PENDAHULUAN
mengenai analisis vegetasi. Hal ini betujuan untuk untuk memahami proses
pengerjaan analisis vegetasi. Selain itu dapat memahami pengolahan data yang
lokasi HPPB.
1.2 Tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain meteran,
pancang, tali rafia, cat phylox, alat tulis, aplikasi Auto Distance, dan kertas
milimeter.
4.2 Stratifikasi
Tabel 3. Tabel Stratifikasi Plot 10x10 m
Tinggi Bebas
No Nama Spesies Tinggi Total Diameter (m)
Cabang
1. Swietenia mahagoni 10,3 m 3,81 m 0,438 m
2. Swietenia mahagoni 11,2 m 2,3 m 0,468 m
3. Leucaena glauca 8,4 m 4,7 m 0,21 m
4. Leucaena glauca 8,2 m 2,5 m 0,23 m
5. Leucaena glauca 8,2 m 2,4 m 0,175 m
6. Sp 1 4,7 m 3,5 m 0,13 m
Berdasarkan tabel 3 diatas, didapatkan 3 jenis pohon dengan jumlah total 6 pohon
dalam plot 10x10 m. Pohon nomor 1, yaitu Swietenia mahagoni memiliki tinggi
total 10,3 m, tinggi bebas cabang 3,81 m, dan diameter pohon sebesar 0,438 m.
Pohon nomor 2, yaitu Swietenia mahagoni memiliki tinggi total 11,2 m, tinggi
bebas cabang 2,3 m, dan diameter pohon sebesar 0,468 m. Pohon nomor 3, yaitu
Leucaena glauca memiliki tinggi pohon 8,4 m, tinggi bebas cabang 4,7 m, dan
diameter 0,21 cm. Pohon nomor 4, yaitu Leucaena glauca memiliki tinggi pohon
8,2 m, tinggi bebas cabang 2,5 m, dan diameter sebesar 0,23 m. Pohon nomor 5,
yaitu Leucaena glauca memiliki tinggi pohon 8,2 m, tinggi bebas cabang 2,4 m,
dan diameter 0,175 cm. Yang terakhir adalah pohon Sp 1 memiliki tinggi pohon
4,7 m, tinggi bebas cabang 3,5 m, dan diameter 0,13 cm.
Menurut Indriyanto (2006), stratifikasi merupakan distribusi tetumbuhan
dalam ruangan vertikal. Semua spesies tumbuhan dalam komunitas tidak sama
ukurannya, serta secara vertikal tidak menempati ruang yang sama. Dalam
ekosistem hutan, stratifikasi terbentuk dari susunan tajuk pohon-pohon menurut
arah vertikal dan terjadi karena adanya pohon pohon yang menduduki kelas pohon
dominan, pohon kodominan, pohon tengahan, pohon tertekan, dan pohon
bawah/mati (Indriyanto, 2006).
Hutan yang terlalu rapat, pertumbuhannya akan lambat karena persaingan
antar individu pohon yang keras terhadap sinar matahari, air dan zat mineral.
Kemacetan pertumbuhan akan terjadi. Tetapi tidak lama, karena persaingan
diantara pohon-pohon akan mematikan yang lemah dan penguasaan oleh yang
kuat. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang, terbuka atau rawang menghasilkan
pohon-pohon dengan tajuk besar dan bercabang banyak dan pendek. Suatu hutan
yang dikelola baik ialah hutan yang kerapatannya dipelihara pada tingkat
optimum, sehingga pohon-pohonnya dapat dengan penuh memanfaatkan sinar
matahari dan zat hara mineral dalam tanah. Dengan demikian hutan yang tajuknya
kurang rapat berfungsi kurang efisien kecuali bila areal terbuka, di isi dengan
permudaan hutan atau pohon-pohon muda. Tempat-tempat terbuka tersebut
biasanya ditumbuhi gulma yang menganggu pertumbuhan jenis pohon utama atau
tanaman pokok (Indriyanto, 2008).
Kanopi dari hutan hujan tropis seringkali terdiri atas berbagai lapisan
tajuk. Formasi hutan yang berbeda memiliki tingkatan strata yang berbeda pula.
Dalam suatu masyarakat tumbuhan akan terjadi suatu persaingan antara individu-
individu dari suatu jenis atau beberapa jenis, apabila tumbuh-tumbuhan tersebut
mempunyai kebutuhan yang sama dalam hal hara mineral, air, cahaya dan
ruangan. Sebagai akibat adanya persaingan adalah mengakibatkan jenis-jenis
tertentu akan lebih berkuasa (dominan) daripada yang lain, sehingga terbentuk
stratifikasi tumbuhan di dalam hutan. Pohon-pohon yang tinggi pada
stratumteratas menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan jenis-
jenis yangmencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan (Soerianegara dan
Indrawan, 1988).
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Adapun saran yang dibutuhkan untuk kuliah lapangan yang lebih baik kedepannya
yaitu agar praktikan memahami materi yang dipraktekkan dan lebih serius dalam
melakukan kuliah lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Analisa Vegetasi
Plot Nomor pohon Spesies Diameter
29 220 Milletia artropurpurea BENTH 10,5 cm
A. Kerapatan
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 (𝑚𝑐)
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =
𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑠 (𝑚2 )
1
1. 𝑁𝑜. 220 = 600 = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
𝑚
1
2. 𝑁𝑜. 228 = 600 = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
𝑚
1
3. 𝑁𝑜. 241 = 600 = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
𝑚
1
4. 𝑁𝑜. 245 = = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
600 𝑚
6
5. 𝑁𝑜. 246 = 600 = 0,01 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
𝑚
1
6. 𝑁𝑜. 247 = = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
600 𝑚
1
7. 𝑁𝑜. 256 = = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
600 𝑚
1
8. 𝑁𝑜. 268 = = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
600 𝑚
1
9. 𝑁𝑜. 275 = = 0,0016 𝑖𝑛𝑑⁄ 2
600 𝑚
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,000216
B. Kerapatan Relatif
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝑖𝑛𝑑⁄𝑚)
𝐾𝑅 = × 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 (𝑖𝑛𝑑⁄𝑚)
0,0016
1. 𝑁𝑜. 220 = × 100% = 7,017 %
0,0228
0,0016
2. 𝑁𝑜. 228 = × 100% = 7,017 %
0,0228
0,0016
3. 𝑁𝑜. 241 = × 100% = 7,017 %
0,0228
0,0016
4. 𝑁𝑜. 245 = 0,0228
× 100% = 7,017 %
0,01
5. 𝑁𝑜. 246 = × 100% = 43,85 %
0,0228
0,0016
6. 𝑁𝑜. 247 = × 100% = 7,017 %
0,0228
0,0016
7. 𝑁𝑜. 256 = 0,0228
× 100% = 7,017 %
0,0016
8. 𝑁𝑜. 268 = 0,0228
× 100% = 7,017 %
0,0016
9. 𝑁𝑜. 275 = 0,0228
× 100% = 7,017 %
C. Dominansi
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝐷= × 100%
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑢𝑏 𝑝𝑙𝑜𝑡
= 3,1 %
2. Castanopsis hulleti
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1,76 ×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 3,8 %
3. Macaranga triloba
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
9,45 ×10−6
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 2,04 %
4. Aglaia trichoctemon
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
4,42 ×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 9,5 %
5. Elasteriospermum tapus L
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3,14 ×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 6,7 %
6. Laisanthus oblongus
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1,64×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 3,5 %
7. Elateriuspermum tapus 2
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2,14×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 4,6 %
8. Elateriuspermum tapus 3
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2,27×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 4,9 %
9. Elateriuspermum tapus 4
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3,69 ×10−5
= × 100%
4,62 ×10−4
= 7,9 %
10. Elateriuspermum tapus 5
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3,39×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
=7,3 %
11. Elateriuspermum tapus 6
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2,07×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 4,18 %
12. Croton argyantum
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2,04×10−5
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 4,41 %
13. Baringtonia Sp.
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1,58×10−4
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 34 %
14. Pternandra echinata
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
9.52×10−3
= 4,62 ×10−4 × 100%
= 3,2 %
= 99,43 %
E. Frekuensi
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝑖𝑛𝑑)
𝐷=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡 (𝑝𝑙𝑜𝑡)
1
1. Milletia artropurpurea BENTH = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
2. Castanopsis hulleti = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
3. Macaranga triloba = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
4. Aglaia trichoctemon = 6 = 0,16 ind⁄plot
6
5. Elasteriospermum tapus L = 6 = 1 ind⁄plot
1
6. Laisanthus oblongus= 6 = 0,16 ind⁄plot
1
7. Elateriuspermum tapus BL = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
8. Elateriuspermum tapus BL = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
9. Elateriuspermum tapus BL = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
10. Elateriuspermum tapus BL = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
11. Elateriuspermum tapus BL = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
12. Croton argyantum HOOK F = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
13. Baringtonia Sp. = 6 = 0,16 ind⁄plot
1
14. Pternandra echinata JACK = 6 = 0,16 ind⁄plot
F. Frekuensi Relatif
0,16
1. Milletia artropurpurea BENTH = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
2. Castanopsis hulleti = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
3. Macaranga triloba = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
4. Aglaia trichoctemon = 2,33 × 100% = 6,87%
1
5. Elasteriospermum tapus L = 2,33 × 100% = 42,9%
0,16
6. Laisanthus oblongus = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
7. Elateriuspermum tapus BL = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
8. Elateriuspermum tapus BL = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
9. Elateriuspermum tapus BL = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
10. Elateriuspermum tapus BL = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
11. Elateriuspermum tapus BL = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
12. Croton argyantum HOOK F = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
13. Baringtonia Sp. = 2,33 × 100% = 6,87%
0,16
14. Pternandra echinata JACK = × 100% = 6,87%
2,33
Np = Kr+fr+Dr