Anda di halaman 1dari 4

Nilai Absolut Darah Katak (Fejervarya cancrivora) dan Mencit (Mus

musculus)

Afdhal Tisyan
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas, Padang, 2014.

HASIL
Tabel 1. Hasil perhitungan nilai absolut darah katak dan mencit
No. Hewan Percobaan MCV (fL) MCH (pg) MCHC (g/dL)

1. Katak 703,7 74,07 10,53

2. Mencit 31,27 3,180 10,17

Berdasarkan pengamatan didapatkan nilai MCV katak 703,7 fL dan mencit 31,27 fL.
Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil studi Coppo et al. (2005) terhadap nilai
MCV katak dan mamalia secara umum. Rata-rata MCV katak adalah 709±136 fL
sedangkan mamalia 45-65 fL. Indeks MCH rata-rata katak 157±22 pg juga lebih
tinggi daripada mamalia 16-25 pg. Nilai MCH cendrung lebih variatif dengan range
yang luas sesuai dengan kebutuhan hemoglobin. Pengamatan mendapatkan nilai
MCH katak 74,07 pg dan mencit 3,180 pg. Studi yang sama tentang konsentrasi
hemoglobin (MCHC) vertebrata umumnya, rata-rata MCHC katak 10-13 g/dL dan
pada mamalia 12-16 g/dL. Nilai ini tidak berbeda secara nyata dengan hasil
pengamatan, 10,53 g/dL (MCHC katak) dan 10,17 g/dL (MCHC mencit).
Volume rata-rata per unit sel darah merah (MCV) katak lebih tinggi daripada
mencit. Hal ini dikarenakan ukuran sel darah merah katak lebih besar dibanding sel
darah merah mencit. Menurut Wulangi (1993), sel darah merah mengalami
spesialisasi struktural sesuai tingkat organisasi hewan. Hewan amphibia memiliki
eritrosit berinti dan berukuran lebih besar dan lonjong, sedangkan sel darah merah
mamalia tidak berinti cendrung kecil dan berbentuk bulat bikonkaf.
Bentuk eritrosit katak adalah elipsoid. Studi Coppo et al. (2005)
menunjukkan dimensi eritrosit katak (panjang × luas) adalah 24.2 × 16.2 µm
sedangkan pada mamalia lebih kecil, 3.2 × 9.6 µm. Eritrosit katak memiliki nukleus
ovoid terorientasi di tengah sel (Arserim and Mermer, 2008). Nukleus katak ini
terbentuk dari kondensasi kromatin seiring penambahan usia sel. Inilah yang
mengakibatkan eritrosit katak dewasa secara umum lebih luas daripada burung,
mamalia, reptil dan vertebrata yang lebih rendah (Campbell, 2004), sehingga pada
praktikum didapatkan nilai MCV katak yang lebih besar daripada mencit. Hal serupa
juga disebutkan Ruri et. al. (2008) bahwa dengan bertambah besarnya ukuran
eritrosit maka nilai MCV juga semakin besar.
Jumlah hemoglobin rata-rata per unit sel darah merah (MCH) katak juga
memiliki pola yang hampir sama dengan MCV yaitu cendrung lebih besar daripada
mencit. Tingginya MCH dikarenakan luas permukaan sel darah merah katak lebih
besar daripada sel darah merah mencit. Menurut Wulangi (1993), dengan ukuran sel
darah merah yang kecil sehingga menjadikan luas permukaan per unit eritrosit lebih
besar. Pada Mamalia luas permukaan eritrosit cendrung lebih kecil daripada
vertebrata lain, namun dengan banyaknya jumlah eritrosit yang disintesis maka akan
semakin luas bidang totaal fiksasi hemoglobin di permukaan sel darah merah, bahkan
jika dibandingkan dengan vertebrata lain.
Jumlah hemoglobin per satuan eritrosit (MCH) yang rendah pada mencit
merupakan konsekuensi dari penurunan volume eritrosit (MCV). Katak yang
memiliki MCV lebih besar memiliki MCH yang besar pula. Hal ini sesuai dengan
Simmons (1980) yang menyatakan, bahwa MCH akan meningkat selaras dengan
peningkatan ukuran eritrosit (MCV) dan begitu juga sebaliknya. Kenaikan MCH
dekat hubungannya dengan peningkatan MCV (Santoso, et al., 2000). Artinya
volume eritrosit katak yang besar mengakibatkan besarnya permukaan eritrosit
dengan hemoglobin yang terintegrasi di permukaan tersebut, namun tidak
menjelaskan apakah di setiap satuan luas permukaan memiliki jumlah hemoglobin
yang lebih banyak daripada mencit.
Katak memiliki adaptasi yang berbeda dengan mencit berhubungan dengan
jumlah darah. Katak menyesuaikan kondisi internalnya dengan perubahan
lingkungan karena katak merupakan hewan poikiloterm. Menurut Abdo (2013)
jumlah eritrosit amphibia meningkat untuk beradapatasi di lingkungan dingin.
Sedangkan pada mamalia tidak terjadi karena suhu tubuh relatif konstan. Hal serupa
juga terjadi dengan konsentrasi haemoglobin katak yang dipengaruhi suhu
lingkungan. Jika suhu lingkungan semakin dingin maka nilai MCH akan semakin
kecil, karena nilai MCH berbanding terbalik dengan jumlah eritrosit. Pengukuran
nilai darah dilaksanakan di suhu ruang sehingga nilai MCH cendrung tinggi
dibanding dengan nilai MCH mencit dengan suhu tubuh relatif konstan.
Kadar hemoglobin per satuan volume total eritrosit (MCHC) memperlihatkan
perbedaan yang tidak terlalu signifikan antara mencit dan katak. Hal tersebut
dikarenakan peningkatan kadar hemoglobin total tidak terlalu signifikan dengan
persen peningkatan hematokrit. Maka walaupun volume eritrosit katak lebih besar
dibandingkan mencit, tetap saja nilai hematokrit dan kadar hemoglobin mencit jauh
lebih tinggi. Menurut Asri (2010) stabilnya nilai MCHC dimungkinkan karena
adanya keseimbangan rasio perbandingan antara kadar hemoglobin total dengan nilai
hematokrit sebab nilai MCHC tergantung pada kadar hemoglobin total dan nilai
hematokrit.
Eritrosit amphibia memiliki kolerasi negatif terhadap tingkat metabolisme.
Hubungan ini dapat dijelaskan dengan lebih kecilnya luas permukaan sel darah
merah terhadap ratio volume pada sel yang lebih besar mengakibatkan pertukaran
oksigen berlangsung kurang efisien. Hal ini dibuktikan Das and Mahapatra (2013)
dengan semakin kecilnya ukuran eritrosit tidak diimbangi peningkatan konsentrasi
hemoglobin (MCHC) katak seiring kenaikan altitude.
REFERENSI

Abdo, K. S. A. 2013. Impact of Cold Stress on Haematological and Biochemical


parameters of Yemeni toad (Bufo tihamicus). RJPBCS 4 (3): 1059-1063.

Arserim S. K. and A. Mermer. 2008. Hematology of the Uludağ Frog, Rana


macrocnemis Boulenger, 1885 in Uludağ National Park (Bursa, Turkey). E.U.
Journal of Fisheries & Aquatic Sciences, 25(1) : 39–46.

Asri R. K. 2010. Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Valerian pada Tikus Wistar: Studi
terhadap Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Campbell, T. W. 2004. Hematology of Lower Vertebrates. 55th Annual Meeting of


the American College of Veterinary Pathologists (ACVP). American College
of Veterinary Pathologists & American Society for Veterinary Clinical
Pathology, Middleton WI, USA.

Coppo, J. A., B. Norma, Mussart and S. A. Fioranelli. 2005. Blood and urine
physiological values in farm-cultured Rana catesbeiana (Anura: Ranidae) in
Argentina. Biology trop,  53 (3) 2005.

Das M. and P. K. Mahapatra. 2013. Hematology of Wild Caught Dubois’s Tree Frog
Polypedates teraiensis, Dubois, 1986 (Anura: Rhacophoridae). The Scientific
World Journal, 2014.

Ruri, F., N. D. Abbas dan R. B. Herman. 2008. Pengaruh Suplemen Asam Amino
terhadap Ketahanan dan Kekuatan Otot Mencit Putih (Mus musculus L.).
Jurnal Bionatura, 10 (2): 141-154.

Santoso, P., N. D. Abbas and W. Munir. 2000. Acute Toxicity Effects Of Ethyl-3
Stephania Hernandifolia Walp. Alkaloid on Hematological Values of Albino
Mice (Mus musculus L.). Universitas Andalas. Padang.

Simmons, A. 1980. Technical Hematology 3th Edition. J. B. Lippincott company.


Philadelphia.

Wulangi, S.K. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Institute Teknologi Bandung.


Bandung.

Anda mungkin juga menyukai