A. Latar Belakang
B. Tujuan
Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan umum untuk
mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Walaupun
dalam masa Koch, dikenal beberapa penyebab infektif yang memang bertanggung
jawab pada suatu penyakit dan tidak memenuhi semua postulatnya. Usaha untuk
menjalankan postulat Koch semakin kuat saat mendiagnosis penyakit yang
disebabkan virus pada akhir abad ke-19. Pada masa itu virus belum dapat dilihan
atau diisolasi dalam kultur. Kini, beberapa penyebab infektif diterima sebagai
penyebab penyakit walaupun tidak memenuhi semua isi postulat. Oleh karena itu,
dalam penegakkan diagnosis mikrobiologis tidak diperlukan pemenuhan keseluruhan
postulat (Isnawati, 2009).
Perkembangan suatu penyakit pada tumbuhan inang didukung oleh tiga
faktor, yaitu inang yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan
yang mendukung. Patogen terbukti memiliki daya virulensi yaitu keberhasilan untuk
menyebabkan suatu penyakit sebagai ekspresi dari patogenisitas. Gejala layu dan
rontok pada daun seiring dengan perkembangan bercak dapat diduga sebagai akibat
dari substansi-substansi yang disekresikan oleh patogen dalam mekanisme
penyerangannya untuk melumpuhkan inang. Kelompok-kelompok utama
substansi yang disekresikan patogen ke dalam tubuh tumbuhan yang
menyebabkan timbulnya penyakit, baik langsung atau tidak langsung
adalah enzim, toksin, zat pengatur tumbuh dan polisakarida (Semangun, 1996).
Salah satu metode isolasi patogen yang cukup mudah dilakukan adalah
postulat Koch. Postulat Koch atau Postulat Henle-Koch ialah 4 kriteria yang
dirumuskan Robert Koch pada 1884 dan disaring dan diterbitkannya pada 1890.
Menurut Koch, keempatnya harus dipenuhi untuk menentukan hubungan sebab-
musabab antara parasit dan penyakit (Semangun, 1996).
Robert Koch pada tahun 1883 menganjurkan 3 ketentuan dan oleh E.F. Smith
pada tahun 1905 ditambah dengan satu ketentuan lagi. Menurut Koch, keempatnya
harus dipenuhi untuk menentukan hubungan sebab dan akibat antara parasit dan
penyakit. Koch menerapkannya untuk untuk menentukan etiologi antraks dan
tuberkulosis, namun semuanya telah diterapkan pada penyakit lain (Iqbal, 2010).
Ketentuan-ketentuan untuk pembuktian penyebab penyakit, dikenal dengan Uji
Postulat Koch yaitu :
Penyebab penyakit harus selalu berasosiasi dengan tanaman sakit
Penyebab penyakit harus dapat diisolasi dan tumbuh pada biakan murni
Jika inang yang sakit diinokulasi dengan patogen dari biakan murni maka
gejala penyakit yang sama akan timbul
Patogen yang sama harus dapat diisolasi dari tanaman yang sakit tersebut
(reisolasi).
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baki, cawan petri, labu
Erlenmeyer, pipet tetes, wrapper, botol selai, alumunium foil, beaker glass, cover
glass, object glass, korek api, jarum ose, LAF, bunsen, mikroskop, scalpel, pinset,
buku identifikasi, timbangan, sendok, dan sprayer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuades, alkohol
70%, media PDA, tissue, kertas label, inokulum patogen Fusarium sp., tanaman uji
yaitu kangkung (Ipomoea aquatica), cabai (Capsium annum), dan terong (Solanum
melongena).
B. Metode
Inkubasi Dipindahkan ke
selama 7 x 24 dalam media
jam PDA
2. Peremajaan
Inkubasi 4 x 24 jam
3. Identifikasi
Diinokulasikan sebanyak
Didinginkan Sterilisasi di
3 plug dan diinkubasi
autoklaf 121 0C
hingga tumbuh miselium.
selama 15 menit
6. Reisolasi
8. Identifikasi
A. Hasil
Kelompok
No Pengamatan 1 2 3 4 5 6
MAKROSKOPIS
1 Warna koloni Putih Hijau Putih-Pink Putih Putih Putih
2 Tepi koloni Bergerigi Kasar Halus Bergerigi Kasar Bergerigi
Warna sebalik Putih Putih
3 Kuning Hijau Putih-Pink Putih
koloni Kekuningan Kekuningan
Tekstur
4 Halus Kasar Halus Halus Halus Kasar
permukaan
5 Pola penyebaran Tersebar Radial Konsentris Konsentris Konsentris Konsentris
MIKROSKOPIS
1 Konidium
a. Ada/tidak Tidak Tidak Ada Tidak Ada Ada
b. Bentuk - - - - - Lonjong
2 Hifa
a. Septat/aseptat - - Septat Septat Septat -
Sclerotium T. Fusarium Nematoctonus
3 Nama spesies Fusarium sp. Fusarium sp.
sp. Harzianum sp. sp.
Interpretasi - - + + + -
Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
virus yang menginfeksi suatu tumbuhan. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19
sebagai panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan
dengan teknik tertentu. Walaupun dalam masa Koch, dikenal beberapa penyebab
infektif yang memang bertanggung jawab pada suatu penyakit dan tidak memenuhi
semua postulatnya. Usaha untuk menjalankan postulat Koch semakin kuat saat
mendiagnosis penyakit yang disebabkan virus pada akhir abad ke-19. Masa itu virus
belum dapat dilihat atau diisolasi dalam kultur. Hal ini merintangi perkembangan
awal dari virologi (Semangun, 1996).
Postulat Koch menjelaskan bahwa mikroorganisme dikatakan sebagai
penyebab penyakit bila memenuhi kriteria berikut (Iqbal, 2010):
1. mikroorganisme penyebab penyakit selalu berasosiasi dengan gejala penyakit
yang bersangkutan,
2. mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat diisolasi pada media buatan
secara murni,
3. mikroorganisme penyebab penyakit hasil isolasi harus dapat menimbulkan gejala
yang sama dengan gejala penyakitnya, apabila diinokulasikan, dan
4. mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat direisolasi dari gejala yang
timbul hasil lnokulasi.
5. Adanya kriteria tersebut menjadi jalan ditemukannya berbagai bakteri penyebab
berbagai penyakit dalam waktu yang cukup singkat (kurang dari 30 tahun).
Penemuan virus, adanya bakteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit serta
adanya penyakit tertentu yang ditimbulkan oleh lebih dari 1 mikroorganisme
memerlukan modifikasi dari postulat Koch dengan menggunakan perangkat
metabolisme sel inang untuk membentuk seluruh komponen virus (Streets, 1972).
Bobot segar dan kering, tinggi bibit, panjang akar dan akar bobot tanaman
juga ditentukan pada akhir percobaan. Akar gejala yang aseptik berlapis pada PDA
untuk menyelesaikan postulat Koch. Semua eksperimen dilakukan dua kali (Erper et
al., 2013). Tujuan dari praktikum Postulat Koch adalah untuk memberikan
pemahaman praktek Postulat Koch dalam penularan penyakit tanaman yang
disebabkan oleh virus tumbuhan. Khususnya mengetahui bagaimana cara penularan
virus dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain menggunakan metode sap, karena
sangat penting untuk penelitian virus dalam laboratorium (Streets, 1972).
Tanaman terong (Solanum melongena L), termasuk dalam family solanceae
yang menghasilkan biji, (Spermatophyta) dan biji yang dihasilkan berkeping dua.
Beberapa jenis terung yang sangat di kenal oleh masyarakat indonesia yaitu terung
kopek yang mempunyai buah besar dan berbentuk bulat agak memanjang dengan
ujung buah tumpul, terung craigi dan yang mempunyai buah berukuran sedang dan
berbentuk bulatan memanjang sehingga tampak lebih langsungdengan ujung buah
meruncing, terung yang berbentuk bulat yang memiliki bentuk buah yang bulat
seperti terung pendek (Mahmud, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis yang dilakukan,
didapatkan patogen Fusarium sp. Cendawan tular tanah, Fusarium sp., merupakan
penyakit utama pada tanaman jagung selain bulai, hawar daun, karat, dan busuk
pelepah. Penyebaran penyakit ini sangat luas di negara beriklim tropis dan subtropis
di berbagai negara Asia, Eropa, dan Afrika. Cendawan Fusarium dapat menginfeksi
berbagai jenis tanaman, hewan, dan bahkan manusia (Soenartiningsih et al., 2016).
Cendawan tular tanah Fusarium sp. juga menghasilkan toksin (Fusariotoksin) yang
berbahaya bagi konsumen karena dapat menyebabkan keracunan. Cendawan
Fusarium sp. juga mengeluarkan mikotoksin sebagai hasil biosintensis. Mikotoksin
yang dihasilkan cendawan Fusarium selain menginfeksi tanaman jagung, juga dapat
menginfeksi berbagai macam komoditas pertanian. Dibandingkan dengan cendawan
Aspergillus sp. dan Penicillium sp. semua spesies dari cendawan Fusarium sp.
menghasilkan mikotoksin karena sering mengkontaminasi bahan pangan dan pakan.
Diperkirakan bahwa setiap tahunnya antara 25-50% komoditas pertanian di dunia
terkontaminasi oleh mikotoksin. Mikotoksin cendawan Fusarium yang bersifat
toksik mulai dikhawartirkan sejak ditemukan kandungan aflatoksin yang
menyebabkan Turkey X disease pada tahun 1960. Mikotoksin ini menyebabkan
kematian 100.000 ekor kalkun di Inggris. Sejak itu mulai diteliti mengenai adanya
jenis-jenis mikotoksin yang berbahaya bagi manusia dan hewan. Oleh karena itu,
dalam pengendalian penyakit Fusarium diperlukan strategi pengendalian sejak awal
melalui pengelolaan pertanaman secara baik, yang meliputi penggunaan varietas
toleran, pengendalian kimiawi dan hayati secara terpadu, serta penanganan panen
dan pascapanen (Soenartiningsih et al., 2016).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah sebaiknya dalam melakukan
pemindahan sampel bagian yang sakit ke dalam media agar lebih berhati-hati
kembali agar terhindar dari terjadinya kontaminasi patogen lainnya.
DAFTAR REFERENSI