Anda di halaman 1dari 10

PEMANFAATAN MIKROBA SEBAGAI DEKOMPOSER

DALAM PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Yolinda Br Ginting, [Ayu Putri Ningsih, S.Si., M.Si.]

Program Studi Pendidikan Biologi

yolindaginting@gmail.com, [ayuputriningsih@unimed.ac.id]

ABSTRAK

Pupuk organik dibuat dengan cara proses pengomposan, yang hasil akhir dari proses
dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Dekomposisi bahan organik tidak hanya
dilakukan oleh mikroba tetapi oleh cacing dan insekta tanah. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui manfaat dari mikroba sebagai dekomposer dalam pembuatan
pupuk organik, mengetahui prinsip kerja mikroba sebagai dekomposer dalam pembuatan
pupuk oraganik, mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan
mikroba dalam pembuatan pupuk organik, mengetahui macam-macam mikroba yang
digunakan dalam pembuatan pupuk organik, dan mengetahui fungsi dari EM4 dalam
pembuatan pupuk organik. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti maupun para petani
sehingga dapat menjadi pengetahuan, dan referensi untuk pengolahan sisa tumbuhan yang
tidak dipakai mampu menjadi pupuk yang memiliki kualitas yang bagus dan ramah
lingkungan. Jadi dalam hasil penelitian ada 5 parameter yang harus diperhatikan setiap
harinya yaitu: kadar air, temperatur, pH, warna dan bau dari pupuk organik tersebut. Jadi,
dari hasil penelitian kami pupuk ini sudah dapat dipakai atau dipergunakan pada penanaman
untuk membantu meningkatkan hasil produk dari tanaman.

Kata kunci: pupuk organik, mikroba, sampah

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Negara indonesia merupakan negara yang sebagian besar masyarakatnya bekerja


sebagai petani. Dalam sektor pertanian, sarana produksi pertanian yang paling penting dalam
peningkatan produksi tanaman adalah pupuk. Penggunaan pupuk yang digunakan petani
diusahakan digunakan secara efisien dan dapat meningkatkan hasil produksi yang meningkat
serta pupuk yang digunakan diharapkan tidak mencemari lingkungan. Pupuk organik

1
memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pupuk sintesis. Salah satu kelebhan dari
pupuk organik adalah dapat mengatasi defesiensi unsur hara, mampu menyediakan unsur hara
secara cepat, mengandung unsur hara mikro dan makro yang lengkap, dapat mempengaruhi
struktur tanah menjadi gembur, dapat menyimpan air, mampu menahan serangan penyakit
bagi tanaman, serta dapat meningkatkan aktivitas ikroorganisme tanah (Djuwanto,1999)[1].

Pada tanaman ada beberapa unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalah jumlah
kecil/mikro, yaitu seng, tembaga, boron,molibdenium,kobalt dan khlor. Peran unsur unsur
mikro adalah terkait dengan proses metabolisme Contoh : tembaga, berkaitan dengan proses
respirasi , zat besi dan boron mendukung proses absorbsi air dan translokasi gula dan besi
berperan dalam pembentukan khlorofil dan sintesis protein. Dengan demikian unsurunsur
mikro tersebut sangat besar perannya dalam kelangsungan hidup tanaman(Siburian,2008)[8].

Dari aspek cara memperolehnya ada pupuk alam dan ada pupuk buatan; dari aspek
senyawa kimia yang menyusunnya ada pupuk organik dan ada pupuk an organik. Pada umumnya
pupuk organik merupakan pupuk yang bahannya diperoleh dari alam yang diproses berdasar
proses alam, maka lebih umum disebut pupuk alam, sedangkan pupuk an organik umumnya
dibuat dengan bahan alam pula yang kemudian diproses di suatu pabrik dengan basis industry
kimia sehingga lebih umum disebut pupuk buatan atau pupuk kimia (Djuwanto, 1999)[1].

Pupuk organik yang dibuat melalui proses pengomposan tidak lain merupakan produk
akhir dari proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Dekomposisi bahan organik
sebenarnya tidak saja dilakukan oleh mikroba saja tetapi juga oleh cacing dan insekta tanah .
Organisme tanah yang terlibat dalam proses dekomposisi meliputi : bakteri, fungi, actynomycetes,
protozoa, nematoda, larva insekta (Siti,1999) [9].

1.2. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat dari mikroba sebagai
dekomposer dalam pembuatan pupuk organik, mengetahui prinsip kerja mikroba sebagai
dekomposer dalam pembuatan pupuk oraganik, mengetahui faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam pemanfaatan mikroba dalam pembuatan pupuk organik, mengetahui
macam-macam mikroba yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik, dan mengetahui
fungsi dari EM4 dalam pembuatan pupuk organik.

1.3. Manfaat penelitian

2
Manfaat dari penelitian sangat banyak, untuk para peneliti dapat menambah
pengetahuan serta wawasan yang luas serta dapat menambah pengalaman dari peneliti. Selain
itu penelitian ini sangat bermanfaat bagi para petani, karena dengan penelitian ini petani akan
lebih mudah memanfaatkan sisa-sisa tanaman yang sudah tidak terpakai lagi yang dapat
digunakan menjadi pupuk kompos yang memiliki kualitas yang sangat baik, dengan
mengeluarkan biaya yang relatif murah dan menghasilkan pupuk yang ramah lingkungan.

2. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Sampah adalah bahan yang tidak berguna, tidak digunakan atau bahan yang terbuang
sebagai sisa dari suatu proses. Sampah biasanya berupa padatan atau setengah padatan yang
dikenal dengan istilah sampah basah atau sampah kering. (Moerdjoko,2002)[4]
mengklasifikasikan sampah menjadi beberapa jenis, diantaranya :

a. Sampah organik (bersifat degradable)

Sampah organik adalah jenis sampah yang sebagian besar tersusun oleh senyawa organik (sisa
tanaman, hewan, atau kotoran) sampah ini mudah diuraikan oleh jasad hidup khususnya
mikroorganisme

b. Sampah anorganik (non degradable)

Sampah anorganik adalah jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik (plastik, botol,
logam) sampah ini sangat sulit untuk diuraikan oleh jasad renik.

Menurut Hadiwiyono (1983)[3], secara umum komponen yang paling banyak terdapat
pada sampah di beberapa kota di Indonesia adalah sisa-sisa tumbuhan yang mencapai 80-90
% bahkan kadang-kadang lebih. Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang
penting dalam meningkatkan produksi tanaman. Penggunaan pupuk sangat berpengaruh pada
hasil tanaman, oleh sebab itu banyak petani yang tidak pernah meninggalkan pupuk dalam
penanaman tanaman. Pupuk yamg ramah lingkungan adalah pupuk kompos, yaitu pupuk yang
diproduksi dengan cara mengkonversi bahan- bahan organik menjadi bahan yang lebih
sederhana lagi dengan bantuan aktivitas mikroba, jadi semacam perombakan yang terjadi
pada bahan organik dalam tanah oleh bakteri tanah.

Ciri-ciri kualitas pupuk organik yang sudah matang sebagai berikut:

3
1. Bentuk fisik adalah yang menyerupai tanah, berwarna coklat tua hingga hitam (coklat
kehitaman-hitaman)
2. Tidak mengeluarkan bau busuk (berbau tanah)
3. Tidak mengandung asam lemak yang menguap
4. Mempunyai tekstur remah dan gembur (remukan)
5. Suhu kompos mendekati suhu ruang atau udara sekitar (30-35oC)
6. Jika digunakan pada tanah, kompos akan banyak memberikan efek yang sangat
menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman (Simamora,2006) [8].

Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan banyak
manfaat seperti berikut ini:

1. Menyediakan unsur hara mikro dan makro bagi tanaman


2. Dapat menggemburkan tanah
3. Dapat memperbaiki struktur dan tekstur dari tanah
4. Dapat meningkatkan porositas ,aerasi, dan jumlah komposisi dari tanah.
5. Dapat membantu mempermudah pertumbuhan akar tanaman
6. Dapat mengurangi dari pencemaran lingkungan
7. Dapat menghemat biaya karena harganya yang murah, dan mudah didapat serta bahan
dapat dibuat sendiri (Murbadono, 2000) [6].

Sampah terdiri dari dua bagian yaitu bahan organik dengan bahan non organik. Bahan-
bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pupuk organik 80% adalah bahan organik sampah.
Jadi, pengomposan adalah salah satu cara alternatif yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan dalam membantu para petani untuk meningkatkan produksi tanaman. Kompos
yang dihasilkan merupakan berasal dari tanaman, hewan, maupun limbah organik yang telah
mengalami dekomposisi atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos
di antaranya adalah jerami, sekam padi, pelepah pisah, gulma, sayuran busuk, sisa tanaman
jagung, dan sabut kelapa. Sementara itu, bahan dari ternak yang sering digunakan untuk
kompos di antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas
(Hadisuwito, 2008)[2].

Proses pengomposan memerlukan aktivator sebagai dekomposer dalam proses


dekomposisi bahan organik kompleks yang dilakukan oleh mikroorganisme sehingga menjadi
bahan organik sederhana yang kemudian mengalami mineralisasi sehingga menjadi tersedia

4
dalam bentuk mineral yang dapat diserap oleh tanaman atau organisme lain. Lama waktu
pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan. Metode yang
menggunakan ataupun yang tidak menggunakan aktivator pengomposan, secara alami akan
membutuhkan waktu sekitar beberapa minggu hingga bertahun-tahun sampai kompos benar-
benar matang. Semakin tinggi temperatur berarti akan banyak mengkonsumsi oksigen dan
akan semakin cepat juga proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat
juga ditemperatur 30-60oC yang akan membunuh sebagian mikroba (Hadisuwito, 2008)[2].

3. METODE PENGAMATAN
3.1. Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 September – 4 Oktober 2019, yang


terhitung sejak persiapam dalam pembuatan pupuk organik, yang bertempat di Rumah Kaca
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan.

3.2. Alat dan bahan

alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah karung goni, ember, termometer,
sekop kecil, gelas ukur. Sedangkan untuk alat yang digunakan adalah jerami, sisa-sisa
makanan, dedak, EM4, sekam, gula pasir dan air bersih.

3.3. Kegiatan penelitian

dalam penelitian ini yang pertama dilakukan adalah dengan melarutkan EM4 dan gula
kedalam air, lalu mencampurkan kotoran ternak/ sisa makanan dan sayuran dengan sekam,
bekatur dan jerami. Lalu ditambahkan dengan dengan larutan EM4 dengan gula yang sudah
dicampurkan dengan air, lalu diaduk hingga semua bahan tercampur dengan rata. Pengadukan
ini harus dijaga agar bahan yang dihasilkan tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.
Setelah semua bahan sudah tercampur dengan rata, lalu dimasukkan kedalam karung goni dan
diikat dengan tali rapia agar tidak ada udara yang masuk kedalam, setalah itu lakukan
pengamatan dengan melihat suhu, kelembapan Ph, bau, serta perubahan fisi yang terjadi pada
pupuk organaik. Hentikan proses pembuatan pupuk organik tersebut apabila sudah tidak
panas lagi dengan cara mendeteksi dengan menggunakan termometer, apabila pupuk masih
dalam keadaan panas berarti proses dkomposisi belum selesai. Lakukan pengamatan kurang
lebih hampir sebulan, dan catat setiap perubahan yang terjadi setiap harinya. Jika pembuatan
pupuk sudah berhasil dapat diaplikasikan pada penanaman sayuran ataupun yang lainnya.

5
3.4. Pengambilan data

Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
manfaat mikroba sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Data diambil setelah
dialkukan tahap pembuatan pupuk organik, lalu dianalisis dari setiap perubahan yang terdapat
dalam pupuk misalnya suhunya, pH, bau dan warna dari pupuk tersebut.

3.5. Analisis data

Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan tabel kriteria pengamatan setiap
hari, lalu dibandingkan hasilnya, dan bagaimana perubahan yang terjadi pada setiap sifat fisik
kompod. Mulai dari pH, temperatur, bau serta warna dari pupuk.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Tabel hasil pengamatan sifat fisik kompos

No Hasil Pengujian SNI Kualitas Kompos Parameter


Pupuk Em4 + Sisa
Sayuran Min Maks Kadar Air Temperatur (oc) Warna Ph Bau
(%)
1 H5 (18 September - - Kering 27oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan

2 H6 (19 September - - Lembab 34oc Kuning 5 Busuk


2019) kecokelatan
3 H7 (20 September - - Lembab 34oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
4 H8 (21 September - - Lembab 30oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
5 H9 (23 September - - Lembab 32oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
6 H10 (24 September - - Lembab 30oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
7 H11 (25 September - - Lembab 30oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
o
8 H12 (26 September - - Lembab 55 c Kuning 6 Busuk
2019) kecokelatan
9 H13 (27 September - - Lembab 35oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
10 H14 (28 September - - Lembab 32oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
11 H15 (30 September - - Lembab 32oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
12 H16 (1 Oktober - - Lembab 31oc Kuning 6 Busuk
2019) kecokelatan
13 H17 (2 Oktober - - Lembab 35oc Kuning 8 Busuk
2019) kecokelatan
14 H18 (3 Oktober - - Lembab 34oc Kuning 6 Busuk
2019) kecokelatan
15 H19 (4 Oktober - - Lembab 29oc Kuning 5 Busuk
2019) kecokelatan
16 H20 (5 Oktober - - Lembab 30oc Kuning 5,5 Busuk
2019) kecokelatan
17 H21 (6 Oktober - - Lembab 32oc Kuning 6 Busuk
2019) kecokelatan

6
4.2. Pembahasan

Jadi, dari hasil pengamatan yang tertera pada tabel diatas dapat dilihat naik turunnya
temperatur suhu dan pH pada pupuk organik yang kelompok kami lakukan. Setelah saya
membaca dari literatur faktor penyebab naik turunnya temperatur suhu dan pH dapat
disebabkan karena kesalahan pada praktikan pada saat pengadukan yang kurang merata
ataupun dapat karena kurang kuat dalam mengikat tali pada goni akibatnya masuknya udara
pada pupuk organik tersebut yang dapat menghambat proses pematangan, selain itu dapat juga
disebabkan karena kondisi lingkungan tempat peletakan pupuk organik kurang tepat atau
kurang stabil karena cuaca.

Dari parameter fisik dalam pengamatan pupuk organik dapat dilihat dari kadar air,
temperatur, pH, bau dan warna dari pupuk yang sudah kami laksanakan, kami mendapatkan
hasilnya sebagai berikut:

1. Kadar air

Dari hasil praktikum yang sudah kami laksanakan, pertama sekali setelah selesai
pengadukan semua, semua bahan yang kami gunakan masih kering selanjutnya kami
menambahkan EM4 sebanyak 2 liter agar membantu proses pembusukan lebih cepat. Jadi
setelah itu, kami mulai pengamatan yang pertama dihari ke 5 hingga hari ke 21 pupuk organik
yang sudah kami buat mulai semakin lembab setiap hari. Ini terjadi karena proses pematangan
sedang berlangsung ataupun proses fermentasi pada pupuk organis sedang berlangsung
didalam karung goni yang dilapisi plastik.

2. Temperatur

Dari hasil pengamatan kami temperatur pada pupuk organik kami selalu berubah,
terkadang naik drastik dan besoknya bisa turun. Dari hasil pengamatan suhu kami kurang
mencapai tahap ideal karena temperatur pupuk kami banyak dibawah 40-50oC. mungkin hal
ini terjadi akibat faktor dari praktikan pada sangat pencampuran semua bahan ataupun karena
kaibat faktor eksternal akibat dari lingkungan, cuaca. Namun meskipun tidak mencapai suhu
yang maksimal, pupuk yang kami hasilkan bagus, karena kami menggunakan konsentrasi dari
EM4 hanya 2 liter jadi itu sangat berpengaruh pada suhu dari pupuk organik yang kami
lakukan.

7
3. Warna

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, warna dari bahan bahan yang kami gunakan
adalah jerami memiliki warna kuning kecoklatan, EM4 berwarna kuning keruh setelah adanya
penambahan dengan air dan gula, sekam dan dedak memiliki warna kuning kecoklatan, lalu
setelah selesai pengadukan dan semua bahan tercampur merata dan dibungkus dengan goni
lalu dilapisi kembali dengan plastik, lama kelamaan semua bahan memiliki perubahan warna
menjadi lebih gelap atau kecokelatan pekat. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari
proses fermentasi yang sedang berlangsung.

4. pH

Dari hasil pengamatan yang sudah kami lakukan pH dari pupuk organik yang telah kami
buat tergolong normal, pH dalam pupuk kami hanya sekali mencapai angka 8, selain itu hanya
berada di angka 5 atau 6. Hal ini terjadi karena mungkin akibat faktor eksternal, yaitu
kesalahan yang terjadi pada praktikan ataupun disebabkan oleh cuaca lingkungan yang
berubah-berubah.

5. Bau

Dari hasil pengamatan yang telak kami laksanakan, kami melihat baru dari pupuk semakin
menyengat atau mengeluarkan bau busuk seiring berjalannya proses pembusukan bahan
bahan yang ada didalam karung goni tersebut. Jadi pupuk kami pada hari pertama pengadukan
sampai seminggu setelah pengadukan masih menghasilkan bau sampah karena semua bahan
yang ada didalam goni belum secara keseluruhan terjadi pembusukan. Setelah mencapai hari
kesembilan berubah baunya menjadi lebih tajam dan ada bau seperti alkohol, setelah itu pada
hari ke duapuluh mengeluarkan bau belerang ataupun sulfur pada pupuk organik kami karena
pupuk tersebut sudah matang, jadi sudah mulai baunya berubah ke bau seperti tanah. Setelah
baunya seperti bau tanah, pupuk organik sudah dapat digunakan pada penenanaman.

5. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Jadi dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. mikroba dapat dimanfaatkan sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik,


yaitu mikroba yang mampu mengubah kandungan karbohidrat menjadi lebih sederhana

8
sehingga dapat mengalami proses pembusukan yang akan membantu pematangan pupuk
organik.
2. Prinsip kerja mikroba dalam pembuatan pupuk organik yaitu dengan adanya
pertumbuhan, lalu memproduksi energi sendiri. Dan mikroba akan langsung beradaptasi
dengan lingkungan sekitarnya dan memiliki fermeabilitas yang tinggi.
3. Pengaruh EM4 dalam pembuatan pupuk organik adalah membantu mempercepat proses
pembusukan pada bahan bahan dalam pembuatan pupuk organik.
4. Parameter fisik yang harus diperhatikan dalam pengamatan pupuk organik yaitu: suhu,
temperatur, bau, warna dan Ph.
5.2. Saran
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk membantu
melaksanakan penelitian selanjutnya mengenai pemanfaatan mikroba dalam pembuatan
pupuk organik dan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi petani yang
ingin mengolah sisa sisa sayuran, makanan, yang ada dilingkuan tempat tinggal yang dapat
diolah menjadi pupuk organik yang memiliki kualitas yang baik dan ramah lingkungan.

9
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Djuwanto, (1999), Keuntungan Dan Kerugian Penggunaan Pupuk Anorganik Dan
Organik, Makalah Ppm Uny : Karya Alternatif Mahasiswa.

[2]. Hadisuwito, Sukamto, (2007), Membuat Pupuk Kompos Cair, Cetakan Ketiga,
Agromedia Pustaka, Jakarta.

[3]. Hadiwiyono, (1983), Penanganan Dan Pemanfaatan Sampah, Yayasan Iadayu, Jakarta

[4]. Moerdjoko S, Widyatmoko, (2002), Menghindari, Mengolah Dan Menyingkirkan


Sampah, Cet.1, Pt. Dinastindo Adiperkasainternasional, Jakarta.

[5]. Mulyono, (2014), Membuat Mol Dan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga, Pt Agro
Media Pustaka, Jakarta Selatan.

[6]. Murbandono, (2000), Membuat Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta

[7]. Siburian, R, (2008), Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Inkubasi Em4 Terhadap
Kualitas Kimia Kompos, Jurusan Kimia, Fak. Sains Dan Teknik Universitas Nusa
Cendana, Kupang.

[8]. Simamora, Suhut. (2006). Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agro Media
Pustaka.

[9]. Siti Umniyatie,Dkk.(1999). Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba Efektif.


Laporan Ppm Uny: Karya Alternatif Mahasiswa.

10

Anda mungkin juga menyukai