GENETIKA
ACARA PRAKTIKUM KE II
PERKAWINAN MONOHIBRID PADA Drosophila melanogaster
LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Asisten Praktikan
I. Tujuan
I.1 Melakukan perkawinan monohibrid pada Drosophila melanogaster.
I.2 Mengamati pewarisan sifat hasil perkawinan monohibrid Drosophila
melanogaster.
III.3.3 Pembiusan
1. Kapas dibasahi pada botol pembius dengan eter secukupnya.
2. Botol kultur berisi lalat yang akan dibius diambil. Ketok-ketoklah
mulut botol agar lalat menjauhi mulut botol.
3. Botol kultur dibuka bersamaan dengan menangkupkan botol
pembius pada mulut botol kultur. Usahakan tidak ada lalat yang
terbang keluar botol. Eterisasi selama 1 menit akan membuat lalat
terbius dan berhenti bergerak.
4. Botol pembius dilepaskan dan keluarkan lalat dari botol kultur ke
atas kertas putih. Dengan menggunakan kuas, pisahkan lalat-lalat
yang mati, ditandai dengan membukanya sayap dan kaki ke arah
samping. Pisahkan pula lalat jantan dan lalat betina, gunakan sesuai
dengan kebutuhan
III.3.4 Perkawinan
1. Ambil masing-masing 5 induk jantan dan 5 induk betina perawan
yang masih dalam keadaan terbius. Masukkan ke dalam botol
kultur baru dengan cara meletakkannya pada selembar kertas steril,
sehingga tidak langsung menyentuh makanannya.
2. Berilah label persilangan pada botol kultur tersebut, Tuliskan
nama/kelompok Anda, macam perkawinan (fenotip induk) dan
jumlah masing-masing induk, dan tanggal perkawinan. Letakkan
botol kultur pada suhu yang sesuai (25oC).
3. Lakukan pengamatan 1 – 2 hari sesudah perkawinan. Apabila ada
induk yang mati, segera ganti dengan induk baru.
4. Amati setelah 1 minggu. Apabila telah terbentuk larva, keluarkan
seluruh induk dan pindahkan ke botol lain. Apabila belum
terbentuk larva, tunggu kira-kira 3 hari kemudian.
IV. Hasil Pengamatan
Studi kasus :
- Jantan sayap lurus (normal) dominan homozigot >< betina sayap keriting
(curly) resesif homozigot bagaimana fenotip dan genotip F1?
- Jika pada F2 diperoleh 17 lalat sayap normal dan 6 sayap curly, apakah
sesuai dengan Hukum Mendel? (Analisis X2).
F1 XA YA
Xa XAXa XaYA
Xa XAXa XaYA
Genotio F1 : X A X a : X a Y A 1 : 1
F2 Xa YA
XA XAXa XAYA
Xa XaXa XaYA
Genotio F2 : X A X a : X a X a : X A Y A : X a Y A 1 : 1 : 1 : 1
Nilai X2 hitung < Nilai X2 tabel 0,0144 < 3,84 (batas signifikan)
Jadi H0 dapat diterima karena nilai X2 hitung < Nilai X2 tabel. Nilai
kemungkinan pada table X2 terletak di antara 0,004 (p = 0,95) dan 0,016 (p =
0,90). Sehingga data yang diperoleh merupakan data yang bagus dan
memenuhi Hukum Mendel.
V. Pembahasan
Praktikum Genetika acara II yang berjudul ‘Perkawinan Monohibrid
pada Drosophila melanogaster” yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 30
Maret 2020 secara daring. Tujuan dari praktikum ini adalah Melakukan
perkawinan monohibrid pada Drosophila melanogaster dan mengamati
pewarisan sifat hasil perkawinan monohibrid Drosophila melanogaster Alat
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis, buku panduan praktikum,
buku laporan sementara, kamera hp, lup, botol selai, kapas, kuas, botol
pembius. Bahan yang digunakan dalam acara ini adalah lalat buah Drosophila
melanogaster tipe liar, mata putih, kromosom somatis, kloroform. Cara kerja
dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan, membuat media pertumbuhan lalat
buah, membedakan jenis kelamin, melakukan pembiusan lalu perkawinan.
Studi kasus persilangan lalat buah antara parental 1 (P1) jantan sayap
lurus (normal) dominan homozigot dan betina sayap keriting (curly) resesif
homozigot menghasilkan keturunan pertama (F1) berupa jantan sayap keriting
(XaYA) dan betina sayap lurus (XAXa) dengan perbandingan 1 : 1. Persilangan
kedua dilakukan oleh parental 2 (P2) antara jantan sayap keriting (XaYA) dan
betina sayap lurus (XAXa) menghasilkan keturunan kedua (F2) dengan empat
macam sifat yaitu jantan sayap lurus (XAYA), jantan sayap keriting (XaYA),
betina sayap lurus (XAXa) dan betina sayap keriting (XaXa). Berdasarkan hasil
F2 didapatkan perbadingan sayap lurus dan sayap keriting adalah 1 : 1. Lain
halnya dengan perkawinan resiproknya akan menghasilkan F1 normal baik
jantan maupun betina, dengan betina heterozigot. Persilangan antar F1
menghasilkan jantan normal, betina normal dan jantan keriting dengan
perbandingan 1 : 2 : 1. Adanya perbedaan hasil pada persilangan ♂N x ♀w dan
resiproknya, menunjukkan bahwa terjadi pautan kromosom kelamin, dengan
sifat sayap keriting terpaut pada kromosom X. Hal ini sesuai dengan pendapat
Natsir (2013) bahwa berdasarkan pengamatan fenotip pada hasil persilangan
strain jantan normal (♂N) dengan strain betina white (♀w), pada F1 dihasilkan
keturunan betina normal (♀N) dan jantan white (♂w), munculnya fenotip
jantan white (♂w) diperoleh dari sifat induk betinanya (♀w). Ini dikarenakan
sifat mata putih ini dikendalikan oleh faktor yang terletak pada kromosom
kelamin X (terpaut pada kromosom nomor I) yang penurunannya mengalami
pewarisan menyilang (Crisscross inheritance), yaitu sifat keturunan yang jantan
semua sifatnya berasal dari induk betina, sedangkan sifat induk jantan X nya
akan diberikan pada semua keturunan betina. Adanya fenomena pautan
kelamin juga dibuktikan dengan hasil persilangan resiproknya ♀N x ♂w yang
diperoleh fenotip F1 semuanya normal, baik pada jantan maupun betina. Sifat
keturunan yang jantan memperoleh sifat mata merah dari induk betina (♀N),
sedangkan induk jantan white (♂w), memberikan sifat mata pada keturunan
yang betina. Hal ini telah sesuai dengan hasil rekonstruksi persilangan pautan
kromosom kelamin. Pada pautan kelamin dari hasil persilangan resiproknya
ternyata menunjukkkan hasil yang berbeda, inilah sebagai penanda adanya
pautan kelamin. Dari hasil persilangan ♀N x ♂w, F1 semuanya normal,
penanda bahwa sifat normal sebagi sifat dominan terhadap white.
Berdasarkan hasil analisis Chisquare (X2) terhadap persilangan F2 dari
persilangan F1 adalah hipotesis (H0) diterima, karena dari perhitungan
diperoleh X² hitung (0,0144) < X² tabel 0,05 (3,841), dengan db = 1, karena
menggunakan 2 strain dalam persilangan ini sehingga menjadi 2 - 1 = 1. Hal ini
sesuai dengan pendapat Firdauzi (2014) bahwa berdasarkan hasil analisis
Chisquare (χ2) pada persilangan F2 dari persilangan F1, X² hitung (3,78) < X²
tabel 5% (3,841) berarti nilai ini dapat diterima (H0 diterima). Telah diamati
oleh George Mendel bahwa makin banyak jumlah generasi yang dihitung,
makin mendekati ratio kenyataan terhadap rasio teoritis dengan catatan bahwa
suasana lingkungan dan genotip tidak berbeda. Sebetulnya dalam kenyataan
sehari-hari, rasio fenotip yang didapat tidaklah persis demikian. Makin dekat
nilai rasio kenyataan, yang disebut o ( observation) terhadap rasio teoritis yang
disebut e (expected), makin sempurna data yang dipakai, berarti makin bagus
pernyataan fenotipnya. Jika perbandingan o/e mendekati angka satu berarti data
yang didapat makin bagus, dan pernyataan fenotip tentang karakter yang
diselidiki mendekati sempurna. Akan tetapi, jika o/e menjauhi 1, data itu buruk
dan pernyataan fenotip tentang karakter yang diselidiki berarti dipengaruhi
oleh suatu faktor lain. Faktor lain yang dimaksud adalah faktor lingkungan
(suhu dan makanan) atau jumlah objek yang diamati terlalu sedikit.
VI. Kesimpulan
6.1. knkgjn
6.2.
DAFTAR PUSTAKA