I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah yang dapat ditemukan di
buah-buahan busuk. Drosophila telah digunakan secara bertahun-tahun dalam
109
kajian genetika dan perilaku hewan. Lalat buah adalah serangga yang mudah
berkembang biak. Dari satu perkawinan dapat menghasilkan ratusan keturunan
dan generasi baru dapat dikembangkan setiap dua minggu. Karakteristik ini
menunjukkan lalat buah merupakan organisme yang cocok untuk kajian-kajian
genetik (Campbell et.al,. 2002).
Kebanyakan penemuan dibidang genetika didapatkan melalui penelitian
dengan menggunakan lalat buah sebagai bahan (Suryo, 1984). Pilihan ini tepat
sekali karena pertama, lalat ini berukuran kecil sehingga suatu populasi yang
besar dapat di pelihara dilaboratorium. Kedua, daur hidup sangat cepat. Setiap dua
minggu dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang baru. Ketiga, lalat ini sangat
subur bagi yang betina dapat menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam
hidupnya yang pendek tersebut (Kimball, 1994).
Drosophila melanogaster merupakan contoh hewan dari ordo Diptera yang
mempunyai sel kelenjar ludah yang dapat menghentikan pembelahan mitosis
setelah lebih kurang 18 jam perkembangan larvanya. Akan tetapi, replikasi DNA
kromosom dan pertumbuhan sel berlangsung terus. Sebagai hasilnya terbentuklah
sel yang sangat besar, masing-masing terisi dengan penggandaan atau kelipatan
dua sampai 1024 kali jumlah haploid DNA. Salinan setiap tipe kromosom yang
sangat banyak itu berasosiasi satu sama lain. Sehingga masing-masing dari
kromosom didalamm nukleus itu besar (Goodenough, 1978).
Menurut Suryo (1984), kromosom ludah dikenal sebagai kromosom yang
paling besar dan digolongkan sebagai kromosom raksasa (Giant kromosom). Sel
sel-sel larva Drosophila melanogaster digolongkan kedalam sel endopoliploidi
yang bersifat terminal dalam arti kata bahwa sel-sel ini tidak pernah membelah
lagi dan akhirnya dibuang sewaktu pembentukan pupa. Akan tetapi sel-sel ini
tetap hidup dalam artian sel-sel ini tetap tanggap terhadap rangsangan lingkungan
dan menghasilkan kadar protein yang khusus.
Beberapa sel dari larva insekta tertentu mempunyai kromosom raksasa
seperti adanya kromosom raksasa dalam sel kelenjer ludah lalat Drosophila
melanogaster. Kromosom raksasa ini memperlihatkan detail struktur yang jauh
lebih jelas dari pada kromosom badan normal. Disamping itu, kromososm raksasa
ini terdapat dalam fase interfase, suatu masa dimana kromosom biasanya tidak
kelihatan asal-usul dan kegunaan yang jelas. Hal yang menyebabkan dapat dilihat
110
pada waktu interfase, sedangkan kromosom biasa tidak karena mereka hasil
duplikasi berulang-ulang dari kromosom tanpa mengalami pembelahan sel.
Duplikat-duplikat homolog inilah yang akan menjadi kromosom raksasa (giant)
dalam sel ini. Jadi pada tiap species terdapat kurang lebih 1000 serabut
kromosom, beberapa insekta mempunyai sampai 16.000 serabut (Kimball,1994).
Kromosom kalenjer ludah dikenal dengan kromosom paling besar yang
terdapat pada serangga Diptera yaitu nyamuk, lalat, dan sebagainya. Kromosom
raksasa yang disebut dengan giant kromosom karena struktur kromosom yang
ukurannya lebih besar dari ukuran kromosom normal (Kimball, 1993). Kromosom
ini mencapai ukuran kira-kira 100 kali panjang kromosom tubuh lalat dewasa atau
kira-kira 500 mikron (0,5 mm). giant kromosom dapat kia temkukan oada bagian
kelenjer saliva pada larva instar III Kromosom kalenjer ludah mempunyai lima
dari lengan panjang yang keluar dari satu bagian yang disebut dengan kromoseter
(lebih tebal dari kromosom biasa) (Suryo,1984).
Dengan demikian drosophila merupakan objek yang representatif
digunakan dalam pengamatan siklus hidup dan Giant kromosom. Hal ini
dikarenakan siklus hidupnya pendek, mudah didapatkan, dan lebih mudah
ditemukan giant kromosom pada kalenjer ludah Drosophila melanogaster.
I.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengamati siklus hidup D. melanogaster.
2. Menyediakan preparat dan mengamati struktur kromosom raksasa (giant
kromosom) pada kelenjar ludah larva instar III D. melanogaster.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Siklus hidup Drosophila melanogaster
Lalat buah adalah serangga yang mudah berkembang biak. Dari satu perkawinan
saja dapat dihasilkan ratusan keturunan, dan generasi yang baru dapat
dikembangkan setiap dua minggu. Karakteristik ini menunjukkanlalat buah
organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik (Campbell, 2002).
Drosophila melanogaster merupakan sejenis serangga bersayap dua
(Diptera) yang suka hidup pada tempat tempat yang basah atau asam yang
dikenal dengan nama fruit fly atau vinegar fly. Metamorphosis pada lalat buah
termasuk metamorphosis sempurna, yaitu dari telur menjdi larva instar 1 menjadi
111
larva instar 2 menjadi larva instar 3 berubah menjadi pupa, kemudian imago dan
berubah menjadi dewasa. Perkembangan dimulai segera setelah terjadi fertilisasi
yang terdiri dari dua periode. Pertama periode embrinik didalam telur pada saat
fertilisasi sampai pada saat larva muda, menetas dari telur dan periode ini terjadi
dalam waktu kurang dari 24 jam. Periode kedua adalah perkembangan
postembrionik yang dibagi menjadi 3 tahap yaitu larva, pupa dan imago (Silvia,
2003).
Menurut Borror (1992), klasifikasi dari lalat buah atau drosophila yaitu :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Diptera
Famili
: Drosophilidae
Genus
: Drosophila
Spesies
: Drosophila melanogaster, (Meigen, 1983)
Kebanyakan penemuan di bidang genetika didapatkan melalui penelitian
dengan menggunakan lalat tersebut sebagai bahan (Suryo, 1984). Pilihan ini tepat
sekali karena pertama, lalat ini kecil sehingga suatu populasi yang besar dapat
dipelihara dalam laboratorium. Kedua, daur hidup sangat cepat. Tiap 2 minggu
dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang baru. Ketiga, lalat ini sangat subur
yang betina dapat menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam hidupnya yang
pendek itu (Kimball, 1994).
D. melanogaster normal memiliki ciri-ciri yaitu panjang tubuh lalat
dewasa 2-3 mm, imago betina umumnya lebih besar dibandingkan dengan yang
jantan, tubuh berwarna coklat kekuningan dengan faset mata warna merah
berbentuk elips. Terdapat pula mata oceli yang mempunyai ukuran jauh lebih kecil
dari mata majemuk, berada pada bagian atas kepala, diantara dua mata majemuk
berbentuk bulat. Selain itu, D.
112
Lalat jantan mempunyai sex comb (sisir kelamin) pada kaki depannya
sehingga dapat digunakan sebagai alat identifikasi sedangkan lalat betina tidak
memiliki sisir kelamin. Lalat betina mempunyai tanda berwarna gelap atau hitam
pada abdomen bagian dorsal sedangkan pada lalat jantan tidak ada (Herskowitz,
1977).
D. melanogaster memiliki empat tahap dalam siklus hidupnya yaitu telur,
larva, pupa dan dewasa. D. melanogaster akan menghasilkan keturunan baru
dalam waktu 9-10 hari. Jika dipelihara pada suhu 25 C dalam kultur segar, lima
hari pada tahap telur dan tahap larva, lalu empat hari pada tahap pupa (William,
et. al, 2006). D. melanogaster mempunyai siklus hidup yang snagat pendek yaitu
sekitar 12 hari pada suhu kamar. Lalat betina dapat menghasilkan telur sebanyak
100 butir dan separuh lagi akan menjadi lalat betina. Siklus hidup lalat ini akan
semakin pendek apabila lingkungannya tidak mendukung.
Empat tahap siklus hidup D. melanogaster adalah sebagai berikut :Telur
berukuran 0,5 mm dan berbentuk lonjong. Telur dilapisi oleh dua lapisan, yang
pertama selaput vitelin tipis yang mengelilingi sitoplsma dan yang kedua selaput
tipis tetapi kuat (korion) dibagian luar dan dianterior terdapat dua tangkai tipis.
Permukaan korion tersusun atas lapisan kitin yang kaku, berwarna putih
transparan. Pada salah satu ujungnya terdapat filamen-filamen yang mencegah
supaya tellur tidak tenggelam didalam medium (Stickberger, 1962).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva berwarna putih,
memiliki segmen, bentuknya menyerupai cacing , mulut berwarna hitam
berbentuk kait sebagai pembuat lubang. Pada stadium ini aktivitas makan semakin
meninbgkat dan geraknya relatif cepat. D. melanogaster pada tahap larva
mengalami dua kali molting. Tahap antara molting satu dengan selanjutnya
disebut instar (Instar 1, instar 2, dan instar 3) (Ashburner, 1989).
Proses perkembangan pupa sampai menjadi dewasa membutuhkan waktu
4-4,5 hari. Pada awalnya pupa berwarna kuning muda, bagian kutikula mengeras
dan berpigmen. Pada tahap ini terjadi perkembangan organ dan bentuk tubuh.
Dalam waktu yang singkat, tubuh menjadi bulat dan sayapnya menjadi lebih
panjang. Warna tubuh D. melanogaster dewasa yang baru muncul lebih mengkilap
dibandingkan D. melanogaster
113
114
berukuran lebih besar dari ukuran kromosom normal, yang biasanya disebut
kromosom raksasa. Menurut Kimball (1995), Kromosom raksasa ini memiliki
ukuran seratus kali lebih besar daripada ukuran kromosom normal. Kromosom
raksasa ini menunjukkan detail struktyur yang lebih jelas dari kromosom normal.
Kromosom ini dapat mencapai ukuran 100 kali panjangnya kromosom
tubuh, lalat dewasa atau kira-kira 500 mikron setelah dirata-ratakan, maka
panjang kromosomini dapat mencapai 1180-2000 mikron. Kromosom kelenjar
ludah memiliki lima lengan panjang yang keluar dari suatu bagian yang
dinamakan kromosenter. Kromosm ini jmuga tampak tebal daripada kromosom
biasa (Suryo, 1984).
Bentuk kromosom raksasa pada lalat buah D. melanogaster ini adalah
linear atau batang . Kromosom raksasa ini terdiri dari dua daerah yaitu pita yang
gelap dan pita terang (interband) yang terletak berselang-seling secara bergantian.
Pada daerah pita yang gelap terdapat banyak DNA. Pada daerah ini, kromatin
mengalami kondensasi atau pelipatan secara maksimal yang disebut sebagai
heterokromatin yang berperan aktif pada saat terjadi pembelahan. Heterokromatin
adalah gen yang tidak terekspresi. Sedangkan pada interband atau pita terang
terjadi kondensasi. Pada pita ini (terrang) terdapat eukromatin (gen) yang tidak
diaktifkan (Kimball, 1993).
Kromosom-kromosom memperlihatkan pola berlainan daripada kromosom
biasa karena kromosom sel kelenjar ludah terdiri dari gambaran seperti pita-pita
melintang yang tersusun atas daerah kromatis dan akromatis secara berseling.
Lebar pita-pita kromatis dan akromatis itu tiudak samna dan suatu hal yang
penting adalah sinapsis dari kromosom-kromosom itu demikian rupa sehingga
memperlihatkan kejadian pita ke pita (Suryo, 1984).
Menurut Kimball (1993), pita terang pada kromosom raksasa ini
merupakan eukromatin dengan lilitan renggang. Sedangkan pita gelap merupakan
heterokromatin dengan lilitan yang padat dan dapat mengalami kondensasi. DNA
umumnya terdapat pada pita-pita yang gelap.Bagian yang berperan aktif dalam
pembelahan adalah bagian pada pita gelap. Jumlah pita pada kromosom raksasa
dapat digolongkan menjadi 537 pita untuk kromosom X, 1032 pita pada
kromosom kedua, 1047 pita pada kromosom ketiga, dan 34 pita pada kromosom
115
keempat. Sehingga total pita adalah 2650 untuk satu genome. Pada beberapa
penelitian lain disebutkan bahwa jumlah pitanya adalah 3286.
Pada Drosophila dan manusia, fase reproduksi seksual di alami secara
ekslusif oleh sel-sel garis nutfah. Sel ini dibedakan dari sel-sel garis somatik pada
awal embriogenesis.Sel-sel ini mempunyai potensi untuk menjadi gamet serta
mengalami miosis.Potensi ini dapat diwujudkan setelah sel-sel somatik
mengalami beberapa pembelahan mitosis serta mencapai kematangan (Yatim,
1996).
116
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu jarum, pinset, objek glass, cover
glass dan mikroskop. Bahan yang digunakan yaitu larva instar 3 Drosophila
melanogaster, aquadest, dan acetoarcein 2%.
III.3. Prosedur Kerja
III.3.1. Siklus Hidup Drosophila melanogaster
Pisang dihancurkan didalam botol selai dan campurkan dengan sedikit tepung
sebagai umpan untuk memancing Drosophila melanogaster
masuk kedalam
botol. Tunggu hingga 24 jam dan tutup botol yang suda berisi kira-kira 10 ekor
Drosophila melanogaster dewasa dengan kain kasa dan ikat dengan karet gelang
dan amati siklus hidupnya selama lebih kurang satu minggu dan catat jumlah
masing-masing individu pada setiap perkembangan.
III.3.2. Giant Kromosom
Siapkan beberapa ekor larva instar 3 Drosophila melanogaster. Ambil satu ekor
dan letakkan diatas objek glass dan tetesi dengan aquadest.Bagian kepala dan
badan larva tersebut dipisahkan dengan jarum hingga putus. Selanjutnya kelenjar
lidah dari larva tersebut diamati dibawah mikroskop dan pisahkan dari organ lain.
Kemudian objek tersebut ditetesi dengan aceto ocein 2% dan diamkan selama 15
menit. Kemudian tutup dengan cover glass dan disquash. Lalu diamati dibawah
mikroskop bentuk dari giant kromosom.
117
Hari/Tanggal
Rabu/ 1 oktober
2014
2
3
4
Tetua
Fase
Jumlah
12
Kamis/ 2 Oktober
2014
Telur
50
Jumat / 3 Oktober
2014
Sabtu / 4 Oktober
2014
Telur
70
Telur
Instar I
Instar II
65
45
18
Minggu / 5 Oktober
2014
Telur
Instar I
100
45
Ciri-ciri
Jantan ekor tumpul
tubuh
coklat
muda, betina ekor
runcing
ekor
runcing
Bulat
lonjon
bewarna
putih
susu
Berwarna putih,
terlihat seperti titik
Larva instar I:
Berwarna putih,
bersegmen,
berbentuk seperti
cacing, motil
Larva instar II :
Ukuran lebih besar
Waktu
-
20 jam
2 hari
3 hari
118
Instar II
24
dibanding
larva
instar I, terlihat
adanya
warna
kehitaman
pada
bagian
anterior
larva (mulut larva)
,menggali dengan
mulut tersebut
Larva instar III:
Mulut
hitam
terlihat
jelas
berbentuk sungut,
bergerak
lebih
aktif,
ukuran
menjadi
lebih
besar
Prepupa : Tidak
ada
pergerakan,
muncul
selaput
yang mengelilingi
larva,
tubuhnya
memendek
Pupa:
Kutikula
menjadi keras dan
berpigmen, tidak
bergerak
(diam)
serta menempel di
botol
Terlihat
larva
instar II dan Larva
instar
III
berkurang
jumlahnya
Senin / 6 Oktober
2014
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
100
39
25
16
Selasa / 7 Oktober
2014
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
Prepupa
100
17
33
18
22
Rabu / 8 Oktober
2014
Kamis / 9 Oktober
2014
100
30
28
20
35
26
100
30
26
27
40
10
Jumat / 10 Oktober
2014
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
Prepupa
Pupa
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
Prepupa
Pupa
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
Prepupa
100
13
25
23
5
Jumlah
prepupa
dan
pupa
meningkat
8 hari
11
Sabtu / 11 Oktober
2014
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
Pupa
Imago
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
Prepupa
Pupa
Imago
100
30
45
23
7
Mulai
muncul
imago:
Ukuran
relatif kecil dan
kurus, berwarna
pucat, dan sayap
belum terbentang
Jumlah
pupa
bertambah
9 hari
12
Minggu / 12
Oktober 2014
100
33
46
8
6
6
5
4 hari
5 hari
6 hari
7 hari
10 hari
119
120
dan tidak bergerak lagi. Warnanya menjadi lebih coklat dan berbentuk lonjong dan
disebut dengan tahap pupa.
Pupa memiliki kutikula yang keras dan berwarna gelap. Panjangnya
sekitar 3 mm. tahap ini berlangsung sekitar 5 hari. Saat larva Drosophila
membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan
berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4. Adanya pupa ditandai
dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium (bentuk terluar
pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium pupa ini, larva
dalam keadaan tidak aktif dan larva berganti menjadi lalat dewasa (Ashburner,
1989). Sedangkan menurut Silvia (2003), fungsi utama dari pupa adalah untuk
perkembangan luar dari anlagen ke bentuk dewasa
Waktu perubahan dari telur menjadi pupa dan munculnya imago
membutuhkan waktu selama 10 hari. Imago yang terlihat memiliki cirri-ciri
memiliki ukuran relatif kecil dan kurus, berwarna pucat, serta sayap yang belum
terbentang. Pertumbuhan pada siklus hidup Drosophila melanogaster juga
dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya suhu lingkungan. Menurut
Shorrocks (1972), Drosophila melanogaster mengalami siklus selama delapan
sampai sebelas hari dalam kondisi yang ideal. Kondisi ideal yang dimaksud disini
ialah 25- 28oC.pada suhu ini lalat buah akan mengalami siklus hidup yang
optimal. Namun pada suhu rendah sekita 18oC, waktu yang diperlukan untuk
perputaran siklus hidup lebih lama yaitu 20 hari. Pada suhu 30 oC lalat dewasa
yang tumbuh akan steril.
Jenis medium perlakuan atau keteredian makanan yang ada juga
mempengaruhi jumlah keturunan dari Drosophila melanogaster yang akan
dihasilkan. Menurut Shorrocks (1972), Jumlah telur Drosophila melanogaster
yang dikeluarkan akanmenurun apabila kekurangan makanan. Lalat buah dewasa
yang kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil. Larva ini
mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal berkembang
menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa yang hanya dapat
menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini juga dipengaruhi oleh
jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva betina.
121
III ini dikarenakan umur dan kondisi larva dapat menetukan pola band pada
kromosom pakitennya. Larva instar III Drosophila melanogaster digunakan juga
karena larva tersebut sudah cukup makan dan beradaptasi dengan lingkungan.
Setelah
dilakukan
pengamatan
menggunakan
mikroskop,
a
c
dengan
122
b
Gambar 15. Giant Kromosom pada Drosophila melanogaster
Keterangan : a) kromosenter, b) band, c) interband, d) puff
(Sumber : Fankhauser, 2010)
Didapatkan hasil seperti pada gambar diatas dimana bagian tengan kromosom
terdapat kromosenter, kemudian pada bagian lengan dinamakan band (Pita gelap)
dan interband (Pita terang) . Bagian gelap dinamakan band sedangkan bagian
terang dinamakan interband. Menurut Suryo (1984) bentuk kromosom raksasa
pada lalat buah (D. melanogaster) ini adalah linear atau batang. Kromosom
raksasa ini terdiri dari dua daerah yaitu daerah pita gelap dan daerah pita terang
(interband) yang terletak berselang-selinbg secara bergantian. Pada daerah pita
yang gelap terdapat banyak DNA, pada daerah ini kromatin mengalami
kondensasi atau pelipatan secara maksimal yang disebut sebagai heterokromatin
yang berperan aktif saat terjadi pembelahan. Heterokromatin adalah gen yang
tidak terekspresi sedangkan pada interband atau pita terang terjadi kondensasi.
Pada pita terang ini terdapat eukromatin (gen yang tidak diaktifkan).
Gambar selanjutnya menjelaskan tentang struktur giant kromosom, dimana
didapatkan struktur bagian sentromer yang jelas dengan bagian band dan
interband, kromosom raksasa memiliki banyak lengan sebagaimana menurut
Yatim (1996).
123
124
DAFTAR PUSTAKA
Ashburner, M. 1989. Drosophila. A Laboratory Handbook. Coldspring Harbor
Laboratory Press. USA.
Borror. J. D, Triplehorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Universitas
Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2002. Biologi. Edisi 5.
jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Dimit, C. 2006. Drosophila melanogaster. Serial Online. http://nesources.
wardsci.com//livecare/working-drosophila/html (13 Oktober 2014)
Gardner, E.J.1991. Principle of Genetics. John Willey and Son, Inc. New York.
Goodenough, U. 1978. Genetics 2. Holt Souders. Japan, Ltd. Tokyo.
Herskowitz, I. H. 1977. Principles of Genetics. Mc Milan Publishing Company.
New York.
Henderson, D. S. 2014. Drosophila Cytogenetics Protocol. The mc graw-Hill.
New York.
Kimball, W. 1993.Biologi Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Kimball, W. 1994. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Kimball, W. 1995. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Shorrocks B. 1972. Drosophila. Ginn & Company Limited. London.
Silvia, T. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Formaldehida
Terhadap Perkembangan Larva Drosophila. Jurusan Biologi Universitas
Padjadjaran. Bandung.
125