Anda di halaman 1dari 10

METAMORFOSIS KATAK

Oleh :
Nama : Rahma Adilah
NIM : B1A015074
Rombongan : II
Kelompok :1
Asisten : Sarah Nurul Fadilah

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Metamorfosis adalah proses perkembangan dari bentuk larva ke bentuk


dewasanya. Selama metamorfosis, proses-proses perkembangan diaktifkan kembali
oleh hormon-hormon spesifik dan keseluruhan organisme berubah untuk
mempersiapkan dirinya pada model baru. Anura (katak dan toad, amfibi tak berekor),
perubahan metamorfosis lebih dramatik dan hampir setiap organ menjadi objek
modifikasi. Perubahan-perubahan regresif menyertakan hilangnya gigi tanduk berudu
dan insang internal, termasuk juga pemendekan ekor (Brotowidjoyo, 1983).
Tipe-tipe metamorfosis menurut (Nasaruddin, 2008), diantaranya adalah :
1. Metamorfosis sempurna atau yang biasa dikenal dengan sebutan holometabola
melewati tahapan-tahapan pertumbuhan selayaknya, dimulai dari telur, larva,
pupa, hingga dewasa. Contoh hewan yang biasanya mengalami metamorfosis
secara sempurna adalah kupu-kupu dan katak.
2. Metamorfosis tidak sempurna atau yang biasa dikenal dengan sebutan
hemimetabola melewati tahapan pertumbuhan yang hanya melewati dua proses,
yaitu proses telur menjadi nimfa dan hewan dewasa. Proses metamorfosis tidak
sempurna seperti ini dapat kalian temui pada serangga, seperti belalang, capung,
jangkrik, dan nyamuk.
Praktikum metamorfosis kali ini menggunakan berudu yang akan
bermetamorfosis menjadi katak. Katak merupakan hewan yang paling banyak
dipelajari perjalanan metamorfosisnya dibandingkan dengan hewan metamorfosis
lain. Perubahan drastis metamorfosis pada kelompok amfibi telah banyak diteliti
sehingga banyak hal yang dapat diketahui. Metamorfosis pada katak mengalami
perubahan metamorfik yang terjadi melalui tiga tahapan, antara lain,
premetamorfosis, prometamorfosis dan metamorfik klimak (Kimball,1992).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengenali struktur tubuh
larva atau berudu berhabitat akuatik dan perubahan-perubahan yang terjadi selama
metamorfosis larva amfibi menjadi katak dewasa berhabitat terestrial.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah baskom untuk
medium inkubasi, loop, kertas label, milimeter blok, saringan teh, berudu katak
stadium tunas ekor sebanyak 10 ekor, air, daun bayam rebus sebagai makanan untuk
berudu.
B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:


1. Sebanyak 10 ekor berudu dengan stadium tunas ekor disediakan .
2. Berudu-berudu dipilih yang berukuran sama dan pada stadium yang sama (tunas
ekor), serta belum memiliki tunas kaki.
3. Pada awal pengamatan diukur panjang total tubuh berudu, panjang ekor, dan
lebar kepala berudu. Dicatat data pada tabel pengamatan.
4. Diamati bagian ventral berudu sehingga tampak bagian yang belum
terpigmentasi, diamati pola pelipatan saluran pencernaannya dan membra depan
serta belakang berudu.
5. Berudu dipelihara pada baskom plastik dan diisi air selama 2 minggu.
6. Berudu diberi pakan daun bayam yang telah direbus setiap dua hari sekali.
7. Air tempat pemeliharaan berudu diganti tiap tiga hari sekali.
8. Pada minggu pertama dan kedua setelah pemeliharaan, dilakukan kembali
prosedur ke 3 dan 4. Serta diamati ada tidaknya tunas kaki yang terbentuk.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Tabel pengamatan metamorfosis berudu kelompok 1

Pengukuran hari ke-

0 7 14
Berudu
PT PE LK PT PE LK PT PE LK
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 12 7 3 14 8 4 15 9 3

2 11 6 3 16 11 4 15 9 3

3 13 8 3 15 9 3 13 9 3

4 11 7 4 15 9 3 13 9 3

5 11 7 3 15 10 4 14 9 3

6 11 7 3 14 10 3 12 9 3

7 12 8 3 16 9 4 14 9 4

8 11 7 4 15 9 4 14 9 3

9 13 8 3 15 9 5 15 9 4

10 11 6 4 16 10 4 13 9 3

Rata-rata 11,6 7,1 3,3 15,1 9,4 3,8 13,8 9 3,2

Lokomosi Ekor (10 ekor) Ekor (10 ekor) Berudu mati

Belum terpigmentasi
Belum terpigmentasi (3 ekor)
Usus Berudu mati
(10 ekor) Sudah terpigmentasi
(7 ekor)

Pertunasan
Membra Belum ada (10 ekor) Belum ada (10 ekor) Berudu mati
Depan

Pertunasan
Membra Belum ada (10 ekor) Belum ada (10 ekor) Berudu mati
Belakang
Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3

Keterangan :

PT : Panjang Tubuh
PE : Panjang Ekor
LK : Lebar Kepala
a. Gambar 1 : Berudu stadium tunas ekor (Hari ke 0)
b. Gambar 2 : Berudu pengamatan hari ke 7
c. Gambar 3 : Berudu pengamatan hari ke 14
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan dari kelompok 1 menunjukkan


bahwa perkembangan berudu mengalami peningkatan selama 2 minggu. Berudu
masih berenang dengan ekornya, usus masih memanjang dan perutnya transparan.
Pertunasan membra depan dan belakang belum terbentuk. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan
lingkungan asli tempat berudu berasal. Kondisi tersebut dapat dimisalkan dengan
kondisi air yang kotor. Menurut Gilbert (2000) Katak dewasa hidup di darat,
pernafasannya dengan paru-paru. Selain dengan paru-paru, oksigen dapat berdifusi
dalam rongga mulut yaitu melalui selaput rongga mulut dan juga melalui kulit.
Permukaan kulit katak selalu basah dan lembab sehingga memungkinkan oksigen
dapat berdifusi ke dalam kulit tersebut.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa rata-rata panjang tubuh pada
minggu ke-0 adalah 11,6 mm. Rata-rata panjang tubuh minggu ke-1 adalah 15,1 mm.
Rata-rata panjang tubuh minggu ke-2 adalah 13,8 mm. Berdasarkan data tersebut
panjang tubuh berudu naik kemudian tidak terjadi kenaikan lagi tetapi mengalami
penurunan. Rata-rata panjang ekor pada minggu ke-0 adalah 7,1 mm, Rata-rata
panjang ekor minggu ke-1 adalah 9,4 mm. Rata-rata panjang ekor minggu ke-2
adalah 9 mm. Berdasarkan data tersebut panjang ekor berudu mengalami kenaikan
kemudian penurunan. Rata-rata lebar kepala pada minggu ke-0 adalah 3,3 mm. Rata-
rata lebar kepala minggu ke-1 adalah 3,8 mm. Rata-rata lebar kepala minggu ke-2
adalah 3,2 mm. Berdasarkan data tersebut lebar kepala berudu mengalami kenaikan
kemudian penurunan.
Metamorfosis pada amfibi dimulai dari perubahan larva yang disebut berudu
menjadi dewasa. Daur amfibi pada umumnya, telur diletakkan di dalam air. berudu
akan keluar dari telur, dan berenang bebas di dalam air. Berudu memilik insang,
ekor, dan mulut lingkaran kecil. Berudu akan tumbuh, hingga ia bermetamorfosis.
Metamorfosis dimulai dari perkembangan membra belakang, kemudian membra
depan (Djuhanda, 1984). Kebanyakan amfibi memiliki dua periode yang berbeda
dari pengembangan; embriogenesis yang menghasilkan pembentukan tahap larva,
dan metamorfosis yang mengubah larva menjadi dewasa. Transformasi metamorf
paling dramatis terjadi pada katak di mana hampir setiap jaringan akan direnovasi
(Johnson et al., 2015).
Siklus awal metamorfosis dimulai dari katak betina dewasa yang bertelur,
kemudian telur tersebut akan menetas setelah 10 hari. Telur katak tersebut menetas
menjadi berudu. Berudu mempunyai insang luar yang berbulu untuk bernapas,
setelah berumur 2 hari. Insang berudu akan tertutup oleh kulit setelah berumur 3
minggu. Kaki belakang berudu akan terbentuk, kemudian membesar ketika kaki
depan mulai muncul menjelang umur 8 minggu. Umur 12 minggu, kaki depannya
mulai berbentuk, sedangkan ekornya menjadi pendek serta bernapas dengan paru-
paru. Katak tersebut akan berubah menjadi katak dewasa setelah pertumbuhan
anggota badannya sempurna (Kimball, 1992).
Menurut Kimball (1992) Perubahan metamorfik terjadi melalui tiga tahapan,
antara lain :
a. Premetamorfosis yaitu pertumbuhan larva sangat dominan.
b. Prometamorfosis, pertumbuhan berlanjut dan beberapa perkembangan berubah
seperti mulai munculnya membra belakang.
c. Metamorfik klimak, dimulainya perkembangan membra depan dan merupakan
suatu peroide perubahan morfologi dan fisiologi yang luas dan dramatik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metamorfosis selama praktikum yaitu
meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan
antara lain kualitas air, adanya parasit serta jumlah pakan yang tersedia. Faktor
internal meliputi perbedaan umur, kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya
dan adanya ketahanan terhadap penyakit (Sanuy et al., 2008).
Metamorfosis amfibi dikontrol oleh dua hormon yang diproduksi oleh
kelenjar yang diregulasi lagi oleh otak. Hormon metamorfosis amfibi yang utama
adalah hormon thyroid, yang serupa dengan ecdyson pada metamorfosis seranga.
Hormon ini diproduksi dalam kelenjar thyroid yang terletak pada bagian ventral dari
trachea pada leher. Komponen aktif dari hormon thyroid adalah thyroxine (T4) dan
triiodothyronine (T3), keduanya merupakan derivat dari asam amino tyrosine. T3,
yang secara umum terlihat sebagai komponen yang lebih aktif, juga disintesis dari T4
dalam jaringan lain dari kelenjar thyroid. Ketika kelenjar thyroid dipindahkan dari
berudu muda, mereka umbuh menjadi berudu dewasa yang tidak pernah mengalami
metamorfosis. Sebaliknya, ketika hormone thyroid diberikan pada berudu muda
dengan makanan atau injeksi, mereka bermetamorfosis secara prematur. Hormon
thyroid bekerja pada sel target melalui reseptor thyroid, reseptor sitoplasma yang
termasuk ke dalam superfamili yang sama seperti reseptor ecdyson (Radiopoetro,
1986).
Tingkat antara perlakuan kepadatan (via setara per kapita tingkat makanan)
untuk menguji hipotesis bahwa kepadatan larva dapat metamorfosa pengaruh waktu
secara independen dari laju pertumbuhan larva. Berudu pada kepadatan tinggi
bermetamorfosa lebih awal dari berudu pada kepadatan rendah meskipun tumbuh
pada tingkat yang sama. Makanan pengurangan tidak mempercepat metamorfosis.
Hasil ini mendukung hipotesis yang densitas dapat menjadi isyarat yang cukup untuk
memulai metamorfosis independen dari laju pertumbuhan. Dalam larva amfibi,
metamorfosis parameter mempengaruhi kebugaran. Pengaruh kepadatan terhadap
metamorfosis telah dibuktikan untuk membawa masuk ke dalam remaja periode
dengan hasil yang dibangkitkan pada kepadatan larva rendah biasanya bentuknya di
ukuran lebih besar, bertahan lebih baik, memiliki toko-toko lipid yang lebih besar,
memiliki ketahanan yang lebih tinggi untuk parasit, dan telah meningkatkan
kemungkinan untuk berkembang biak dan menghasilkan ukuran yang lebih besar
kopling (Richter, et al., 2009).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa


kesimpulan bahwa :
1. Struktur tubuh larva atau berudu meliputi kepala, badan, ekor, usus yang spiral
dan transparan, lokomosi menggunakan ekor, bernafas dengan insang dan
berhabitat akuatik. Sedangkan katak dewasa menggunakan membra depan dan
belakang pada lokomosinya, ususnya pendek, bernafas dengan paru-paru dan
berhabitat terestrial.
2. Perubahan yang terjadi selama metamorfosis pada berudu hingga katak dewasa
adalah tumbuhnya kaki depan, tumbuhnya kaki belakang, menghilangnya ekor,
terpigmentasinya bagian ventral tubuh, perubahan usus dari spiral dan panjang
menjadi lurus dan pendek, perubahan alat pernapasan dari insang menjadi paru-
paru dan perubahan habitat dari akuatik menjadi terestrial.
B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam praktikum kali ini adalah pada saat
memelihara larva atau berudu harus hati-hati dan dirawat dengan benar agar berudu
tidak mati terutama saat tahap metamorfosis berudu menjadi katak muda. Karena
saat itu keadaan berudu menjadi sangat rentan. Pada saat mengganti air sebaiknya
jangan menggunakan air kran tetapi menggunakan air sawah sebagai habitat aslinya
dan pada saat penggantian air dan pemberian makan sebaiknya dibagi menjadi
beberapa shift tiap rombongan agar tida menumpuk.
DAFTAR REFERENSI

Brotowidjoyo, M. D. 1990. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.


Djuhanda, T. 1984. Analisa Struktur Vertebrata 2. Bandung: Armico.
Gilbert. S.F. 2000. Developmental Biology. Massachusetts: Sinaur Associates.
Johnson, K., J. Quiggins ., R. Barnfield & D.H Jennings. 2015. Jaw Muscle
Development and Metamorphosis in Tadpoles of Eastern Narrowmouth Toads
(Gastrophryne carolinensis: Microhylidae). Transactions of the Illinois State
Academy of Science,108:29-34.
Kimball, T. 1992. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Kimball, T. 2000. Biologi Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Nasaruddin. 2008. Karakteristik Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kodok
Raksasa (Limnonectes cf. grunniens). Jurnal Veteriner. Vol (9): 182-187.
Radiopoetro. 1986. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Rictier, J., Martin L & Beachy C. 2009. Increased Larval Density Induces
Accelerated Metamorphosis Independently of Growth Rate in The Natterjack
Toad (Bufo calamita) in A Semi-arid Zone. Journal of Animal Biodiversity
and Conservation, 31(1):41-46.
Sanuy, D., Oromi N & Galofre A. 2008. Effects of Temperature on Embryonic and
Larval Development and Growth in The Natterjack Toad (Bufo calamita) in
A Semiarid zone. Journal of Animal Biodiversity and Conservation, 31
(1):41 46.

Anda mungkin juga menyukai