LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Oleh :
Kelompok 4/ Offering A 2018
Alat : Bahan :
1. Roll meter 1. Kantong plastic
2. Meteran kain 2. Kertas label
3. Klinometer
4. Kompas bidik
5. Alat tulis
6. Tali 5m x 5m
7. Kamera
8, Termohigrometer
9. Soil survey indtrument
E. PROSEDUR KERJA
Ditentukan transek pengambilan data yang tegak lurus dengan garis awal
pemberangkatan
Dicari satu pohon terdekat dengan titik pusat plot pada setiap kuadran yang
memiliki keliling >30 cm
Diukur keliling pohon setinggi dada. Jika pohon bercabang maka keliling
kedua cabang diukur dan dirata-rata
F. DATA PENGAMATAN
Tabel INP Metode PCQ
G. ANALISIS DATA
Berdasarkan data pengamatan, terdapat tiga tumbuhan yang didapatkan
menggunakan metode PCQ. Pertama, Hibiscus tiliceus yang memiliki kerapatan
relatif 54,32; dominansi relatif 85,85; dan frekuensi relatif 54,35 sehingga diperoleh
INP 194,52. Kedua, Mangifera indica yang memiliki kerapatan relatif 9,14;
dominansi relatif 12,79; dan kerapatan relatif 9,23 sehingga diperoleh INP 31,16.
Ketiga, Dimocarpus longa yang memiliki keerapatan relatif 36,54; dominansi
relatif 1,37; dan frekuensi relatif 36,41 sehingga didapatkan INP sebesar 74,32. Dari
hasil analisis vegetasi menggunakan metode PCQ (Point Centered Quarter),
diketahui yang menghasilkan urutan jenis tumbuhan yang mendominasi yaitu : (1)
Hibiscus tiliceus (2) Dimocarpus longa dan (3) Mangifera indica.
Faktor abiotik yang diukur pada pengamatan ini terdapat 4 jenis yaitu suhu
udara,, kelembaban udara, suhu tanah dan pH tanah. Pada pengukuran suhu udara,
plot satu didapatkan nilai rata-rata 24,7 oC dengan standar deviasi 1,25; plot dua
memiliki rata-rata 24 oC dengan standar deviasi 0; plot tiga diperoleh rata-rata 24,7
o
C dengan standar deviasi 0,58. Pengukuran kelembaban tanah, plot satu didapatkan
nilai rata-rata 66,7 dengan standar deviasi 5,7; plot dua diperoleh rata-rata 72,0
dengan standar deviasi 0; plot tiga didapatkan rata-rata 73,3 dengan standar deviasi
1,1. Pada pengukuran suhu tanah, plot satu diperoleh nilai rata-rata 25,3 oCdengan
standar deviasi 0,57; plot dua didapatkan nilai rata-rata 26,3 oCdengan standar
deviasi 0,57; plot tiga didapatkan nilai rata-rata 27,3 oCdengan standar deviasi 0,57.
Sedangkan untuk pH pada ketiga plot diperoleh nilai yang sama yaitu sebesar 7.
H. PEMBAHASAN
Dalam ekosistem, dapat dijumpai adanya suatu vegetasi beberapa spesies
tertentu dengan pola sebaran yang berbeda-beda. Melalui metode analisis vegetasi
dapat diketahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui
pengamatan langsung (Ufiza, dkk., 2018). Menurut Indriyanto (2006), mengemukakan
bahwa untuk keperluan analisis vegetasi tersebut ada 3 macam parameter kuantitatif
yang penting yaitu densitas (kerapatan), frekuensi, dan dominansi.
Dalam praktikum ini, proses analisis vegetasi dilakukan dengan metode PCQ
(Point-Centered Quarter Method). Metode ini merupakan salah satu metode jarak
(Distance Method) yang tidak menggunakan petak contoh (plotless) dan umunya
digunakan dalam analisis vegetasi tingkat pohon. Dengan metode ini, dapat ditentukan
tiga parameter sekaligus yaitu frekuensi, kerapatan dan penutupan/dominansi
(Ariyanto., dkk. 2012). Area pengamatan vegetasi dilakukan di Jl. Jakarta (Taman
Kunang-kunang) Kota Malang, yang mana sebagian besar vegetasi tumbuhan berupa
pohon, sehingga dilakukan analisis vegetasi dengan metode PCQ.
Hibiscus tiliaceus merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan dan ladang.
Tanaman Hibiscus tiliaceus juga seringkali ditanam di pekarangan rumah atau ditepian
jalan sebagai pohon pelindung (Febriyani, 2019). Pohon pelindung yang ditanam
diruas jalan memiliki syarat dengan jarak tanam dan tingkat kerapatan mencapai 5
meter. Pada dasarnya jarak tanam antar pohon pelindung di Kota Malang cukup
serempak, yakni mulai dari 2-5 m (Setiawan, 2014). Berdasarkan hasil pengamatan
yang telah dilakukan, rata-rata jarak pada setiap pohon adalah 2,2 m dengan kerapatan
per 100 m2 nya mencapai 19,93 m. Hal ini dikarenakan dalam penanamannya dilakukan
cukup serempak. Jenis pohon yang memiliki dominansi dan kerapatan paling besar
adalah pada spesies Hibiscus tiliaceus, sehingga spesies ini memiliki nilai INP yang
cukup besar. Nilai INP merupakan nilai yang menunjukkan kepentingan suatu jenis
tumbuhan dalam suatu ekosistem, dimana dalam hal ini nilai INP dari spesies Hibiscus
tiliaceus adalah sebesar 194,52%.
Selain dipengaruhi oleh jumlah total tanaman yang mendominasi, nilai INP
Dimocarpus longan juga dipengaruhi oleh kondisi faktor abiotik yang mendukung
pertumbuahan vegetasi dari spesies tersebut. Berdasarkan pengukuran faktor abiotik
yang telah dilakukan, area yang diteliti memiliki suhu udara rata-rata sekitar 24°C dan
suhu tanah rata-rata sekitar 26°C. Selain itu, pada area yang diteliti juga memiliki
kisaran kelembaban udara sekitar 71% dengan nilai pH rata-rata sebesar 7. Kondisi
tersebut masih dapat dikatakan kurang optimal untuk pertumbuhan Dimocarpus
longan, spesies ini tumbuh optimal pada suhu 15-220C dan akan tumbuh kurang
optimal apabila pada suhu >220C. pertumbuhan Dimocarpus longan juga sangat
dipengaruhi oleh faktor iklim, kondisi fisik tanah, termasuk juga temperatur dan pH
tanah (Hendrawan, 2013). Ketidaksesuaian faktor abiotik dengan kriteria pertumbuhan
yang semestinya juga turut memberikan dampak terhadap nilai kerapatan, frekuensi,
dan dominansi dari spesies tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap nilai INP.
Dalam analisis vegetasi dengan menggunakan metode PCQ ini, spesies yang
memiliki tingkat vegetasi paling rendah adalah spesies Magnifera indica. Spesies ini
hanya memiliki nilai INP sebesar 31,16% dengan nilai kerapatan relatif, dominansi
relatif, dan frekuensi relatif yang secara berturut turut adalah sebesar 9,14%, 12,79%,
dan 9,28%. Seperti halnya spesies Dimocarpus longan, spesies Magnifera indica juga
tidak banyak ditemukan, bahkan jumlahnya lebih sedikit sehingga nilai INP yang
diperoleh juga rendah. Pohon Magnifera indica mampu tumbuh baik pada suhu ideal
sekitar 27-300C dengan pH optimal antara 5,5-7,5 (Agustiani, 2018). Meskipun area
yang diamati dalam pengamatan memiliki faktor abiotik yang sama, akan tetapi spesies
Magnifera indica tidak menunjukkan tingkat dominansi yang lebih baik, hal ini
mungkin juga disebabkan oleh sedikitnya keserempakan dalam hal penanaman,
sehingga dapat dimungkinkan jika jumlah spesies Magnifera indica memang hanya
berjumlah sedikit.
I. KESIMPULAN