OLEH :
NURJATMI PUTERI MAYANG SARI (1310421043)
KELOMPOK : 1 C GANJIL
ANGGOTA KELOMPOK :
1. MUHAMMAD ARIF (1310421083)
2. INTAN RIEZA SATIOVA (1310422011)
3. SUCI MAYASTIK KASTIKA (1310422015)
4. NISSA ARIFA (1310422023)
ASISTEN PENDAMPING : 1. FAUZIAH
2. ROZA PUSPITA
Herpetofauna berasal dari kata herpeton yaitu binatang melata. Dahulu, sebelum
ilmu taksonomi berkembang maju, amfibi dan reptil dimasukkan menjadi satu
kelompok hewan karena dianggap sama-sama melata. Dengan berkembangnya
ilmu, mereka kini menjadi dua kelompok terpisah. Kedua kelompok ini masuk ke
dalam satu bidang yaitu ilmu herpetologi karena mereka mempunyai cara hidup
dan habitat yang hampir serupa, sama-sama satwa vertebrata ektotermal
(membutuhkan sumber panas eksternal), serta metode untuk pengamatan dan
koleksi yang serupa (Kusrini, et al., 2008).
Herpetofauna Sumatera kurang diteliti dibandingkan Pulau Jawa. Hal ini
terlihat dari tabulasi Amphibi dari ordo Anura yang hanya berjumlah 90 spesies,
ini jauh lebih kecil jika dibandingkan Anura yang telah diketahui di Kalimantan
yaitu 148 spesies dengan luas daerah yang lebih besar dan Semananjung Malaysia
dengan seratus satu spesies dengan luas area yang lebih kecil (Inger and Voris,
2001). Menurut David and Vogel (1996) dengan tingginya proporsi dari hewan
endemik di Sumatera yaitu sebesar 20,3% menjadikan pulau Sumatera menempati
peringkat pertama dalam hal kekayaan spesies dari hewan-hewan herpetofauna
untuk kawasan Asia.
Amphibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bio yang berarti
hidup. Secara harfiah amphibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam,
yakni dunia darat dan air. Amphibi dikenal sebagai hewan bertulang belakang
yang suhu tubuhnya tergantung pada lingkungan, mempunyai kulit licin dan
berkelenjar serta tidak bersisik. Sebagian besar mempunyai anggota gerak dengan
jari (Zug, 1993).
Amphibi merupakan hewan poikilotermik yang memiliki metabolisme
darah rendah atau dapat dikatakan hewan berdarah dingin. Oleh karena itu hewan
ini tidak mampu makan dalam waktu yang relatif lama. Amphibi sangat peka
terhadap perubahan lingkungan. Kepekaan ini dapat dijadikan sebagai indikator
terjadinya perubahan lingkungan disekitarnya. Dampak perubahan lingkungan
terlihat pula pada penurunan populasi yang disertai turunnya keanekaragaman
jenis kodok (Jasin, 1992).
Kelas Amphibi memiliki tiga ordo yaitu Gymnophiona, Caudata dan
Anura. Ordo Caudata memang tidak terdapat di Indonesia dan hanya ditemukan
didaerah temperata. Daerah terdekat yang dihuni oleh anggota ordo ini adalah
Vietnam Utara, Laos, dan Thailand Utara. Ordo Gymnophiona sulit ditemukan
karena kebiasaan hidup mereka di dalam liang-liang tanah (fossorial) dan hanya
keluar dari tanah ketika hujan lebat terjadi. Perairan yang keruh menyebabkan
sulitnya menemukan spesies dari ordo ini. Bentuk morfologinya yang menyerupai
cacing dan aktif pada malam hari dan membutuhkan perairan yang bersih
membuat spesies dari ordo ini sulit ditemukan (Mistar, 2003).
Ordo Anura secara morfologi mudah dikenal, karena struktur tubuhnya
seperti berjongkok di mana ada empat kaki untuk melompat, bentuk tubuh
pendek, leher yang tidak jelas, tanpa ekor, mata melotot dan memiliki mulut yang
lebar. Tungkai belakang selalu lebih panjang dibanding tungkai depan. Tungkai
depan memiliki 4 jari sedangkan tungkai belakang memiliki 5 jari. Kulitnya
bervariasi dari yang halus hingga kasar bahkan tonjolan-tonjolan tajam kadang
ditemukan seperti pada famili Bufonidae. Ukuran katak di Indonesia bervariasi
mulai dari yang terkecil yakni 10 mm hingga yang terbesar mencapai 280 mm
(Iskandar, 1998). Katak di Sumatera diketahui berukuran antara 20 mm – 300 mm
(Mistar, 2003).
Anura sebagai indikator biologi di alam memiliki kepekaan yang tinggi
terhadap perubahan yang terjadi pada habitatnya. Penurunan populasi Anura di alam
mengakibatkan keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem terganggu
(Nurcahyani, Kanedi dan Kurniawan, 2009). Keberadaan amphibi sangat dipengaruhi
kondisi iklim, tanah, topografi dan vegetasi, baik dalam areal yang sempit ataupun
luas, dimana semua akan saling berhubungan dan membentuk komunitas biotik.
Salah satu ordo Anura yang umum ditemukan dari famili Bufonidae. Penyebaran dari
famili Bufonidae dengan spesies B. melanostictus dimulai dari India, Indocina sampai
ke Indonesia, sedangkan penyebaran B. asper dimulai dari Indocina sampai ke
Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera Barat kedua spesies tersebut ditemukan
dari 384-1500 mdpl dan belum diketahui lebih jelas mengenai filogenetik khususnya
sungai barat dan timur serta Bukit Barisan seperti yang ada di pulau Sumatera
(Alikodra, 1979; Iskandar, 1998; Mistar dan Iskandar, 2003).
Ordo Gymnophiona (sesilia) merupakan satu-satunya ordo dari amfibi
yang tidak mempunyai tungkai. Sesilia sangat mirip dengan cacing tapi
mempunyai mulut dan mata yang jelas, biasanya terdapat garis kuning pada sisi
bagian tubuhnya. Kemudian ordo ketiga adalah ordo Caudata (salamander)
mempunyai empat tungkai, mempunyai mata yang jelas dan mulut yang jelas
(Mistar, 2003).
Amphibi adalah kelas dari vertebrata yang dianggap setingkat lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas Pisces, hal ini dikarenakan sebagai bentuk peralihan
dari kehidupan air ke kehidupan darat. Ciri-ciri dari hewan amphibi ini yaitu
berdarah dingin (poikilotermik), mempunyai kulit yang lunak tanpa ditutupi oleh
rambut atau bulu, membutuhkan air di dalam siklus hidupnya, habitatnya
mencakup mulai dari dekat perairan payau, pemukiman penduduk, hutan
belantara, sampai kepada ketinggian 2.500 meter dari permukaan laut, dan hewan
dari kelompok ini dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan (Djuanda, 1974).
Adapun ciri-ciri umum anggota amphibia adalah sebagai berikut,
memilliki anggota gerak yang secara anamotis pentadactylus, kecuali pada apoda
yang anggota geraknya tereduksi, tidak memiliki kuku dan cakar, tetapi ada
beberapa anggota amphibia yang pada ujung jarinya mengalami penandukan
membentuk kuku dan cakar, contoh Xenopus sp, kulit memiliki dua kelenjar yaitu
kelenjar mukosa dan atau kelenjar berbintil (biasanya beracun) (Jafnir, 1984).
Ada beberapa karakteristik dari amphibi, diantaranya amphibia
berkembang biak dengan menghasilkan telur, kecuali pada genus Oreophryne dan
keempat jenis Philautus. Amphibia melakukan metamorfosis dengan tahapan
telur, larva (berudu), katak muda, dan katak dewasa. Selama perkembangannya,
amphibia hidup di dua tempat, di air dan tempat yang lembab dari daratan. Telur-
telur individu yang belum matang hidup di dekat air dan dewasa mulai aktif di
darat namun tidak pernah jauh dari air. Dewasa ditemukan di tanah dekat kolam-
kolam, aliran sungai, serasah, goa dan bagian lain dari air segar atau ditempat-
tempat lain yang lembab seperti dibawah pohon atau dibawah batu, di kayu-kayu
yang agak lembab. Amphibia daratan yang agak terkenal adalah katak khususnya,
sangat aktif saat malam ketika kelembaban relatif tinggi (Bartlett, 1988).
Menurut Iskandar (1998), kelompok amfibi ini hidup tersebar luas di mana
amfibi dapat hidup di tempat yang beragam, mulai dari hutan primer sampai
tempat yang ekstrim sekali. Berdasarkan kebiasaan hidupnya amfibi dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yakni 1). Teresterial, spesies-spesies
yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan, jarang sekali berada pada tepian
sungai, memanfaatkan genangan air atau di kolam di lantai hutan serta di antara
serasah daun yang tidak berair tetapi mempunyai kelembaban tinggi dan stabil
untuk meletakkan telur. Contohnya Megophrys aceras, M. nasuta dan
Leptobracium sp. 2). Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan
berkembang biak di genangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang
pohon, kolam, danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa
spesies arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa
untuk menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya
terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp, Philautus sp dan Pedostibes
hosii. 3).Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada
badan air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan
mulai dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain Occidozyga sumatrana
dan Rana siberut. 4).Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah,
spesies ini jarang dijumpai.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kamera, bak bedah,
penggaris, dan pinset. Bahan yang digunakan adalah Dutaphrynus melanotictus,
Phrynoidis asper, Leptobrachium abbotti, Ichthyophis glutinosus, Fejerfarya
cancrivora, Huia sumatrana, Hylarana rufipes, Hylarana nicobariensis,
Limnonectes kuhlii, Hylarana picturata, Polypedates otilophus, Hylarana
erythraea, Hylarana parvacolla, Odorrana hosii, dan Polypedates leucomistax.
Objek diletakkan pada bak bedah dengan posisi kepala di sebelah kiri. Objek
diamati morfologinya dan kemudian digambar. Kemudian dilakukan pengukuran
serta perhitungan terhadap karakteristiknya, yaitu sebagai berikut: panjang badan
(PB), panjang kaki depan (PKD), panjang kaki belakang (PKB), diameter mata
(DM), urutan panjang jari kaki depan (UPJKD), lebar kepala (LK), panjang tibia
fibula (PTF), panjang moncong (PM), jarak inter orbital (JIO), urutan panjang jari
kaki belakang (UPJKB), panjang kepala (PK), panjang femur (PF), diameter
tympanum (DT), jarak inter nares (JIN) dan juga karakter meristik berupa ada atau
tidak alur supra orbital, gigi fomer, processus odontoid, selaput renang, bentuk
kelenjer paratoid bentuk kaki ujung jari, ada atau tidak lipatan dorsal lateral fold
dan warna kulit. Setelah dilakukan pengukuran, kunci determinasi pun dapat
dibuat berdasarkan deskripsi atau ciri khas yang kita lihat pada pengamatan
praktikum.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi
4.1.1 Bufonidae
4.1.1.1 Dutaphrynus melanotictus Schneider, 1799
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Amphibi
Ordo : Anura
Familia : Bufonidae
Genus : Dutaphrynus
Species : Dutaphrynus melanotictus
Inger dan Stuebing, 1997
Gambar 1. Dutaphrynus
melanotictus
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan perbandingan
ukuran tubuh antara lain, indeks diameter mata (DM) 6: 4= 0,67 mm, berarti
diameter matanya 0,67 kali dari diameter thympanium. Indeks panjang kepala
(PK) 15:22= 1,47 mm, berarti panjang kepalanya 1,47 dari lebar kepala. Indeks
panjang badan (PB) 57:44= 0,77 mm, berarti panjang badannya 0,77 kali dari
panjang kaki belakang. Memiliki banyak tubercle, warna thympanum kuning,
warna webbing coklat muda dan kelenjar paratoid membulat.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat diamati
bahwa spesies ini memiliki banyak tubercle atau bintik-bintik besar dan kecil di
permukaan tubuhnya, diatas kepala terdapat gigir keras berwarna kehitaman
menonjol yang bersambungan. Memiliki sepasang kelenjar parotoid (kelenjar
racun) yang besar panjang terdapat di atas tengkuk. Telapak tangan dan kaki
dengan warna hitam atau kehitaman, tanpa selaput renang, atau kaki dengan
selaput renang yang sangat pendek.
Menurut Iskandar (2006), spesies ini memiliki bintil-bintil kasar di
punggung dengan ujung kehitaman dan tidak memiliki selaput renang. Warna
punggung bervariasi antara coklat abu-abu gelap, kekuningan, kemerahan, sampai
kehitaman. Pada tubuh terdapat garis supraorbital berwarna hitam, alur-alur supra-
orbital dan supratimpanik menyambung, tidak ada alur parietal.
Hewan ini tersebar di daerah Kawasan ekosistem Leuser, Bukit Lawang,
Medan, Belawan, Jawa, Kalimantan dan beberapa daerah lainnya hewan ini
sering dijumpai dengan hunian manusia, tidak terdapat di hutan hujan tropis atau
primer (Mistar, 2003).
4.1.2 Megophryidae
4.1.2.1 Leptobrachium abbotti Tschudi, 1838
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas :Amphibi
Ordo :Anura
Famili : Megophryidae
Genus :Leptobrachium
Spesies : Leptobrachium abbotti Gambar 3. Leptobrachium abbotti
Inger and Stuebing, 1997
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil perbandingan
ukuran tubuh antara lain, indeks diameter mata (DM) 7:5= 0,28, berarti diameter
matanya 0,28 kali dari diameter thympanium. Indeks panjang kepala (PK) 29:30=
1,03, berarti panjang kepalanya 1,03 dari lebar kepala. Indeks panjang badan (PB)
70:58= 0,82 mm, berarti panjang badannya 0,82 kali dari panjang kaki belakang.
Tidak memiliki tubercle, warna thympanum hitam dan kelenjar paratoid
membulat.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat diamati
bahwa spesies ini memiliki tubuh yang berwarna kehitaman, tubuh berukuran
kecil, hidup di serasah daun-daun yang kering. Ciri khas yang paling menonjol
adalah terdapatnya bangunan seperti tanduk di atas matanya, yang merupakan
modifikasi dari kelopak matanya.
Pada umumnya spesies ini berukuran tubuh kecil. Tungkai relatif pendek
sehingga pergerakannya lambat dan kurang lincah. Gelang bahu bertipe
firmisternal. Biasanya ditemukan hidup di hutan dataran tinggi. Pada fase berudu
terdapat alat mulut seperti mangkuk untuk mencari makan di permukaan air
( Eprilurahman, 2007).
4.1.3 Ichthyopiidae
4.1.3.1 Ichthyophis glutinosus
Fitzinger, 1826
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Gymnophiona
Famili : Ichthyopiidae
Genus : Ichthyopis
Spesies : Ichthyophis glutinosus
Inger dan Stuebing (1997) Gambar 4.
Ichthyophis glutinosus
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil yaitu tubuh
memiliki segmen, tidak memiliki lipatan dorsoventral, garis lateral line jelas dan
berwarna kuning, mata tereduksi dan bentuk kepala oval pipih.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat diamati
bahwa spesies ini adalah sampel awetan. Ciri morfologi yang diamati adalah
bertubuh licin, berbentuk seperti ular atau cacing dan memiliki garis tepi
berwarna merah atau kuning. Warna menjadi putih karena proses pengawetan.
Di Indonesia jenis famili dari Caecilia atau Gymnophiona adalah
Ichtyopiidae. Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya
pendek, mata relatif berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang
bebas di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang
walaupun membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorphosis.
Anggota famili ini yang ditemukan di indonesia adalah Ichtyophis sp., yaitu di
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Duellman and Trueb, 1986).
4.1.4 Ranidae
4.1.4.1 Fejerfarya cancrivora
Gravenhorst, 1829
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Fejervarya
Spesies : Fejervarya concrivora (Inger and Stuebing, 1997) Gambar 5.
Fejervarya concrivora
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil perbandingan
ukuran tubuh antara lain, indeks diameter mata (DM) 8:3= 0,38 mm, berarti
diameter matanya 0,38 kali dari diameter thympanium. Indeks panjang kepala
(PK) 24:27=1,13 mm, berarti panjang kepalanya 1,13 dari lebar kepala. Indeks
panjang badan (PB) 69:52= 0,75 mm, berarti panjang badannya 0,75 kali dari
panjang kaki belakang. Memiliki gigi fermer, warna thympanum hijau kecoklatan
dan warna webbing putih pucat.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat diamati
bahwa spesies ini memiliki tubuh berwarna coklat cerah dengan bintil-bintil hitam
di punggungnya. Memiliki web setengah, memiliki gigi former dan prosesus
odontoid.
Menurut Kurniati (2003), spesies jantan dewasa memiliki ukuran tubuh ±
67-69 mm, sedangkan betina dewasa berukuran ± 51-75 mm. Tubuh pendek
gemuk dan berotot. Tungkai belakang sedikit pendek. Lebih dari setengah jari
kaki berselaput renang dengan ujung yang tidak berselaput. Jari tangan tidak
berselaput renang. Ujung jari tangan dan kaki lancip. Tympanum terlihat jelas
Kulit dorsal (punggung) halus dengan lipatan longitudinal yang tidak teratur;
beberapa individu memiliki garis vertebral yang sangat menonjol. Kulit ventral
(perut) halus. Bagian dorsal berwarna coklat pucat atau coklat kehijauan dengan
bintil hitam, bagian bibir terdapat garis vertikal berwarna coklat tua, permukaan
dorsal lengan berwarna coklat tua atau bergaris kehitaman yang lebar. Bagian
ventral berwarna keputihan dan beberapa terdapat bintik-bintik hitam.
Diesmos et al (2006) menyatakan Fejervarya cancrivora memiliki bintil
dikepala, memiliki lipatan kelenjar, mempunyai lipatan dorsaventral yang
terputus-putus, permukaan ventral halus, moncong yang berbentuk oval. Tuberkel
Subarticular berbentuk bulat. Jari-jari kaki yang panjang dan memiliki anyaman
dan dermal pinggiran.
Habitat Fejervarya cadncrivora adalah dataran rendah hingga ketinggian
1200 dpl. Banyak ditemukan di sawah. Fejervarya cancrivora juga berhabitat tidak
jauh dari sungai, namun jarang ditemukan di sepanjang sungai. Selain sawah,
Fejervarya cancrivora juga banyak ditemukan di rawa atau bahkan di dalam
daerah berair asin, misalnya tambak atau hutan bakau. Spesies ini dapat
mentoleransi salinitas hingga 2,8 %. Spesies ini hidup dengan baik bersama
Fejervarya limnocharis (Iskandar, 1988).
4.1.5 Rhacophoridae
4.1.5 1 Polypedates otilophus Boulenger 1893
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Anura
Famili : Rhacophoridae
Genus : Polypedates
Spesies : Polypedates otilophus (Inger
and Stuebing, 1997) Gambar 14. Polypedates otilophus
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil perbandingan
ukuran tubuh antara lain, indeks diameter mata (DM) 10:8= 0,8 mm, berarti
diameter matanya 0,67 kali dari diameter thympanium. Indeks panjang kepala
(PK) 20:34= 1,7 mm, berarti panjang kepalanya 1,7 dari lebar kepala. Indeks
panjang badan (PB) 62:49= 0,79 mm, berarti panjang badannya 0,79 kali dari
panjang kaki belakang. Memiliki gigi fermer, memiliki disk, warna thympanum
putih tapai, warna webbing putih tapai dan dorsolateral fold berwarna kuning.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat diamati
bahwa spesies ini adalah memiliki warna coklat krem dengan bintik warna coklat
tua di punggungnya. Tubuhnya pipih dan memiliki gigi former.
Inger dan Stuebing (1997), meyatakan katak ini termasuk katak berukuran
besar, betinanya mempunyai ukuran 64mm sampai 80mm dan jantan memiliki
ukuran 82mm sampai 97mm, memiliki titik yang tajam pada rahang, gigi former
miring, tubuhnya kuat dengan kaki yang ramping, kepalanya berbentuk segitiga,
memiliki web setengah.
Polypedates otilophus tersebar di wilayah Kalimantan, Sabah, dan
Sarawak, dan di Sumatera. Katak pohon ini hidup di hutan sekunder pertumbuhan,
di tepi hutan primer, serta di desa-desa, hutan tanaman, daerah, dan habitat lain
yang dimodifikasi oleh manusia login.Hewan ini adalah spesies dataran rendah,
yang banyak dari permukaan laut sampai 500 m dan jarang lebih tinggi (Malkmus
2002), tetapi ternyata juga telah tercatat sampai dengan 1000 m di atas permukaan
laut (IUCN 2006). Biasanya ditemukan pada vegetasi di sekitar kolam. Ditemukan
di daerah seperti Kalabakan dan Sabah pada beberapa pohon-pohon tinggi.
Spesies jantan memiliki bantalan kawin atau noctual pad dan aktif selama musim
kawin yaitu bulan April, Mei, dan Juni. Spesies betina akan mengalami ovulasi,
sehingga sarang busa dan larva berbagai tahapan dapat diamati selama periode
yang sama (Malkmus 2002).
4.1.5.2 Polypedates leucomistax
Gravenhorst, 1829
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Anura
Famili : Rhacophoridae
Genus : Polypedates
Spesies : Polypedates leucomystax (Inger and Stuebing, 1997)
Gambar 15. Polypedates leucomystax
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan pengukuran
marfometrik, Perbandingan rasio diameter mata berbanding dengan diameter
timpanum adalah 5:3 mm, perbandingan rasio panjang kepala berbanding lebar
kepala adalah 15:14 mm, dan perbandingan rasio antara panjang badan
berbandingtotal panjang kaki belakang adalah 50:50 mm.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat diamati
bahwa spesies ini adalah memiliki warna coklat kemerahan dengan bintil-bintil
warna yang halus disekitaran dorsalnya. Memiliki web setengah dan mempunyai
gigi former.
Menurut McKay (2006), Polypedates leucomystax merupakan katak pohon
yang berwarna coklat kemerahan. Spesies ini pada jantan memiliki rata-rata 50
mm panjang total dan perempuan rata-rata 80 mm panjang total. Daerah persebaran
Bangladesh, China, India, Indonesia, Japan, Lao People's Democratic Republic,
Malaysia, Myanmar, Philippines, Singapore, Thailand, Vietnam.
Menurut Darmawan (2008), katak ini merupakan katak berukuran sedang,
jari melebar dengan ujung rata. Kulit kepala menyatu dengan tengkorak. Jari
tangan setengahnya berselaput, sedangkan jari kaki hampir sepenuhnya
berselaput. Katak ini memiliki tekstur kulit yang halus tanpa bintil dan lipatan.
Bagian bawah berbintil granular yang jelas. Warna biasanya coklat keabu-abuan,
satu warna atau dengan bintik hitam atau dengan garis yang jelas memanjang dari
kepala sampai ujung tubuh. Habitat dari katak ini biasanya hidup di antara
tetumbuhan atau sekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :
1. Dutaphrynus melanotictus memiliki tubuh yang terdiri dari banyak tubercle,
warna thympanum kuning, warna webbing coklat muda dan kelenjar
paratoid membulat.
2. Phrynoidis asper memiliki warna yang tubuh yang gelap atau hitam,
webbingnyapun memiliki warna yang hitam, warna thympanum kuning
sedangkan webbing berwarna coklat kehitaman dan kelenjar paratoid
membulat.
3. Leptobrachium abbotti memiliki warna yang tubuh yang hitam, tidak
memiliki tubercle, warna thympanum hitam dan kelenjar paratoid
membulat.
4. Ichthyopis glutinosus memiliki bentuk yang seperti cacing berwarna kuning,
tidak memiliki lipatan dorsoventral, mata tereduksi dan bentuk kepala oval
pipih.
5. Fejervarya cancrivora memiliki warna coklat cerah dengan bintil-bintil
hitam di punggungnya tetapi tidak kasar thympanum berwarna hijau
kecoklatan dan memiliki gigi former.
6. Huia sumatrana memiliki warna coklat kehitaman, memiliki gigi fermer,
warna thympanum putih kecoklatan dan warna webbing hitam.
7. Hylarana rufipes memiliki warna coklat kehitaman, memiliki gigi fermer,
warna thympanum coklat, warna webbing merah dan dorsolateral fold
berwarna hitam kehijauan.
8. Hylarana nicobariensis memiliki warna hitam kecoklatan, memiliki gigi
fermer, warna thympanum hitam, warna webbing hitam dan dorsolateral fold
berwarna hitam kecoklatan.
9. Hylarana picturata memiliki warna hitam pekat, memiliki gigi fermer,
warna thympanum hitam, warna webbing hitam bercak keorenan dan
dorsolateral fold berwarna orange.
10. Hylarana erythraea memiliki warna yang identik dengan kuning baik
webbing maupun dorsolateral fold, namun thympanum berwarna hijau
dengan lingkaran merah.
11. Odorrana hosii berwarna hijau kekuningan. Mocongnya memiliki bentuk
seperti meruncing.
12. Limnonectes kuhlii memiliki warna kehitaman, memiliki gigi fermer, warna
thympanum hitam, warna webbing hitam, memiliki processus odontoid dan
dorsolateral fold berwarna putih.
13. Polypedates otilophus memiliki kepala yang meruncing atau seperti
segitiga, warna thympanum dan webbing putih tapai.
14. Polypedates leucomystax memiliki warna coklat kemerahan dengan bintil-
bintil yang halus dan mempunyai gigi fermer.
15. Hylarana parvacolla Memiliki gigi fermer, memiliki disk, warna
thympanum coklat, warna webbing coklat muda dan dorsolateral fold
berwarna hijau.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya disarankan agar membawa objek yang berukuran
representatif agar identifikasi terhadap suatu sampel dapat berjalan dengan
maksimal serta karakter dapat diamati dengan mudah dan lebih teliti lagi dalam
mengamati objek agar sesuai dengan literatur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA