Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Anggraeni Pramudita Bachtiar (1304620005)
2. Sekar Aulia Hutami (1304620010)
3. Ikrimah Albasil (1304620031)
4. Reviergha Windatri Putri (1304620051)
5. Aura Jihan Fadilah (1304620065)
6. Fitria Miga Suryaningsih (1304620070)
7. Elrica Amaliah Putri (1304620075)
Dosen Pengampu :
Erna Heryanti, S.Hut., M.Si
A. Latar Belakang
Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik yang berada di darat
maupun di laut. Sumber daya hutan indonesia merupakan salah satu hutan tropika
yang terluas di dunia, yang diharapkan dapat terus berkembang sebagai paru-paru di
dunia yang mampu meredam perubahan iklim global. Berdasarkan letak geografis dan
keanekaragaman hayati yang dimiliki, maka indonesia dijuluki sebagai
megabiodiversitas yang masuk dalam kategori tertinggi dunia (Hendra, 2002).
Pohon merupakan komponen yang mendominasi pada suatu hutan, yang
berperan sebagai organisme produsen dan habitat dari berbagai jenis burung dan
hewan lainnya. Pohon menggunakan energi radiasi matahari dalam proses
fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO2 dan H2O menghasilkan energi
kimia yang tersimpan dalam karbohidrat dan mengeluarkan Oksigen yang kemudian
dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup di dalam proses pernapasan.
Keanekaragaman pohon dapat dijadikan penciri (indikator) tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya.
Keanekaragaman pohon dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitas. Keanekaragaman pohon juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas
komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil
meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994 dikutip
oleh Indriyanto, 2006).
B. Tujuan
1. Mengetahui cara mengukur tinggi pohon menggunakan inclinometer dan laser
range finder
2. Mengetahui cara mengukur bukaan kanopi hutan
3. Mengetahui aplikasi android/IOS yang dapat dimanfaatkan dalam pengukuran
parameter ekologi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip pengukuran tinggi, instrumen yang digunakan untuk pengukuran tinggi pohon
yang paling sering adalah hypsometer. Banyak tipe pengukuran alat tinggi dan instrumen
yang telah dikembangkan, tetapi hanya sedikit yang telah memperoleh penerimaan yang luas
dan praktisi rimbawan. Prinsip dasar trigonometris kebanyakan sering dijelmakan didalam
hypsometer dan kompas klino pengukuran menggunakan haga hypsometer dan kompas klino
lebih tinggi, teliti dan lebih cermat tetapi pengukuran lebih memerlukan banyak waktu dan
kadang-kadang memerlukan jarak yang jauh antara pengamat dan pohon (Rahlan, 2004).
Dalam kebanyakan inventore hutan kayu keras tropika campuran telah ditemukan bahwa
lebih efisien menggunakan "tabel volume total" menurut spesies dengan pengukuran dbh dan
tinggi pada semua pohon dari sampel peningkatan dalam kecermatan adalah kecil dalam
kaitannya dengan konsekuensi tambahan. Pengukuran tinggi pohon berdiri dapat dilakukan
secara langsung dapat dikerjakan dengan tongkat teleskopik (Nyysonen, 1961).
Pengukuran tinggi dari pohon-pohon terdiri dari jarak vertikal sedang pengukuran
panjang dapat dibuat pada bagian-bagian yang sumbunya berpangkal dari bagian vertikal.
Dapat ditambahkan, tinggi kayu yang dapat dijual dapat termasuk bagian yang cacat dibawah
titik yang ditentukan sebagai batas atas dari kayu yang dapat dijual. Untuk hasil yang akurat
pepohonan tidak boleh harus dari lima vertikal dan jarak horizontal harus ditentukan oleh pita
ukur atau langkah yang hati-hati (Odum, 1959).
Teleskop Bitterlich juga dapat dipakai untuk pengukuran tinggi pada umumnya dalam
hubungannya dalam pengukuran tinggi batang yang penggurannya didasarkan pada teori
trygonometri. Pengukuran tinggi barang pohon pada umunnya menggunakan salah satu dari
sua prinsip berikut ini, yaitu :
Prinsip geometri atau prinsip segitiga bagus
Alat-alat yang menggunakan prinsip geometri adalah walkin stick dan chrismeter.
Adapan dalam perhitungan dengan menggunakan chrimeter adalah nilai pengukuran tinggi
pohon merupakan nilai yang tertera pada christenmeter yang dilihat sejajar dengan gala (alat
bantu), sedangkan pada walkin stick nilai pengukuran tinggi pohon didapat dengan rumus :
Tinggi = Fe x 0,1 meter, dimana Fe merupakan tinggi pengukuran walking stick.
Prinsip trigonometri atau prinsip pengukuran sudut
Alat ukur tinggi yang menggunakan prinsip trigonometri adalah clinometer dan haga
hypsometer (Simon, 1987). Jika kemiringan pohon cukup besar, dalam prakteknya sering
dihindari pengukurannya dan memilih model lain. Suatu kesalahan yang hampir sama bisa
terjadi pada jeni pohon bertunjuk datar diatas (bentuk payung). Dalam hal ini pengamat akan
sulit melihat puncak pohon. (Osting, 1965).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahn dalam pengukuran,
antara lain kesalahan dalam melihat puncak pohon, pohon yang diukur tingginya dalam
keaadan tidak tegak, jarak antara pengukuran dan pohon tidak diatas ataupun karena jarak
ukur tidak tepat (Suwardi, 2002).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat
Praktikum 1 (Mengukur Tinggi Pohon)
1. Inclinometer
2. Meteran
3. Kalkulator
B. Bahan
Praktikum 1 (Mengukur Tinggi Pohon) dan Praktikum 2 (Mengukur Bukaan Kanopi):
1. Pohon (sebagai objek praktikum)
C. Prosedur Kerja
Praktikum 1 (Mengukur Tinggi Pohon)
1. Sikap berdiri dengan lengan lurus ke depan
2. Inclinometer digenggam dan berada di depan mata
3. Posisi kita diatur sedemikian rupa sehingga dapat terlihat puncak pohon melalui
lubang pada Inclinometer
4. Sudut yang terbentuk dari tali bandul dengan garis yang tegak lurus dengan
tabung clinometer pada busur derajat kemudian dicatat besarannya
Praktikum ini menggunakan suatu simbol matematik dan rumus sebagai berikut:
Tinggi pohon (T) adalah tangen (tan) kali jarak ke pohon (j) ditambah tinggi dari
permukaan tanah ke mata pengamat (t). Dengan simbol matematik adalah : T = tan α
Xj+t
Gambar 1. Mengukur tinggi pohon dengan inclinometer (Sumber : Urban Ecology)
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Pohon
No Nama Pohon Sudut Jarak Tinggi Tinggi
α (m) Pengamat Pohon
(m) (m)
B. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran terhadap parameter pohon dan
bukaan canopy pohon. pengukuran parameter pohon meliputi mengukur sudut, jarak,
dan tinggi pohon. Pada pengukuran bukaan canopy meliputi mengamati canopy
openness, canopy closure, dan canopy cover. Terdapat 10 spesies pohon yang diamati
dan diukur menggunakan inclinometer. Praktikum dilakukan di sekitar rumah
praktikan.
Pada pengukuran parameter pohon menggunakan alat yaitu inclinometer.
Inclinometer merupakan salah satu alat ukur tinggi pohon yang paling akurat karena
menggunakan prinsip trigonometri. Prinsip trigonometri sering dipakai dalam
pengukuran tinggi dan hasilnya lebih cermat dan teliti. Inclinometer menggunakan
prinsip dasar, yaitu membutuhkan variabel jarak antara pohon dengan pangkal dan
variabel sudut kemiringan. Pengukuran tinggi pohon dengan menggunakan
inclinometer sebaiknya dilakukan pada jarak datar minimal setinggi pohon tersebut
atau pada kelerengan maksimal 70%, karena akan mempengaruhi akurasi atau tingkat
ketelitian dari pengukuran tinggi pohon tersebut.
Berdasarkan pengukuran tinggi pohon menggunakan inclinometer pada 10
spesies pohon yang berbeda didapatkan hasil pohon tertinggi yaitu pohon beringin
(Ficus benjamina) 18,75 meter dengan sudut kemiringan 60° dan jarak 10 meter.
untuk pohon yang terpendek yaitu pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) 6,45
meter dengan sudut kemiringan 45° dan jarak 5 meter.
Dalam praktikum pengukuran bukaan canopy pohon digunakan aplikasi yang
bernama GLAMA pada Android/IOS smartphone. Melalui aplikasi GLAMA dapat
diketahui skala dalam bentuk persen dari canopy openness, canopy closure, dan
canopy cover index. Penghitungan terhadap nilai dari tutupan kanopi sebelumnya
dapat dilakukan dengan cara konvensional yaitu cara spherical Densiometer yang
perhitungannya tidak seakurat menggunakan Hemispherical Photography.
Penggunaan metode Hemispherical Photography menggunakan aplikasi GLAMA
yang terdapat pada smartphone ini memudahkan dalam perhitungan kondisi suatu
hutan berdasarkan cahaya atau langit terbuka yang tampak melalui celah kanopi hutan
tanpa harus menggunakan kamera beresolusi tinggi.
Pada pengukuran bukaan kanopi didapatkan hasil yaitu pada canopy openness
index yang tertinggi yaitu pohon palem (Hyophorbe indica) dengan skala 22,83% dan
yang terendah yaitu pohon beringin (Ficus benjamina) dengan 4,05%. Pada canopy
closure index yang tertinggi yaitu pohon beringin (Ficus benjamina) dengan 95,95%
dan yang terendah pohon palem (Hyophorbe indica) 77,17%. Dan pada canopy cover
index yang tertinggi yaitu pohon pohon beringin (Ficus benjamina) dengan 69,24%
dan yang terendah pohon kelapa (Cocos nucifera) dengan 59,11%.
BAB V
KESIMPULAN
Pada umumnya besar diameter pohon dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas
tempat tumbuh dan usia dari pohon tersebut. Dengan kata lain semakin subur tempat tumbuh
pohon maka pertumbuhan pohon akan semakin baik. Demikian pula pengaruh usia pohon
dengan ukuran diameter pohon, semakin tua umur pohon maka diameternya akan lebih besar.
Dalam praktikum kali ini pada pengukuran tinggi pohon didapatkan hasil pohon tertinggi
yaitu pohon beringin (Ficus benjamina) 18,75 meter dengan sudut kemiringan 60° dan jarak
10 meter. untuk pohon yang terpendek yaitu pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) 6,45
meter dengan sudut kemiringan 45° dan jarak 5 meter. Dan pada pengukuran bukaan kanopi
didapatkan hasil yaitu pada canopy openness index yang tertinggi yaitu pohon palem
(Hyophorbe indica) dengan skala 22,83% dan yang terendah yaitu pohon beringin (Ficus
benjamina) dengan 4,05%. Pada canopy closure index yang tertinggi yaitu pohon beringin
(Ficus benjamina) dengan 95,95% dan yang terendah pohon palem (Hyophorbe indica)
77,17%. Dan pada canopy cover index yang tertinggi yaitu pohon pohon beringin (Ficus
benjamina) dengan 69,24% dan yang terendah pohon kelapa (Cocos nucifera) dengan
59,11%.
DAFTAR PUSTAKA
Azrai, Eka Putri, dkk. (2018). Penuntun Praktikum Ekologi Dasar. Jakarta : Universitas
Negeri Jakarta
Murdawa, B. (1994). Pengenalan dan Pengukuran Karakteristik Pohon. Yogyakarta: Gadjah
Mada University. Press.
Nyysonen, A. (1961). Survey Metode of Thropical Forest Press.
Odum, E P. (1959). Fundamentals of Ecology. WB Souders Co. Philadelphia.
Osting.(1965). The Study of Plant Communitis: an Introduction to Plant Ecology. W H
Freeman & Co. SanFransisco.
Rahlan, EN. (2004). Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press.
Simon, H. (1987). Manual Inventore Hutan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Soegiarto, A. (1994). Ekologi Kuantitatif M Analisis Populasi. Surabaya: Usaha Nasution
Suwardi. (2002). Teknik Penarikan Sampel. Medan: USU Press
LAMPIRAN
`
Sumber : Dokumentasi pribadi kelompok
Sumber : Dokumentasi pribadi kelompok