam satu tanaman unruk mendapatkan cahaya matahari sehingga akan
menyebabkan terjadinya efisisensi proses fotosintesis dan tanaman akan cepat
melakukan regenerasi (Kurniasari, 2009).
Terdapat saling keterkaitan fungsional antara komunitas dan habitat yang banyak
dan majemuk yang menyusun ekosistem, yang paling diantaranya adalah pembentukan
tanah, pendauran hara dan arus energi. Tumbuhan dan hewan penting peranannya
didalam pembentukan tanah, baik pengaruhnya terhadap tanah maupun batuannya dalam
produksi humus. Pembentukan serasah lebih rendah didaerah arktik dibandingkan
dengan daerah tropika. Daerah tropika yang panas, humus yang terkumpul didasar hutan
adalah rendah karena laju dekomposisi yang tinggi yang disebabkan oleh air. Seekor
hewan memakan dan melaksanakan metabolisme dari tumbuhan itu dikembalikan ke
tanah, sebagai ekstrak hewan yang masih hidup, sebagian lainnya sebagai tubuh hewan
yang telah mati dan sebagian lain berwujud gas (Dharmono, 2015).
BAB III
METODE KERJA

3.1. TEMPAT DAN WAKTU

1.1. Praktikum lapangan ini dilakukan pada 26 sampai 28April 2019 di


Kawasan hutanJantho Desa Cucum, Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar.
1.2.
3.2. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebuah, tali rafia, patok
pembatas, pinset, botol sampel dan mikroskop.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah formalin, alkohol 70% dan
plastik 25 kg.

3.3. CARA KERJA

Plot 1x1 dibuat didalam petak contoh yang berukuran 2x2 pada analisa vegetasi
kemudian serasah diambil dan dimasukkan kedalam plastik yang berukuran 25 kg.
Hewan serasah yang didapat dan dimasukkan kedalam botol sampel yang telah diisi
dengan alkohol 70%. Setelah itu dilanjutkan identifikasi di Laboratorium FMIPA
Unsyiah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL
Tabel 4.1. Indeks keanekaragaman hewan serasah

4.2 PEMBAHASAN
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 27 april 2019 di Desa cucum kecamatan
kota jantho kabupaen aceh besar, desa cucum berada di pedalaman kota jantho yang
dimana hutan nya masih sangat alami dan terjaga. Hutan didesa cucum termasuk
kedalam hutan sekunder, banyak lahan yang sudah dialih fungsikan menjadi lahan
perkebunan oleh masyarakat. Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial
dalam mendukung diversitas flora dan fauna. Salah satu sumberdaya hutan adalah
serangga tanah. Serangga tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik yang hidup
dipermukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin, 1997). Indonesia
memiliki sekitar 250.000 spesies dari 751.000 spesies serangga yang terdapat di bumi
(Siregar, 2010).
Serangga tanah berperan penting dalam ekosistem dalam proses pelapukan bahan
organik dan keberadaanserta aktivitasnya berpengaruh positif terhadap sifat kimia fisik
tanah. Serangga tanah akan merombak bahan organik kemudian melepaskan kembali ke
tanah dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tumbuh-tumbuhan hijau
(Rahmawaty, 2000). Contohnya salah satu serangga tanah yang berperan penting dalam
proses pembentukan tanah adalah semut. Hewan ini mampu menghancurkan serasah
atau materi organik dengan cara memakannya. Serangga penghuni tanah lain yang
mempunyai peran penting adalah rayap (Isoptera), berbagai lebah penggali tanah
(Hymenoptera), kumbang (Coleoptera) dan lalat (Diptera) dan beberapa aphid
(Homoptera) (Borror et al., 1997).
Kehadiran serangga tanah dapat dijadikan sebagai indikator keseimbangan
ekosistem. Artinya apabila dalam ekosistem tersebut diversitas serangga tinggi maka
dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau stabil. Diversitas serangga
tanah yang tinggi akan menyebabkan proses jarring-jaring makanan berjalan secara
normal. Begitu sebaliknya apabila di dalam ekosistem diversitas serangga rendah maka
lingkungan ekosistem tersebut tidak seimbang dan labil (Suheriyanto, 2008), karena
perubahan-perubahan yang terjadi pada ekosistem akan tetap mengarah kepada
tercapainya keseimbangan baru. Keseimbangan ekosistem itu diatur oleh berbagai faktor
yang sangat kompleks (rumit). Faktor-faktor yang terlibat dalam mekanisme
keseimbangan ekosistem antara lain mencakup mekanisme yang mengatur penyimpanan
bahan-bahan pelepasan hara, pertumbuhan osrganisme dan populasi, proses produksi,
serta dekomposisi bahan-bahan organik (Odum, 1993).
Berdasarkan pengamatan pada praktikum lapangan di desa cucum jumlah
serangga tanah yang ditemukan di sebanyak 70 individu yang berada di 3 plot
pengamatan Individu yang paling banyak ditemukan jumlah spesiesnya adalah bangsa
semut (28 individu) yang termasuk kedalam Ordo Hymenoptera dari famili Formicidae
kemudian diikuti oleh ordo dermaptera (9 spesies), juga di dapatkan lipan (Scolopendra
sp) 4 individu, kumbang tanah (phyllophaga sp) sebanyak 2 individu, jangkrik, laba-
laba. Ordo Hymenoptera dari famili Formicidae merupakan hewan serasah yang paling
banyak di temukan di cucum. serangga sosial yang biasanya mencari makan secara
bergotong royong dan mencari tempat perlindungan biasanya dalam sarang secara
berkelompok (Elzinga, 1987).
Serangga ini sering pindah berkelompok dari tempat satu ke tempat lain.
Perpindahan merupakan suatu strategi serangga tanah dalam suatu habitat untuk
melakukan distribusi yang bertujuan memanfaatkan sumber energi yang tersedia secara
optimal dan meminimalkan pengaruh kompetisi intraspesifik dan interspesifik.
Perpindahan dapat terjadi karena faktor makanan, pasangan hidup dan wilayah,
disamping itu juga faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban (Price, 1997).
Dominansi serangga tanah pada suatu habitat dipengaruhi oleh lingkungan yang sesuai
untuk mendukung kehidupannya (Suin, 1997)
Indeks keanekaragaman serangga tanah Secara umum spesies serangga tanah di
desa cucum sebesar 2,6907 dan dikategorikan keanekaragaman sedang .Diversitas
serangga tanah yang tergolong sedang disebabkan pengaruh faktor tekanan lingkungan
seperti suhu, kelembaban dan ketebalan serasah. Suhu dan kelembaban merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi serangga tanah. Suhu yang
efektif bagi perkembangan serangga tanah adalah 15°C (suhu minimum), 25°C (suhu
optimum), 45°C (suhu maksimum). Diversitas spesies cenderung akan rendah dalam
ekosistem yang secara fisik terkendali yaitu yang memiliki faktor pembatas fisik, kimia
yang kuat dan akan tinggi pada ekosistem alami. Keberadaan serangga tanah pada suatu
ekosistem dibatasi oleh faktor-faktor geologi dan ekologi yang cocok, sehingga terjadi
perbedaan keanekaragaman jenis serangga. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
iklim, musim, ketinggian tempat, serta jenis makanannya (Borror et al, 1997). Vegetasi
hutan di cucum secara umum memiliki strata vegetasi pohon, perdu dan semak, serta
tumbuhan bawah. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap ketersediaan makanan
bagi serangga tanah. Perbedaan yang menyebabkan kondisi tersebut adalah faktor
spesies pohon penyusun ekosistem.
Sisi lain yang perlu diperhatikan bahwa diversitas dapat digunakan untuk
mengetahui pengaruh faktor lingkungan abiotik terhadap komunitas. Adanya aktivitas
manusia seperti konversi hutan menjadi peruntukan lain dapat menurunkan nilai
diversitas serangga tanah di hutan cucum. Konversi hutan menjadi kebun membuat
kanopi menjadi lebih terbuka.Ini akan mempengaruhi spesies serangga tanah yang dapat
hidup di habitat tersebut, karena ada serangga tanah tertentu yang hidupnya
membutuhkan perlindungan yang dapat diberikan oleh kanopi dari tumbuh-tumbuhan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

1. Diversitas serangga tanah yang tinggi akan menyebabkan proses jaring-


jaring makanan berjalan secara normal.
2. Berdasarkan pengamatan didapat kan jumlah serangga tanah yang
ditemukan di desa cucum sebanyak 70 individu yang berada di 3 plot.
3. pengamatan Individu yang paling banyak ditemukan jumlah spesiesnya
adalah bangsa semut (28 individu) yang termasuk kedalam Ordo Hymenoptera
dari famili Formicidae kemudian diikuti oleh ordo dermaptera (9 spesies), juga
di dapatkan lipan (Scolopendra sp) 4 individu, kumbang tanah (phyllophaga sp)
sebanyak 2 individu, jangkrik, laba-laba.
4. Indeks keanekaragaman serangga tanah Secara umum spesies serangga
tanah di desa cucum sebesar 2,6907 dan dikategorikan keanekaragaman sedang.
5. Suhu yang efektif bagi perkembangan serangga tanah adalah 15°C (suhu
minimum), 25°C (suhu optimum), 45°C (suhu maksimum).

5.2.SARAN

Sebaiknya jumlah plot yang di buat harus lebih banyak lagi, karena semakin
banyak plot maka indeks keragaman serangga tanah yang didapatkan akan menunjukkan
lebih akurat dan sebaiknya untuk kegiatan identifiksi mohon untuk dikasih rujukan
(buku petunjuk) maupun dituntun oleh para asisten.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Borror, D. J, C. A; Triplehorn dan N.F. Johnson. (1997). Pengenalan pelajaran


serangga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dharmono, S. (2015). Pendugaan biomassa di atas tanah di ekositem hutan primer dan
hutan bekas. Angkasa Raya, Jambi.

Elzinga, R.J., (1987). Fundamentals of Entomology. Third Edition, Prentice-Hall, Inc.


Englewood Cliffs, New Jersey 07632, USA.

Jumar. (2000). Entomologi pertanian. PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Kurniasari, (2009). Persebaran jenis pohon di sepanjang faktor lingkungan di cagar


alam pananjung pangandaran, Jawa Barat. UPT Balai Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Bogor, Bogor.

Odum, P. E. (1993). Dasar-dasar ekologi. Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.

Price, P.W., (1997). Insect ecology. Third Edition. Jhon Wiley & Sons Inc. New York.
Chichester, Weinkeim, Brisbane, Singapore, Toronto.

Purwowidodo. (2003). Metode ekologi untuk penyelidikan ladang dan laboratorium.


Bumi Akasara, Jakarta.

Samsul, M. (2014). Diversitas serangga permukaan tanah pada pertanian holtikultura


organik di Banjar Titigalar, Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten
Tabanan, Bali. Jurnal Penelitian.2(1): 72-84.
Siregar, Z, A. (2010). Serangga berguna pertanian. Universitas sumatera utara, Medan.

Soendjojo, D. 1986. Buku Materi Pokok Ekologi Lanjutan. Karunia Jakarta. Universitas
Terbuka, Jakarta.
Soendjojo, D. (2006). Buku materi pokok ekonomi lanjutan. Karunia Jakarta, Jakarta.

Suheriyanto, D. (2008). Ekologi serangga. UIN Malang Press, Malang.

Suin, N. M. (1997). Ekologi hewan tanah. Bumi Aksara, Jakarta.

Widya, (2011). Kandungan karbon tersimpan dalam serasah sebagai mitigasi dampak
perubahan iklim perkotaan. Sriwijaya Press, Palembang.
.

Anda mungkin juga menyukai